LP Askep Halusinasi
LP Askep Halusinasi
SENSORI ( HALUSINASI)
OLEH:
A. Pengertian Halusinasi
1. Persepsi/
Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari
dan dimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang. (Harber,
Judith, 1987 ).
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra. (Stuart,
2007).
Jadi, gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam
membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran,
perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal dengan
maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam
membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.
Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara
fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis,
membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta
mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yang berat
maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu.
Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini dapat
bersifat ringan, berat, sementara atau lama. (Harber, Judith, 1987).
2. Halusinasi
Halusinasi adalah penerapan tanpa adanya rangsang pada panca indera
seorang pasien yang terjadi dalam keadaan bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikotik atau histerik (W.F Maramis, 2005)
Halusinasi adalah kesan atau pengalaman sensori yang salah (Stuart,
2007).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah di mana tidak terdapat
stimulus sensorik yang berkaitan dengannya, yang dapat berwujud pengindraan
kelima indra yang keliru. (Arif, 2006).
Halusinasi adalah bila rangsang dari luar terhadap indera itu tidak nyata
tetapi penderita yakin kalau itu ada (Soewadi, 1999).
Halusinasi adalah persepsi yang salah terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal (Stuart dan Laraia, 2002, dikutip oleh Bambang Triwahono ).
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan ditelinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi, maka halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. Jenis-Jenis Halusinasi
Halusinasi dapat diklasifikasikan menjadi 7 macam (Stuart dan Laraia, 2001, hal
409) yaitu :
1. Halusinasi pendengaran : mendengar suara-suara atau bisikan paling sering
suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata
yang jelas berbicara tentang klien. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu yang
kadang-kadang dapat membahayakan.
2. Halusinasi penglihatan : stimulus visual dalam bentuk kelihatan cahaya,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi penciuman : membaui bau-bauan tertentu umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan.
4. Halusinasi pengecapan : Merasakan sesuatu yang tidak nyata seperti rasa
darah, urine, feses.
5. Halusinasi perabaan : mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas.
6. Halusinasi Cenesthetic : merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena
atau arteri, pencernaan makanan.
7. Halusinasi Kinesthetic : merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa
bergerak.
C. Tahapan Halusinasi
Tahapan halusinasi terdiri dari 4 (empat) fase (Stuart dan Laraia, 2001 hal
424) yaitu :
1. Fase I (Conforting) : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,
kesepian, rasa bersalah dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran
yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata
yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II (Condeming) : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah, asyik dengan pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Fase III (Controlling) : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah.
4. Fase IV Conquering) : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks, tidak
mampu berespon lebih dari 1 (satu) orang.
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
G. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan, yang terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan,
atau masalah klien. (Keliat, 2006). Kegiatan yang perlu dilakukan perawat
adalah mengkaji data dari klien dan keluarga tentang tanda dan gejala serta
faktor penyebab. Data yang langsung yang didapat oleh perawat disebut
sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil pengkajian atau catatan
tim kesehatan lain disebut sebagai data sekunder.
Menurut Stuart (2007), berbagai aspek pengkajian sesuai dengan
pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan.
Pengkajian meliputi beberapa faktor antara lain :
1. Faktor predisposisi
Meliputi faktor perkembangan, sosio kultural, psikologi, genetik
dan biokimia. Jika tugas perkembangan terhambat dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan. Berbagai faktor di masyarakat dapat membuat seseorang
merasa terisolasi dan kesepian yang mengakibatkan kurangnya
rangsangan dari eksternal. Stres yang berlebihan dapat mengganggu
keseimbangan sistem neurotransmiter. Hubungan interpersonal tidak
harmonis. Peran ganda bertentangan sering mengakibatkan kecemasan
dan stres.
2. Faktor presipitasi
Berbagai stressor dapat mengakibatkan timbulnya halusinasi,
hubungan interpersonal masalah psikososial dapat meningkatkan
kecemasan dan stres sebagai pencetus terjadinya halusinasi.
a. Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, kelelahan, infeksi,
obat ssp, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
b. Lingkungan
Lingkungan yang memasuki, masalah di rumah tangga, sosial, tekanan
kerja, kurangnya dukungan sosial, kehilangan kebebasan hidup.
c. Sikap/ prilaku merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa
merasa gagal, kehilangan rendah diri, merasa malang, perilaku agresif,
perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan.
d. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri,
tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
3. Mekanisme koping
a. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
4. Status Mental
Pemeriksaan status mental merupakan contoh representatif
kehidupan psikologis pasien dan sejumlah observasi dan kesan perawat
pada saat itu. Pemeriksaan ini terdiri atas beberapa elemen seperti
penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, interaksi selama
wawancara, alam perasaan, afek, persepsi, isi pikir, proses pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, penilaian, dan
daya tilik diri. (Stuart, 2007).
Ketahui tentang halusinasi klien meliputi :
a. Isi halusinasi yang dialami klien.
b. Waktu dan frekuensi halusinasi.
c. Situasi pencetus halusinasi.
d. Respon klien tentang halusinasinya.
H. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah klien yang
mencakup baik respon sehat adaptif maupun maladaptif serta stressor yang
menunjang. (Stuart dan Sundeen, 1998)
Komponen diagnosa keperawatan :
1. Problem (masalah) : nama atau label diagnose
2. Etiologi (penyebab) : alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi
dari pengkajian.
3. Sign dan Sympton (tanda dan gejala) : manifesitasi yang diidentifikasi dalam
pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan dan dapat
ditegakkan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006), antara lain :
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi.
2. Resiko perilaku mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3. Isolasi sosial.
4. Defisit perawatan diri.
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Jual, 1998, Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi 6, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Keliat, B.A, Panjaitan, R.U., & Helena, N.(2006). Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC
Stuart, G.W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Edisi 5). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.