Anda di halaman 1dari 5

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 2 (2017), Hal.

72-76 ISSN : 2337-8204

Pengaruh pH dalam Produksi Biogas dari Limbah Kecambah


Kacang Hijau
Emilia Tresna Anugraha, Nurhasanaha*,,Mega Nurhanisaa

aProdi Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura,


Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
*Email : nurhasanah@physics.untan.ac.id

Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pH terhadap produksi biogas dari limbah kecambah kacang
hijau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pH optimum produksi biogas dari limbah kecambah
kacang hijau dan mengetahui keberadaan gas metana melalui uji nyala serta mengetahui sifat fisik yang
berpengaruh pada proses fermentasi anaerob. Bahan baku menggunakan limbah kecambah kacang hijau
yang telah dihaluskan dan ditambahkan kotoran sapi serta bioaktivator Effective Mikroorganism 4 (EM4).
Biogas dihasilkan setelah melalui fermentasi anaerob selama 10 hari. Suhu bahan baku mengalami
kenaikan dari 28°C menjadi 40°C sedangkan pH bahan baku meningkat dari 5,6 menjadi 6,8. Variabel
objek penelitian ini adalah variasi pH saat produksi biogas yang dikondisikan menggunakan larutan
buffer fosfat. Produksi biogas dengan menggunakan variasi pH 6,8; 7,0; 7,2; dan 7,4 memberikan hasil
yang berbeda-beda. Variasi biogas pH 6,8 menghasilkan volume biogas sebanyak 341,05 cm3 dengan
jumlah residu kering 95,81 gram. Produksi biogas pada pH 7,0 menghasilkan biogas sebanyak 579,88 cm3
dengan jumlah residu kering sejumlah 93,17 gram. Pada pH 7,2 menghasilkan volume biogas sebanyak
579,47 cm3 dengan jumlah residu kering 98,43 gram. Untuk nilai pH 7,4 menghasilkan volume biogas
sebanyak 458,75 cm3 dengan jumlah residu kering 96,56 gram. Variasi pH 7,0 merupakan pH optimal
untuk produksi biogas dari limbah kecambah kacang hijau yang menghasilkan warna nyala biru
kemerahan.

Kata Kunci : Biogas, Fermentasi, pH, Limbah Kecambah

1. Latar Belakang Limbah kecambah kacang hijau merupakan


Kebutuhan energi akan bahan bakar salah satu sampah pasar yang tidak
meningkat setiap tahunnya seiring dengan dimanfaatkan. Limbah kecambah kacang hijau
pertambahan penduduk. Tahun 2014 Presiden mengandung protein kasar 13,56%, serat kasar
Republik Indonesia menetapkan Peraturan 33,07%, lemak kasar 0,22%, dan daya cerna
Pemerintah Republik Indonesia NO 79 Tahun 64,58% [5]. Berdasarkan kandungan tersebut
2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dengan limbah kecambah sangat berpotensi untuk
mengkonversi energi yang murah dan ramah digunakan sebagai bahan baku pembuatan
lingkungan [1]. Biogas sangat berpotensi untuk biogas. Kondisi wilayah kota Pontianak yang
dikembangkan di Indonesia dengan banyaknya memiliki suhu stabil yaitu 26°C-32°C menjadikan
limbah pasar yang dihasilkan. keuntungan bagi bakteri mesofilik. Bakteri
Proses fermentasi anaerob merupakan mesofilik hidup pada suhu 20°C-40°C yang
proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas merupakan bakteri pengurai bahan baku biogas
bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik [6].
pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara pH adalah komponen utama yang sangat
alami terdapat dalam limbah yang mengandung mempengaruhi proses fermentasi dan produksi
bahan organik, seperti kotoran binatang, biogas pada tahap hidrolisis. Tahap hidrolisis
manusia, dan sampah organik rumah tangga. merupakan proses pemecahan protein yang
Proses anaerob dapat berlangsung di bawah pertama, untuk menghasilkan senyawa organik
kondisi lingkungan yang luas meskipun proses kompleks yang sederhana seperti asam amino.
yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang pH limbah bebas atau limbah domestik biasanya
terbatas [2]. Bakteri pembentuk biogas kurang dari 7 [6]. Penggunaan pH di bawah pH
memerlukan kondisi anaerob agar dapat netral memberikan hasil yang tidak jelas pada
memproduksi biogas secara maksimal. Studi proses hidrolisis [7].
biogas juga dilakukan dengan mengukur Oleh karena itu dalam penelitian ini akan
kombinasi faktor dan level terbaik untuk dilakukan pengaturan pH pada proses produksi
menghasilkan biogas [3]. Proses pengolahan biogas dari limbah kecambah kacang hijau.
limbah maju dapat menghasilkan biogas dengan Pengaturan pH produksi biogas pada penelitian
kadar metana sebesar 55-57% [4]. ini menggunakan larutan buffer fosfat pada

72
PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 2 (2017), Hal. 72-76 ISSN : 2337-8204

rentang pH 6,8-7,2. Untuk pemercepatan pada


proses fermentasi anaerob menggunakan Wadah Pendingin Selang Karet
Balon Karet
biostater EM4 dan kotoran sapi. Sehingga
bermanfaat untuk menghasilkan biogas yang Bahan Baku
Biogas
maksimal dan menghasilkan nyala api yang baik.

2. Metodologi
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi, pipet ukur 20 mL, pH meter combo
waterproof, botol gelap 2,5 L, lilin, botol larutan
100 mL, blender, timbangan digital, dan labu
ukur 500 mL.
Bahan-bahan yang digunakan dalam Gambar 1. Desain Reaktor Penelitian
penelitian ini meliputi, EM4, limbah kecambah
kacang hijau, aquades, dinatrium hidrogen Pengukuran pH
fosfat, natrium dihidrogen fosfat, dan kotoran Pengukuran pH dilakukan dengan
sapi. menggunakan alat pH meter waterproof combo
digital. Pengukuran ini dilakukan setiap 24 jam
Fermentasi Anaerob sekali selama 10 hari waktu fermentasi anaerob.
9.000 gram limbah kecambah kacang hijau Hasil yang terukur merupakan pH lingkungan
yang telah dihaluskan menggunakan blender, dalam reaktor.
diambil limbah padatnya. Ditimbang sebanyak
2.000 gram dan dicampurkan 500 gram kotoran Uji Nyala Api Biogas
sapi serta 5 mL EM4 dan diaduk hingga Gas yang telah diperoleh tertampung dalam
homogen. Setelah itu, difermentasi selama 10 balon kemudian disulutkan pada api lilin yang
hari dalam botol gelap 2,5 mL. Pengukuran suhu telah dinyalakan [10]. Mulut balon dihubungkan
dan pH dilakukan setiap 24 jam. dengan selang berdiameter 0,5 cm. Uji nyala
positif ditandai dengan nyala api semakin besar
Pembuatan Buffer Fosfat dan tidak padam.
Sebanyak 17,799 gram Na2HPO4.2H2O,
ditambahkan akuades hingga ¼ labu ukur lalu Uji Volume Biogas
dihomogenkan. Setelah homogen lalu ditepatkan Pengukuran volume biogas dilakukan setiap
akuades hingga batas 500 mL. Ditimbang 15,601 48 jam sekali selama 30 hari setelah proses
gram NaH2PO4.2H2O kemudian ditambahkan fermentasi selesai. Pengukuran dilakukan
akuades hingga ¼ labu ukur lalu dihomogenkan. terhadap keliling balon dengan sebuah tali
Setelah homogen lalu ditepatkan akuades hingga dengan hasil satuan cm [10]. Pengukuran
batas 500 mL. Selanjutnya dilakukan dilakukan sebanyak tiga kali (triplo) dengan dua
pencampuran kedua larutan untuk mendapat kali vertikal dan satu kali horizontal. Data
variasi pH 6,8; 7,0; 7,2; dan 7,4. keliling balon yang diperoleh digunakan untuk
memperoleh volume biogas dalam balon.
Produksi Biogas Volume balon diasumsikan sama dengan volume
Setelah melewati 10 hari fermentasi, bahan bola. Pengukuran ini dilakukan untuk tiap
baku biogas ditambahkan larutan buffer fosfat sampel dengan pH 6,8; 7,0; 7,2; dan 7,4.
yang berfungsi sebagai larutan penyangga
kestabilan pH sesuai dengan pH 6,8; 7,0; 7,2; dan Analisa Volume Biogas
7,4. Produksi dilakukan dengan menggunakan Pengukuran volume biogas dilakukan
reaktor modifikasi desain Fairus dkk (2012) dan dengan menggunakan persamaan (1):
Hasan dan Putu (2013) seperti yang terlihat
pada Gambar 1, dengan penampungan gas (1)
berupa balon karet [8,9]. dimana:
r = jari-jari balon (cm)
Pengukuran Suhu Vbalon = volume gas yang tertampung (cm3)
Pengukuran suhu dilakukan dengan π = konstanta (3,14)
menggunakan alat termometer digital.
Perlakuan pengukuran suhu dilakukan dengan Pengukuran volume rata-rata volume gas
rentang waktu 24 jam sekali selama 10 hari yang dihasilkan dapat menggunakan persamaan
fermentasi anaerob. Suhu yang terukur yaitu (2):
suhu lingkungan dalam reaktor.

73
PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 2 (2017), Hal. 72-76 ISSN : 2337-8204

(2) Gambar 3. Grafik hubungan waktu fermentasi


terhadap pH bahan baku

Gambar 2. Grafik hubungan waktu fermentasi


Gambar 4. Grafik volume produksi biogas variasi
terhadap suhu bahan baku
pH 6,8
dimana:
Vrata-rata = volume biogas harian (cm3)
Pengaruh Waktu Fermentasi Anaerob
V1,2,3 = pengukuran volum ke-1,2 dan 3 (cm3)
terhadap pH
Hasil penelitian pengaruh lama waktu
Pengukuran volume total biogas yang
fermentasi anaerob terhadap pH dapat dilihat
dihasilkan dapat menggunakan persamaan (3):
pada Gambar 3. pH bahan baku pada hari
pertama fermentasi menunjukkan nilai 5,6. pH
(3)
limbah bebas memiliki nilai di bawah 7 [6].
dimana:
Peningkatan pH terjadi seiring dengan
Vtotal = jumlah keseluruhan biogas yang
bertambahnya waktu fermentasi. Hari ke-10
dihasilkan (cm3)
fermentasi bahan baku pH menunjukkan angka
Vrn = volume rata-rata hari ke-n ( cm3)
6,8-6,9. Jika pH telah menunjukkan nilai 6,8
maka diasumsikan sudah mengandung bakteri
3. Hasil dan Pembahasan
metana yang merupakan bakteri untuk
Pengaruh Waktu Fermentasi Anaerob
memproduksi gas metana [11]. Faktor yang
terhadap Suhu
mempengaruhi pH disebabkan kandungan
Fermentasi anaerob dilakukan selama 10
kadar air yang tidak sama di antara keempat
hari dengan pengukuran suhu setiap 24 jam
botol gelap.
sekali. Hasil pengukuran suhu dapat dilihat pada
Gambar 2. Suhu bahan baku pada hari pertama
Hasil pengukuran Volume biogas pH 6,8
fermentasi anaerob sebesar 28°C. Semakin lama
Hasil pengukuran volume produksi biogas
waktu fermentasi, maka suhu semakin
pH 6,8 dapat dilihat pada Gambar 4. Volume
meningkat. Suhu maksimal pada tabung 4
total produksi biogas pada pH 6,8 sebesar
berakhir di 41°C. Peningkatan suhu dikarenakan
341,05 cm3. Produksi maksimal dihasilkan pada
aktivitas bakteri pengurai (bakteri mesofilik).
hari ke-32 yaitu sebesar 43,78 cm3. Peningkatan
Bakteri mesofilik hidup dalam rentang suhu
secara tajam produksi terjadi di hari ke-30
13°C-40°C [11]. Suhu maksimal bahan baku
sebesar 38,88 cm3. Penurunan produksi biogas
dalam reaktor bisa mencapai 55°C jika terdapat
terjadi pada hari ke-34 yang disebabkan oleh
bakteri termofilik.
faktor ketersediaan bahan baku yang mulai
menipis bagi bakteri penghasil gas metana.

Hasil pengukuran Volume biogas pH 7,0


Hasil pengukuran volume produksi biogas
pada variasi 7,0 dapat dilihat pada Gambar 5.
Volume total biogas variasi pH 7,0 sebesar
579,88 cm3. Produksi maksimum terjadi pada
hari ke-34 sebesar 65,001 cm3. Peningkatan
secara tajam produksi terjadi pada hari ke-32
sebesar 58,20 cm3. Produksi biogas pada variasi
pH 7,0 terlihat paling banyak di antara variasi
pH yang lainnya. Fenomena ini sesuai dengan
pH optimum pada tahap metanogenesis [12].

74
PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 2 (2017), Hal. 72-76 ISSN : 2337-8204

Tabel 1. Intensitas nyala biogas


Variasi Intensitas
Warna Nyala
pH Nyala
6,8 ++ Kuning kemerahan
7,0 ++ Biru kemerahan
7,2 ++ Kuning kemerahan
7,4 + kemerahan

Tabel 2. Perbandingan residu kering dan basah


Variasi pH Residu basah Residu kering
6,8 1.252 gram 95,81 gram
7,0 1.031 gram 93,17 gram
Gambar 5. Grafik volume produksi biogas variasi
7,2 1.183 gram 98,43 gram
pH 7,0
7,4 1.302 gram 96,56 gram

Hasil pengukuran Volume biogas pH 7,4


Hasil pengukuran volume produksi biogas
pada variasi pH 7,4 dapat dilihat pada Gambar 7.
Volume total biogas variasi 7,4 sebesar 485,75
cm3. Produksi maksimal terjadi pada hari ke-30
sebesar 58,20 cm3. Peningkatan produksi secara
tajam volume biogas terjadi pada hari ke-22
sebesar 38,88 cm3. Fenomena seperti ini
dipengaruhi oleh pengkondisian pH sehingga
terjadi proses pemercepatan pertumbuhan
bakteri penghasil biogas.
Gambar 6. Grafik volume produksi biogas variasi
pH 7,2 Intensitas Uji Nyala Biogas
Hasil pengujian kualitatif biogas dengan
Hasil pengukuran Volume biogas pH 7,2 menggunakan uji nyala dapat dilihat pada Tabel
Hasil pengukuran volume produksi biogas 1. Berdasarkan hasil pengujian nyala terlihat
variasi 7,2 dapat dilihat pada Gambar 6. Volume bahwa 4 variasi pH biogas dapat menghasilkan
total biogas pada variasi 7,2 sebesar 579,47 cm3. gas metana. Gas metana merupakan komponen
Produksi maksimal terjadi pada hari ke-32 utama penyusun biogas [13]. Biogas yang
sebesar 70,54 cm3. Peningkatan secara tajam mengandung gas metana apabila dibakar akan
produksi terjadi pada hari ke-24 sebesar 38,001 menimbulkan nyala api. Dari keempat variasi
cm3 dan pada hari ke-28 sebesar 49,77 cm3. tersebut variasi pH 7,0 memiliki warna nyala
Fenomena ini terjadi karena sebaran populasi yang paling baik yaitu biru kemerahan. Nyala
bakteri yang tidak merata dalam reaktor biogas, api biru kemerahan dinilai mempunyai energi
sehingga menyebabkan perlambatan pada pembakaran yang besar karena mempunyai
proses metanogenesis. pajang gelombang (λ) yang pendek dari pada
panjang gelombang (λ) nyala api merah. Faktor
lain yang mempengaruhi warna nyala biogas
disebabkan oleh sejumlah kandungan CO2 [14].

Residu Biogas
Proses produksi biogas menghasilkan
residu berupa limbah padat yang berwarna
coklat tua. Warna coklat disebabkan telah
matangnya bahan baku untuk dapat digunakan
sebagai pupuk kompos atau pupuk organik [15].
Massa residu basah dan residu kering disajikan
pada Tabel 2. Residu basah menunjukkan sisa
bahan kurang dari separuh jumlah semula
bahan baku. Fenomena ini menunjukkan bahwa
Gambar 7. Grafik volume produksi biogas variasi
proses penguraian bahan baku menjadi biogas
pH 7,4

75
PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 2 (2017), Hal. 72-76 ISSN : 2337-8204

berjalan dengan baik oleh mikroorganisme Desember; Vol.126(12); p. 1076-1081.


pembentuk biogas [13]. Residu kering
menunjukkan bahwa bahan baku biogas sangat [8] Fairus S, Salafudin , Rahman L, Apriani E.
banyak mengandung kadar air. Pembuatan Pemanfaatan Sampah Organik Secara Padu
biogas dapat berjalan dengan maksimal jika Menjadi Alternatif: Biogas dan Precursor
jumlah padatan berkisar 7-9% dengan kadar air Briket. In Prosiding Seminar Nasional
di atas 60% [12]. Teknik Kimia "Kejuangan" Pengembangan
Teknologi Kimia untuk Pengolahan SDA
4. Kesimpulan Indonesia; 2011; Yogyakarta. p. 1-10; ISSN:
Berdasarkan hasil analisa penelitian dan 1693-4393.
analisa kualitatif dapat disimpulkan pH optimal
produksi biogas dari limbah kecambah kacang [9] Romadhoni HA, Wesen P. Pembuatan
hijau pada variasi pH 7,0 dengan volume total Biogas dari Sampah Pasar. Jurnal Ilmiah
579,88 cm3 serta residu kering 93,17 gram. Uji Teknik Lingkungan. 2011; Vol.6(1); p. 59-
kualitatif nyala menunjukkan setiap variasi 64.
biogas menghasilkan gas metana yang cukup
banyak sehingga dapat menimbulkan nyala api.
[10] Ningsih SS, Ahda Y, Handayani D. The
Terdapat beberapa faktor penting yang
Influence of Addition some of Rumen
mempengaruhi proses produksi biogas
Liquid to Biogas Production from Cow's
diantaranya: pH, suhu, waktu fermentasi dan
Manure. Journal Biospecies. 2014 July;
ukuran bahan baku.
Vol.7(2); p. 34-42.
DaftarPustaka
[11] Suyitno , Sujono A, Dharmanto. Teknologi
Biogas: Pembuatan, Operasional, dan
[1] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Pemanfaatan. Edisi Pertama ed.
Kebijakan Energi Nasional; 2014. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2010.

[2] Haryati T. Biogas: Limbah Peternakan Yang [12] Igoni AH, Ayotamuno MJ, Eze CL, Ogaji SOT,
Menjadi Sumber Energi Alternatif. Probert SD. Designs of Anaerobic Digester
WARTAZOA. 2006; Vol.16(3); p.160-169. for Producing Bogas from Municipal Solid-
Waste. Applied Energy. 2007 October;
[3] Aysia DAY, Panjaitan TWS, H.S. YRA. Vol.85(6); p. 430-438.
Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi
dengan Metode Taguchi. In Prosiding [13] Jorgensen PJ. Biogas-Green Energy. 2nd ed.
Seminar Nasional Manajemen Teknologi Neilsen AB, editor.: Denmark A/S; 2009.
XV; 2012; Surabaya. p. 1-8.
[14] Sasongko MN, Wijayanti W. The Effect of
[4] Rahmatiah. Biogas Sebagai Sumber Energi CO2 Fraction on the Flame Stability of
Alternatif. 2014 Desember: p. 1-16. Biogas Premixed Flame. ARPN Journal of
Engineering and Applied Sciences. 2016
[5] Surya RA. Pengaruh Penggunaan Kulit January; Vol.11(2); p. 912-916.
Kecambah Kacang Hijau Dalam Ransum
Terhadap Produksi Karkas Kelinci [15] Badan Standarisasi Nasional. Kompos Dari
Keturunan Vlaams Reus Jantan Surakarta: Sampah Organik. SNI:1970302004; 2004.
Uniiversitas Sebelas Maret; 2010.

[6] Yenni , Dewilda Y, Sari SM. Uji


Pembentukan Biogas Substrat Sampah
Sayur Dan Buah Dengan KO-Substrat
Limbah Isi Rumen Sapi. Jurnal Terknik
Lingkungan. 2012 Januari; Vol.9(1); p. 26-
36.

[7] Veeken BA, Kalyuzhnyi S, Scharff H,


hamelers B. Effect of pH and VFA on
Hydrolysis of Organic Solid waste. Journal
of Environmental Engineering. 2000

76

Anda mungkin juga menyukai