LP GGK
LP GGK
7. Nefropati Toksik
Ginjal khususnya rentan terhadap efek toksik, obat-obatan, dan
bahan-bahan kimia karena beberapa alasan, antara lain:
1) Ginjal menerima 25% dari curah jantung sehingga
sering dan mudah kontak dengan zat kimia dalam
jumlah besar.
2) Interstisium yang hiperosmotik memungkinkan zat
kimia dikonsentrasikan pada daerah yang relative
hipovaskuler.
3) Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk
sebagian besar obat, sehingga insufisiensi ginjal
mengakibatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
Nefrotoksin yang paling sering dijumpai menyebabkan
timbulnya gagal ginjal akut. Gagal ginjal kronik dapat terjadi
akibat penyalahgunaan analgetik dan panjanan timbal.
a. Penyalahgunaan Analgetik
Secara umum bahwa penyalahgunaan analgetik dalam
waktu lama dapat menyebabkan cedera ginjal. Gagal ginjal
akibat kelebihan pemakaian analgetik merupakan
permasalahan yang cukup sering dijumpai dan barangkali
merupakan bentuk penyakit ginjal yang paling mudah
dicegah. Insidennya bervariasi, bergantung pada perbedaan
daerah tempat penyalahgunaan ini terjadi. Secara
keseluruhan nefropati analgetik berjumlah sebanyak 9%,
3%, dan kurang dari 1% dapat pasien menjalani dialisis di
Australiadan Amerika Serikat secara berurutan ( USDR,
1995).
b. Panjanan Timbal
Pengaruh terhadap timbale terjadi pada beberapa jenis
pekerjaan, dan timbale dapat pula tertelan oleh peminum
Wisky yang terdestilasi secara tidak semestinya. Timbale
yang masuk ke dalam tubuh akan bergabung dengan tulang
dan secara perlahan-lahan akan dilepaskan kembali setelah
selang waktu bertahun-tahun. Timbal juga akan terikat pada
tubulus ginjal. Pasien dengan nefropati timbale secara khas
menderita hiperurisemia. Artritis gout akut terjadi pada
kira-kira setengah dari pasien nefropati timbale, sebaliknya,
gout jarang terjadi pada bentuk gagal ginjal yang lain.
Hepertensi sering terjadi. Lesi ginjal dasar adalah nefritis
interstisial, dan dapat menyebabkan gagal ginjal yang
berjalan progresif lambat.
D. WOC
Terlampir
F. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 4 stadium yang didasarkan pada
tingkat GFR yang tersisa :
1. Penurunan cadangan ginjal
Terjadi apabila GFR turun 50% dari normal, tetapi tidak ada
akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron
yang sudah rusak dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin,
menyebabkan nocturia dan poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam
diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi.
2. Insufisiensi ginjal
Terjadi bila GFR menurun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-
nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulasi sisa metabolik
dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi
mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic menyebabkan
oliguri, oedema. Derajat insuffisiensi dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat, tergantung dari GFR sehingga perlu pengobatan medis.
3. Gagal ginjal
Terjadi bila GFR kurang dari 20% normal
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir
Bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut
dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolik dalam jumlah banyak
seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau
penggantian ginjal (Smeltzer & Bare, 2002)
G. Komplikasi
Komplikasi potensial yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis
(Smeltzer & Bare, 2001. Hal 1449 ) antara lain :
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, sidosis metabolic,
katabolisme, dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tanponade jantungakibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
renin-angistensis-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin,
dan kehilangan darah selama hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi prostat,
kadar kalium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal,
dan peningkatan kadar aluminium.
H. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostic
Pemeriksaan penunjang mencakup (Mary E. Doengoes, 2000.hal 628 ) :
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Urine :
a) Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oligouria)
atau urin tak ada (anuria)
b) Warna : secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan
oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat dan urat.
Sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,
mioglobin, porfirin.
c) Berat : kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
d) Osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1
e) Klirens kreatinin : mungkin agak menurun
f) Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g) Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen
juga ada.
b. Darah :
a) BUN/Kreatinin: Meningkat, biasanya meningkat dalam
proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir
(mungkin rendah yaitu 5).
b) Hitung darah lengkap: Ht: Menurun pada adanya anemia.
Hb: biasanya kurang dari 7-8 mg/dL.
c) SDM: Waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin
seperti pada azotemia.
d) GDA: pH: Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2)
terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi hidrogen dan ammonia atau hasil akhir
katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO2 menurun.
e) Natrium serum: Mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan
natrium” atau normal (menunjukkan status dilusi
hipernatremia).
f) Kalium: Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir, perubahan
EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau
lebih besar.
g) Magnesium/fosfat: Meningkat.
h) Kalsium: Menurun
i) Protein (khusus albumin): kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urin, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis
karena kurang asam amino esensial.
j) Osmolalitas serum: Lebih besar dari 285 mOsm/kg; sering
sama dengan urine.
c. Pemeriksaan Radiologi
a) KUB foto: Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung
kemih dan adanya obstuksi (batu).
b) Pielogram retrograde: Menunjukkan abnormalitas pelvis
ginjal dan ureter.
c) Arteriogram ginjal: Mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
d) Sistouretrogram ginjal: Menunjukkan ukuran kantok
kemih, refluks ke dalam ureter, retensi.
e) Ultrasono ginjal: Menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian
atas.
f) Biopsi ginjal: Mungkin dilakukan secara endoskopik unutk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologi.
g) Endoskopi ginjal, nefroskopi: Dilakukan untuk menentukan
pelvis ginjal; keluar batu, hematuria dan pengangkatan
tumor selektif.
h) EKG: Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam/basa.
i) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan: Dapat
menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.
I. Terapi/Tindakan Penanganan
Penatalaksanaan GGK mencakup tindakan konservatif dan tindakan
dialysis serta transplantasi ginjal (Suzanne C.Smeltzer, 2001. 1449).
1. Intervensi diet meliputi pengaturan cermat masukan protein,
masukan cairan untuk mengganti cairan yang hilang (biasanya cairan
yang diperbolehkan antara 500 - 600 ml per 24 jam), masukan
natrium untuk mengganti natrium yang hilang dan pembatasan
kalium. Pada saat yang sama masukan kalori adekuat dan suplemen
vitamin dianjurkan.
2. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida
mengandung aluminium yang mengikat fosfat makanan di saluran
gastrointestinal.
3. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif
kontrol volume intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema
pulmoner juga memerlukan pembatasan cairan, diet rendah natrium,
diuretic, agen inotropik seperti digitalis atau dobutamine dan
dialysis. Asidosis metabolik pada GGK biasanya tanpa gejala dan
tidak memerlukan penanganan.
4. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialysis yang
adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat
terhadap kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena.
5. Abnormalitas neurologi dapat terjadi dan memerlukan observasi dini
terhadap tanda-tanda seperti kedutan, sakit kepala, delirium, atau
aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari cedera dengan menempatkan
pembatas tempat tidur.
6. Anemia ditangani dengan pemberian epogen (eritropoetin manusia
rekombinan).
7. Pasien dengan GGK yang meningkat dirujuk ke pusat dialysis dan
transplantasi sedini mungkin sejak penyakit renal mulai berkembang.
Dialisis biasanya dimulai ketika pasien tidak mampu
mempertahankan gaya hidup normal dengan penanganan konservatif.
i) Keamanan.
Gejala : Berulangnya infeksi.
Tanda : Fraktur tulang, kalsifikasi
metastasik,keterbatasan gerak sendi.
j) Seksualitas.
Gejala : Penurunan libido, amenore, infertilitas.
k) Interaksi social.
Gejala : Kesulitan menjalankan fungsi peran dalam
keluarga.
l) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat DM keluarga ( risiko tinggi untuk gagal
ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus
urinaria, malignansi.
B. Diagnosa Keperawatan
(Suzanne C.Smeltzer, 2001. Hal 1451).
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urine, masukan
cairan berlebih, dan retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia,
mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa
mulut.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan b.d. kurang
informasi.
4. Intoleran aktifitas b.d. keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
5. Gangguan harga diri b.d. ketergantungan, perubahan peran,
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
6. Perubahan kenyamanan b.d. rasa gatal yang parah (pruritus).
7. Risiko cidera b.d penurunan konsentrasi dan kesadaran.
8. PK : Hiperkalemia
9. PK : Perikarditis, Efusi Perikardial dan tamponade jantung.
10. PK : Hipertensi
11. PK : Anemia
12. PK : Penyakit tulang dan kalsifikasi metastasik.
C. Intervensi
(Suzanne C.Smeltzer, 2001. Hal 1451).
Dengan munculnya beberapa diagnosa keperawatan dan masalah
kolaboratif seperti di atas, maka muncul rencana tindakan pada diagnosa
dan masalah kolaboratif yang paling sering terjadi pada pasien GGK.
Rencana Tindakan Keperawata pada pasien GGK beserta rasional
tindakan.
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urine,
masukan cairan berlebih, dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal
Tindakan Rasional
a. Kaji status cairan ( timbang BB tiap a. Pengkajian adalah dasar dan data
hari,catat intake output, vena turgor dasar berkelanjutan untuk
kulit dan adanya edema, distensi memantau perubahan dan
leher, tekanan darah, denyut dan mengevaluasi intervensi.
irama nadi)
b. Batasi masukan cairan
b. Pembatasan cairan akan
menentukan berat tubuh ideal,
haluaran urine, dan respon
c. Identifikasi sumber potensial cairan
terhadap terapi
- Medikasi dan cairan yg
c. Sumber kelebihan cairan yg tdk
digunakan
diketahui dapat diidentifikasi
- Makanan
d. Jelaskan pd pasien & keluarga
rasional pembatasan cairan
d. Pemahaman dapat meningkatkan
e. Beritahu pasien dalam menghadapi
kerjasama pasien & keluarga dlm
ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
pembatasan cairan
e. Kenyamanan pasien meningkatkan
f. Tingkatkan dan dorong hygiene oral
kepatuhan terhadap pembatasan
dengan sering.
cairan.
f. Higiene oral mengurangi kepekaan
terhadap membran mukosa mulut.
6. PK : Hiperkalemia
Tujuan : pasien menunjukkan tidak adanya komplikasi
Tindakan Rasional
a. Pantau kadar kalsium serum a. Hiperkalemia menyebabkan
dan beritahu dokter bila kerusakan & potensial
kadarnya melebihi 5,5 mEq/dl. perubahan dlm tubuh serta
dpt mengancam jiwa.
b. Tanda & gejala
b. Kaji adanya kelemahan
kardiovaskuler merupakan
otot,diare,perubahan
karakteristik hiperkalemia
EKG(gelombang T memuncak
dan QRS melebar)
7. PK : Perikarditis, Efusi Perikardial dan tamponade jantung.
Tujuan : pasien menunjukkan tidak adanya komplikasi
Tindakan Rasional
a. Kaji tentang demam,nyeri dada a. Sekitar 30-50% GGK
& friction rub pericardial (tanda- mengalami perikarditis
tanda perikarditis), beritahu akibat uremia.
dokter jika ada.
b. Jika mengalami perikarditis,kaji
factor berikut @ 4 jam:
b. Efusi pericardial umumnya
- Denyut paradoksikal >10
akibat perikarditis yg
mm Hg
- Hipotensi berat. fatal.Tanda efusi mencakup
- Lemah/hilangnya denyut
denyut paradoksikal (tek
periper.
darah selama inspirasi turun
- Perub tingkat kesadaran.
- Penonjolan vena leher. >10 mm Hg) dan tanda syok
c. Persiapkan pasien untuk USG
akibat kompresi jantung
jantung utk mendukung adanya
oleh efusi yg
efusi & tamponade. luas.Tamponade jantung
d. Jika terjadi tamponade siapkan
terjadi ketika pasien secara
pasien utk perikardiosentesis
hemodinamik sangat
darurat.
terganggu.
c. USG jantung berguna utk
menggambarkan efusi
pericardial & tamponade
jantung.
d. Tamponade jantung
merupakan kondisi
mengancam jiwa disertai
laju mortalitas yg tinggi.
Aspirasi segera cairan
perkardial sangat penting.
8. PK : Hipertensi
Tujuan : pasien menunjukkan tidak adanya komplikasi
Tindakan Rasional
a. Pantau & catat tekanan darah a. Pengukuran tekanan darah
sesuai indikasi. menyediakan data obyektif utk
pemantauan. Peningkatan
tekanan darah adalah indikasi
ketidakpatuhan.
b. Berikan medikasi b. Medikasi antihipertensi
antihipertensif sesuai berperan penting dlm
instruksi. penanganan hipertensi akibat
GGK.
c. Dorong kepatuhan terhadap
c. Kepatuhan pembatasan diet
pembatasan diet dan cairan.
cairan & dialysis mencegah
kelebihan cairan dan
d. Ajarkan pasien melaporkan
penumpukan natrium.
tanda kelebihan cairan, sakit d. Merupakan indikasi
kepala,edema atau kejang. pengendalian hipertensi yg tdk
adekuat dan perlunya utk
mengubah terapi
9. PK : Anemia
Tujuan : pasien menunjukkan tidak adanya komplikasi
Tindakan Rasional
a. Pantau eritrosit & hematokrit a. Untuk mengetahui tk
sesuai indikasi. keparahan anemia.
b. Berikan medikasi sesuai resep b. Eritrosit membutuhkan
mencakup suplemen besi & besi,asam folat & vitamin utk
asam folat, epogen & multivit. produksinya, epogen
merangsang sumsum tulang
c. Hindari pengambilan memproduksi eritrosit.
c. Anemia dicetuskan oleh
specimen darah yang tidak
pengambilan specime
perlu.
D. Implementasi
Disesuaikan dengan rencana intervensi keperawatan yang telah disusun.
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dalam bentuk evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi dilakukan sesuai dengan kriteria hasil yang telah disusun
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, dkk.2010.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi V.
Jakarta : InternaPublishingh
Brunner & Suddarth, (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta.
Jakarta : EGC
Jakarta : EGC
Keperawatan
Aesculapius
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
OLEH :