Anda di halaman 1dari 84

ABSTRAK

Holilur Rohman, Salman Al Farizi, dan Wahyu Fahrizal, 2018.


“Perencanaan Kontrol Pada Mesin Coal Feeder Dan Pulverizer Kapasitas
110 Ton/Jam Di PLTU”. Laporan Akhir. Program Studi Teknik Listrik,
Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Malang. Pembimbing:
(I) Mochammad Mieftah, SST., MMT (II) Rachmat Sutjipto, B.TECH., MMT.

Laporan Akhir dengan judul “Perencanaan Kontrol Pada Mesin Coal Feeder
Dan Pulverizer Kapasitas 110 Ton/Jam Di PLTU” ini membahas kontrol pada
proses penggilingan batubara di PLTU. Penggilingan batubara yang ada di
PLTU masih menggunakan sistem kontrol semi-otomatis. Maksud dari semi-
otomatis adalah kontrol mesin ini bekerja secara otomatis, sedangkan beberapa
mesin masih bekerja secara manual atau dilakukan oleh operator. Berdasarkan
hal tersebut, maka akan dibuat sebuah inovasi pada kontrol mesin penggilingan
tanpa mengubah alur proses penggilingannya. Tujuannya adalah untuk
menghindari kelalaian operator saat bekerja.

Perencanaan tentulah perlu data-data yang real di PLTU dan literatur yang
akurat dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Observasi di PLTU
perlu dilakukan untuk mengetahui secara langsung cara kerja sistem kontrol
dan spesifikasi mesin.

Hasil dari perencanaan mengenai inovasi sistem kontrol, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa kontrol mesin perencanaan dapat berjalan selama ada
batubara yang mengalir dan mengisi silo. Namun mesin seluruhnya akan mati
jika terjadi gangguan pada pulverizer (mill) dan blower serta juga jika tidak ada
batubara yang mengalir.

Kata Kunci: coal feeder, pulverizer, batubara


ABSTRACT

Holilur Rohman, Salman Al Farizi, dan Wahyu Fahrizal, 2018.


“Control Planning On Coal Feeder And Pulverizer Machine Capacity 110
Tons/Hour In PLTU”. Final Report. Study Program Electrical
Engineering, Electro Course, State Polytechnic of Malang. Guide:
(I) Mochammad Mieftah, SST., MMT (II) Rachmat Sutjipto, B.TECH., MMT.

Final Report about “Control Planning On Coal Feeder And Pulverizer Machine
Capacity 110 Tons/Hour In PLTU” will discuss about control on process coal
milling in PLTU. Coal milling in PLTU use control system semi-automatic.
Meaning semi-automatic is the machine system control work automatically,
but some machine still work manually or still supervised by the operator. Base
on these fact, so will be innovated on control milling machine and without
changing the flow of the milling process. The goal is to avoid negligence while
working.

Planning requires real data in the PLTU and accurate and accountable
literature. Observation in PLTU is conducted to know directly how the control
system and machine specifications.

Result of planning about innovation control system, then it can be conclude


that planning control machine can be work provided there is coal flowing and
fill the silo. But, all machine will off if occured of disruption in pulverizer (mill)
and blower and if no coal is flowing.

Keyword: coal feeder, pulverizer, coal


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan zaman saat ini kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin berkembang pesat. Dunia industri
saat ini sudah menggunakan berbagai macam teknologi untuk
mempercepat dan mempermudah proses pekerjaan. Teknologi yang
digunakan sekarang sudah semakin berkembang dan modern terutama di
bidang otomasi mesin-mesin industri, salah satu diantaranya adalah pada
mesin penggilingan batubara yang saat ini banyak digunakan dan
dijumpai dalam dunia industri khususnya di Pembangkit Listrik Tenaga
Uap yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar utamanya.
Pada pembangkit listrik khususnya tenaga uap, ukuran batubara
sangatlah penting terutama dalam proses pembakaran untuk
menghasilkan uap yang akan digunakan untuk memutar turbin uap.
Batubara yang digunakan haruslah sudah berupa serbuk-serbuk kecil
untuk selanjutnya disemburkan pada ruang bakar. Pada Pembangkit
Listrik Tenaga Uap, proses penghancuran atau penggilingan batubara ini
menggunakan mesin-mesin modern yang mampu menggiling dan
menghancurkan bongkahan batubara yang masih berukuran besar hingga
menjadi serbuk batubara dengan ukuran yang sesuai dengan standart
untuk pembakaran.
Jika ukuran batubara sebagai bahan bakar utama sangatlah
berpengaruh dalam proses pembakaran, itu artinya mesin-mesin yang
digunakan dalam proses penggilingan batubara haruslah mampu bekerja
dengan baik. Mesin penggilingan batubara memiliki banyak sekali
parameter yang digunakan sebagai syarat awal proses runing mesin
tersebut. Jika salah satu parameter pada mesin penggilingan tidak
berfungsi dengan baik, maka proses penggilingan dan pembakaran tidak
mampu bekerja dengan baik dan akan berakibat pula pada proses
pembangkitan energi listrik. Sedangkan saat ini masih banyak
masyarakat yang masih belum paham mengenai betapa pentingnya mesin
penggilingan batubara sebagai proses awal dari sebuah pembangkit
listrik tenaga uap.
Dalam proses penggilingan batubara, banyak atau sedikitnya batubara
yang masuk ke mesin penggilingan akan mempengaruhi proses
penggilingan tersebut. Sistem kerja yang digunakan dalam proses
penggilingan adalah semi-otomatis. Semi-otomatis maksudnya adalah
kontrol mesin ini bekerja secara otomatis, sedangkan beberapa mesin
masih bekerja secara manual atau dilakukan oleh operator.
Berdasarkan pemaparan di atas dan fakta di lapangan, maka dalam
laporan akhir yang berjudul “Perencanaan Kontrol Pada Mesin Coal
Feeder dan Pulverizer Kapasitas 110 Ton/Jam di PLTU” akan
membahas mengenai sebuah inovasi terhadap sistem kontrol pada mesin
penggilingan batubara yang bertujuan untuk menghindari kelalaian
operator ketika bekerja. Pada laporan akhir ini akan dibahas lebih lanjut
mengenai sistem kontrol yang mengatur proses penggilingan batubara.
Sehingga dengan terciptanya rangkaian kontrol mengenai mesin coal
feeder dan pulverizer pada penggilingan batubara tersebut, harapan kami
adalah bisa memberikan wawasan dan pengetahuan khususnya kepada
mahasiswa untuk berkarya dan mampu menerapkan pembelajaran yang
telah diberikan untuk diaplikasikan dalam dunia industri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perencanaan sistem kontrol pada coal feeder dan
pulverizer di PLTU?.
2. Bagaimana perencanaan spesifikasi mesin dan instalasi pada coal
feeder dan pulverizer di PLTU?.
3. Bagaimana cara mengoperasikan coal feeder dan pulverizer di
PLTU?.
4. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi trouble pada coal
feeder dan pulverizer di PLTU?.

1.3 Batasan Masalah


Mengingat pembahasan yang cukup luas dan untuk menghindari
permasalahan yang mungkin tidak sesuai dengan yang akan dibahas,
maka dibuatlah batasan masalah. Adapun batasan masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:

1. Proses yang dibahas adalah mulai dari ketika batubara masih dalam
bentuk bongkahan besar pada coal bunker yang dialirkan menuju
mesin coal feeder sampai batubara masuk ke mesin penggilingan
(pulverizer) hingga menghasilkan serbuk batubara yang telah
berukuran 200 mesh dan siap digunakan untuk proses pembakaran.
2. Satu boiler dilayani oleh 6 unit penggilingan. Karena prinsip kerjanya
sama, maka yang akan dibahas hanya 1 unit penggilingan saja.
3. Jenis sistem pengaturan jumlah batubara pada coal feeder yang akan
dibahas adalah jenis gravimetric feeder.
4. Pembahasan tentang sistem kontrol berupa prinsip kerja dari sensor –
sensor yang mengatur proses coal feeder dan pulverizer di PLTU.
5. Pembahasan tentang spesifikasi mesin dan instalasi yang akan dibahas
hanya meliputi motor penggerak konveyor dan motor untuk
penggilingan batubara pada coal feeder dan pulverizer di PLTU.
6. Tidak membahas mengenai sistem proteksi dan konstruksi coal feeder
dan pulverizer di PLTU secara detail.

1.4 Tujuan Penelitian


1. Mampu merencanakan sistem kontrol pada coal feeder dan pulverizer
di PLTU.
2. Mampu merencanakan spesifikasi mesin dan instalasi pada coal
feeder dan pulverizer di PLTU.
3. Mampu mengoperasikan coal feeder dan pulverizer di PLTU.
4. Mampu mengatasi trouble pada coal feeder dan pulverizer di PLTU.
1.5 Sistematika Penulisan
Laporan akhir ini akan dibahas secara sistematis untuk lebih
memudahkan pembaca. Laporan akhir ini akan dibahas dalam beberapa
bab dan sub bab:

BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,
tujuan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Berisi kajian teori, konsep, dan perbandingan antar teori
maupun konsep yang relevan dengan data sebelumnya.

BAB III METODE PENELITIAN


Berisi metode penyusunan, tempat dan waktu penelitian,
bahan penelitian, dan data penelitian.

BAB IV PEMBAHASAN
Berisi penyajian data, analisa data yang diperoleh, dan
pembahasan.

BAB V PENUTUP
Berisi tentang rangkuman atau jawaban dari rumusan
masalah dan tujuan yang ingin dicapai.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)


Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit yang
mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik.
Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah Generator yang
dihubungkan ke turbin yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari uap
panas/kering. Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan berbagai
macam bahan bakar terutama batu bara dan minyak bakar serta MFO
untuk start up awal.

2.1.1 Siklus Pembangkitan Listrik di PLTU


Pada dasarnya produksi listrik di PLTU Paiton menggunakan sistem
pemanasan air menjadi uap untuk menggerakkan turbin. Selanjutnya
turbin akan memutar generator dan menghasilkan tenaga listrik.
Sedangkan uap pembuangan dari turbin dijadikan air kembali dengan
proses kondensasi. Hal ini dilakukan secara terus menerus sehingga
membentuk siklus tertutup.
Gambar 2.1 Siklus PLTU

2.1.2 Sistem Penanganan Batubara (Coal Handling) di PLTU


Coal Handling System adalah peralatan atau perlengkapan unit bakar
PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton yang berfungsi memberikan pelayanan
atau servis untuk pengangkutan atau pengaturan batubara dari ship
unloader hingga ke sistem pembakaran di boiler. Coal Handling System
dirancang untuk bekerja pada baseboard dengan operasi 24 jam/hari dan
7 hari dalam seminggu secara terus-menerus tanpa terputus-putus kecuali
unit trip/stop.
Batubara yang digunakan untuk bahan bakar PT. PJB UBJ O&M
PLTU Paiton ini semuanya berasal dari Pulau Kalimantan, untuk sarana
pengirimannya digunakan tongkang atau kapal pengangkut batu bara.
Oleh karena itu PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton memiliki dermaga
kapal (Coal Jetty) lengkap dengan Ship Unloader-nya yang berfungsi
untuk membongkar batu bara dari tongkang untuk dibawa ke silo dengan
belt conveyor.
Gambar 2.2 Siklus batu bara pada PLTU Paiton
Bagian Bagian tersebut yaitu :
1. Ship Unloader
Batu bara yang berasal dari kapal tongkang dibongkar oleh ship
unloader yang dijalankan secara manual oleh operator. Batubara
kemudian diangkut oleh conveyor ke silo langsung atau ke stock pile
area.
2. Belt Conveyor
Belt Conveyor adalah alat yang berfungsi untuk mengangkut batu
bara yang dibongkar oleh ship unloader menuju silo. Belt Conveyor
ini digerakkan oleh motor–motor listrik yang terdapat pada salah satu
ujung belt conveyor.
Ujung belt conveyor satu dengan lainnya dipisahkan oleh transfer
house. masing–masing belt conveyor terdiri atas dua jalur, yaitu jalur
A dan jalur B. Bentuk dasar dari conveyor sebagai berikut:
Gambar 2.3 Bentuk Dasar Conveyor
3. Splitter
Splitter disini berfungsi sebagai pemisah jalur pengangkutan batu
bara. Seperti telah diketahui bahwa belt conveyor memiliki 2 buah
saluran: saluran A & B, dimana hanya salah satu saja yang beroperasi
dan satunya dalam keadaan stand by.
4. Transfer House
Transfer House berfungsi untuk memindahkan batu bara dari satu
belt conveyor ke belt conveyor lain. Selain itu Transfer House
berfungsi untuk mengurangi debu yang ada pada batu bara dengan
bantuan dust collector.
5. Stock Pile Area (Reclaim Hopper)
Tempat penampungan batu bara sementara. Area ini berada pada
ruang terbuka dan terdapat bulldozer untuk memampatkan batu bara
agar udara tidak dapat menempati ruang-ruang di batu bara. Hal ini
dikarenakan jika udara di dalam batu bara mendapat panas pada
siang hari dapat membakar batu bara.
6. Vibrating Feeder
Alat yang terdapat pada bawah tanah di stock pile area, berfungsi
untuk mengangkut batu bara pada area penampungan ke silo-silo.
7. Coal Feeder
Berfungsi untuk mengatur pemasukan batu bara dari storage
bunker menuju ke pulverizer. Di PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton
coal feeder terdiri dari 6 unit, dimana 5 unit beroperasi dan 1 unit
dalam keadaan stand by dengan tipe gravimetric feeder.
8. Crusher house
Crusher house adalah sebuah tempat yang digunakan untuk
menghancurkan batu bara yang terkumpul di coal yard sebelum di
haluskan lagi di dalam mill.
9. Sampling room
Sampling room adalah sebuah tempat yang digunakan untuk
mengecek kualitas batu bara yang akan masuk ke dalam coal bunker.

2.2 Coal Feeder


Coal feeder berfungsi untuk memberikan pasokan batubara secara
kontinyu manakala penggiling batubara dalam keadaan operasi dan
mengatur jumlah batubara yang masuk ke pulverizer. Sistem yang
terdapat pada coal feeder memberikan ukuran aliran batubara yang
terkontrol mulai dari coal bunker sampai ke pulverizer berdasarkan pada
kebutuhan pembakaran. Jumlah batubara yang masuk ke pulverizer
berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan pembakaran pada furnace. Jadi
output dari coal feeder berubah-ubah sesuai kebutuhan. Pengaturan
output coal feeder dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan motor
penggerak yang putarannya dapat diatur (variable speed motor) atau
motor putaran tetap dilengkapi dengan variable speed drive. Sedangkan
sistem pengaturan jumlah batubara pada coal feeder dapat dilakukan
dengan dua cara berdasarkan jenisnya, yaitu secara fraksi berat
(gravimetric) dan secara fraksi volume batubara (volumetric). Sistem
kerja pada coal feeder yang diteliti adalah jenis gravimetric feeder.
Gambar 2.4 Coal Feeder

2.3 Pengertian Gravimetric


Gravimetric adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan
hasil reaksi pengendapan. Gravimetric merupakan pemeriksaan jumlah
zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara
pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaan itu kelihatan karena dalam
gravimetric jumlah zat ditentukan dengan cara menimbang langsung
massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai,1994).
Gravimetric merupakan analisis kuantitatif dengan menimbang unsur
atau senyawa tertentu dalam bentuk murninya. Analitnya dipisahkan
secara fisis dari komponen lainnya. Sebagian analisis gravimetric
menyangkut unsur yang akan ditentukan menjadi senyawa murni yang
stabil dan mudah diubah bentuk yang dapat ditimbang. Berat dapat
dihitung dari rumus dan berat atom senyawa yang ditimbang.

2.4 Gravimetric Feeder


Pengaturan jumlah batubara berdasarkan fraksi berat, menggunakan
sensor load cell yang dapat mendeteksi berat dari batubara yang melewati
konveyornya. Coal feeder jenis ini biasa disebut dengan gravimetric
feeder. Gravimetric feeder lebih banyak dipilih untuk digunakan karena
kemampuannya dalam merespon perubahan berat jenis batubara yang
digunakan. Kandungan energi pada batubara cenderung bergantung pada
berat daripada volume batubara, sehingga gravimetric feeder akan lebih
baik dalam mengontrol supply energi yang masuk ke boiler. Coal feeder
memonitor berat batubara pada belt dan mengontrol penyaluran batubara
dengan cara mengukur ketinggian level dan mengatur kecepatan pada
belt. Disamping itu gravimetric feeder memerlukan kalibrasi sensor
gravimetric-nya secara berkala agar sistem kontrol supply batubara dapat
selalu berjalan dengan baik.

Gambar 2.5 Gravimetric Feeder Merk STOCK

2.4.1 Prinsip Kerja Gravimetric Feeder


Ketika ada sinyal permintaan yang dikirimkan oleh operator untuk
mengatur gerak coal feeder, maka sinyal tersebut akan diproses untuk
dibandingkan dan diolah lebih lanjut oleh sensor yang terdapat pada coal
feeder. Sinyal yang dikirim oleh operator tersebut akan diterima pertama
kali oleh motor penggerak roll belt konveyor yang memiliki sensor
tachometer yang selanjutnya akan diterima oleh sensor berat (load cell)
yang terdapat pada sisi kanan dan sisi kiri belt konveyor. Hasil dari kedua
sensor tersebut nantinya akan dikonversikan berdasarkan standart yang
telah diatur dari pabrikan. Setelah dikonversi, maka akan didapatkan tiga
keluaran yaitu:
1. Feedback, jika hasil konversi tersebut sudah sesuai dengan
permintaan, maka akan dilanjutkan menjadi output atau umpan balik
untuk selanjutnya mengatur kerja feeder.
2. Compare, jika hasil konversi masih belum sesuai, maka akan diproses
kembali dan dibandingkan ulang dengan data operator apabila masih
belum sesuai.
3. Integrate, hasil konversi tersebut akan digabungkan untuk selanjutnya
akan dijumlahkan sebagai informasi kepada operator.

Gambar 2. 6 Prinsip Gravimetric Feeder

2.5 Pulverizer / MILL


Pulverizer merupakan mesin yang ada pada PLTU yang digunakan
untuk menggiling dan menghaluskan batubara. Penggilingan ini
bertujuan agar batubara yang semula kasar dan masih dalam bongkahan
besar berubah menjadi serbuk batubara yang halus hingga berukuran 200
Mesh. Batubara yang telah menjadi serbuk ini akan lebih mudah
bercampur dengan udara panas menuju ke furnace untuk proses
pembakaran.
Gambar 2.7 Pulverizer

2.5.1 Prinsip Kerja Pulverizer


Pulverizer mempunyai tiga buah grinding roller yang terpasang pada
posisi tetap. Batubara akan dihaluskan diantara grinding ring yang
berputar dengan tiga buah roller yang terpasang tetap. Dalam pulverizer
juga terjadi proses pengeringan dan pemisahan batubara dengan benda-
benda asing yang terbawa dari proses penambangan atau saat
transportasi, hingga batubara yang akan masuk ke ruang bakar sudah
merupakan batubara yang siap dibakar dengan spesifikasi butiran dan
temperatur yang telah ditentukan sesuai desain yaitu berukuran 200
Mesh. Serbuk batubara akan dikeringkan dan ditranspotasikan ke Bin
atau langsung disemburkan ke dalam tungku dengan menggunakan
burner (furnace). Batubara yang digiling akan ditransportasikan dengan
menggunakan udara panas yang disebut dengan “Primary Air”dengan
suhu sekitar 80°C hingga 150°C. Primary Air memiliki 3 fungsi, yaitu :
1. Mentransportasikan serbuk batubara dari pulverizer ke burner.
2. Mengeringkan serbuk batubara agar pembakaran dapat berlangsung
secara optimum.
3. Untuk mensirkulasikan batubara ke dalam pulverizer agar terpisah
dari material asing yang tidak dapat dihaluskan.
2.6 Alur Start Up Coal Feeder dan Pulverizer
Ketika coal feeder dan pulverizer masih dalam kondisi off, maka
tombol start akan diaktifkan oleh operator dan akan menghidupkan
pulverizer. Saat pulverizer running mencapai kecepatan nominal, maka
outlet valve akan aktif (katup terbuka). Jika outlet valve sudah terbuka,
maka coal feeder akan aktif. Ketika putaran motor yang memutar roller
konveyor pada coal feeder sudah mencapai kecepatan nominal, maka
operator akan mengaktifkan inlet valve dengan syarat coal bunker sudah
terisi batubara.

Gambar 2.8 Alur Start Up Mesin Penggilingan

2.7 Alur Prinsip Kerja Sistem Penggilingan di PLTU


Ketika coal bunker sudah terisi batubara, maka operator akan
membuka inlet valve dan batubara akan masuk menuju coal feeder.
Selanjutnya, batubara pada coal feeder akan melewati flow control dan
akan melewati load cell. Load cell akan menghitung berat batubara yang
mengalir pada belt konveyor dan selanjutnya akan berpengaruh pula
terhadap tachometer yang sudah terhubung dengan motor penggerak
roller belt konveyor yang akan mengatur kecepatan belt konveyor. Hasil
dari pengukuran berat dan kecepatan tersebut akan dikonversikan
menjadi output untuk mengatur kecepatan agar batubara yang akanmasuk
ke pulverizer bisa terkontrol. Selanjutnya setelah diproses dalam coal
feeder, maka secara otomatis outlet valve akan terbuka dan batubara akan
masuk menuju ke pulverizer. Dalam pulverizer juga terjadi proses
pengeringan dan pemisahan batubara dengan benda-benda asing yang
terbawa dari proses penambangan atau saat transportasi, hingga batubara
yang akan masuk ke ruang bakar sudah merupakan batubara yang siap
dibakar dengan spesifikasi butiran dan temperatur yang telah ditentukan
sesuai desain yaitu berukuran 200 Mesh. Serbuk batubara akan
dikeringkan dan ditranspotasikan ke Bin atau langsung disemburkan ke
dalam tungku dengan menggunakan burner (furnace).

Gambar 2.9 Alur Prinsip Kerja Mesin Penggilingan

2.8 Sensor
Sensor adalah sesuatu yang digunakan untuk mendeteksi adanya
perubahan lingkungan fisik atau kimia. Variabel keluaran dari sensor
yang diubah menjadi besaran listrik disebut Tranduser. Pada sistem
proses penggilingan batubara mulai dari coal bunker, coal feeder hingga
menuju ke pulverizer terdapat sensor yang mengatur kinerja dari mesin-
mesin tersebut untuk memproses dan menghasilkan batubara yang sesuai
dengan standart pembakaran.
2.8.1 Sensor Pada Coal Bunker (Silo)
o Sensor Level adalah sebuah sensor yang berfungsi untuk mengubah
besaran fisis (bunyi) menjadi besaran listrik dan sebaliknya. Cara
kerja sensor ini didasarkan pada prinsip dari pantulan suatu
gelombang suara sehingga dapat dipakai untuk menafsirkan eksistensi
(jarak) suatu benda dengan frekuensi tertentu. Disebut sebagai sensor
ultrasonik karena sensor ini menggunakan gelombang ultrasonik
(bunyi ultrasonik).

2.8.2 Sensor Pada Coal Feeder


o Sensor Aliran (Flow Control) adalah alat elektromekanik yang
berfungsi untuk mendeteksi adanya suatu aliran. Ketika suatu benda
menyentuh tuas mekanik dari sensor flow control, maka secara
otomatis akan merubah kondisi normal kontak dan akan mengirimkan
sinyal digital ke suatu kontrol.
o Sensor Berat (Load Cell) adalah alat elektromekanik yang biasa
disebut transducer, yaitu gaya yang bekerja berdasarkan prinsip
deformasi sebuah material akibat adanya tegangan mekanis yang
bekerja, kemudian merubah gaya mekanik menjadi sinyal listrik.
Untuk menentukan tegangan mekanis didasarkan pada hasil
penemuan Robert Hooke, bahwa hubungan antara tegangan mekanis
dan deformasi yang diakibatkan disebut regangan. Regangan ini
terjadi pada lapisan kulit dari material sehingga memungkinkan untuk
diukur menggunakan sensor regangan atau Strain Gauge. Selama
proses penimbangan, beban yang diberikan mengakibatkan reaksi
terhadap elemen logam pada load cell yang mengakibatkan perubahan
bentuk secara elastis. Gaya yang ditimbulkan oleh regangan ini
(positif dan negatif) di conversikan kedalam sinyal listrik oleh strain
gauge (pengukur regangan) yang terpasang pada spring element.
Gambar 2.10 Load Cell

o Sensor Kecepatan (Tachometer) adalah suatu alat yang digunakan


untuk mendeteksi atau mengukur kecepatan rotasi per menit (RPM)
pada suatu poros. Pada tachometer terdapat sensor infrared yang akan
menghitung banyaknya sinyal analog yang akan dikirim ke kontrol.

2.8.3 Sensor Pada Pulverizer


o Sensor Temperatur adalah sebuah alat yang mampu mendeteksi
perubahan suhu pada suatu objek. Objek yang dapat dideteksi oleh
sensor suhu adalah semua benda yang ada di alam (baik benda hidup
maupun benda mati, makhluk halus tidak termasuk), tempat,
lingkungan bahkan mencakup wilayah. Pada dasarnya, sensor suhu
memiliki indera suhu yang berfungsi sebagai pendeteksi suhu. Indera
tersebut berupa alat yang mengeluarkan sensor yang akan mengambil
data suhu dari seberapa panas objek tersebut dan data suhu tersebut
diolah oleh sensor sehingga dapat menampilkan data suhu dari objek
yang dideteksi.

2.9 Analog Digital Converter


ADC adalah suatu perangkat yang mengubah suatu data kontinu
terhadap waktu (analog) menjadi suatu data diskrit terhadap waktu
(digital). ADC banyak digunakan sebagai pengatur proses industri,
komunikasi digital dan rangkaian pengukuran/pengujian. Umumnya
ADC digunakan sebagai perantara antara sensor yang kebanyakan analog
dengan sistem computer seperti sensor suhu, cahaya, tekanan/berat,
aliran dan sebagainya kemudian diukur dengan menggunakan sistim
digital (komputer). ADC (Analog to Digital Converter) memiliki 2
karakter prinsip, yaitu kecepatan sampling dan resolusi.
1. Kecepatan sampling suatu ADC menyatakan seberapa sering sinyal
analog dikonversikan kebentuk sinyal digital pada selang waktu
tertentu. Kecepatan sampling biasanya dinyatakan dalam sample per
second (SPS).
2. Resolusi ADC menentukan ketelitian nilai hasil konversi ADC.
Sebagai contoh: ADC 8 bit akan memiliki output 8 bit data digital, ini
berarti sinyal input dapat dinyatakan dalam 255 (2n – 1) nilai diskrit.
ADC 12 bit memiliki 12 bit output data digital, ini berarti sinyal input
dapat dinyatakan dalam 4096 nilai diskrit. Dari contoh diatas ADC 12
bit akan memberikan ketelitian nilai hasil konversi yang jauh lebih
baik daripada ADC 8 bit.

2.9.1 Prinsip Kerja ADC


Prinsip kerja ADC adalah mengkonversi sinyal analog kedalam
bentuk besaran yang merupakan rasio perbandingan sinyal input dan
tegangan referensi. Sebagai contoh, bila tegangan referensi (Vref) 5 volt,
tegangan input 3 volt, rasio input terhadap referensi adalah 60%. Jadi,
jika menggunakan ADC 8 bit dengan skala maksimum 255, akan
didapatkan sinyal digital sebesar 60% x 255 = 153 (bentuk decimal) atau
10011001 (bentuk biner).
2.9.2 Proses di dalam ADC
Ada 3 proses yang terjadi di dalam ADC, yaitu:
1. Pencuplikan
Adalah proses mengambil suatu nilai pasti (diskrit) dalam suatu data
kontinu dalam satu titik waktu tertentu dengan periode yang tetap.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada ilustrasi gambar berikut:

Gambar 2.11 Proses ADC Berupa Pencuplikan


Semakin besar frekuensi pencuplikan, berarti semakin banyak data
diskrit yang didapatkan, maka semakin cepat ADC tersebut memproes
suatu data analog menjadi data digital.
2. Pengkuantisasian
Adalah proses pengelompokan diskrit yang didapatkan pada proses
pertama kedalam kelompok-kelompok data. Kuantisasi, dalam
matematika dan pemrosesan sinyal digital, adalah proses pemetaan nilai
input seperti nilai pembulatan.

Gambar 2.12 Proses ADC berupa pengkuantisasian


Semakin banyak kelompok-kelompok dalam proses kuantisasi, berarti
semakin kecil selisih data diskrit yang didapatkan dari data analog,
maka semakin teliti ADC tersebut memproses suatu data analog
menjadi data digital.
3. Pengkodean
Adalah mengkodekan data hasil kuantisasi kedalam bentuk digital
(0/1) atau dalam suatu nilai biner.

Gambar 2.13 Proses ADC berupa pengkodean


Dengan: X1 = 11, X2 = 11, X3 = 10, X4 = 01, X5 = 01, X6 = 10.
Secara matematis, proses ADC dapat dinyatakan dalam persamaan:
Data ADC = (Vin/Vref) x Maksimal Data Digital
Dengan Vref adalah jenjang tiap kelompok dalam proses kuantisasi,
kemudian maksimal data digital berkaitan proses ke-3 (peng-kode-an).
Sedangkan proses ke-1 adalah seberapa cepat data ADC dihasilkan
dalam satu kali proses.

2.10 Power Supply


Power Supply atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Catu Daya
adalah suatu alat listrik yang dapat menyediakan energi listrik untuk
perangkat listrik ataupun elektronika lainnya. Pada dasarnya Power
Supply atau Catu daya ini memerlukan sumber energi listrik yang
kemudian mengubahnya menjadi energi listrik yang dibutuhkan oleh
perangkat elektronika lainnya. Oleh karena itu, Power Supply kadang-
kadang disebut juga dengan istilah Electric Power Converter.
2.10.1 Prinsip Kerja Power Supply
Arus listrik yang kita gunakan di rumah, kantor dan pabrik pada
umumnya adalah dibangkitkan, dikirim dan didistribusikan ke tempat
masing-masing dalam bentuk arus bolak-balik atau arus AC (Alternating
Current). Hal ini dikarenakan pembangkitan dan pendistribusian arus
listrik melalui bentuk arus bolak-balik (AC) merupakan cara yang paling
ekonomis dibandingkan dalam bentuk arus searah atau arus DC (Direct
Current).
Akan tetapi, peralatan elektronika yang kita gunakan sekarang ini
sebagian besar membutuhkan arus DC dengan tegangan yang lebih
rendah untuk pengoperasiannya. Oleh karena itu, hampir setiap
peralatan elektronika memiliki sebuah rangkaian yang berfungsi untuk
melakukan konversi arus listrik dari arus AC menjadi arus DC dan juga
untuk menyediakan tegangan yang sesuai dengan rangkaian
elektronikanya. Rangkaian yang mengubah arus listrik AC menjadi DC
ini disebut dengan DC Power Supply atau dalam bahasa Indonesia
disebut dengan Catu daya DC. DC Power Supply atau Catu Daya ini juga
sering dikenal dengan nama “Adaptor”.
Sebuah DC Power Supply atau Adaptor pada dasarnya memiliki 4
bagian utama agar dapat menghasilkan arus DC yang stabil. Keempat
bagian utama tersebut diantaranya adalah Transformer, Rectifier, Filter
dan Voltage Regulator. Dibawah ini adalah Diagram Blok DC Power
Supply (Adaptor) pada umumnya.

Gambar 2.14 Diagram Blok DC


2.10.2 Jenis-jenis Power Supply
Power Supply juga dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
diantaranya adalah DC Power Supply, AC Power Supply, Switch Mode
Power Supply, Programmable Power Supply, Uninterruptible Power
Supply, High Voltage Power Supply.
 DC Power Supply
DC Power Supply adalah pencatu daya yang menyediakan tegangan
maupun arus listrik dalam bentuk DC (Direct Current) dan memiliki
Polaritas yang tetap yaitu Positif dan Negatif untuk bebannya. Terdapat
2 jenis DC Supply yaitu:
1. AC to DC Power Supply
AC to DC Power Supply, yaitu DC Power Supply yang mengubah
sumber tegangan listrik AC menjadi tegangan DC yang dibutuhkan oleh
peralatan Elektronika. AC to DC Power Supply pada umumnya memiliki
sebuah Transformator yang menurunkan tegangan, Dioda sebagai
Penyearah dan Kapasitor sebagai Penyaring (Filter).
2. Linear Regulator
Linear Regulator berfungsi untuk mengubah tegangan DC yang
berfluktuasi menjadi konstan (stabil) dan biasanya menurunkan tegangan
DC Input.

2.11 Programmable Logic Control (PLC)


Programmable logic controller singkatnya PLC merupakan suatu
bentuk khusus pengontrol berbasis mikroprosesor yang memanfaatkan
memori yang dapat diprogram untuk menyimpan instruksi-instruksi dan
untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi semisal logika, sequencing,
pewaktuan (timing), pencacahan (counting) dan aritmatika guna
mengontrol mesin-mesin dan proses-proses dan dirancang untuk
dioperasikan oleh para insinyur yang hanya memiliki sedikit
pengetahuan mengenai komputer dan bahasa pemrograman.
PLC memiliki keunggulan yang signifikan, karena sebuah perangkat
pengontrol yang sama dapat dipergunakan di dalam beraneka ragam
sistem kontrol. Untuk memodifikasi sebuah sistem kontrol dan aturan-
aturan pengontrolan yang dijalankannya, yang harus dilakukan oleh
seorang operator hanyalah memasukkan seperangkat instruksi yang
berbeda dari yang digunakan sebelumnya. Penggantian rangkaian
kontrol tidak perlu dilakukan. Hasilnya adalah sebuah perangkat yang
fleksibel dan hemat-biaya yang dapat dipergunakan di dalam sistem-
sistem kontrol yang sifat dan kompleksitasnya sangat beragam.
PLC serupa dengan komputer namun, bedanya: komputer
dioptimalkan untuk tugas-tugas perhitungan dan penyajian data,
sedangkan PLC dioptimalkan untuk tugas-tugas pengontrolan dan
pengoperasian di dalam lingkungan insdustri. Dengan demikian PLC
memiliki karakteristik:
1. Kokoh dan dirancang untuk tahan terhadap getaran, suhu,
kelembapan, dan kebisingan.
2. Antarmuka untuk input dan output telah tersedia secara built-in di
dalamnya.
3. Mudah diprogram dan menggunakan sebuah bahasa pemrograman
yang mudah dipahami, yang sebagian besar berkaitan dengan operasi-
operasi logika dan penyambungan.

Gambar 2.15 Kontrol PLC

2.12 Pengolahan Input dan Output


Pada sub bab ini akan membahas secara singkat pengolahan sinyal-
sinyal dari dan ke perangkat-perangkat input dan output. Pembahasan ini
mencakup bentuk-bentuk modul input/output yang tipikal dan, pada
sebuah instalasi di mana sensor-sensor terpasang pada jarak yang cukup
jauh dari PLC, komunikasinya berjalur ke PLC.

2.12.1 Alamat-alamat Input dan Output


PLC harus mampu mengidentifikasi tiap-tiap input dan output secara
spesifik. PLC melakukan hal ini dengan cara mengalokasikan alamat-
alamat untuk tiap-tiap input dan output. Dengan sebuah PLC berukuran
kecil, alamat ini biasanya hanyalah berupa sebuah nomor, yang diberi
prefiks sebuah huruf untuk mengindikasikan apakah alamat ini
diasosiasikan dengan sebuah input atau sebuah output.

2.13 Relay-relay Internal


Sub bab ini akan memperkenalkan konsep relay internal. Beragam
istilah khusus seringkali dipergunakan untuk mendeskripsikan elemen
rangkaian ini, misalnya: relay sekunder (auxilliary relay), marker, flag,
kumparan, penyimpanan bit. Relay internal adalah salah satu di antara
banyak jenis elemen yang menyediakan fungsi-fungsi built-in PLC dan
sangat umum dipakai di dalam pemrograman PLC. Sebuah PLC
berukuran kecil dapat memiliki seratus relay internal atau bahkan lebih,
yang beberapa diantaranya didukung oleh baterai sehingga dapat
digunakan di dalam situasi-situasi pengamanan akibat kegagalan listrik,
seperti misalnya untuk menghentikan operasi pabrik secara aman ketika
terjadi pemutusan daya. Bab-bab lainnya akan membahas jenis-jenis
elemen built-in (terpasang) lainnya.

2.13.1 Relay Internal


Di dalam PLC terdapat elemen-elemen yang digunakan untuk
menyimpan data, yaitu bit-bit, dan menjalankan fungsi-fungsi relay,
yaitu dapat disumbangkan dan diputuskan dan dapat menyambungkan
dan memutuskan perangkat-perangkat lain. Oleh karena itu,
dipergunakanlah sebutan relay internal. Relay internal sebenarnya
bukanlah sebuah perangkat relay dalam pengertian yang sesungguhnya,
namun hanya merupakan bit-bit di dalam memori penyimpanan data
yang ”berperilaku” sebagaimana layaknya sebuah relay. Di dalam
pemrograman, relay-relay internal dapat diperlakukan sebagaimana
layaknya relay-relay input dan output eksternal. Sehingga, input ke
saklar-saklar eksternal dapat dipergunakan untuk menghasilkan suatu
output dari sebuah relay internal. Hal ini selanjutnya mengakibatkan
beroperasinya kontak-kontak relay internal, bersama-sama dengan
saklar-saklar input eksternal lainnya, untuk menghasilkan sebuah output,
misalnya: mengaktifkan motor. Dengan demikian, kita akan
mendapatkan program:
Pada salah satu anak tangga program:
Input-input ke saklar-saklar input eksternal mengaktifkan output
relay internal.
Pada anak tangga program di bawahnya:
Sebagai akibat pengaktifkan output relay internal:
kontak-kontak relay internal menjadi aktif dan mengontrol suatu
output.

Gambar 2.16 Relay internal


Dalam menggunakan sebuah relay internal, relay internal harus
diaktifkan pada salah satu anak tangga program dan kemudian outputnya
dipergunakan untuk mengoperasikan kontak-kontak saklar pada anak
tangga, atau anak-anak tangga lainnya di dalam program. Relay-relay
internal dapat diprogram untuk memiliki jumlah pasangan kontak
sebanyak yang dibutuhkan.

2.13.2 Relay Internal Di Dalam Program


Di dalam program-program tangga, sebuah output relay internal
direpresentasikan dengan menggunakan simbol umum perangkat output,
yaitu ( ) atau O, dengan alamat yang mengindikasikan bahwa elemen
yang bersangkutan adalah relay internal dan bukannya relay eksternal.

2.14 Timer
Di dalam banyak aplikasi kontrol, pengontrolan waktu, adalah
sesuatu yang sangat dibutuhkan. Sebagai contoh, sebuah motor atau
adalah mungkin harus dikontrol untuk beroperasi selama interval waktu
tertentu, atau mungkin diaktifkan setelah berlalunya suatu periode waktu
tertentu. Itulah sebabnya, PLC dilengkapi dengan timer untuk
mendukung kebutuhan ini. Timer mengukur (atau menghitung) waktu
dalam satuan detik atau sepersekian detik dengan menggunakan piranti
clock internal CPU. Bab ini mendiskusikan bagaimana timer dapat
diprogram melaksanakan aktivitas-aktivitas pengontrolan.

Gambar 2. 17 Kumparan timer


2.14.1 Jenis-jenis timer
Pabrikan-pabrikan PLC memprogramkan piranti timer mereka
secara unik sehingga dapat kita jumpai adanya beberapa tipe pendekatan
untuk memprogram timer. Pendekatan yang paling umum adalah
memandang timer sebagaimana layaknya sebuah relay yang ketika
kumparannya dialiri arus akan mengakibatkan menutup atau
membukanya kontak-kontak setelah jangka waktu yang ditetapkan.
Dengan demikian, timer berperan sebagai output untuk sebuah anak
tangga program, mengontrol kontak-kontaknya yang terletak ada anak
tangga lain. Ada juga yang memperlakukan timer sebagai sebuah blok
relay(fungsi tunda) yang ketika disispkan ke sebuah anak tangga akan
menunda sinyal-sinyal anak tangga tersebut untuk mencapai output.
Terdapat beberapa bentuk timer yang dapat dijumpai pada PLC.
Pada PLC-PLC berukuran kecil biasanya hanya terdapat satu bentuk saja,
yaitu, timer on-delay. Timer semacam ini akan hidup setelah periode
waktu tunda yang telah ditetapkan. Timer off-delay berada dalam
keadaan hidup selama periode waktu yang telah ditetapkan dan kemudian
mati. Jenis timer lainnya yang sering dijumpai adalah timer pulsa. Timer
jenis ini berubah menjadi aktif atau tidak aktif selama periode waktu
yang telah ditetapkan.
Dengan diagram blok fungsi dan simbol-simbol yang digunakan
untuk timer oleh beberapa pabrikan, TON digunakan menotasikan timer
on-delay, TOF untuk off-delay. Timer on-delay juga direpresentasikan
oleh T-0 dan timer off-delay oleh 0-T. Timer pulsa dengan TP.
Durasi waktu yang ditetapkan untuk sebuah timer disebut sebagai
waktu preset dan besarnya adalah kelipatan dari satuan atau basis waktu
yang digunakan. Beberapa basis waktu yang sering digunakan adalah 10
ms, 100 ms, 1 s, 10 s, 100 s. Sehingga sebuah nilai preset sebesar 5
dengan basis waktu 100 ms adalah periode waktu tunda selama 500 ms.
Gambar 2.18 Jenis jenis timer

2.14.2 Pemrograman Timer


Semua PLC pada umumnya memiliki timer-timer on delay, dan
PLC-PLC berukuran kecil kemungkinan besar hanya memiliki jenis
timer ini. Memperlihatkan sebuah diagram tangga yang melibatkan
penggunaan sebuah timer on delay. Timer tersebut berlaku sebagaimana
layaknya sebuah relay, dengan sebuah kumparan yang akan dialiri arus
ketika input In 1 diaktifkan (anak tangga 1). Setelah suatu jangka waktu
tunda yang telah ditetapkan (waktu preset), timer tersebut kemudian
menutup kontak-kontaknya pada anak tangga 2. Sehingga, output dari
Out 1 dihasilkan beberapa saat (yaitu waktu preset) setelah input In 1
diaktifkan.

Gambar 2.19 Pemrograman timer


2.15 Pengujian dan Penyempurnaan Program (Debugging)
Sasaran pada bab ini adalah menjelaskan bagaimana sebuah PLC
dapat diuji untuk menemukan berbagai potensi atau penyebab kegagalan
sistem. Hal ini melibatkan aspek hardware dan aspek software.

2.15.1 Commissioning dan Pengujian


Commissioning sebuah sistem PLC melibatkan aktivitas-aktivitas:
1. Memastikan bahwa semua sambungan kabel antara PLC dan
perangkat-perangkat eksternal yang dikontrolnya telah terpasang
dengan baik, aman, dan memenuhi spesifikasi yang diinginkan serta
standar-standar lokal.
2. Memastikan bahwa catu daya yang disambungkan ke PLC memiliki
rating tegangan yang sesuai dengan rating yang ditetapkan untuk PLC.
3. Memastikan bahwa semua perangkat pelindung telah ditetapkan pada
setting yang benar.
4. Memastikan bahwa tombol-tombol penghentian darurat bekerja
dengan baik.
5. Memastikan bahwa semua perangkat input/output disambungkan ke
titik-titik input/output yang benar dan menghasilkan sinyal-sinyal
yang benar.
6. Melakukan loading dan pengujian software.
2.16 Kontaktor
Kontaktor merupakan komponen listrik yang berfungsi untuk
menyambungkan atau memutuskan arus listrik AC. Kontaktor atau
sering juga disebut dengan istilah relay contactor dapat kita temui pada
panel kontrol listrik. Pada panel listrik contactor sering digunakan
sebagai selektor atau saklar transfer dan interlock pada sistem ATS.
Berikut adalah bentuk contactor yang dapat kita temui.

Gambar 2.20 Kontaktor

2.16.1 Prinsip Kerja Kontaktor


Prinsip kerja contactor sama seperti relay, dalam contactor terdapat
beberapa saklar yang dikendalikan secara elektromagnetik. Pada suatu
contactor terdapat beberpa saklar dengan jenis NO (Normaly Open) dan
NC (Normaly Close) dan sebuah kumparan atau coil elektromagnetik
untuk mengendalikan saklar tersebut. Apabila coil elektromagnetik
contactor diberikan sumber tegangan listrik AC maka saklar pada
contactor akan terhubung, atau berubah kondisinya, yang semula OFF
menjadi ON dan sebaliknya yang awalnya ON menjadi OFF. Untuk
memahami prinsip kerja contactor dapat dilihat dari gambar skema
contactor berikut.

Gambar 2.21 Bagian-bagian Kontaktor

Gambar 2.22 Notasi Kontaktor

2.16.2 Jenis-jenis Kontaktor


Contactor yang beredar dipasaran pada umumnya dibedakan
berdasarkan kemampuanya dalam mengontrol tegangan listrik AC. Di
pasaran contactor dibedakan menjadi 2 tipe yaitu :
 Contactor 1 Phase
 Contactor 3 phase
Contactor 1 phase digunakan untuk mengontrol arus listrik AC 1
phase, sedangkan contactor 3 phase digunakan untuk mengontrol aliran
listrik AC 3 phase. Pada contactor 1 phase minimal terdapat 2 saklar
utama, sedangkan pada contactor 3 phase minimal terdiri dari 3 saklar
utama.

2.16.3 Variable Speed Drive (VSD)


Variabele speed drive (VSD) merupakan alat yang dapat digunakan
untuk mengatur / mengontrol kecepatan, torsi (torque) dan putaran motor
induksi 3 phasa. Ada beberapa tipe dari variable speed drive (VSD) yang
juga dapat digunakan untuk mengatur arus start awal motor induksi (soft
starter).
Motor induksi merupakan penggerak utama yang paling banyak
dipakai untuk dunia industri. Setidaknya ada beberapa peralatan yang
membutuhkan motor induksi sebagai penggeraknya, diantaranya:
 pompa (pump)
 kompresor (compressor)
 Fan (blower)
 konveyor (conveyor)
 Pengaduk (agitator)

2.17 Pengaman
Pengaman merupakan komponen yang saling berhubungan dan
bekerjasama untuk suatu tujuan dalam mengatasi peermasalahan yang
terjadi disebabkan oleh gangguan-gangguan yang terjadi dalam sistem.

2.17.1 Thermal Overload Relay


Thermal relay atau overload relay adalah peralatan switching yang
peka terhadap suhu dan akan membuka atau menutup kontaktor pada saat
suhu yang terjadi melebihi batas yang ditentukan atau peralatan kontrol
listrik yang berfungsi untuk memutuskan jaringan listrik jika terjadi
beban lebih.
Karakteristik:
1. Terdapat konstruksi yang berhubungan langsung dengan terminal
kontaktor magnit.
2. Full automatic function, Manual reset, dan memiliki pengaturan
batas arus yang dikehendaki untuk digunakan.
3. Tombol trip dan tombol reset trip, dan semua sekerup terminal
berada di bagian depan.
4. Indikator trip
5. Mampu bekerja pada suhu -25 °C hingga +55 °C atau (-13 °F hingga
+131 °F).
Thermal overload relay (TOR) mempunyai tingkat proteksi yang lebih
efektif dan ekonomis, yaitu :
1. Pelindung beban lebih / Overload
2. Melindungi dari ketidakseimbangan phasa / Phase failure imbalance
3. Melindungi dari kerugian / kehilangan tegangan phasa / Phase Loss.

2.17.2 Mini Circuit Breaker


MCB (Miniature Circuit Breaker) atau Miniatur Pemutus Sirkuit
adalah sebuah perangkat elektromekanikal yang berfungsi sebagai
pelindung rangkaian listrik dari arus yang berlebihan. Dengan kata lain,
MCB dapat memutuskan arus listrik secara otomatis ketika arus listrik
yang melewati MCB tesebut melebihi nilai yang ditentukan. Namun saat
arus dalam kondisi normal, MCB dapat berfungsi sebagai saklar yang
bisa menghubungkan atau memutuskan arus listrik secara manual. MCB
pada dasarnya memiliki fungsi yang hampir sama dengan sekering
(Fuse) yaitu memutuskan aliran arus listrik rangkaian ketika terjadi
gangguan kelebihan arus. Terjadinya kelebihan arus listrik ini dapat
dikarenakan adanya hubung singkat (Short Circuit) ataupun adanya
beban lebih (Overload). Namun MCB dapat di-ON-kan kembali ketika
rangkaian listrik sudah normal, sedangkan Fuse/Sekering yang terputus
akibat gangguan kelebihan arus tersebut tidak dapat digunakan lagi.

Prinsip Kerja MCB (Mini Circuit Breaker)


Pada kondisi Normal, MCB berfungsi sebagai saklar manual yang
dapat menghubungkan (ON) dan memutuskan (OFF) arus listrik. Pada
saat terjadi kelebihan beban (Overload) ataupun hubung singkat
rangkaian (Short Circuit), MCB akan beroperasi secara otomatis dengan
memutuskan arus listrik yang melewatinya. Secara visual, kita dapat
melihat perpindahan Knob atau tombol dari kondisi ON menjadi kondisi
OFF. Pengoperasian otomatis ini dilakukan dengan dua cara seperti yang
terlihat pada gambar dibawah ini yaitu dengan cara Magnetic Tripping
(Pemutusan hubungan arus listrik secara Magnetik) dan Thermal
Tripping (Pemutusan hubungan arus listrik secara Thermal/Suhu).

2.17.3 Fuse
Fuse atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan sekring adalah
komponen yang berfungsi sebagai pengaman dalam rangkaian
elektronika maupun perangkat listrik. Fuse (sekering) pada dasarnya
terdiri dari sebuah kawat halus pendek yang akan meleleh dan terputus
jika dialiri oleh arus listrik yang berlebihan ataupun terjadinya hubungan
arus pendek (short circuit) dalam sebuah peralatan listrik / elektronika.
Dengan putusnya fuse (sekering) tersebut, arus listrik yang berlebihan
tersebut tidak dapat masuk ke dalam rangkaian elektronika sehingga
tidak merusak komponen-komponen yang terdapat dalam rangkaian
elektronika yang bersangkutan. Karena fungsinya yang dapat melindungi
peralatan listrik dan peralatan elektronika dari kerusakan akibat arus
listrik yang berlebihan, fuse atau sekering juga sering disebut sebagai
pengaman listrik.
Fuse (sekering) terdiri dari 2 terminal dan biasanya dipasang secara
seri dengan rangkaian elektronika/listrik yang akan dilindunginya
sehingga apabila Fuse (Sekering) tersebut terputus maka akan terjadi
“Open Circuit” yang memutuskan hubungan aliran listrik agar arus listrik
tidak dapat mengalir masuk ke dalam rangkaian yang dilindunginya.
Berikut ini adalah Simbol Fuse (Sekering) dan posisi pemasangan Fuse
secara umum:

Gambar 2. 23 Simbol Fuse (sekering)

Bentuk Fuse (Sekering) yang paling sering ditemukan adalah


berbentuk tabung (silinder) dan pisau (Blade Type). Fuse yang berbentuk
tabung atau silinder sering ditemukan di peralatan listrik Rumah Tangga
sedangkan fuse yang berbentuk Pisau (blade) lebih sering digunakan di
bidang otomotif (kendaraan bermotor).
Nilai fuse biasanya tertera pada badan fuse itu sendiri ataupun diukir
pada Terminal Fuse, nilai fuse diantaranya terdiri dari arus listrik (dalam
satuan Ampere (A) ataupun miliAmpere (mA) dan Tegangan (dalam
satuan Volt (V) ataupun miliVolt (mV). Dalam rangkaian eletronika
maupun listrik, Fuse atau Sekering ini sering dilambangkan dengan
huruf “F”.

2.18 Motor Induksi


Motor Induksi adalah suatu motor yang dicatu oleh arus bolak-balik
(AC) pada statornya secara langsung dan pada rotornya terdapat arus
karena induksi dari stator. Arus rotor ini merupakan arus yang terinduksi
karena adanya perbedaan relative antara putaran rotor dengan medan
putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan oleh arus stator. Berikut
jenis-jenis motor induksi.
 Berdasarkan jenis rotornya
1. Motor induksi rotor sangkar tupai (squirrel cage induction
motor)
Pada motor ini tidak mungkin diberikan pengaturan tahanan luar.
Untuk membatasi arus mula (starting) yang besar, tegangan sumber
harus dikurangi dengan menggunakan ototransformator atau saklar
Y-Δ. Tetapi berkurangnya arus akan berakibat pada berkurangnya
torsi mula dan dapat diatasi dengan rotor jenis sangkar ganda.
2. Motor induksi rotor lilit (wound rotor induction motor)
Penambahan tahanan luar dapat membuat torsi awal mencapai
nilai torsi maksimumnya. Torsi mula yang besar diperlukan pada
waktu start. Motor induksi ini memungkinkan penambahan tahanan
luar yang dihubungkan ke rotor melalui cincin (slip ring). Tahanan
luar tadi diperlukan untuk membatasi arus mula (starting) yang besar
pada saat start. Disamping itu kecepatan motor juga dapat diatur.

2.19 Komponen-komponen Accesoris


Bab ini berisikan tentang komponen-komponen atau accecoris pada
sistem kontrol yang akan direncanakan. Komponen atau accecoris ini
digunakan sebagai sarana pendukung untuk membantu dalam
mengsimulasikan sistem kontrol lebih mudah dan lebih jelas.

2.19.1 Panel
Perlengkapan hubung bagi yang pada tempat pelayanannya
berbentuk suatu panel atau kombinasi panel-panel, terbuat dari bahan
konduktif atau tidak konduktif yang dipasang pada suatu rangka yang
dilengkapi dengan perlengkapan listrik seperti sakelar, kabel dan rel.
Perlengkapan hubung bagi yang dibatasi dan dibagi-bagi dengan baik
menjadi petak-petak yang tersusun mendatar dan tegak dianggap sebagai
satu panel hubung bagi.

2.19.2 Penghantar
Semua penghantar yang digunakan harus dibuat dari bahan yang
memenuhi syarat, sesuai dengan tujuan penggunaannya, serta telah
diperiksa dan diuji menurut standar penghantar yang dikeluarkan atau
diakui oleh instansi yang berwenang. Ukuran penghantar dinyatakan
dalam ukuran luas penampang penghantar intinya dan satuannya
dinyatakan dalam mm2 .

Tabel 1. Luas Penampang Nominal Kabel

2.19.3 Push Button


Pada umumnya saklar push button adalah tipe saklar yang hanya
kontak sesaat saja saat ditekan dan setelah dilepas maka akan kembali
lagi menjadi NO, biasanya saklar tipe NO ini memiliki rangkaian
penguncinya yang dihubungkan dengan kontaktor dan tipe NO
digunakan untuk tombol on. Push button ada juga yang bertipe NC,
biasanya digunakan untuk tombol off. Terdapat 4 konfigurasi saklar push
button:
a. Tanpa-pengunci (no guard),
b. Pengunci-penuh (full guard),
c. Extended guard, dan
d. Mushroom button.
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pengambilan Data


Dalam penyusunan laporan akhir ini, dibekali dengan beberapa
metode penelitian. Ada 4 metode penelitian yang dilakukan agar isi dari
laporan akhir ini bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Adapun 4
metode penelitian tersebut diantaranya:

3.1.1 Studi Literatur


Studi literatur adalah sebuah metode yang ditujukan untuk
mendapatkan teori-teori yang dijadikan sebagai landasan dari penelitian.
Referensi teori yang dicantumkan merupakan teori yang relevan dengan
kasus atau permasalahan yang ditemukan. Studi ini meliputi tentang
pemahaman teori, konsep dan metode yang cocok untuk membentuk
kerangka berfikir yang logis dan lebih terarah. Studi literatur ini dapat
diperoleh melalui bacaan berupa buku, karya ilmiah, jurnal dan melalui
artikel di internet yang berhubungan dengan penulisan laporan akhir.

3.1.2 Observasi
Observasi adalah sebuah metode yang dilakukan untuk memperoleh
data yang berkaitan dengan data-data yang akan dibahas dalam laporan
akhir dengan cara survei langsung menuju lokasi atau lapangan. Pada
observasi ini diambil data mengenai spesifikasi peralatan, mesin, dan
prinsip kerja mesin yang akan dibahas dalam penyusunan laporan akhir
agar mampu menunjang dan mendukung dalam pembuatan laporan akhir
agar sesuai dengan kondisi sesungguhnya yang ada di lapangan.
3.1.3 Wawancara
Wawancara adalah metode yang dilakukan dengan pihak yang
berkaitan langsung dan mengerti mengenai sistem mesin yang akan
dibahas, hal ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi yang
valid mengenai suatu objek dengan narasumber yang terpercaya. Dalam
hal ini, narasumber yang dimintai keterangan adalah bagian teknisi yang
menangani bagian-bagian mesin yang akan dibahas.

3.1.4 Praktikum
Praktikum adalah sebuah metode yang dilakukan dengan cara
mencoba langsung peralatan yang akan digunakan sebagai bahan
pembuatan laporan. Hal ini dilakukan dengan cara turut serta ikut
melakukan pekerjaan agar mampu mengetahui proses kerja secara lebih
rinci.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Proses observasi dan wawancara dilakukan dengan terjun langsung ke
lapangan. Dalam pengambilan data penelitian, diberikan jangka waktu
oleh pihak industri yaitu ketika sedang dilakukan maintenance pada
mesin yang akan dibahas. Hal ini bertujuan agar bisa mengetahui secara
langsung kerangka mesin ketika dibongkar dan peralatan yang mengatur
kerja mesin. Pengambilan data tersebut diambil dalam jangka waktu
sebagai berikut:
Waktu penelitian
22 Februari 2018 – 21 Maret 2018
Tempat penelitian
1. PT. PJB UBJ O&M Paiton Unit 9
2. Politeknik Negeri Malang
3.3 Flow Chart Pembuatan Laporan
3.3.1 Penjelasan Flow Chart Penyusunan Laporan
1. Mulai
Pada proses pengerjaan laporan pertama kali akan digali sebuah
topik permasalahan yang akan dibahas dengan menyusun latar
belakang, rumusan masalah, batasan masalah, dan tujuan penelitian.
Hal ini bertujuan agar pembahasan lebih terarah dan tidak
melenceng dari yang akan dibahas.
2. Proses Pengambilan Data Dibagi Menjadi 2 Bagian
Dalam proses pengambilan data dibagi menjadi dua bagian untuk
lebih memudahkan dalam penyusunan laporan agar bisa diketahui
secara rinci. Pengambilan data tersebut dibagi menjadi dua bagian
yaitu sensor dan mesin.
3. Pengambilan data
Dalam hal ini segala proses pengambilan data dilakukan dengan
menerapkan metode yang dibahas di halaman sebelumnya dan
disesuaikan dengan catatan yang telah disiapkan dan direncanakan.
4. Perhitungan dan Pemilihan Komponen
Setelah semua data telah terkumpul, maka selanjutnya akan
dilakukan perhitungan dan pemilihan komponen agar yang
ditentukan dan bahan yang akan digunakan bisa sesuai dengan
perencanaan.
5. Analisa Perhitungan dan Pemilihan Komponen
Jika sudah dilakukan perhitungan dan pemilihan komponen,
sebaiknya perhitungan dan pemilihan komponen yang telah
direncanakan dianalisa terlebih dahulu. Ini bertujuan agar dalam
merencakan sebuah peralatan tidak terkesan terburu-buru dan dapat
detiliti sebelum proses perencanaan.
6. Apakah Data Lengkap?
Setelah dilakukan analisa, maka akan timbul pertanyaan. Jika data
sudah lengkap maka akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya dalam
proses perencanaan. Namun, jika data masih belum lengkap, maka
akan dilakukan proses pengambilan data kembali.
7. Pembelian Komponen
Jika data yang telah dianalisa sudah lengkap, maka selanjutnya akan
dilakukan proses pembelian komponen yang akan digunakan.
8. Instalasi Rangkaian
Dalam proses ini akan digambarkan perencanaan instalasi pada
mesin yang akan dibahas dan mengkaji ulang perhitungan untuk
instalasi secara lebih detail.
9. Desain Percobaan
Pada tahap ini akan dilakukan sebuah penggambaran desain
rangkaian dan data yang akan diuji coba. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui kesiapan peralatan yang akan diuji dan bisa mengetahui
kekurangan dan kelebihan peralatan secara detail.
10. Percobaan
Selanjutnya adalah tahap percobaan. Pada tahap ini akan dilakukan
percobaan atau uji coba peralatan apakah peralatan sudah memenuhi
syarat dan bekerja sesuai dengan yang diinginkan atau tidak.
11. Apakah Terjadi Trouble Shooting?
Jika masih terjadi trouble shooting, maka akan dilakukan analisa
kembali pada instalasi dan desain percobaan.
12. Pengujian Modul
Jika sudah tidak terjadi proses trouble shooting pada peralatan, maka
modul siap untuk diuji.
13. Pengambilan Data Percobaan
Pengambilan data percoban ini dilakukan untuk sebagai bahan
laporan.
14. Analisa
Selanjutnya adalah melakukan proses analisa percobaan untuk
mengetahui sistem yang akan dibahas dalam laporan dan melengkapi
data-data percobaan.
15. Kesimpulan
Proses ini merupakan proses terakhir dalam penyusunan laporan.
Pada tahap ini, segala proses disimpulkan dengan cara menjawab
tujuan-tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.
16. Selesai
3.4 Flow Chart Perencanaan Sistem Kontrol
3.4.1 Penjelasan Flow Chart Perencanaan Sistem Kontrol
1. Alur Proses Kerja Mesin
Pada proses pengerjaan sistem kontrol pertama kali adalah dengan
menentukan komponen apa saja yang akan diambil datanya untuk
mengatur kerja kontrol pada rangkaian.
2. Pengambilan Data
Dalam proses pengambilan data ini akan dilakukan perencanaan
komponen diawali dengan proses perhitungan untuk menentukan
besar kecilnya dan cara kerja tiap komponen yang akan digunakan.
3. Analisa Sistem Kontrol
Setelah dilakukan perhitungan dan penentuan jenis komponen yang
akan digunakan. Selanjutnya adalah menganalisa pekerjaan pada
step sebelumnya untuk menghindari kesalahan yang lebih besar jika
tidak diamati terlebih dahulu.
4. Menggambar Layout Sistem Kontrol
Selanjutnya adalah menggambar layout sistem kontrol, pada step ini
akan digambarkan bagaimana proses kerja kontrol yang akan
direncanakan.
5. Menggambar Rangkaian Pengendali Sistem Kontrol
Selanjutnya adalah menggambar rangkaian pengendali sistem
kontrol. Hal ini bertujuan untuk pembuatan simulator pengendali
dan mengetahui alur kerja mesin.
6. Apakah Sistem Pengendali Sesuai Dengan Alur Proses Kerja
Mesin?
Pada step ini dianalisa lagi proses kerja pada layout yang telah
digambar pada step sebelumnya. Apakah sudah sesuai atau tidak
dengan alur perencanaan. Jika tidak, maka step selanjutnya adalah
mengkaji ulang urutan atau alur kerja kontrol. Namun, jika sudah
sesuai maka dilanjutkan ke step selanjutnya.
7. Menggambar Simulator Pengendali
Jika pada step sebelumnya sudah dianalisa dengan benar. Maka
proses selanjutnya adalah dengan menggambar simulator
pengendali. Simulator pengendali ini bertujuan agar pembaca
mampu memahami alur kerja kontrol lebih detail.
8. Analisa
Jika data yang telah dianalisa sudah lengkap, maka selanjutnya akan
dilakukan proses pembelian komponen yang akan digunakan.
9. Apakah Simulator Pengendali Sesuai Alur Proses Kerja Mesin?
Jika pada hasil analisa semua data yang diamati masih belum sesuai,
maka akan muncul hipotesis bisa saja kerja mesin kurang efisien atau
sensor kurang bekerja dengan baik. Namun, jika hasil analisa telah
sesuai dengan alur proses kerja mesin, maka bisa dilanjutkan ke
tahap selanjutnya.
10. Menggambar Diagram Ladder
Selanjutnya adalah menggambar diagram ladder sesuai dengan
proses analisa pada tahap sebelumnya. Diagram ladder ini adalah
suatu pemrograman pada PLC.
11. Analisa Diagram Ladder
Selanjutnya adalah proses analisa. Pada tahap ini diagram ladder
akan dianalisa proses atau alur kerjanya.
12. Menggambar Simulator Diagram Ladder
Jika sudah dianalisa dengan benar. Selanjutnya adalah menggambar
simulator diagram ladder untuk lebih memperjelas proses alur kerja.
13. Apakah Ladder Sesuai Sistem Kerja Mesin?
Jika Ladder belum sesuai dengan sistem kerja mesin, maka
lakukanlah analisakembali pada diagram ladder karena bisa jadi
masih ada kesalahan. Namun, jika sudah sesuai dengan sistem kerja,
maka lanjutkan ke tahap selanjutnya.
14. Mengupload Program Ladder
Selanjutnya adalah penguploadan program ladder. Tahap ini
dilakukan untuk menyesusaikan dengan kerja kontrol dan
menggerakkan kontrol mesin.
15. Pengambilan Data
Setelah proses penguploadan selesai dilakukan, maka tahap
selanjutnya adalah pengambilan data pada sistem kontrol.
16. Kesimpulan
Pada tahap ini akan diambil kesimpulan mengenai hasil analisa yang
telah dilakukan.
17. Selesai
3.5 Flow Chart Perencanaan Instalasi Mesin
3.5.1 Penjelasan Flow Chart Perencanaan Instalasi Mesin
1. Perencanaan Instalasi Mesin
Pada proses pengerjaan instalasi mesin akan dibedakan menjadi 2
bagian yaitu simulator dan kontrol.
Simulator
Di bagian ini akan diambil data mengenai sensor-sensor yang akan
digunakan untuk sistem kontrol.
Kontrol
Di bagian ini akan dibahas mengenai segala sesuatu yang diperlukan
untuk pengontrolan mesin.
2. Pengambilan Data
Pada tahap ini akan dilakukan pengambilan data pada komponen
baik pada simulator maupun kontrol. Data yang diambil adalah
prinsip kerja, spesifikasi komponen, dan kelayakan komponen yang
akan digunakan.
3. Menganalisa Gambar Rangkaian
Selanjutnya adalah menganalisa gambar rangkaian. Analisa ini
bertujuan untuk mengetahui alur rangkaian baik pada bagian
simulator maupun kontrol.
4. Memasang Komponen
Setelah dianalisa, tahap selanjutnya adalah pemasangan komponen.
Pada tahap ini komponen simulator maupun kontrol yang telah
dianalisa kelayakannya akan dipasang sesuai dengan gambar
rangkaian.
5. Instalasi
Pada tahap ini dilakukan proses instalasi masing-masing komponen
baik simulator maupun kontrol sesuai dengan standart instalasi yang
telah ditetapkan.
6. Test Tanpa Tegangan
Tahap ini dilakukan untuk menguji kemampuan komponen untuk
bekerja sebelum dialiri tegangan.
7. Apakah Terjadi Trouble Shooting?
Jika masih terjadi trouble shooting pada komponen simulator dan
kontrol, maka gambar rangkaian kontrol akan dianalisa kembali.
Namun, jika sudah tidak terjadi gangguan, maka proses akan
dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
8. Test Bertegangan
Pada tahap ini komponen yang sudah dianalisa akan diuji coba
dengan dialiri tegangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kerja
mesin dengan indikator-indikator yang telah dipasang sebagai tanda.
9. Apakah Terjadi Trouble Shooting?
Jika masih terjadi trouble shooting pada komponen simulator dan
kontrol, maka gambar rangkaian kontrol akan dianalisa kembali.
Namun, jika sudah tidak terjadi gangguan, maka proses akan
dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
10. Penggabungan Rangkaian Simulator dan Kontrol
Pada tahap ini rangkaian simulator dan kontrol yang sudah dianalisa
dan sudah tidak mengalami gangguan akan digabungkan menjadi
satu rangkaian.
11. Analisa Rangkaian dan Program Ladder
Rangkaian dan program ladder dianalisa untuk menghindari
kesalahan yang lebih besar.
12. Proses Upload Program Ladder
Jika sudah dianalisa, maka selanjutnya adalah penguploadan untuk
kontrol mesin yang akan digunakan.
13. Uji Coba Rangkaian
Jika sudah di upload, maka selanjutnya adalah uji coba rangkaian.
14. Apakah Terjadi Kesalahan Sistem?
Jika masih terjadi kesalahan sistem, maka program dianalisa
kembali. Namun, jika sudah benar dan sesuai dengan alur kerja,
maka dilanjutkan ke tahap berikutnya.
15. Uji Coba Trouble Shooting
Pada tahap ini akan dilakukan trouble shooting pada rangkaian untuk
menguji apakah komponen mampu bekerja dengan baik atau tidak.
16. Apakah Terjadi Trouble Shooting?
Jika masih terjadi trouble shooting, maka penggabungan komponen
perlu dianalisa kembali. Namun, jika sudah sesuai akan dilanjutkan
ke tahap selanjutnya.
17. Pengambilan Data
Pada tahap ini, data-data yang diambil adalah mengenai arus yang
mengalir baik starting maupun beban lebih.
18. Analisa
Data-data yang sudah diambil selanjutnya dianalisa.
19. Kesimpulan
Data-data yang sudah dianalisa selanjutnya disimpulkan atau
dirangkum.
20. Selesai
3.6 Perhitungan Komponen
Dalam sebuah perencanaan perlu adanya perhitungan proteksi untuk
mengamankan komponen saat terjadi hubung singkat. Pada sistem
penggilingan batubara, komponen yang harus diamankan adalah motor
yang digunakan dalam proses penggilingan batubara.

1. Berikut adalah perhitungan proteksi dan penghantar yang digunakan


untuk motor pada inlet valve dan outlet valve.

Gambar 3.1 Name Plate Motor pada Feeder


 Sesuai dengan data name plate motor yang digunakan pada inlet valve
dan outlet valve, maka rumus yang telah ditentukan yaitu rumus 250%
x In (sesuai PUIL 2000 Tabel 5.5-2)
Karena pada name plate menggunakan tegangan 380 V, maka
hubungan belitan yang digunakan adalah hubungan bintang ( Y ). Jadi
sesuai dengan name plate, maka arus nominal (In) yang diketahui
adalah 3.7 A.
250% x In = ... A
250% x 3.7 A = 9,5 A
Perhitungan pengaman yang digunakan pada inlet valve dan outlet
valve diketahui sebesar 9,5 A. Menggunakan MCB 3 fasa dengan
kemampuan pemutusan 10 A.
 Perhitungan penghantar (KHA) sesuai PUIL 2000
125% x In = ... A
125% x 3.7 = 4.75 A.
Penghantar yang terdapat pada inlet valve dan outlet valve
menggunakan kabel NYY (4x1.5 𝑚𝑚2 ) dengan KHA kabel I = 18 A.
 Perhitungan kontaktor
130% x In = ... A
130% x 3.7 = 4.81 A
Kontaktor yang dipilih adalah merk Schneider tipe LC1D0965M7
2. Berikut adalah perhitungan proteksi dan penghantar yang digunakan
untuk motor pada coal feeder.

Gambar 3.2 Name Plate Motor pada Feeder


Dikarenakan pada gambar name plate motor pada feeder kurang jelas,
maka akan dijelaskan kembali dengan penjelasan sebagai berikut:
3 PHASE INDUCTION MOTOR C E
Type = D100L4
Torsi = 1420 r/min
P (daya) = 3000 W
Tegangan = 220/380 V
Frekuensi = 50 Hz
Arus = 11.5/6.6 A
INS.CL. =F
IP =3
Belitan = Δ/Y
Massa = 32 Kg
NO. = 0805003 Ø250
JB/T 8680. 1-1000
 Sesuai dengan data name plate motor yang digunakan pada coal
feeder dan rumus yang telah ditentukan yaitu rumus 250% x In (sesuai
PUIL Tabel 5.5-2)
Karena pada name plate menggunakan tegangan 380 V, maka
hubungan belitan yang digunakan adalah hubungan bintang ( Y ). Jadi
sesuai dengan name plate, maka arus nominal (In) yang diketahui
adalah 6.6 A.
250% x In = ... A
250% x 6.6 A = 16,5 A
Perhitungan pengaman yang digunakan pada coal feeder diketahui
sebesar 16,5 A. Proteksi yang dipakai pada feeder sudah terhubung
dengan Variable Speed Drive (VSD) yang ada pada coal feeder.
 Perhitungan penghantar (KHA) sesuai PUIL 2000
125% x In = ... A
125% x 6.6 = 8.25 A.
Penghantar yang terdapat pada coal feeder menggunakan kabel NYY
(4x1.5 𝑚𝑚2 ) dengan KHA kabel I = 18 A.
3. Berikut adalah perhitungan proteksi dan penghantar yang digunakan
untuk motor pada pulverizer.

Gambar 3.3 Name Plate Motor pada Pulverizer


 Sesuai dengan data name plate motor yang digunakan pada pulverizer
dan rumus yang telah ditentukan yaitu rumus 250% x In (sesuai PUIL
Tabel 5.5-2)
Karena pada name plate menggunakan tegangan 6000 V, maka
hubungan belitan yang digunakan adalah hubungan bintang ( Y ). Jadi
sesuai dengan name plate, maka arus nominal (In) yang diketahui
adalah 101.2 A.
250% x In = ... A
250% 101.2 A = 253 A
Perhitungan pengaman yang digunakan pada pulverizer diketahui
sebesar 253 A. Menurut name plate, arusnya terlalu besar sehingga
proteksinya menggunakan smart relay.
 Perhitungan penghantar (KHA) sesuai PUIL 2000
125% x In = ... A
125% x 101.2 = 126.5 A.
Penghantar yang terdapat pada pulverizer menggunakan kabel NYY
(4x1.5 𝑚𝑚2 ) dengan KHA kabel I = 18 A.

3.7 Komponen Perencanaan Kontrol Coal Feeder dan Pulverizer


Pada sub bab ini akan dibahas mengenai komponen yang digunakan
pada perencanaan sistem kontrol coal feeder dan pulverizer. Hal ini akan
lebih memudahkan untuk mengetahui komponen apa saja yang akan
digunakan agar bisa disiapkan untuk proses perencanaan sistem kontrol.

3.7.1 Programmable Logic Control (PLC)


Programmable logic controller singkatnya PLC merupakan suatu
bentuk khusus pengontrol berbasis mikroprosesor yang memanfaatkan
memori yang dapat diprogram untuk menyimpan instruksi-instruksi dan
untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi semisal logika, sequencing,
pewaktuan (timing), pencacahan (counting) dan aritmatika guna
mengontrol mesin-mesin dan proses-proses dan dirancang untuk
dioperasikan oleh para insinyur yang hanya memiliki sedikit
pengetahuan mengenai komputer dan bahasa pemrograman.
PLC yang akan digunakan adalah PLC merk Omron Tipe CP1E.
Pemilihan PLC jenis ini dikarenakan dalam pembelajaran yang sering
digunakan adalah PLC merk Omron. Selain itu PLC Omron memiliki I/O
hingga 40 I/O.

Gambar 3.4 PLC Omron Tipe CP1E

3.7.2 Kontaktor
Kontaktor merupakan komponen listrik yang berfungsi untuk
menyambungkan atau memutuskan arus listrik AC. Kontaktor atau
sering juga disebut dengan istilah relay contactor dapat kita temui pada
panel kontrol listrik. Pada panel listrik contactor sering digunakan
sebagai selektor atau saklar transfer dan interlock pada sistem ATS.
Kontaktor yang digunakan adalah kontaktor merk Tri Daya Makmur
(TDM). Kontaktor merk ini dirasa cukup ekonomis untuk digunakan
dalam proses perencanaan dengan memperhatikan keamanan dan jumlah
kontaktor yang akan digunakan.

Gambar 3.5 Kontaktor Merk TDM

3.7.3 Variable Speed Drive (VSD)


Variabele Speed Drive (VSD) merupakan alat yang dapat digunakan
untuk mengatur / mengontrol kecepatan, torsi (torque) dan putaran motor
induksi 3 fasa. Ada beberapa tipe dari Variable Speed Drive (VSD) yang
juga dapat digunakan untuk mengatur arus start awal motor induksi (soft
starter).

Gambar 3.6 VSD Altivar 31


3.7.4 Panel
Panel ini digunakan untuk meletakkan perlengkapan listrik seperti
sakelar, kabel dan rel. Perlengkapan hubung bagi yang dibatasi dan
dibagi-bagi dengan baik menjadi petak-petak yang tersusun mendatar
dan tegak dianggap sebagai satu panel hubung bagi.

3.7.5 Penghantar
Semua penghantar yang digunakan harus dibuat dari bahan yang
memenuhi syarat, sesuai dengan tujuan penggunaannya, serta telah
diperiksa dan diuji menurut standar penghantar yang dikeluarkan atau
diakui oleh instansi yang berwenang. Ukuran penghantar dinyatakan
dalam ukuran luas penampang penghantar intinya dan satuannya
dinyatakan dalam mm2 . Penghantar yang digunakan adalah merk Fokus
tipe NYAF 1 x 0,75 mm2 .

3.7.6 Push Button


Push button yang digunakan pada perencanaan adalah jenis push
botton tanpa-pengunci (no guard) dan pengunci-penuh (full guard).

Gambar 3.7 Tombol Selector / full pengunci


3.7.7 Mini Circuit Breaker
MCB (Miniature Circuit Breaker) atau Miniatur Pemutus Sirkuit
adalah sebuah perangkat elektromekanikal yang berfungsi sebagai
pelindung rangkaian listrik dari arus yang berlebihan. Dengan kata lain,
MCB dapat memutuskan arus listrik secara otomatis ketika arus listrik
yang melewati MCB tesebut melebihi nilai yang ditentukan. Dalam
kontrol ini akan digunakan MCB 3 fasa dan 1 fasa. MCB 3 fasa merk
Schneider dan MCB 1 fasa merk Shukaku untuk mengamankan kontrol
pada panel.

Gambar 3.8 MCB 1 fasa Merk Shukaku

Gambar 3.9 MCB 3 fasa Merk Schneider


3.7.8 Motor induksi rotor sangkar tupai (squirrel cage induction motor)
Pada motor ini tidak mungkin diberikan pengaturan tahanan luar.
Untuk membatasi arus mula (starting) yang besar, tegangan sumber harus
dikurangi dengan menggunakan ototransformator atau saklar Y-Δ.
Tetapi berkurangnya arus akan berakibat pada berkurangnya torsi mula
dan dapat diatasi dengan rotor jenis sangkar ganda.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Perencanaan Alur Kerja Start Up Coal Feeder dan


Pulverizer
Saat tombol start ditekan, maka mesin coal yard akan bekerja. Coal
yard akan mengirim batubara menuju silo. Dalam silo terdapat
pengaturan level ketinggian batubara. Ada 3 jenis pembagian level yaitu
minimum¸ nominal dan maximum. Batubara akan mengisi silo sampai
level nominal. Ketika batubara sudah mengisi silo pada level nominal,
maka secara otomatis pulverizer dan blower akan aktif. Pulverizer akan
bekerja sampai pada kondisi nominal. Setelah itu, katup outlet secara
otomatis akan membuka. Selanjutnya mesin coal feeder secara otomatis
akan bekerja sampai pada kecepatan nominal. Jika coal feeder sudah
bekerja pada kecepatan nominal, maka selanjutnya katup inlet akan
membuka. Setelah katup inlet terbuka, maka vibrator juga akan bekerja.

4.2 Deskripsi Perencanaan Alur Kerja Sistem Penggilingan


Saat tombol start ditekan, maka mesin coal yard akan bekerja. Coal
yard akan mengirim batubara menuju silo. Dalam silo terdapat
pengaturan level ketinggian batubara. Ada 3 jenis pembagian level yaitu
minimum¸ nominal dan maximum. Batubara akan mengisi silo dan
dibantu oleh vibrator agar tidak ada batubara yang menggumpal dan
menempel pada dinding silo untuk menghindari penyumbatan pada
lubang silo. Selanjutnya batubara akan masuk ke coal feeder. Dalam coal
feeder akan terjadi penimbangan oleh sensor load cell untuk mengatur
berat batubara yang mengalir. Dalam coal feeder juga terdapat sensor
kecepatan yaitu tachometer. Hasil pengukuran dari load cell akan
dikonversikan untuk mengatur kecepatan belt conveyor dan mengetahui
beban batubara yang sedang melalui coal feeder. Setelah itu batubara
akan masuk ke pulverizer untuk proses penggilingan. Setelah diproses
dalam pulverizer, maka batubara akan disemburkan ke furnace dengan
bantuan udara panas yang dihasilkan oleh blower.
4.3 Flow Chart Perencanaan Alur Kerja Sistem Kontrol
4.3.1 Penjelasan Flow Chart Perencanaan Alur Kerja Sistem Kontrol
1. Start
2. Coal Yard Dan Sensor Ultrasonic ON
Pada awal start up ditandai dengan aktifnya coal yard dan sensor
ultrasonic atau sensor level yang terdapat pada silo.
3. Apakah Sensor Ultrasonic Pada Level Kurang Dari 6 Meter?
Maksudnya dalam hal ini adalah jarak level saat mencapai nominal
pada silo. Jadi jika batubara yang ada di dalam silo masih berada di
level minimal atau jaraknya masih sekitar lebih dari 10 meter, maka
yang aktif hanya coal yard dan sensor ultrasonic. Namun jika
batubara sudah sampai pada level nominal yaitu dengan ketentuan
jarak kurang dari 6 meter dari sensor ultrasonic, maka pulverizer
(mill) dan blower akan bekerja. Sedangkan jika jarak batubara
dengan sensor ultrasonic sudah mendekati 1 meter atau dalam hal
ini sudah mencapai batas maksimal, maka coal yard akan berhenti
(OFF) memasok batubara ke dalam silo.
4. Blower Dan Mill ON
Setelah mencapai level nominal pada silo, maka blower dan mill
akan aktif (ON).
5. Apakah Blower Dan Mill Mengalami Gangguan?
Dalam proses penggilingan, jika terjadi gangguan pada blower dan
mill, maka akan menyebabkan mesin yang lain secara berurutan juga
akan mati dimulai dengan OFF nya valve 2, coal feeder, valve 1, dan
vibrator. Namun jika tidak ada gangguan, maka proses akan
dilanjutkan.
6. Valve 2 ON
Jika masih dalam proses start up, maka proses selanjutnya adalah
valve 2 ON.
7. Apakah Valve 2 Mengalami Gangguan?
Jika dalam alur proses penggilingan valve 2 mengalami gangguan,
maka valve 2 akan menutup (OFF) dan akan menyebabkan coal
feeder, valve 1, dan vibrator juga akan OFF. Namun jika tidak terjadi
gangguan, maka proses akan dilanjutkan.
8. Coal Feeder ON
Jika masih dalam proses start up, maka proses selanjutnya adalah
valve 2 ON.
9. Apakah Coal Feeder Mengalami Gangguan?
Jika dalam alur proses penggilingan coal feeder mengalami
gangguan, maka coal feeder akan berhenti (OFF) dan akan
menyebabkan valve 1 dan vibrator juga akan OFF. Namun jika tidak
terjadi gangguan, maka proses akan dilanjutkan.
10. Valve 1 ON
Jika masih dalam proses start up, maka proses selanjutnya adalah
valve 1 ON.
11. Apakah Valve 1 Mengalami Gangguan?
Jika dalam alur proses penggilingan valve1 mengalami gangguan,
maka valve 1 akan menutup (OFF) dan akan menyebabkan vibrator
juga akan OFF. Namun jika tidak terjadi gangguan, maka proses
akan dilanjutkan.
12. Vibrator ON
Jika masih dalam proses start up, maka proses selanjutnya adalah
vibrator ON.
13. Apakah Vibrator Mengalami Gangguan?
Jika dalam alur proses penggilingan vibrator mengalami gangguan,
maka vibrator akan berhenti (OFF) dan tidak menyebabkan mesin
yang lain OFF. Namun ada kemungkinan akan terjadi penyumbatan
pada silo. Proses akan dilanjutkan jika tidak ada gangguan pada
vibrator.
14. Flow ON
Jika masih dalam proses start up, maka proses selanjutnya adalah
flow ON.
15. Apakah Flow Ada Aliran?
Jika dalam alur proses penggilingan flow tidak mendeteksi adanya
aliran, maka vibrator, valve 1, coal feeder, valve 2, mill, dan blower
akan berhenti (OFF). Namun jika flow mendeteksi adanya aliran,
maka proses penggilingan bisa dilanjutkan.

4.4 Percobaan Saat Kondisi Normal

Grafik 4. 1 Percobaan Saat Kondisi Normal

4.4.1 Penjelasan Grafik Kondisi Normal


 Pada saat level minimal coal yard akan bekerja
 Sampai ± 100 sec, level silo akan mencapai pada level nominal. Pada
kondisi nominal, secara bersamaan pulverizer dan hot blower akan
aktif.
 Saat pulverizer dan hot blower sudah pada kondisi nominal ± saat
waktu sudah mencapai 150 sec, valve 2 akan aktif
 Kemudian selang waktu ± 200 sec coal feeder akan aktif. Setelah
itu, saat coal feeder sudah mencapai nominal maka valve 1 dan
sensor flow aktif
 Setelah valve 1 dan flow aktif selang waktu ± 50 sec vibrator akan
aktif.
 Cold blower akan bekerja jika sensor temperatur mendeteksi suhu
terlalu panas ≥ 84°C.
 Coal yard akan off jika level sudah mencapai maksimal. Kemudian,
alur kerja dimulai dari level minimal kembali.

4.5 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 1 (VIBRATOR)

Grafik 4. 2 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah


Motor 1 (VIBRATOR)
4.5.1 Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 1
(VIBRATOR)
 Penjelasan mengenai sistem kerja pada grafik di atas sama dengan
grafik 4.1
 Dalam hal ini, saat vibrator mengalami gangguan maka yang akan
off hanya motor 1 atau motor yang menggerakkan vibrator.
Gangguan yang terjadi pada vibrator tidak dianggap sebagai
permasalah yang berarti selama batubara yang ada di silo masih bisa
mengalir dan tidak mengalami penyumbatan. Oleh karena itu sistem
tetap bekerja sesuai dengan alurnya.

4.6 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 2 (VALVE 1)

Grafik 4. 3 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah


Motor 2 (VALVE 1)
4.6.1 Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 2
(VALVE 1)
 Penjelasan mengenai sistem kerja pada grafik di atas sama dengan
grafik 4.1
 Dalam hal ini, saat valve 1 mengalami gangguan maka valve 1 akan
menutup dan motor 1 atau motor yang menggerakkan vibrator juga
akan off. Namun, sistem tetap bekerja sesuai dengan alurnya. Selama
masih ada batubara yang mengalir pada coal feeder, proses
penggilingan akan dilanjutkan dan silo tetap akan menampung
batubara yang dikirim melalui coal yard sampai batas maksimal.

4.7 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 3 (COAL FEEDER)

Grafik 4. 4 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah


Motor 3 (COAL FEEDER)
4.7.1 Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 3
(COAL FEEDER)
 Penjelasan mengenai sistem kerja pada grafik di atas sama dengan
grafik 4.1
 Dalam hal ini, saat coal feeder mengalami gangguan maka motor 1
atau motor yang menggerakkan vibrator dan motor 2 yang
menggerakkan valve 1 juga akan off untuk menghindari masuknya
batubara pada coal feeder. Namun, pulverizer akan tetap ON untuk
menyelesaikan proses penggilingan. Begitupun dengan silo, akan
tetap menampung batubara yang dikirim melalui coal yard sampai
batas maksimal.

4.8 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 4 (VALVE 2)

Grafik 4. 5 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah


Motor 4 (VALVE 2)
4.8.1 Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 4
(VALVE 2)
 Penjelasan mengenai sistem kerja pada grafik di atas sama dengan
grafik 4.1
 Dalam hal ini, saat valve 2 mengalami gangguan maka valve 2 akan
menutup dan motor 1 atau motor yang menggerakkan vibrator,
motor 2 yang menggerakkan valve 1 dan coal feeder juga akan off.
Namun, pulverizer akan tetap ON untuk menyelesaikan proses
penggilingan.

4.9 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 5 (PULVERIZER)

Grafik 4. 6 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah


Motor 5 (PULVERIZER)
4.9.1 Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 5
(PULVERIZER)
 Penjelasan mengenai sistem kerja pada grafik di atas sama dengan
grafik 4.1
 Dalam hal ini, ketika pulverizer mengalami gangguan, maka blower,
valve 1, valve 2, coal feeder dan vibrator juga akan off dalam waktu
yang bersamaan. Sedangkan coal yard akan tetap bekerja mengisi
batubara ke silo selama dalam silo masih belum mencapai batas
maksimal.
4.10 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 6 (HOT BLOWER) Dan
Motor 7 (COLD BLOWER)

Grafik 4. 7 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor


6 (HOT BLOWER) Dan Motor 7 (COLD BLOWER)
4.10.1 Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 5
(PULVERIZER)
 Penjelasan mengenai sistem kerja pada grafik di atas sama dengan
grafik 4.1
 Dalam hal ini, jika tejadi gangguan di salah satu blower atau bahkan
kedua blower sekaligus yang mengalami gangguan, maka
pulverizer, valve 1, valve 2, coal feeder dan vibrator juga akan off
dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan hanya coal yard akan
tetap bekerja mengisi batubara ke silo selama dalam silo masih
belum mencapai batas maksimal.
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Bagian ini merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah
dibahas pada bab pendahuluan guna memenuhi tujuan penelitian yang
ingin dicapai. Dalam kesimpulan ini akan dirangkum menjadi beberapa
poin yang bertujuan untuk menjelaskan secara singkat tentang cara
perencanaan inovasi sebuah penggilingan batubara agar lebih
mempermudah pembaca untuk memahaminya. Berikut adalah
kesimpulan dari perencanaan inovasi sebuah sistem penggilingan
batubara:
 Dalam sebuah perencanaan tentulah harus memperoleh data-data yang
real di lapangan maupun teori yang sudah ada dalam literatur terlebih
dahulu. Serta mampu memahami prinsip kerja sistem kontrol, instalasi
dan spesifikasi mesin yang akan dibahas.
 Cara pengoperasian mesin penggilingan batubara tidak lepas dari
pemahaman mengenai alur kerja mesin tersebut. Pembaca akan
mampu mengoperasikannya jika pembaca membuat gambar
perencanaan sesuai dengan data yang real di lapangan dan pembaca
juga mampu mengatasi trouble yang terjadi melalui sebuah analisa
pada gambar perencanaan tersebut.
 Dari analisa pada bab pembahasan juga dapat disimpulkan bahwa
kontrol mesin perencanaan dapat berjalan selama ada batubara yang
mengalir dan mengisi silo. Namun mesin seluruhnya akan mati jika
terjadi gangguan pada pulverizer (mill) dan blower serta juga jika
tidak ada batubara yang mengalir.
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Batasan Masalah .............................................................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3
1.5 Sistematika Penulisan ...................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ......................................................... 7
2.1.1Siklus Pembangkitan Listrik di PLTU ..................................................... 7
2.2 Coal Feeder ................................................................................................... 11
2.3 Pengertian Gravimetric .................................................................................. 12
2.4 Gravimetric Feeder ........................................................................................ 12
2.4.1 Prinsip Kerja Gravimetric Feeder ........................................................ 13
2.5 Pulverizer / MILL ........................................................................................... 14
2.5.1 Prinsip Kerja Pulverizer ............................................................................... 15
2.6 Alur Start Up Coal Feeder dan Pulverizer .................................................... 16
2.7 Alur Prinsip Kerja Sistem Penggilingan di PLTU ......................................... 16
2.8 Sensor ............................................................................................................. 17
2.8.1 Sensor Pada Coal Bunker (Silo) ........................................................... 18
2.8.2 Sensor Pada Coal Feeder ...................................................................... 18
2.8.3 Sensor Pada Pulverizer ......................................................................... 19
2.9 Analog Digital Converter .............................................................................. 19
2.9.1 Prinsip Kerja ADC ................................................................................ 20
2.9.2 Proses di dalam ADC ............................................................................ 21
2.10 Power Supply ................................................................................................ 22
2.10.1 Prinsip Kerja Power Supply ................................................................ 23
2.10.2 Jenis-jenis Power Supply .................................................................... 24
2.11Programmable Logic Control (PLC) ............................................................. 24
2.12 Pengolahan Input dan Output ........................................................................ 25
2.12.1 Alamat-alamat Input dan Output ........................................................ 26
2.13 Relay-relay Internal ....................................................................................... 26
2.13.1 Relay Internal ...................................................................................... 26
2.13.2 Relay Internal Di Dalam Program ...................................................... 28
2.14 Timer ............................................................................................................. 28
2.14.1 Jenis-jenis timer .................................................................................. 29
2.14.2 Pemrograman Timer............................................................................ 30
2.15 Pengujian dan Penyempurnaan Program (Debugging) ................................. 31
2.15.1 Commissioning dan Pengujian ............................................................ 31
2.16Kontaktor ....................................................................................................... 32
2.16.1 Prinsip Kerja Kontaktor ...................................................................... 32
2.16.2 Jenis-jenis Kontaktor .......................................................................... 33
2.16.3 Variable Speed Drive (VSD) .............................................................. 34
2.17Pengaman ....................................................................................................... 34
2.17.1 Thermal Overload Relay ..................................................................... 34
2.17.2 Mini Circuit Breaker ........................................................................... 35
2.17.3 Fuse ..................................................................................................... 36
2.18 Motor Induksi ................................................................................................ 37
2.19Komponen-komponen Accesoris ................................................................... 38
2.19.1 Panel .................................................................................................... 38
2.19.2 Penghantar........................................................................................... 38
2.19.3 Push Button ......................................................................................... 39
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Metode Pengambilan Data ............................................................................. 41
3.1.1 Studi Literatur ....................................................................................... 41
3.1.2 Observasi ............................................................................................... 41
3.1.3 Wawancara ............................................................................................ 42
3.1.4 Praktikum .............................................................................................. 42
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 42
3.3 Flow Chart Pembuatan Laporan .................................................................... 43
3.3.1 Penjelasan Flow Chart Penyusunan Laporan ....................................... 44
3.4 Flow Chart Perencanaan Sistem Kontrol....................................................... 47
3.4.1 Penjelasan Flow Chart Perencanaan Sistem Kontrol ........................... 49
3.5 Flow Chart Perencanaan Instalasi Mesin....................................................... 52
3.5.1 Penjelasan Flow Chart Perencanaan Instalasi Mesin ........................... 54
3.6 Perhitungan Komponen ................................................................................. 57
3.7 Komponen Perencanaan Kontrol Coal Feeder dan Pulverizer ...................... 60
3.7.1 Programmable Logic Control (PLC) .................................................... 60
3.7.2 Kontaktor .............................................................................................. 61
3.7.3Variable Speed Drive (VSD) ................................................................. 62
3.7.4 Panel ...................................................................................................... 63
3.7.5 Penghantar............................................................................................. 63
3.7.6 Push Button ........................................................................................... 63
3.7.7 Mini Circuit Breaker ............................................................................. 64
3.7.8 Motor induksi rotor sangkar tupai (squirrel cage induction motor) ..... 65
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Perencanaan Alur Kerja Start Up Coal Feeder dan Pulverizer ..... 66
4.2 Deskripsi Perencanaan Alur Kerja Sistem Penggilingan ............................... 66
4.3 Flow Chart Perencanaan Alur Kerja Sistem Kontrol .................................... 68
4.3.1 Penjelasan Flow Chart Perencanaan Alur Kerja Sistem Kontrol ......... 69
4.4 Percobaan Saat Kondisi Normal .................................................................... 71
4.4.1 Penjelasan Grafik Kondisi Normal ....................................................... 71
4.5 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 1 (VIBRATOR) ......................... 72
4.5.1 .............. Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 1
(VIBRATOR) ............................................................................................. 73
4.6 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 2 (VALVE 1) ............................. 73
4.6.1 Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 2
(VALVE 1) ................................................................................................. 74
4.7 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 3 (COAL FEEDER).................. 74
4.7.1 Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 3
(COAL FEEDER) ...................................................................................... 75
4.8 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 4 (VALVE 2) ............................. 75
4.8.1 .............. Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 4
(VALVE 2) ................................................................................................. 76
4.9 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 5 (PULVERIZER)..................... 76
4.9.1 .............. Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 5
(PULVERIZER) ......................................................................................... 77
4.10 Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 6 (HOT BLOWER) Dan
Motor 7 (COLD BLOWER)....................................................................... 77
4.10.1 Penjelasan Grafik Percobaan Saat Kondisi Bermasalah Motor 5
(PULVERIZER) ......................................................................................... 78
BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN .............................................................................................. 79

Anda mungkin juga menyukai