Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR

2.1.1 Definisi

Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang
berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan merupakan
penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan
peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh
bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung
yaitu Helicobacter pylori. Tetapi faktor-faktor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara
terus menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis.

Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung, sering akibat diet yang sembarangan.
Biasanya individu ini makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan-makanan yang terlalu
berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit Smelzer2002).

Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung, seiring terjadi akibat diid sembrono, makan
terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau yang
mengandung mikroorgnisme penyebab penyakit, disamping itu penyebab lain meliputi alcohol,
aspirasi, refluks empedu, terapi radiasi ( KMB& vol 2 :1062 ).

Gastritis akut adalah inflamasi mukosa lambung, sering diakibatkan dari pola diet yang
tidak baik.

Gastritis kronik adalah inflamasi mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan
oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri helicobacter pylori (Brunner
dan Suddart, 2002).

Berdasarkan berbagai pendapat tokoh diatas, gastritis dapat juga diartikan sebagai suatu
proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara hispatologi dapat
dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis bukan
merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu
mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari
infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu
Helicobacter pylori. Peradangan ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung
sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut.

2.1.2 Etiologi

2.1.2.1 Gastritis Kronis


Merupakan suatu inflamasi kronik yang terjadi pada waktu lama pada permukaan mukosa
lambung, penyebabnya belum diketahui secara langsung, namun diduga disebabkan oleh :
1.Bakteri, infeksi stapilococcus (akute) mungkin pada akhirnya akan menjadi kronis.
2.Infeksi lokal, infeksi pada sinus, gigi dan post nasal dapat menimbulkan gastritis.
3.Alkohol dapat menyebabkan kelainan pada mukosa lambung.
4.Faktor, psikologis dapat menimbulkan hipersekresi asam lambung.

2.1.3 Manifestasikan Klinis


2.1.3.1 Gastritis Kronis
a. Gastritis Superfisialis
1) Rasa tertekan yang samar pada epigastrium.
2) Penurunan BB
3) Kembung / rasa penuh pada epigastrium.
4) Rasa perih sebelun dan sesudah makan
5) Terasa pusing.
b. Gastritis Atropikan
1) Rasa tertekan pada epigastrium
2) Anorexia
3) Rasa penuh pada perut
4) Mulut dan tenggorokan terasa kering.
b. Gastritis Hypertropik Kronik
1) Nyeri pada epigastrium yang tidak selalu berkurang setelah minum susu.
2) Nyeri biasanya timbul pada malam hari

2.1.3 Patofisiologi

Bahan-bahan makanan, minuman, obat maupun zat kimia yang masuk kedalam lambung
menyebabkan iritasi atau erosi pada mukosanya sehingga lambung kehilangan barrier
(pelindung). Selanjutnya terjadi peningkatan difusi balik ion hidrogen. Gangguan difusi pada
mukosa dan penngkatan sekresi asam lambung yang meningkat / banyak. Asam lambung dan
enzim-enzim pencernaan. Kemudian menginvasi mukosa lambung dan terjadilah reaksi
peradangan.
Demikian juga terjadi peradangan dilambung karena invasi langsung pada sel-sel dinding
lambung oleh bakteri dan terinfeksi. Peradangan ini termanifestasi seperti perasaan perih di
epigastrium, rasa panas / terbakar dan nyeri tekan.
Spasme lambung juga mengalami peningkatan diiringi gangguan pada spinkter esophagus
sehingga terjadi mual-mual sampai muntah. Bila iritasi / erosi pada mukosa lambung sampai
pada jaringan lambung dan mengenai pembuluh darah. Sehingga kontinuitasnya terputus dapat
menimbulkan hematemesis maupun melena.
2.1.4.1 Pathway
2.1.4 Komplikasi

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan menelan, dapat
berakhir sebagai syak hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan
tukak peptik. Gambaran klinis yang diperhatikan hamper sama. Namun pada tukak peptik
penyebab utamanya adalah infeksi Helicobakter pytori, sebesar 100% pada hikak duodenum
dan 60-90% pada tikak lambung. Diagnosis pasti dapat di tegakkan dengan endoskopi.

2.1.5.1 Gastritis Kronik

1) Gangguan penyerapan zat besi


2) Penyempitan daerah fillorus
3) Kanker lambung

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan yaitu :

a. Nilai haemoglobin dan hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat perdarahan.
b. Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis kronik yang berat.
c. Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk melihat kelainan mukosa lambung.
d. Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat kelainan mukosa lambung.
e. Pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan asam lambung
f. Pemeriksaan darah untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil tes
yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu
dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes
darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan
lambung karena gastritis.
g. Pemeriksaan feses tes ini untuk memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses
atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga
dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan
dalam lambung.
h. Analisa lambung tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting
untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke
dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal
mengukur BAO( basal acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat untuk
menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison (suatu tumor pankreas yang menyekresi
gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).

2.1.7 Penatalaksanaa Medis


2.1.7.1 Gastritis Kronis
a) Gastritis Superfisialis.
1) Istirahat yang cukup
2) Pemberian makanan yang cair utuk penderita yang mengalami erosi dan perdarahan
sedikit
3) Makanan lembek untuk yang tidak terjadi perdarahan
4) Kolaborasi medik :
1. Pemberian anti spasmodic
b) Gastritis Atropikan
1) Setelah makan sebaiknya istirahat untuk mnecegah terjadinya neusea dan vumitus.
2) Beri makanan lembek dan porsi kecil tapi sering
3) Kolaborasi medik :
1. Pemberian anti spasmodik.
2. Beri ekstrak hati, Vit. B12, dan zat besi.
c) Gastritis Hypertropikan.
1) Istirahat yang cukup
2) Hindari merokok
3) Beri makanan cair dan lembek.
4) Kolaborasi medik :
1. Anti spasmodik.
2. Anti perdarahan k/p.
2.2 MANAJEMEN KEPERAWATAN

2.2.1 Pengkajian

a. Anamnese meliputi :

1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis kelamin :
4. Jenis pekerjaan :
5. Alamat :
6. Suku/bangsa :

b. Tingkat pendidikan:

bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang


gastritis, maka akan menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis
sebagai sakit perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta
memperparah penyakit ini.

c. Riwayat sakit dan kesehatan

1. Keluhan utama : Nyeri di ulu hati dan perut sebelah kanan bawah.
2. Riwayat penyakit saat ini : Meliputi perjalan penyakitnya, awal dari gejala yang
dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan secara mendadak atau bertahap, faktor
pencetus, upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
3. Riwayat penyakit dahulu : Meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit
sekarang, riwayat dirumah sakit, dan riwayat pemakaian obat.

d. Pemeriksaan fisik, yaitu Review of system (ROS)


Keadaan umum: tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan di kuadran
epigastrik.

1. B1(breath) : takhipnea
2. B2 (blood) : takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah, pengisian perifer
lambat, warna kulit pucat.
3. B3 (brain) : sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat terganggu,
disorientasi, nyeri epigastrum.
4. B4 (bladder) : oliguria, gangguan keseimbangan cairan.
5. B5 (bowel) : anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap
makanan pedas.
6. B6 (bone) : kelelahan, kelemahan

1. Aktivitas / Istirahat

a. Gejala : kelemahan, kelelahan


b. Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap aktivitas)

2. Sirkulasi

a. Gejala : kelemahan, berkeringat


b. Tanda :

 Hipotensi (termasuk postural)


 Takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)
 Nadi perifer lemah
 pengisian kapiler lambat / perlahan (vasokonstriksi)
 warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah)
 kelemahan kulit / membran mukosa, berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut,
respons psikologik)

3. Integritas ego

a. Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak
berdaya.
b. Tanda : tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit,
gemetar, suara gemetar.
4. Eliminasi

a. Gejala: riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastroenteritis


(GE) atau masalah yang berhubungan dengan GE, misalnya luka peptik atau gaster,
gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.
b. Tanda :

 nyeri tekan abdomen, distensi


 bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan.
 karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah
cerah, berbusa, bau busuk (steatorea), konstipasi dapat terjadi (perubahan diet,
penggunaan antasida).
 haluaran urine : menurun, pekat.

5. Makanan / Cairan
a. Gejala:

 anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar
sehubungan dengan luka duodenal).
 masalah menelan : cegukan
 nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual atau muntah

b. Tanda: muntah dengan warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah,
membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).

6. Neurosensi

a. Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar, kelemahan.


b. Tanda : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur,
disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi /
oksigenasi).

7. Nyeri / Kenyamanan
a. Gejala:
 nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba
dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan
banyak
 dan hilang dengan makan (gastritis akut).
 nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah
makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster).
 nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam
setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus
duodenal).
 tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis).
 faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat,
reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.

b. Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.
8. Keamanan

a. Gejala : alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA


b. Tanda : peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis /
hipertensi portal)

9. Penyuluhan / Pembelajaran

a. Gejala: adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang mengandung ASA, alkohol,
steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima karena
(misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu usus,
atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme,
hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal: 455).

Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan darah, Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri
pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut
terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi
akibat perdarahan lambung karena gastritis.
b. Uji napas urea, Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh
urease H. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2). CO2 cepat
diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi.
c. Pemeriksaan feces, Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau
tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga
dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan
dalam lambung.
d. Endoskopi saluran cerna bagian atas, Dengan tes ini dapat terlihat adanya
ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-x.
Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel(endoskop)
melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil.
Tenggorokan akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk
memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran
cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel(biopsy) dari
jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes
ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung
disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi
menghilang kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resioko akibat tes ini.
Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat
menelan endoskop.
e. Rontgen saluran cerna bagian atas, Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau
penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih
dahulu sebelum dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih
jelas ketika di rontgen.
f. Analisis Lambung, Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik
penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik
dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis.
Analisis basal mengukur BAO( basal acid output) tanpa perangsangan. Uji ini bermanfaat
untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison(suatu tumor pankreas yang
menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas
nyata).
g. Analisis stimulasi, Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal
(MAO, maximum acid output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam
seperti histamin atau pentagastrin. Tes ini untuk mengetahui teradinya aklorhidria atau
tidak.

2.2.2Diagnosa Keperawatan

2.2.2.1 Aktual

Diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata sesuai
dengan data klinis yang ditemukan misalnya nyeri akut brhubungan dengan adanya inflamasi.

2.2.2.2Potensial

Diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata dan akan
terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan.

2.2.2.3Kemungkinan

Diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa perlu data yang tambahan untuk
memastikan pertambahan masalah. Pada keadaan ini masalah dan faktor pendukung belum ada
tetapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah.

Diagnosa yang mungkin muncul menurut adalah :

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair
yang berlebih (mual dan muntah).
2. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung sekunder karena stress psikologi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake asupan gizi.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian, nyeri.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan adalah pengkajian yang sistematis dan identifikasi
masalah. Penentuan tujuan dan pelaksanaan serta cara atau strategi mengatasi masalah
tersebut.
Perencanaan keperawatan terdiri dari :
1. Menentukan prioritas diagnosa keperawatan
2. Menentukan sasaran dan tujuan
3. Menetapkan kriteria evaluasi
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
1. Kekurangan volume cairan kurang dari 1. Penuhi kebutuhan individual. Anjurkan 1. Intake cairan yang adekuat akan
kebutuhan tubuh berhubungan dengan klien untuk minum (dewasa : 40-60 mengurangi resiko dehidrasi
intake yang tidak adekuat dan output cair cc/kg/jam). pasien.
yang berlebih (mual dan muntah) 2. Berikan cairan tambahan IV sesuai indikasi. 2. Mengganti kehilangan cairan
Tujuan: 3. Awasi tanda-tanda vital, evaluasi turgor dan memperbaiki keseimbangan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kulit, pengisian kapiler dan membran cairan dalam fase segera.
selama 1×24 jam intake cairan adekuat. mukosa. 3. Menunjukkan status dehidrasi
Kriteria Hasil: 4. Kolaborasi pemberian cimetidine dan atau kemungkinan kebutuhan
ranitidine untuk peningkatan penggantian
 Mukosa bibir lembab
cairan.
 Turgor kulit baik
4. Cimetidine dan ranitidine
 Pengisian kapiler baik
berfungsi untuk menghambat
 Input dan output seimbang
sekresi asam lambung

2. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa 1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, 1. Untuk mengetahui letak nyeri
lambung sekunder karena stress psikologi itensitas nyeri, dan skala nyeri dan memudahkan intervensi
Tujuan: 2. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri yang akan dilakukan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan segera saat mulai 2. Intervensi dini pada kontrol
selama 2 x 24 jam nyeri dapat berkurang, 3. Pantau tanda-tanda vital nyeri memudahkan pemulihan
pasien dapat tenang dan keadaan umum 4. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien otot dengan menurunkan
cukup baik serta keluarganya tegangan otot
Kriteria Hasil: 5. Anjurkan istirahat selama fase akut 3. Respon autonomik meliputi,
6. Anjurkan teknik distruksi dan relaksasi perubahan pada TD, nadi, RR,
 Klien mengungkapakan nyeri yang
7. Berikan situasi lingkungan yang kondusif yang berhubungan dengan
dirasakan berkurang atau hilang
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam penghilangan nyeri
 Klien tidak menyeringai kesakitan
pemberian tindakan 4. Dengan sebab dan akibat nyeri
 TTV dalam batasan normal
diharapkan klien berpartisipasi
 Intensitas nyeri berkurang (skala
dalam perawatan untuk
nyeri berkurang 1-10)
mengurangi nyeri
 Menunjukkan rileks, istirahat tidur,
5. Mengurangi nyeri yang
peningkatan aktivitas dengan cepat
diperberat oleh gerakan
6. Menurunkan tegangan otot,
meningkatkan relaksasi, dan
meningkatkan rasa kontrol dan
kemampuan koping
7. Memberikan dukungan (fisik,
emosional, meningkatkan rasa
kontrol, dan kemampuan
koping)
8. Menghilangkan atau
mengurangi keluhan nyeri klien
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 1. Anjurkan pasien untuk makan dengan porsi 1. Menjaga nutrisi pasien tetap
berhubungan dengan kurangnya intake yang sedikit tapi sering stabil dan mencegah rasa mual
makanan 2. Berikan makanan yang lunak muntah
Tujuan: 3. Lakukan oral hygiene 2. Untuk mempermudah pasien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Timbang BB dengan teratur menelan
selama 3×24 jam kebutuhan nutrisi pasien 5. Observasi tekstur, turgor kulit pasien 3. Kebersihan mulut dapat
terpenuhi 6. Observasi intake dan output nutrisi merangsang nafsu makan pasien
Kriteria hasil: 4. Mengetahui perkembangan
status nutrisi pasien
 Keadaan umum cukup
5. Mengetahui status nutrisi pasien
 Turgor kulit baik
6. Mengetahui keseimbangan
 BB meningkat
nutrisi pasien
 Kesulitan menelan berkurang

4. Ansietas berhubungan dengan perubahan 1. Awasi respon fisiologi misalnya: takipnea, 1. Dapat menjadi indikator derajat
status kesehatan, ancaman kematian, nyeri. palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi takut yang dialami pasien, tetapi
Tujuan: kesemutan. dapat juga berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Dorong pernyataan takut dan ansietas, kondisi fisik atau status syok.
pasien dapat menunjukkan kecemasan berikan umpan balik. 2. Membuat hubungan terapeutik
berkurang atau hilang. 3. Berikan informasi yang akurat. 3. Melibatkan pasien dalam
Kriteria hasil: 4. Berikan lingkungan yang tenang untuk rencana asuhan dan menurunkan
istirahat. ansietas yang tak perlu tentang
5. Dorong orang terdekat untuk tinggal dengan ketidaktahuan.
 Mengungkapkan perasaan dan
pasien. 4. Memindahkan pasien dari
pikirannya secara terbuka
6. Tunjukan teknik relaksasi. stresor luar, meningkatkan
 Melaporkan berkurangnya cemas
relaksasi, dapat meningkatkan
dan takut
keterampilan koping.
 Mengungkapkan mengerti tentang
5. Membantu menurunkan takut
peoses penyakit
melalui pengalaman
 Mengemukakan menyadari
menakutkan menjadi seorang
terhadap apa yang diinginkannya
diri.
yaitu menyesuaikan diri terhadap
6. Belajar cara untuk rileks dapat
perubahan fisiknya
membantu menurunkan
takutdan ansietas

5. 1. Beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) 1. Memberikan pengetahuan dasar


Kurang pengetahuan berhubungan
tentang penyakit, beri kesempatan klien atau dimana klien dapat membuat
dengan kurangnya informasi.
keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pilihan informasi tentang
Tujuan:
pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan kontrol masalah kesehatan.
Klien mendapatkan informasi yang tepat
klien. 2. Pengkajian/ evaluasi secara
dan efektif.
2. Evaluasi tingkat pengetahuan klien periodik meningkatkan
Kriteria hasil:
pengenalan/ pencegahan dini

 Klien dapat menyebutkan terhadap komplikasi seperti


ulkus peptik dan pendarahan
pengertian pada lambung.
 Penyebab
 Tanda dan gejala
 Perawatan dan pengobatan.
2.2.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan perawatan merupakan tindakan pemberian asuhan keperawatan yang
dilakukan secara nyata untuk membantu klien mencapai tujuan pada rencana tindakan yang telah
dibuat. (Nursalam, 2001 ; 63, dikutip dari Lyer, et.al, 1996)
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan inter
personal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa
pencatatan dan pelaporan. (Gaffar, 1999 ; 65)
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan
dan memfasilitasi koping”. (Nursalam, 2001 ; 63).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu persiapan,
perencanaan dan dokumentasi.
a. Fase persiapan, meliputi:
1) Review tindakan keperawatan
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
5) Persiapan lingkungan yang kondusif
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
b. Fase intervensi:
1) Independen: Tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tim
kesehatan lain.
2) Interdependen: Tindakan perawat yang melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain (gizi,
dokter, laboratorium dll).
3) Dependen: Berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis
dilaksanakan.
c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu pencatatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan
Adapun kriteria yang diharapkan pada implementasi penyakit Gastritis adalah:
1. Memberitahukan kepada pasien untuk melakukan persiapan puasa pada 6 jam pertama.
2. Mengidentifikasi dan membatasi makanan yang dapat menimbulkan ketidak nyamanan.
3. Menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering sesuai indikasi.
4. Penkes kepada pasien mengenai therafi yang diberikan dan indikasi dari pemberian obat –
obatan
5. Menyarankan untuk istirahat sebelum makan.
6. Menyarankan tirah baring dan membatasi gerak selama fase akut.
7. Memberi penjelasan tentang pentingnya makanan sehingga tidak terjadi keragu –
raguan terhadap makanan yang dapat menyebabkan eksaserbarsi gejala
8. Memantau respon fisiologis untuk mengindari terjadi masalah.
9. Membuat catatan perilaku seperti gelisah, mudah marah danmmudah tersinggung.
10. Menciptakan hubungan saling percaya dengan sering melakukan komunikasi yang terafiutik
11. Membantu pasien melakukan latihan nafas dalam.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang
terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. (Nursalam,
2001 ; 71, dikutip dari Ignatavicius & Bayne, 1994).
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada
status kesehatan klien. (Nursalam, 2001 ; 71, dikutip dari Griffith dan Christensen, 1986)
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan. Hal ini bisa
dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai
tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mencapai tujuan).
(Nursalam, 2001 ; 71, dikutip dari Iyer et. al, 1996)
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu :
a. Proses (Formatif)
Adalah evaluasi yang dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan
untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b. Hasil (Sumatif)
Adalah evaluasi yang dapat dilihat pada perubahan perilaku atau status kesehatan klien
pada akhir tindakan perawatan klien.
(Nursalam, 2001 ; 74, dikutip dari Iyer et. al, 1996)
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.
c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.
d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
e. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
( Nursalam, 2001 ; 74, dikutip dari Pinnell & Meneses, 1986 )
Adapun kriteria yang diharapkan pada evaluasi penyakit Gastritis adalah:
1. Gangguan rasa nyeri berkurang.
2. Tidak terjadi iritasi berlanjut.
3. Kebutuhan nutrisi teratatasi.
4. Tidak terjadi penurunan berat badan.
5. Klien memahami tentang perawatan dan penyakitnya.
6. Klien mampu memecahkan masalah dengan menggunakan sumber yang efekrif.
Daftar Pustaka

Doengoes M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hadi, Sujono. (1999). Gastroentrologi. Jakarta : Penerbit Alumni.
Price, Sylvia A. Wilson, L. M. (1994). Patofisiologi Konsep Proses Penyakit, edisi 4, Alih Bahasa Peter
Anugrah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Dermawan, Deden, Tutik Rahayuningsih. Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Pencernaan). 2010.
Penerbit Gosyen Publishing. Yogyakarta.
Doengoes,Marilyn.E.dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai