PENDAHULUAN
Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu. Miokard infark merupakan penyebab kematian tersering di Amerika
serikat. Di indonesia miokard infark lebih sering ditemukan,apalagi dengan
adanya fasilitas diagnostik dan unit-unit perawatan penyakit jantung koroner
intensif yang semakin tersebar merata. Kemajuan dalam pengobatan infark
miokard di unit perawatan jantung koroner intensif berhasil makin menurunkan
angka kematian infark miokard.
1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya :
1. Untuk melengkapi persyaratan tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUD DR. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi tentang MCI.
2. Untuk memahami ilmu teoritis MCI.
3. Untuk mengintegrasi ilmu kedokteran terhadap kasus MCI pada pasien secara
langsung.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Defenisi
Aterosklerosis adalah suatu penyakit pada arteri – arteri besar dan sedang
dimana lesi lemak yang disebut plak ateromatosa timbul pada permukaan dalam
dinding arteri sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke
arteri bagian distal.
Akut miokard infark (AMI) adalah kondisi kematian (otot jantung) akibat
dari aliran darah ke otot jantung terhambat sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan sehingga
berakibat adanya gangguan pada organ – organ tubuh. Hal ini bisa disebabkan
trombus arteri koroner oleh ruptur plak yang dipermudah terjadinya oleh faktor –
faktor seperti hipertensi, merokok, dan hiperkolesterolemi. AMI dengan elevasi
ST merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut yang terdiri dari
unstable angina pectoris (UAP), AMI tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), AMI
dengan elevasi segmen ST (STEMI). STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini di cetuskan oleh
faktor seperti merokok, hipertensi, akumulasi lipid.
3
2.1.2 Epidemiologi
Penyakit jantung koroner (PJK) umumnya terjadi pada pasien dengan usia
diatas 40 tahun, walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga
menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang menggunakan batasan usia
40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda” dngan penykit jantung
koroner atau infark miokard akut (AMI). IMA mempunyai insidensi yang rendah
pada usia muda, persentase penderita IMA dengan usia < 40 tahun adalah 2-8 %
dari seluruh penderita IMA dan sekitar 10% pada penderita dengan usia dibawah
46 tahun.
2.1.3 Etiologi
4
Faktor resiko terjadinya aterosklerosis yang tidak dapat dimodifikasi :
Faktor resiko yang tidak dapat diubah Faktor resiko yang dpat diubah
- Merokok
- Usia - diabetes melitus
- jenis kelamin - dislipidemia
- riwayat keluarga - hipertensi
- etnis - obesitas
- stress
AMI Transmural
Pada lebih dari 90% pasien AMI transmral berkaitan dengan trombosis
koroner. Trombosis sering terjadi didaerah yang mengalami penyempitan
aterosklerotik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Termasuk disini misalnya
perdarahan dalam plak aterosklerotik dengan hematom intramural, spasme yang
umumnya terjadi ditempat aterosklerotik dan emboli koroner.
5
AMI Sub – Endokardial
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen,
antara lain :
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fissura,atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan
nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal ini merupakan
akibat dari anemia dan hiper atau hipotensi.
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vasokontriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
6
4. - Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark
jenis ini berhubungan dengan operasi by pass koroner
2.1.4 Patofisiologi
infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis
ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque didalam dinding arteri. Lama -
kelamaan plak ini terus tumbuh kedalam lumen, sehingga diameter lumen
menyempit. Penyempitan lumen menganggu aliran darah ke distal dari tempat
penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006)
. faktor – faktor seperti usia, genetik, diet, merokok , diabetes melitus tipe
II, hipertensi, dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotel,
pemaparan terhadap faktor – faktor diatas menimbulkan injury bagi sel endotel.
Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul – molekul
vasoaktif seperti nitric oxide, yang bekerja sebagai vasodilator, anti trombolitik
dan anti proliferasi. Sebaiknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi
vasokonstriktor, endotelin-1 dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan
pertumbuhan sel.
7
LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel
busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot
polos dari tunika media kedalan tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini
mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi
ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah, perlekatan trombosit
ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau
ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma
menyababkan oklusi arteri.
8
menit) atau irreversible (>20 menit). Iskemia yang irreversible berakhir pada
infark miokard.
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur
plak ateroma menimbulkan ketidak seimbangan suplai kebutuhan oksigen. Pada
Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri koroner.
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi
lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
ataupun pemberian nitrogliserin. Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung
yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen
miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentralatau retrosentral yang dapat
menyebar kesalah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus
yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang
sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetukan peningkatan
kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang
beristirahat.
9
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisina ditempat tidur. Hal ini
dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun
tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya
terasa dingin.
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark
miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering
dijumpai, tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari.
Dalam waktu beberapa minggu,tekanan darah kembali normal.
2.1.6 DIAGNOSIS
Nyeri Dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasanya.
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut , EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
10
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak
terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen
ST digolongkan kedalam unstable angina atau Non STEMI.
Pada nekrosis miokard, pasien intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial
dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.
Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam
darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein – protein tersebut antara lain
Aspartate aminotransferase (AST), Laktase dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB), Mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), Myosin
light chain (MLC) dan Cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). (Samsu 2007).
Peningkatan kadar serum protein – protein ini mengkonfirmasi adanya infark
miokard (Nigan, 2007).
11
pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan disaerah ini, maka
potensial aksi yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika
elektroda diletakkan didaerah sehat yang berserangan dngan area injury, maka
terekam potensial yang negatf dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST
depresi juga terjadi pada injury subendokardial, dimana elektroda dipisahkan dari
daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang
menyebabkan gambaran ST depresi.
12
aVF
Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di lead I,III,
Av, V1-V3
True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi
di V1-V3, Gelombang T tegak di V1-V2
RV infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R – V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
infark.
Diganosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI
beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T
yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi.
Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST >
0,5 mm di V1-V3 dan >1 mm disadapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai
elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah
dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris 2 mm
semakin memperkuat dugaan non STEMI (tedjasukmana, 2010).
13
dilakukan secara serial.cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk asien
STEMI yang serial kerusakn otot skletal, karena pada keadaan ini juga akan
diikuti kenaikan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA terapi
referfusi diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada pemeriksaan
biomarker.
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektik dapat meningkatkan CKMB.
cTn : ada 2 jenis cTnT dan cTnI. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTnT
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTnI stelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain :
- Mioglbin : dapat dideteksi satu jam setelah infark miokard dan mencapai
puncak dalam 4-8 jam.
- Creatinin kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 10-36 hari dan kembali normal dalam 3-4 hari.
- Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada
infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14
hari.
14
banding non kardiak yang mengancam jiwa dan selalu harus disingkirkan adalah
emboli paru dan diseksi aorta.
2.1.8. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari tatalaksana infark miokard akut adalah diagnosis yang
cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi
yang mungkin dilakukan, pemberian antritrombotik dan terapi anti platelet,
pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi infark miokard akut.
a. TATALAKSANA STEMI
- TATALAKSANA PRA RUMAH SAKIT
15
ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga
profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada para
medis di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterprestasikan EKG dan
tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggung
jawab pada pemberian terapi. Di indonesia saat ini pemberian trombolitik pra
hospital belum bisa dilakukan.
Tatalaksana umum
Tirah baring total dilakukan minimal 12 jam
Oksigen
Oksigen harus segera diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
<90%. Pada pasien dengan STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama. Oksigen 2-4 liter/menit biasanya cukup
mempertahankan saturasi oksigen >95%.
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada
terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Preparat
nitrat lainnya seperti ISDN sublingual 2,5 – 10 mg, atau intravena1,25
– 5,0 mg/jam juga dapat digunakan. Terapi harus dihindari pada psien
dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg.
16
Morfin
Morrfin sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada STEMI. Morpin
diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15
menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai
pada interval pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar
melalui penurunan simpatis. Sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini
dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu
diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga
dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia
atau blok jantung derajat tinggi terutama pasien dengan infark
posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5
mg IV.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien dengan STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenasi trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan
A2 dengan absorbsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg diruangan
emergensi. Selanjut aspirin di berikan oral dengan dosis 75-160 mg .
Penyekat beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat
beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total dosis 3 dosis,
dengan syarat frekuensi jantung >60 kali /menit, tekan darah sistolik >
100 mmHg, interval PR <0,24 detik. 14 menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metaprolol pral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam
selama 48 jam, dan dilanjutkan 10 mg tiap 12 jam.
17
Terapi reperfusi
Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi referpusi antara
lain :
18
kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, mamfaat
terapi reperfusi farmakologi harus mempertimbangkan mamfaat dan
resiko.
Waktu yang dibutuhkan untuk transport ke laboratorium PCI
Adanya fasilitas kardiologis intervensi merupakan penentu utama
apakah PCI dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan
PCI penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi
farmakologis.
19
mg, oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam ,5 – 30 mg, diberikan 3-4
kali biasanya efektif.
Terapi farmakologis
1. Antitrombotik
Penggunaan antiplatelet dan antiteombin selama fase awal STEMI
berdasarkan bukti klinis laboratorium bahwa trombosis mempunyai peran
penting dalam patogenesis. Tujuan primer pengobatan adalah
memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait
infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi
trombosis, aspirin merupakan antiplatelet standar STEMI.
2. Penyekat beta
Mamfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi : yang
terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam
jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah
infark. Pemberian penyekat beta memperbaiki keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark
dan menurunkan resiko aritmia ventrikel yang serius.
3. ACE inhibitor
ACE inhibitor menurunkan mortalitas pasca STEMI dan mamfaat terhadap
mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta.
Mamfaat maksimal yang tampak pada pasien dengan resiko tinggi (pasien
usia lanjut atau infark miokard anterior, riwayat infark sebelumnya, dan
fungsi ventrikel menurun), namun bukti menunjukkan mamfaat jangka
pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan
hemodinamik stabil pada STEMI pasien dengan tekanan darah sistolik >
100 mmHg. Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel
pasca infark dengan menurunkan risiko gagal jantung. Kejadian infark
berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat ACE inhibitor
menahun pasca infark.
20
ACE inhibitor harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien
STEMI. Penelitian klinis mengenai gagal jantung menyatakan penggunaan
Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) pada pasien yang intoleran dengan
pengunaan ACE inhibitor.
b. Tatalaksana NSTEMI
1. Terapi antiiskemia
2. Terapi antiplatelet/antikoagulan
3. Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)
4. Perawatan sebelum meningalkan rumah sakit dan sesudah perawatan RS.
1. Terapi Antiiskemia
Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada
berulang, dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta
Nitrat
Nitrat pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika
pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah
diberikan nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit.
Direkomendasikan pemberiaan nitrogliserin intravena (mulai 5-10
mikrogram/menit). Laju infus dapat ditingkatkan 10 mikrogram/menit tiap
3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik < 100
mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan nitrat oral atau
dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri
selama 12-24 jam. Kontraindikasi absolut adalah hipotensi atau
penggunaan slidenafil atau obat sekelasnya 24 jam sebelumnya.
21
Penyekat Beta
Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 5060
kali/menit. Dosis yang direkomendasikan metoprolol 25-50 mg oral
2x/hari, propanolol 20-80 mg oral/hari dalam dosis terbagi, Atenolol 25-
100 mg oral/hari, bisoprolol 10 mg oral/hari. Antagonis kalsium yang
mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem
direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuran
setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta pada pasien dengan
kontraindikasi penyekat beta. Jika nyeri dada menetap walaupun dengan
pemberian nitrogliserin intravena, berikan morfin sulfat dengan dosis 1-5
mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20mg.
2. Terapi Antiplatelet
Aspirin
Klopidogrel
22
koroner mrupakan subyek untuk dilakukan angiografi koroner dan
revaskularisasi.
23
BAB III
LAPORAN KASUS
1. ANAMNESA PRIBADI
Nama : MISNAN
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : wiraswasta
2. ANAMNESA PENYAKIT
Telaah :
Sebelumnya os juga pernah merasakan nyeri dada tapi tidak seberat yang
dirasakan os saat ini. Os jga mengeluhkan sesak (+), mual (+), muntah (+) dengan
frekuensi muntah lebih dari 3 kali (>3x), konsistensi cair banyak muntah kira –
kira setengah aqua gelas, pusing (-), hoyong (-).
24
Os juga mengeluhkan jantung berdebar – debar (+), keringat malam,
batuk sudah dialami os satu minggu ini, batuk yang dialami os tidak berdahak, os
juga mengeluhkan sakit tenggorokan, sakit menelan, perut terasa penuh, nyeri
tekan perut tidak ada dan mudah merasa lelah.
3. STATUS PRESENT
Keadaan umum
Keadaan penyakit
o Anemia :(-)
o Ikterus :(-)
o Sianosis :(-)
o Dispnoe :(-)
o Edema :(-)
25
o Purpura :(-)
o Turgor : Kembali Cepat
o Panacaran wajah : Tampak Lelah
o Sikap tidur paksa : (+)
Keadaan gizi
o TB : 168 cm
o BB : 66 kg
𝐵𝐵
o RBW : × 100%
𝑇𝐵−100
66
= 168−100 × 100%
= 97% (Normoweight)
Pemeriksaan fisik
1. Kepala
o Pertumbuhan rambut : Baik
o Nyeri tekan :(-)
o Perubahan lokal :(-)
o Bentuk : Normocephali
a. Muka
Sembab :(-)
Pucat :(-)
Kuning :(-)
Parese :(-)
Gangguan lokal :(-)
b. Mata
Stand mata : Dalam Batas Normal
Gerakan : Baik Kesegala Arah
Eksoftalmus :(-)
Ptosis :(-)
26
Ikterus :(-)
Anemia :(+)
Reaksi pupil : +/+ isokor, diameter ± 3mm, bulat, central
Gangguan lokal :(-)
c. Telinga
Bentuk : Normotik
Sekret :(-)
Radang :(-)
d. Hidung
Bentuk : Normotik
Sekret :(-)
Radang :(-)
e. Bibir
Sianosis :(-)
Pucat :(-)
Kering :(-)
Radang :(-)
f. Gigi
Karies :(+)
Pertumbuhan : Baik
g. Lidah
Kering :(-)
Pucat :(-)
Beslag :(-)
Tremor :(-)
h. Tonsil
Merah :(-)
Bengkak :(-)
2. Leher
a. Inspeksi
27
o Struma : Tidak dijumpai perbesaran
o Kelenjar bengkak : Tidak dijumpai perbesaran
o Pulsasi vena :(-)
o Venektasi :(-)
b. Palpasi
o Posisi trachea : Medial, Dalam batas normal
o Sakit/nyeri tekan :(-)
o Tekanan vena jugularis : R +2 cmH2O
3. Thorax depan
a. Inspeksi
Bentuk : Fusiformis
Simetris/asimetris : Simetris
Bendungan vena :(-)
Ketinggalan bernapas :(-)
Venektasi :(-)
Pembengkakan :(-)
Mammae : Normal
Ictus cordis : Terlihat
b. Palpasi
Nyeri tekan :(-)
Fremitus suara :
o Lapangan paru atas : kanan = kiri
o Lapangan paru tengah : kanan = kiri
o Lapangan paru bawah : kanan = kiri
Iktus : Teraba
o Lokalisasi : ICR V, 1 jari lateralis linea Midclavicularis
Sinistra
o Kuat angkat :(-)
28
c. Perkusi
Suara perkusi paru
o Lapangan paru atas : Sonor kanan = kiri
o Lapangan paru tengah : Sonor kanan = kiri
o Lapangan paru bawah : Sonor kanan = kiri
Batas paru hati
o Relatif : ICR V
o Absolut : ICR VI
o Peranjakan hati : 1 jari di bawah batas paru hati absolut
Batas jantung
o Kanan : 1 jari parasternalis dextra
o Atas : ICR II Sinistra
o Kiri : ICR V 1 Jari Lateral Midclavicula Sinistra
d. Auskultasi
Paru – paru
o Suara pernapasan
o Suara tambahan
Krepitasi :(-)
Wheezing :(-)
29
Cor
o Heart rate : 102 x/i reguler
o Suara katup : M 1 > M2 A2 > A1
P2 > P1 P2 > A2
o Suara tambahan :
- Desah jantung fungsional/organis :(-)
- Gesek pericardial/pleurocardial :(-)
4. Thorak belakang
a. Inspeksi
Bentuk : Fusiformis
Simetris/asimetris : Simetris
Venektasi :(-)
b. Palpasi
Fremitus suara
30
c. Perkusi
d. Auskultasi
Suara pernafasan
Suara tambahan :
− Ronki basah : ( - )
5. Abdomen
a. Inspeksi
Membesar :(-)
Venektasi :(-)
Pulsasi :(-)
31
b. Palpasi
Undulasi :(-)
c. Perkusi
d. Auskultasi
6. Ekstremitas
a. Atas
Bengkak :(-)
Merah :(-)
Refleks
32
o Biceps : +/+ kanan = kiri
b. Bawah
Bengkak : ( - )/( - )
Merah : ( - )/( - )
Oedem : ( - )/( - )
Pucat : ( - )/( - )
Varises : ( - )/( - )
Refleks
4. RESUME
Anamnesa
33
Os juga mengeluhkan jantung berdebar – debar (+), keringat malam,
batuk sudah dialami os satu minggu ini, batuk yang dialami os tidak berdahak, os
juga mengeluhkan sakit tenggorokan, sakit menelan, perut terasa penuh, nyeri
tekan perut tidak ada dan mudah merasa lelah.Os mengatakan memiliki riwayat
hipertensi yang lebih dari 6 tahun, namun os menyangkal adanya penyakit
diabetes militus.
Status present :
Keadaan penyakit :
o Oedem :(-)
o Anemia :(-)
o Purpura :(-)
o Ikterus :(-)
Pemeriksaan fisik :
Kepala : Normocephali
34
Leher : TVJ meningkat
clavicularis sinistra
d. Hematokrit : 37,2 %
e. Trombosit : 175.000 Ul
B. Kimia Klinik :
a. Bilirubin Total : 0,60 mg/dl
b. Bilirubin direct : 0,18 mg/dl
c. SGOT : 286 U/I
d. SGPT : 42 U/I
e. Ureum : 45 mg/dl
f. Creatinine : 2,2 mg/dl
C. Feses Rutin : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. DIAGNOSIS BANDING
1. MCI + Cardiomegali + Hipertensi + CKD Stage III
2. Unstable Angina Pectoris e.c HHD + Cardiomegali + Hipertensi + CKD
Stage III
3. STEMI ec PJK + Cardiomegali + Hipertensi + CKD Stage III
4. CHF NYHA II-III e.c HHD + Cardiomegali + Hipertensi + CKD Stage III
35
7. DIAGNOSIS SEMENTARA
MCI + Cardiomegali + Hipertensi + CKD Stage III
8. TERAPI
Th/
- O2 2-4 Liter
- Diet Jantung I RG
- Inj.Ranitidin 1amp/12j
P/o
- Apror 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Isosorbid 3x1
- Spirinolakton 25 mg 1x1
- Curcuma 2x1
9. PERJAJAKAN
1. EKG
2. ECG
3. Foto Thorax
4. Lipid Profile
36
5. RFT
6. LFT
7. KGD N/ 2 jam pp
8. Biomarka Jantung (CKMB, Troponin T, Troponin I)
9. Elektrolit Na, K, Cl
37
EKG (04-FEBRUARI-2016)
Sinus Takikardi, Normo Axis, Heart Rate 120x/i, P wave normal, PR Interval
0,12s, QRS duration 0,06s, Poor R wave V1-V3, Q patologis III aVF, ST elevasi
V1 – V4 (Anterior), ST Elevasi V5-V6, I, aVL (lateral), LVH (+)/ LVH strain (+)
Kesan :
Sinus takikardi, STEMI Anterolateral, miokard infark inferior, LVH strain (+),
hipertensi lama.
38
EKG (05 FEBRUARI 2016)
Kesan :
39
DARAH RUTIN, LIVER FUNCTION TEST, RENAL FUNCTION TEST,
LIPID PROFILE, DAN KADAR GULA DARAH (04-02-2016)
RFT
- Ureum : 45 mg/dl
- Creatinin : 2,2 mg/dl
- Uric acid : 5,7 mg/dl
(140−Umur)×BB
CrCl =
72×Cr
(140−46)×66
72 x 2,2
39,10 (stage III)
LFT
- SGOT : 286 u/L
- SGPT : 42 u/L
40
- DARAH RUTIN
a. Leukosit : 12.200 Ul
d. Hematokrit : 37,2 %
e. Trombosit : 175.000 Ul
Interpretasi :
CTR 58%, Aorta kalsifikasi dan aorta serta mediastinum tidak melebar,
Trakea di tengah, kedua hilus tidak menebal, Tampak infiltrat di lapangan
tengah dan bawah kedua paru dan perihiler kedua paru, kedua hemidiafragma
licin, kedua sinus kostrofenikus lancip, tulang-tulang dan jaringan lunak baik.
41
10. FOLLOW UP PASIEN
Follow Up
+ Inj.Ranitidin 1amp/12j
42
Follow Up
- Isosorbid 3x1
- Spirinolakton 25 mg 1x1
- Curcuma 2x1
43
Follow Up
- Clopidogrel 1x1
- Isosorbid 3x1
- Spirinolakton 25 mg 1x1
- Curcuma 2x1
44
07/02/2016 Ku/ Th/
Sens : Compos Mentis - nyeri dada (+) brkurang - 02 2-4 l/i
TD : 130/80 mmHg - Sesak (+) berkurang - Diet Jantung I RG
HR : 92 x/i - Mual (+) - IVFD RL 20 gtt/i (mic)
RR : 24 x/i - Muntah (-) - Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
T : 37,10C - Batuk (+) Dahak (-) - Inj.Ranitidin 1amp/12j
- Keringat dingin (-) - Inj ondansetron 1 amp/12j
TB :168 cm - Pusing (+)
BB : 66 kg - BAK (+)
- BAB (+)
P/o
- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Isosorbid 3x1
- Spirinolakton 25 mg 1x1
- Curcuma 2x1
45
08/02/2016 Ku/ Th/
Sens : Compos Mentis - nyeri dada (+) brkurang - 02 2-4 l/i
TD : 120/80 mmHg - Sesak (+) berkurang - Diet Jantung I RG
HR : 80 x/i - Mual (+) - IVFD RL 20 gtt/i (mic)
RR : 24 x/i - Muntah (-) - Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
T : 37,40C - Batuk (+) Dahak (-) - Inj.Ranitidin 1amp/12j
- Keringat dingin (-) - Inj ondansetron 1 amp/12j
TB :168 cm - Pusing (-)
BB : 66 kg - BAK (+)
- BAB (+)
P/o
- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Isosorbid 3x1
- Spirinolakton 25 mg 1x1
- Curcuma 2x1
46
09/02/2016 Ku/ Th/
Sens : Compos Mentis - nyeri dada (-) - 02 2-4 l/i
TD : 120/80 mmHg - Sesak (+) berkurang - Diet Jantung I RG
HR : 80 x/i - Mual (-) - IVFD RL 20 gtt/i (mic)
RR : 24 x/i - Muntah (-) - Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
T : 37,20C - Batuk (+) Dahak (-) - Inj.Ranitidin 1amp/12j
- - Pusing (-)
TB :168 cm - BAK (+)
BB : 66 kg - BAB (+)
P/o
- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Isosorbid 3x1
- Spirinolakton 25 mg 1x1
- Curcuma 2x1
47
10/02/2016 Ku/ Th/
Sens : Compos Mentis - nyeri dada (-) - 02 2-4 l/i
TD : 120/80 mmHg - Sesak (-) - Diet Jantung I RG
HR : 80 x/i - Mual (-) - IVFD RL 20 gtt/i (mic)
RR : 20 x/i - - Batuk (+) Dahak (-) - Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
T : 36,80C - Keringat dingin (-) - Inj.Ranitidin 1amp/12j
- Pusing (-) - Inj ondansetron 1 amp/12j
TB :168 cm - BAK (+)
BB : 66 kg - BAB (+)
P/o
- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
- Spirinolakton 25 mg 1x1
- Curcuma 2x1
48
BAB IV
KESIMPULAN
Th/
- 02 2-4 l/i
- Diet Jantung I RG
- IVFD RL 20 gtt/i (mic)
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
- Inj.Ranitidin 1amp/12j
- Inj ondansetron 1 amp/12j
P/o
- Aptor 1 x 1
- Clopidogrel 1x1
49
- Isosorbid 3x1
- Spirinolakton 25 mg 1x1
- Curcuma 2x1
5.2.Saran
Pada pasien MCI, sebaiknya tetap mengontrol penyakit penyebab MCI
meskipun gejala telah berkurang maupun tidak dirasakan lagi, dengan tetap
mengkonsumsi obat-obatan dan memperhatikan diet serta menjaga aktifitas
sehari-hari pasien. Seperti mengurangi konsumsi garam, melakukan aktifitas fisik
ringan ( berjalan santai 10 menit, 2-3x dalam seminggu ), serta mengontrol berat
badan.
50
DAFTAR PUSTAKA
51