Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDIKSITIS

1.1 Konsep Dasar

1.1.1 Definisi

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam


kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah
parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya
buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya
seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang
senantiasa mengeluarkan lendir. Apendisitis merupakan peradangan pada usus
buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007).

1.1.2 Etiologi

Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-
faktor prediposisi yang menyertai. Factor tersering yang muncul adalah obtruksi
lumen.

1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.


c. Adanya benda asing seperti biji – bijian.

d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus

3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.

4. Tergantung pada bentuk appendiks

5. Appendik yang terlalu panjang.

6. Messo appendiks yang pendek.

7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.

8. Kelainan katup di pangkal appendiks.

1.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi Apendisitis ada 2 :

1. Apendisitis akut, dibagi atas :


a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.
b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas :
a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur
lokal.
b. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan
pada usia tua.
Berdasarkan lumen apendiksitis dibagi menjadi 2 yaitu :
 Apendisitis non obstruktif (Catarrhal)
Inflamasi pada membran mukosa dan folikel limfe, tetapi lumen
appendik tetap terbuka sehingga memungkinkan drainage. Pada keadaan ini
terjadi nyeri daerah umbilikus yang samar-samar sedikit mual dan kadang-
kadang muntah, sehingga sering dianggap sebagai salah cerna.

 Apendisitis obstruktif (supuratif)

Pada tipe ini tidak saja terjadi inflamasi seperti pada appendisitis non-
obstruktif tetapi juga terdapat penyumbatan lumen misalnya cacing gelang,
fekalit atau bahkan oleh folikel limfe yang membesar serta menonjol ke dalam
lumen tersebut. Keadaan ini menimbulkan penutupan rongga sehingga terjadi
distensi yang mengakibatkan gangren dan perforasi pada dinding apendik.
Keadaan ini rasa nyeri dirasakan semakin tajam dan terjadi peningkatan
leukosit.

1.1.4 Patofisiologi

Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat


disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak
adanya fekalit dalam lumen appendik. Adanya benda asing seperti cacing, striktur
karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelumnya.Sebab lain misalnya :
keganasan (Karsinoma Karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa


terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding
appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena
itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu
dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umbilikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan
appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan
appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang


meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai
appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis,
apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan
tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan
pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini
menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi
appendisitis kronis.

1.1.5 Manifestasi Klinis

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese


ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah:

 Nyeri tekan local pada titik Mc Burney. Nyeri mula-mula di epigastrium


(nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan
bawah.
 Muntah oleh karena nyeri viseral.
 Panas karena kuman yang menetap di dinding usus.
 Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
1.1.6 Data penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus


appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular
infiltrat, LED akan meningkat.

- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang
hampir sama dengan appendicitis.

2. Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.


Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

3. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,


terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.

4. Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon


melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
5. CT – Scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat


menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.

6. Laparoscopi

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang


dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.
Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat
langsung dilakukan pengangkatan appendix.

7. Test rektal.

Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.

1.1.7 Penatalaksanaan

Pada apendiksitis pengobatan yang paling baik adalah apendiktomi. Cairan


intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics
dalam 24 jam sampai 48 jam. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi
kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari
0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis.
Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering
mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik
dan drainase.

1.1.8 Komplikasi

1. Perforasi dengan pembentukan abses.

2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.

4. Dehidrasi

5. Sepsis

6. Elektrolit darah tidak seimbang

7. Pneumonia
1.1.9 Web of Caution
Obstruksi lumen ( fekalit, tumor,
dll)
Mukus yang diproduksi mukosa akan mengalami
bendungan
Peningkatan tekanan intra lumen / dinding apendiks

Aliran darah
berkurang
Edema dan ulserasi mukosa Apendiksitis akut
fokal
Terputusnya aliran Nyeri epigastrium
darah

Obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri menembus dinding


Gangguan rasa
nyaman
Peradangan peritonium Apendiksitis supuratif
akut
Nyeri di daerah kanan bawah
Aliran arteri terganggu

Infark dinding apendiks Nyeri akut

ganggren Apendiksitis ganggrenosa Resiko infeksi

Dinding apendiks rapuh

infiltrat perforasi

Infiltrat apendikularis Apendiksitis perforasi

Kerusakan integritas jaringan Resiko ketidak efektifan perfusi


gastrointestinal
2.1 Manajemen Keperawatan

2.1.1 Pengkajian

1) Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat, diagnosa
medis, tanggal MRS, tanggal pengkajian.

2) Keluhan Utama

Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah.
Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah
nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri
dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah,
panas.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Berisi keadaan dan keluhan saat terjadi serangan, waktu dan frekuensi timbulnya
serangan, penjalaran dan kualitas serangan. Factor yang menjadi penyebabnya.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya dan biasanya
berhubungan dengan masalah klien sekarang.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga terutama penyakit menular
atau keturunan.

6) Pengkajian Psikososial

Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakitnya,


bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien terhadap tindakan yang
dilakukan pada dirinya.
7) Pemeriksaan Fisik

1. B1 (Breathing)

Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Pengkajian terhadap terjadinya


takipnoe, pernapasan dangkal.

2. B2 (Blood)

Pengkajian terhadap sirkulasi klien seperti terjadinya takikardia dan kelainan


fungsi jantung.

3. B3 (Brain)

Mengkaji tingkat kesadaran pasien, setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan


GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan compos mentis,
somnolen atau koma. Selain itu fungsi sensorik juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

4. B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urin dilakukan dalam hubungannya dengan intake


cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya ketegangan
kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.

5. B5 (Bowel)

Mengkaji distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau


tidak ada bising usus. Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai
indikator untuk menentukan pemberian obat.
6. B6 (Bone)

Hal yang perlu diperhatikan adalahada tidaknya kesulitan dalam bergerak,


sakit pada tulang / sendi, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan Capillary Refill Time.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan apendiks.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive apendiktomi

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan


cairan secara oral

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.

2.1.3 Intervensi

1) . Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan apendiks.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan


nyeri pasien berkurang.

Kriteria hasil : Pasien tampak rileks, mampu tidur

(1) Kaji skala nyeri, karakteristik dan lokasi nyeri

Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan


indicator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.

(2) Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi klien

Rasional : Klien sendiri yang merasakan posisi yang lebih menyenangkan


sehingga mengurangi rasa nyeri.

(3) Ajarkan tehnik relaksasi dan nafas dalam


Rasional : Dapat mengurangi ketegangan atau mengalihkan perhatian klien agar
mampu mengurangi rasa nyeri.

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive apendiktomi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan


tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan.

(1) Observasi TTV

Rasional : Untuk mendeteksi secara dini gejala awal dari infeksi.

(2) Observasi tanda-tanda infeksi

Rasional : Deteksi dini terhadap infeksi

(3) Lakukan perawatan luka dengan tehnik septik dan aseptik

Rasional : Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri

(4) Observasi luka insisi

Rasional : Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.

3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan


cairan secara oral

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan


kebutuhan cairan pasien terpenuhi.

Kriteria hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan dengan


kelembapan turgor mukosa, turgor kulit baik, haluaran urin
adekuat.

(1) Ukur dan catat intake dan output cairan


Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasikan pengeluaran cairan / kebutuhan pengganti.

(2) Observasi TTV,turgor kulit dan membrane mukosa.

Rasional : Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi.

(3) Kolaborasi pemberian cairan intra vena.

Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup


dan meningkatkan fungsi ginjal.

4). Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


nutrisi klien terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Kriteria hasil : Berat badan normal.

(1) Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien

Rasional : Menganalisa penyebab

(2) Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : Mengawasi keefektifan diet

(3) Beri makan sedikit tapi sering

Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan

(4) Tawarkan minum saat makan bila toleran

Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas

(5) Memberi makanan yang bervariasi

Rasional : Dapat meningkatkan nafsu makan klien


2.1.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan perwujudan dari intervensi yang telah dibuat perawat
memiliki tanggung jawab untuk melakukan tindakan keperawatan secara mandiri
maupun kolaboratif dengan melibatkan klien dan keluarga serta tim kesehatan
lainnya.
2.1.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dimana fokusnya
adalah untuk menentukan respon klien terhadap intervensi yang diberikan, baik
respon subjektif maupun objektif, menentukan tujuan-tujuan yang sudah/belum
tercapai serta menentukan tindakan selanjutnya.
Daftar Pustaka

Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah:

Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8

Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:

Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai