KASUS KEBIDANAN
PREEKLAMPSIA BERAT
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Diajukan Kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M.Kes (Pembimbing IGD)
dr. Benidiktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan)
Disusun oleh:
dr. S. Krissattryo Rosarianto I.
PRESENTASI KASUS
KASUS KEBIDANAN
PREEKLAMPSIA BERAT
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
KASUS KEBIDANAN
PREEKLAMPSIA BERAT
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas bimbinganNya sehingga penulis
telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang berjudul “PRE
EKLAMPSIA BERAT”. Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr. Hendryk Kwandang, M. Kes selaku dokter pembimbing instalasi gawat
darurat.
2. dr. Benidiktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat inap dan
rawat jalan.
3. dr. Antarestawati, dr. Yudha Pratama, dr. Janny F. D. dan dr. Anita Ikawati
selaku dokter jaga.
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan
hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan saran dan kritik
yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Judul ............................................................................................................................ i
Halaman Pengesahan .................................................................................................. ii
Halaman Pengesahan .................................................................................................. iii
Kata Pengantar ............................................................................................................ iv
Daftar Isi ..................................................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 7
v
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................. 33
BAB 5 KESIMPULAN............................................................................................... 35
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
7
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Ny. M
Usia : 32 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama/ Suku : Islam/ Jawa
Nama Suami : Tn. M
Usia : 31 th
Alamat : Turen
Tanggal Pemeriksaan : 3 Januari 2018
No. RM : 446xxx
2.2 Anamnesa
Autoanamnesa (3 Januari 2018) pukul 12.00
1. Keluhan Utama
Pasien G2P1A0 hamil 38-39 minggu mengeluh perut terasa berkontraksi sejak
pk 07.00
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G2P1A0 hamil 38-39 minggu mengeluh perutnya berkontraksi sejak pk
07.00, kontraksi perut yang dirasakan hilang timbul, tidak disertai keluarnya
lendir maupun darah dari jalan lahir. Keluhan nyeri kepala, penglihatan kabur,
nyeri ulu hati disangkal. BAB dan BAK normal. Sebelumnya pasien
memeriksakan dirinya ke PKM, disana TD pasien 170/90, lalu pasien disarankan
ke fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk periksa urin lengkap. Pasien pergi ke
klinik Cakra Husada dan setelah periksa urin, didapatkan hasil protein urin (+)3
Pasien akhirnya dirujuk ke IGD RSUD Kanjuruhan
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, penyakit jantung, alergi obat, kejang
disangkal
4. Riwayat Keluarga
8
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit
serupa. Pasien juga menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
asthma, penyakit jantung, hepatitis, tuberkulosis paru, penyakit ginjal, kejang,
kembar dalam keluarga.
5. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat dan makanan.
6. Riwayat Haid / Keluarga Berencana
Haid pertama kali umur : 13 tahun
Siklus haid : teratur, 28 hari / bulan
Durasi dan banyaknya haid : 5-7 hari, 3-4 kali ganti pembalut
tama haid terakhir Hari pertama haid terakhir : 9 April 2017
Taksiran persalinan : 16 Januari 2018
KB : Tidak KB
7. Riwayat Antenatal Care
Pasien rutin memeriksakan kehamilan 1 bulan sekali sejak usia kehamilan 12
minggu di bidan praktek pribadi. Pernah dilakukan pemeriksaan USG 2x pada
usia kehamilan 16 dan 33 minggu di RSUD Kanjuruhan Kepanjen. Imunisasi TT
sudah dilakukan saat usia kehamilan 16 minggu. Selama ANC pasien tidak
merasakan adanya keluhan apapun, tapi tekanan darah memang cenderung tinggi
tapi tidak setinggi sekarang.
Pada pemeriksaan USG tersebut pasien dinyatakan kondisi janin baik dengan
presentasi kepala.
8. Riwayat Perkawinan dan Kehamilan
Pasien menikah baru 1 kali ini. Lama menikah dengan suami sekarang 4 tahun.
Ini adalah kehamilannya yang pertama
9
b. Nadi 87 x/menit, regular
c. Laju pernapasan 18 x/menit
d. Suhu aksiler 37.20 C
3. Kepala
a. Bentuk Normosefal
b. Rambut Hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
c. Wajah Simetris, rash (-), sianosis (-), edema (-)
d. Mata
Konjungtiva Anemis (-|-)
Sklera Ikterik (-|-)
Palpebra Edema (-|-)
Reflex cahaya (+|+)
Pupil Bulat, isokor, 3mm|3mm
e. Telinga Bentuk normal, sekret (-)
PCH (-), deviasi septum (-), rhinorrhea (-),
f. Hidung
epistaksis (-)
g. Mulut Mukosa basah, sianosis (-)
4. Leher
a. Inspeksi Massa (-), retraksi supraklavikula (-)
b. Palpasi Pembesaran KGB (-|-), JVP R+2cm
5. Thorax
Bentuk dada kesan normal dan simetris, retraksi
a. Inspeksi
dinding dada (-), tidak didapatkan deformitas
b. Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba
Perkusi Batas jantung normal
S1S2 single, regular, ekstrasistol (-), gallop (-),
Auskultasi
murmur (-)
c. Paru
Inspeksi Simetris pada posisi statis dan dinamis, retraksi (-)
10
Stem fremitus kanan dan kiri normal, tidak teraba
Palpasi
adanya benjolan
Sonor/sonor
Perkusi Sonor/sonor
Sonor/sonor
v | v Rh - | - Wh - | -
Auskultasi v|v -|- -|-
v|v -|- -|-
Pengeluaran ASI (-), hiperpigmentasi areola
d. Payudara
mammae (+), puting susu menonjol (+)
6. Abdomen Status Obstetrik
tampak membuncit , striae gravidarum (+), linea
a. Inspeksi
nigra (+)
b. Auskultasi BJA 155x/menit, regular
c. Perkusi Tidak dilakukan
• Leopold I : TFU 2 jari dibawah prosesus
xyphoideus , teraba 1 bagian besar, bulat, lunak,
tidak melenting. Kesan: bagian janin pada fundus
adalah bokong
• Leopold II : Kanan: Teraba bagian-bagian kecil,
Kiri: Teraba tahanan memanjang, rata dan keras.
d. Palpasi Kesan: Punggung janin ada di perut kiri ibu
• Leopold III: Teraba 1 bagian besar, bulat, keras,
melenting. Kesan: presentasi kepala
• Leopold IV: Konvergen. Kesan: Kepala janin
belum masuk PAP
• His (-)
11
• Inspekulo : Tidak dilakukan
• VT : Belum teraba pembukaan, kantung
ketuban tak teraba, portio tebal,kenyal, posisi
posterior, penipisan serviks belum dapat
ditentukan, bagian bawah janin pada bidang
Hodge 1.
12
2.5 Resume
Pasien G2P1A0 hamil 38-39 minggu mengeluh perutnya berkontraksi
sejak pk 07.00, kontraksi perut yang dirasakan hilang timbul, tidak disertai
keluarnya lendir maupun darah dari jalan lahir. Keluhan nyeri kepala,
penglihatan kabur, nyeri ulu hati disangkal. BAB dan BAK normal.
Sebelumnya pasien memeriksakan dirinya ke PKM, disana TD pasien 170/90,
lalu pasien disarankan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk periksa urin
lengkap. Pasien pergi ke klinik Cakra Husada dan setelah periksa urin,
didapatkan hasil protein urin (+)3. Pasien akhirnya dirujuk ke IGD RSUD
Kanjuruhan.
Pasien rutin memeriksakan kehamilan 1 bulan sekali ke bidan praktek
pribadi sejak usia kehamilan 12 minggu. Pernah dilakukan pemeriksaan USG
2x pada usia kehamilan 16 dan 33 minggu di RSUD Kanjuruhan Kepanjen.
Imunisasi TT sudah dilakukan saat usia kehamilan 16 minggu. Selama ANC
pasien tidak merasakan adanya keluhan apapun, tapi tekanan darah memang
cenderung tinggi, tapi tidak setinggi sekarang. Pada pemeriksaan USG tersebut
pasien dinyatakan kondisi janin baik dengan presentasi kepala.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/110, nadi 87
x/menit. Pada pemeriksaan status obstetrik didapatkan TFU 2 jari di bawah
prosess xyphoideus, punggung janin di sebelah kiri, dan presentasi kepala, DJJ
155x/menit reguler, his (-). Saat dilakukan VT belum teraba pembukaan,
kantung ketuban tak teraba, portio tebal,kenyal, posisi posterior, penipisan
serviks belum dapat ditentukan, bagian bawah janin pada bidang Hodge 1. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan protein urin yang positif (3+).
2.6 Diagnosis
Ibu: G1P0A0 hamil 38-39 minggu dengan PEB belum inpartu
Janin: Janin tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala
13
• SM protap
i. MgSO4 20% 6 gr drip dalam RL 500cc
ii. Lanjut MgSO4 20% 4 gr bolus pelan habis dalam 15 menit
iii. Setelah drip habis masuk 2 gr diulang tiap 2 jam sampai
dengan 24 jam pemberian
• Nifedipin 3x10mg
• Siapkan SC
2.9 Prognosis
Ibu
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam
• Ad fungsionam : dubia ad bonam
Janin
• Ad vitam : ad bonam
14
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
15
terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti
dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
16
aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi. Oleh
karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen
dan nutrisi ke janin. Akibatnya terjadi gangguan pertumbuhan janin sampai
hipoksia dan kematian janin.
17
3.3 Klasifikasi Pre Eklampsia
Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya
hipertensi dan proteinuria. Kriteria lebih lengkap digambarkan oleh Working
Group of the NHBPEP ( 2000 ) seperti digambarkan dibawah ini:
Disebut preeklamsia ringan bila terdapat:
1. Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 300 mg / 24 jam, atau dipstick +1.
Disebut preeklampsia berat bila terdapat:
1. Tekanan darah >160 / 110 mmHg.
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 2 gr / 24 jam, atau dipstick +2.
3. Trombosit < 100.000 / mm3.
4. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )
5. Peningkatan SGOT / SGPT.
6. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan.
7. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.
18
Faktor risiko preeklampsia adalah :
1. Nullipara
2. Kehamilan ganda
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia
5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. Diabetes mellitus gestasional
7. Adanya trombofilia
8. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal
3.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik preeklampsia meliputi adanya hipertensi, yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg
atau lebih atau tekanan darah diastolic sebesar 90 mmHg atau lebih setelah usia
gestasi 20 minggu pada wanita dengan tekanan darah normal sebelumnya.
Adanya hipertensi tidak cukup untuk mendiagnosa pasien dengan
preeklampsia, dibutuhkan adanya kriteria lain. Dalam hal ini adalah adanya
onset proteinuria baru. Tetapi tidak adanya proteinuria yang memenuhi atau
melebihi kriteria diagnosis tidak menghilangkan adanya kemungkinan
diagnosis ini, kriteria berikut ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis:
• Adanya trombositopenia onset baru (trombosit <100.000)
• Gangguan fungsi hepar (peningkatan enzim hepar 2x lipat dari nilai
normal)
• Insufisiensi renal (kreatinin serum >1.1 mg/dL atau peningkatan serum
kreatinin sebanyak 2x lipat tanpa adanya kelainan ginjal lain)
• Edema pulmo
• Gangguan penglihatan
Proteinuria didefinisikan sebagai adanya ekskresi 300 mg protein atau
lebih dalam sampel urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Alternatif lain yang
dapat digunakan adalah dengan menggunakan ratio protein/creatinie dimana
jika lebih dari 0.3 (dalam satuan mg/dL) dapat digunakan sebagai kriteria
diagnosis. Pemeriksaan dipstick urin yang menunjukkan hasil +1 juga
menandakan adanya proteinuria, tetapi karena metode kualitatif ini banyak
memiliki hasil positif dan negative palsu, sebaiknya dilakukan jika pemeriksaan
19
dengan metode kuantitatif tidak memungkinkan atau tidak tersedia. Proteinuria
tidak secara mutlak dibutuhkan untuk mendiagnosis preeklampsia
3.6 Patofisiologi
1. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan
vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja
sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan
hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada
preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya
thromboksan yang mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga
peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.
2. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai
45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga
mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma
menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya
perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi)
sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan
oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta
mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan
janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan
kematian janin intrauterin.
20
bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam
syok kronik. Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti
presumtif bahwa preeklampsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam
darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus,
selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ. Gambaran patologis pada fungsi
beberapa organ dan sistem, yang kemungkinan disebabkan oleh vasospasme
dan iskemia, telah ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia dan eklampsia
berat. Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal
bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan/jejas endotel yang
kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan
vasodilatator (nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel
juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran
endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas
efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara
simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap
perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme,
serta aliran darah regional. Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena
penurunan perfusi uteroplasenta.
21
600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30% (dari 170
menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus
berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi
nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta ternyata membentuk renin dalam
jumlah besar, yang fungsinya mungkin untuk dicadangkan untuk
menaikan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat.
Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen, angiotensinogen
II dan aldosteron semuanya meningkat nyata diatas nilai normal wanita
tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya
kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek
progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun
keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof (1973)
menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi
uteroplasenter, dimana terjadi ketidak seimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah
plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan
dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan
vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah, disamping
itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek
prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal
menurun pada preeklampsi tapi karena hemodinamik pada kehamilan
normal meningkat 30% sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi
masih diatas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi
asam urat juga menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada
perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal.
Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya ringan sampai
sedang, namun preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom
nefrotik pada kehamilan.
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin
adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang melibatkan
pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus, yang merupakan tanda
khas patologi ginjal pada preeklampsia.
22
c. Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah
perubahan patofisiologi terpenting pada preeklampsi, dan mungkin
merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan
belum ada satupun metode pengukuran arus darah yang memuaskan
baik di uterus maupun didesidua.
1. Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga
tidak mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan
adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan
tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan
diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.
23
merupakan tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan
sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kg dalam
seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia
harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan
terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum
timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang
membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar.
3. Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu
penyebab fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia
awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali.
Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan
mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan
dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan
yang berlebihan.
4. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi
pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah
frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa.
Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsi, nyeri kepala hebat
hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama.
5. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan
yang sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan
kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan
kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan.
6. Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan
sebagian atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan
ptekie pada korteks oksipital.
24
3.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan
janin dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan intrakranial serta
mencegah gangguan fungsi organ vital.
1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh
menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat,
tekanan vena pada ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di
daerah tersebut juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur
mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat
menurunkan tekanan darah dan kejadian edema. Penambahan aliran darah ke
ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan dieresis.
Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan
reaktivitas kardiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan
curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah
oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.(2,8)
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang
fungsi ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih
muda, berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam.
Diet yang mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram NaCl (garam dapur)
adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat
ginjal, tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan komsumsi lebih
banyak garam. Bila komsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi
dengan komsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet
diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan
roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik antihipertensi, dan
sedative. Dilakukan pemeriksaan laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati,
urin lengkap dan fungsi ginjal. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik
dengan penanganan konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan
dilakukan walaupun janin masih prematur.
25
Rawat inap
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat
di rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar
proteinuria selama 2 minggu b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda
preeklampsia berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa
pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin
dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali
seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung dan lain lain.(8)
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22
minggu sampai ≤ 37 minggu. Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila
tekanan darah mencapai normal, selama perawatan, persalinannya ditunggu
sampai aterm. Sementara itu, pada kehamilan aterm (>37 minggu),
persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan
untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperpendek kala II.
2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut
sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan
kehamilan.
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada
neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi
plasenta baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal
distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan
kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif
terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda
klinik berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan
cepat berat badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan,
26
pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan
preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap
penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap
terhadap kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri
(terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.
Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan
tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema
paru dan oligouria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel,
penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge
pressure. Oleh karena itu monitoring input cairan (melalui oral ataupun
infuse) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya
harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang
dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda edema
paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa
a) 5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam atau
b) infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer
laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang
sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
Pemberian obat antikejang
MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif
dibanding fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik yang
melibatkan 897 penderita eklampsia.
27
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada
pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga
aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion
kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap
menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit
- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam;
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan
4 gram im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau
setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan
didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam
atau fenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital.
Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat
masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi
intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan
dengan pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari
28
magnesium sulfat. Pengalaman pemakaian fenitoin di beberapa senter di
dunia masih sedikit.
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-
paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah
furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan
berat janin.
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas
(cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126
mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan
sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak
yakni pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah
clonidin (catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul
dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
29
- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg
iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non
kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis
preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat
ini juga diberikan pada sindrom HELLP.
30
Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di
bawah ini, yaitu:
Ibu
1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik
dan laboratorik memburuk
4. Diduga terjadi solusio plasenta
5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
4. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
1. Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
3.9. Komplikasi
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang
biasa terjadi:
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low
platelet.
5. Kelainan ginjal
6. DIC.
7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine
31
3.10 Prognosis
Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah
kriteria Eden:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x/menit.
3. Suhu > 40 ° C
4. TD sistolik > 200 mmHg.
5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
7. Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas.
32
BAB 4
PEMBAHASAN
33
Pada pasien ini tatalaksana yang diberikan adalah IVFD RL 20 tpm lalu
dilanjutkan dengan penanganan aktif berupa pemberian MgSO4, antihipertensi dan
terminasi kehamilan. Tatalaksana pada kasus ini sudah sesuai dengan teori. Dengan
dilakukannya terminasi kehamilan, diharapkan juga akan menghilangkan proses dari
preeklampsia itu sendiri. Selain itu pengawasan yang ketat pada pasien ini saat post
partum juga diperlukan mengingat kondisi preeklampsia juga bisa terjadi saat
postpartum.
34
BAB 5
KESIMPULAN
Pasien ini didiagnosa G1P0A0 hamil 38-39 minggu belum inpartu dengan
preeklampsia berat, janin tunggal hidup intrauterine.
Penegakan diagnosis pada pasien ini didasarkan pada pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien terdiagnosis preeklampsia berat karena dari pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya hipertensi dan pada pemeriksaan penunjang
ditemukan adanya proteinuria.
Penatalaksanaan pada pasien ini antara lain pemberian cairan intravena,
pemberian MgSO4, antihipertensi oral dan terminasi kehamilan.
Rencana pada pasien ini selanjutnya adalah mengobservasi kondisi pasien saat
posr partum terutama yang berkaitan dengan kondisi preeklampsia.
35
DAFTAR PUSTAKA
36