CA CERVIKS
A. Konsep Teori
1. Definisi
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas
epitel yang melapisi portio dan endoserviks kanalis servikalis yang disebut
squamo-columnar junction (SCJ) (Winkjosastro, 2005). Kanker servik atau kanker
leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks
(bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina) sebagai akibat
dari adanya pertumbuhan yang tidak terkontrol (Mitayani, 2009).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya. Kanker serviks/kanker leher rahim adalah
tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina (Price, 2014). Kanker serviks adalah
kanker yang tumbuh dari sel-sel serviks, kanker serviks dapat berasal dari sel-sel
dileher Rahim tetapi dapat pula tumbuh dari sel-sel mulut Rahim atau keduanya
(Nurwijaya H., 2010).
2. Etiologi
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Biasanya tergantung dari
faktor-faktor ekstrinsik(Prawiroharjo, 2009), yaitu:
a) Status perkawinan: insiden terjadi lebih tinggi pada wanita yang menikah,
terutama gadis yang coitus pertama (coitarche) pada usia < 16 tahun. Insiden
meningkat dengan tingginya paritas, apalagi jarak persalinan terlampau dekat.
b) Golongan sosial ekonomi rendah: higiene seksual yang jelek.
c) Sering berganti-ganti pasangan (Promiskuitas) : meningkatnya resiko terpapar
HPV tipe 16 atau 18.
d) Insiden meningkat pada pasangan dengan laki-laki yang tidak bersunat
e) Kebiasaan merokok ataupun terpapar karsinogen.
Faktor resiko (Rasjidi, 2010) :
a) Human Papiloma Virus (HPV) adalah virus yang menyebabkan kutil genetalis
yang ditularkan melalui hubungan seksual .
b) Merokok
c) Hubungan seksual dilakukan <18 tahun.
d) Berganti-ganti pasangan seksual
e) Suami atau pasangan melakukan hubungan seksual <18 tahun dan berganti-
ganti pasangan dan pernah berhubungan dengan wanita yang terkena kanker
serviks.
f) Infeksi herpes genitalia
g) Keadaan ekonomi lemah.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari kanker serviks menurut Diananda (2009), antara lain :
a) Keputihan yang semakin lama semakin berbau akibat infeksi dan nekrosis
jaringan.
b) Perdarahan yang dialami segera setelah senggama.
c) Perdarahan spontan segera setelah defekasi.
d) Perdarahan diantara haid.
e) Rasa berat di bawah dan rasa kering divagina
f) Anemia akibat perdarahan berulang.
g) Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf
4. Patofisiologi
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan
intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks
setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya
berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat)
menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis
umum, proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen
pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supresor
gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang
berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya
transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan menghambat
perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel.
Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua
perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi
secara spontan sebanyak 3 -35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma
insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992). Proses
perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan
displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila
ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik
atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan
atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel
basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan
gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat
serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo,
1998; Debbie, 1998).
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker
sehinggamenimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel
yangmengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila
selkarsinoma telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalahkeperawatan
nyeri. Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggukerja sistem urinaria
menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yangmenimbulkan masalah keperawatan
resiko penyebaran infeksi. Keputihan yang berlebihan dan berbau busuk biasanya
menjadi keluhan juga, karenamengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil
masalah keperawatangangguan pola seksual. Gejala dari kanker serviks stadium
lanjut diantaranyaanemia hipovolemik yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan
sehinggatimbul masalah keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(Mintayani, 2009).
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa
efeksamping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaanterjadi
diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan (biasa
terdapat pada terapi eksternal radiasi). Efek samping tersebutmenimbulkan masalah
keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhantubuh. Sedangkan efek dari radiasi
bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merahdan kering sehingga akan timbul masalah
keperawatan resiko tinggikerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak
buruk bagi tubuhyang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan
tubuhberkurang dan resiko injury pun akan muncul.Tidak sedikit pula pasien dengan
diagnosa positif kanker leher rahimini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya.
Kecemasan tersebut bisadikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakit, ancaman statuskesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat
diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian (Price, syivia Anderson, 2005).
5. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan apakah seseorang menderita kanker serviks, selain melakukan
pemeriksaan fisik, akan dilakukan pemeriksaan penunjang (Widjaya, 2013) :
a. Sitologi / Papsmear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat,
Kelemahan tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
b. Schillentest Epitel
karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat
yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan
berwarna coklat tua, sedangkan yang terkena karsinoma tidak berwarna.
c. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks
denganlampu dan dibesarkan 10-40 kali.Keuntungan ; dapat melihat jelas
daerah yang bersangkutan sehinggamudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja
yaitu porsio, sedang kelianan pada skuamosa columnar junction dan
intraservikal tidak terlihat.
d. Kolpomikoskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200kali
e. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
f. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel
gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sistologi meragukan
dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan.
Pada kasus yang mencurigakan dokter akan melakukan pemeriksaan
tambahan :
a) Roto (rontgen foto) paru, CT Scan, MRI dan PET untuk mengetahui
penyebaran sel kanker.
b) Pemeriksaan laboratorik, misalnya CEA (Carcinogenic Embrionic Antigen),
mungkin juga terjadi anemia, penurunan atau terjadi peningkatan trombo.
6. Penatalaksanaan
Pengobatan kanker berdasarkan stadium kanker dan kondisi kesehatan
penderita, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan adalah (Widjaya, 2013) :
1. Operasi,
a) Histerektomi, yaitu pengangkatan rahim yang dilakukan pada kanker
serviks stadium I.
b) Histerektomi radikal, yaitu mengangkat seluruh rahim, bagian atas vagina
dan kelenjar getah bening disekitarnya dilakukan pada stadium 2.
2. Radioterapi, pengobatan dengan menggunakan sinar radioaktif.
3. Kemoterapi, dengan obat-obatan untuk membunuh sel kanker.
Adapun obat-obat yang dipakai sebagai kemoterapi diberikan 5 seri selang 3-4
minggu.
Premedikasi :
a) Antalgin injeksi.
b) Dipenhydramine injeksi.
c) Dexamethason injeksi.
d) Metochlorpropamide injeksi.
e) Furosemide injeksi.
Sitostatika :
a) Ciplatinum (50 mg/m2 luas permukaan tubuh per infus hari I).
b) Vincristin (0,5 mg/m2 luas permukaan tubuh intraevenous hari
I).Bleomisin (30 mg) per infus hari II.
c) Mitomicin (40 mg dosis tunggal, dianjurkan dengan radioterapi).
4. Kombinasi dua atau tiga cara diatas.
Tingkat Penatalaksanaan
0 Biopsy kerucut, histerektomi transvaginal.
Ia Biopsy kerucut, histerektomi transvaginal.
IIa, IIb Histerektomi radikal dengan limfadenopati panggul dan evaluasi, kelenjar
limfe para-aorta (bila terdapat metastase dilakukan radioterapi pasca
pembedahan.
III, IIIb, IV Histerektomi transvaginal.
IV, IVb Radioterapi, kemoterapi, palliative.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas
1) Umur
2) Lingkungan : sosial konomi dan personal higiene
3) Kebiasaan : kebiasaan berganti-ganti pasangan atau tidak
b) Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan keluarga : apakah ada keluarga yang menderita
kenker
2) Riwayat penyakit sekarang : apakah pasien mengalami nyeri dan
keputihan yang berlebihan
3) Riwayat penyakit dahulu : wanita dengan kehamilan dini dan
pemberian estrogen atau steroid lainnya yang dapat menimbulkan
berkembangnya masalah fungsional genital pada keturunannya.
c) Pola fungsional
1) Pola persepsi : personal hygine yang kurang pada daerah genetalia
2) Pola nutrisi dan metabolik : anoreksia, BB menurun
3) Pola eliminasi : BAB dan BAK tidak disadari
4) Pola aktivitas dan Latihan : klien mengalami keletihan
5) Pola istirahat dan tidur : ada gangguan tidur akibat nyeri ataupun
stress.
6) Pola istirahat dan tidur : ada gangguan tidur
7) Persepsi diri dan kosep diri : HDR
8) Pola reproduksi dan Seksual : nyeri dan perdarahan saat koitus
d) Pemeriksaan Fisik
1) B1: Pada pasien yang memiliki kebiasaan merokok akan mengalami
sesak, atau pasien yang mengalami pemajanan abses juga akan
mengalami sesak nafas, perubahan frekuensi RR.
2) B2: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja, perubahan pada TD,
anemis akibat adanya perdarahan.
3) B3: Tidak ada nyeri atau derajat nyeri bervariasi, pusing, sinkope.
4) B4: vagina mengalami keputihan, berbau, warna merah, perdarahan,
dan kental , serviks ada nodul Perubahan pada pola eliminasi urine.
5) B5: Kebiasaan diet buruk, perubahan pola defekasi, anoreksia, mual
muntah, Intoleransi makanan, Perubahan pada berat badan,
berkurangnya massa otot.
6) B6: Kelemahan dan atau keletihan, keterbatasan berpartisipasi dalam
hobi, latihan.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
(kompresi/destruksi jaringan saraf, infiltrasi saraf, atau suplai vaskulernya,
obstruksi jaras saraf, inflamasi).
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi, mual
atau muntah.
3) Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan trombositopeni
4) Antisipasi berduka berhubuhngan dengan kehilangan yang diantisipasi
dari kesejahteraan fisiologis ( mis.: kehilangan bagian tubuh, perubahan
fungsi tubuh ); perubahan gaya hidup.
5) Ansietas beruhubungan dengan krisis situasi (kanker)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Gangguan rasa nyaman nyeri
1. Pain level. Pain Management
Definisi : 2. Pain control. 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Pengalaman sensori dan emosional 3. Comfort Level. komprehensif (lokasi, karakteristik,
yang tidak menyenangkan yang muncul frekuensi, kualitas, faktor presipitasi).
akibat kerusakan jaringan yang actual / Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dari
potensial, awitan yang tiba – tiba / 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu ketidaknyamanan.
lambat, dari intensitas ringan hingga penyebab nyeri, mampu menggunakan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
berat dengan akhir yang dapat teknik nonfarmako untuk mengurangi untuk mengetahui pengalaman nyeri.
diantisipasi dan berlangsung < 6 bulan. nyeri, mencari bantuan). 4. Evaluasi Pengalaman nyeri masa
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang lampau.
Batasan Karakteristik : dengan menggunakan manajemen nyeri. 5. Evaluasi ketidakefektifan control nyeri
1. Perubahan tekanan darah. 3. Mampu mengenali nyeri (skala nyeri, masa lampau.
2. Perubahan Frekuensi jantung. intensitas nyeri, frekuensi nyeri, dan 6. Kontrol lingkungan yang dapat
3. Perubahan frekuensi pernafasan. tanda – tanda nyeri). mempengaruhi nyeri (suhu ruangan,
4. Laporan isyarat. 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri pencahayaan, kebisingan).
5. Perilaku distraksi (aktivitas berkurang. 7. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
berulang/mencari orang lain). 8. Kaji tipe dan sumber nyeri.
6. Mengekspresikan perilaku (gelisah, 9. Ajarkan teknik non farmakologi.
merengek, menangis, menyeringai). 10. Berikan analgesik untuk mengurangi
7. Sikap melindungi area yang nyeri. nyeri.
8. Melaporkan nyeri secara verbal. 11. Tingkatkan istirahat.
9. Gangguan tidur. 12. Monitor penerimaan manajemen nyeri.
10. Perubahan Posisi untuk
menghindari nyeri. Analgesik Administration :
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari respon keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012). Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan inervensi keperawatan langsung dan tidak
langsung terhadap klien (Potter&perry, 2009).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan
telah berhasil meningkatkan kondisi pasien (Potter&perry, 2009). Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan
cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan atau tidak (Alimul, 2012).