Anda di halaman 1dari 24

Kata Pengantar

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Islam.
Hukum Islam sebagai salah satu Hukum yang diakui di Indonesia dan manjadi hukum
yang membina moral sangat penting dipelajari.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Tujuan
Mempelajarai Hukum Islam di Indonesia”. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Muslim
Indonesia. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.
Untuk itu, kepada dosen saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan Makala
saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Penulis

i
Daftar Isi

PENGANTAR ........................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
A. SEJARAH DAN ALASAN PENGAJARAN HUKUM ISLAM DI
INDONESIA .................................................................................................................. 3
B. SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM ........................................................................ 4
C. HUKUM ISLAM DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA .......................... 9
D. HUKUM ISLAM DAN PEMBANGUNAN NASIONAL .......................................... 14
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ajaran islam populer juga disebut dengan dienul-Islam merupakan salah satu
ajaran Agama somawi (langit), jika tidak mau dikatakan sebagai kelanjutan agama –
agama samawi sebelumnya. Selain memiliki karakteristik yang berbeda dengan
sejumlah agama yang berkembang di dunia yang biasa dikenal dengan agama dunia.
Karakteristik Islam demikian itu dipertegas dalam Alqur’an, wama arsalnaka ila
rahmatan lilamin ( tiadalah risallah Islam ini diturunkan melainkan untuk kepentingan
seluru alam semesta).
Tentunya ajaran islam memiliki sumber-sumber atau dari mana asal muasal dari
ajaran islam tersebut. Ajaran islam juga sebagai ajaran penutup dari ajaran – ajaran
sebelumnya memiliki berbagai dinamika. Khususnya di Indonesia ajaran islam
memiliki beberapa fase mulai dari masa penjajahan, pasca kemerdekaan dan juga saat
sekarang ini serta peranan Ajaran Islam dalam pembangunan Nasional.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam makalah ini akan dibahas tentang
“TUJUAN MEMPELAJARI HUKUM ISLAM DI INDONESIA”.

2. Batasan dan Perumusan Masalah


1. Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas terdapat beberapa masalah yang akan dibahas.
Tapi masalah tersebut harus mempunyai batasan batasan. Adapun batasan –
batasan tersebut sebagai berikut :
a) Pengajaran dan Eksistensi Hukum islam di Indonesia
b) Sumber-Sumber Hukum Islam
c) Perkembangan Hukum Islam di Indonesia
d) Hukum islam dan peranannya dalam pembangunan nasional.

2. Perumusan Masalah
Dari Batasan – Batasan Masalah tersebut diatas maka perumusan masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
a) Bagaimana Pengajaran dan Eksistensi Hukum islam di Indonesia?

1
b) Dari mana Hukum Islam itu ditemukan ?
c) Bagaimana perkembangan hukum islam ?
d) Apa – apa saja peranan hukum islam dalam pembangunan nasional ?

3. Tujuan Penulisan Makalah


Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahassecara teoritis tentang
perjalanan panjang Rasul dalam menegakkan agama Islam sebagai agama yang
diredhai Allah.Kegunaan makalah ini adalah untuk memberitahukan kepada semua
orang tentang perjuangan Rasul untuk dapat menegakkan agama Islam, sehingga
sekarang ini kita dapat mereguk nikmatnya beribadah dijalan yang benar
yaitu dalam Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH DAN ALASAN PENGAJARAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

1. Sejarah Hukum Islam di Indonesia


Hukum islam yang juga merukan salah satu sistem hukum yang berlaku di
Indonesia disamping sistem hukum lainnya (sistem hukum Adat dan sistem hukum
barat) pada dasarnya kedudukannya adalah sama. Ketiga sistem hukum tersubut adalah
relevan dengan kebutuhan hukum masyarakat.
Dalam kurikulum Fakultas Hukum yang berlaku sekarang ini berdasarkan SK.
Menteri P dan K RI No.17/D/O/1993, mata kuliah ini dinamakan Hukum Islam yang
statusnya adalah sebagai mata kuliah wajib dalam muatan nasional.

2. Beberapa Alasan Pengajaran Hukum Islam di Indonesia


Mura P. Hatagalung (1985 : 140-141) mengemukakan bahwa sekurang-
kurangnya terdapat tiga pertimbangan mengapa mata kuliah ini menjadi suatu yang
mutlak dipelajari dan dicantumkan dalam kurikulum nasional pada perguruan tinggi
hukum, yaitu :
a) Alasan sosiologis, alasan berdasarkan kemasyarakatan yakni bahwa mayoritas
rakyat indonesia adalah beragama islam.
b) Alasan Historis, alasan berdasarkan sejarah. Ditinjau dari segi sejarahnya, ternyata
hukum islam menjadi satu cabang ilmu hukum yang diarkan sejak jaman penjajahan
belanda pada perguruan tinggi hukum di Batavia (nama Jakarta pada masa lampau).
c) Alasan Yuridis, alasan berdasarkan hukum. Dari segi yuridis, hukum islam telah
lama dipraktekkan oleh masyarakat islam di Indonesia, terutama di daerah yang
penduduknya sangat berpegang teguh pada ajaran islam seperti Aceh, Minangkabau
dan daerah daerah lainnya.
d) Alasan Konstitusional, alasan berdasarkan konstitusi. Dalam pembukaan Undang
Undang Dasar 1945 tercantum sila – sila pancasila yang sila pertamanya adalah
“ketuhanan yang mahaesa” yang sesungguhnya menjadi dasar keagamaan di
Indonesia yang sekaligus menjadi dasar keagaan di Indonesia.

3
e) Alasan Ilmiah, hukum islam sebagai salah satu cabang ilmu telah lama menjadi
objek kajian ilmiah oleh para ilmuan islam sediri maupun ilmuan kalangan
orientalis ( ahli mengenai islam tapi bukan muslim ). Pada 1952 di Paris Perancis
diadakan “the week of Islamic low “ yang dihadiri oleh para ahli perbadingan
hukum baik islam maupun non islam. Seminar ini antara lain mengambil keputusan
sebagai berikut :
 Asas – Asas hukum islam mempunyai nilai yang tinggi dan tidak dapat
dipertikaikan lagi.
 Dalam berbagai mazhab dalam hukum islam terdapat keyayaan pemikiran
hukum serta teknik mengagumkan yang memberi kemungkinan kepada hukum
islam untuk berkembang memenuhi semua kebutuhan dan penyesuaian yang
dituntut oleh kehidupan modern.
 Berbagai bidang dalam hukum islam telah mengalami perkembangan yang
senantiasa memerlukan respon dan sosialisasi agar hukum islam senantiasa
aktual dan menjadi pedoman dalam menciptakan kehidupan yang damai tertib
dan sejahtera.

B. SUMBER- SUMBER HUKUM ISLAM

1. Urgensi Sumber – Sumber Hukum Islam


Pada semua sistem hukum telah memiliki sarana yang disebut dengan sumber-
sumber hukum yang berperan untuk memberikan solusi untuk menjadikan sistem
tersebut aksereratif dengan segala peristiwa dan pembuat sistem tersebut semakin
berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan dan peradaban manusia.
Sumber dari sesuatu peraturan hukum adalah sangat penting untuk diketahui
oleh karena dari sumber itu dapat diketahui dari mana asalnya peraturan itu. Dalam
garis besarnya Sumber Hukum Islam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a) Sumber Naqly, adalah sumber hukum dimana seorang mujtahid tidak mempunyai
peranan dalam pembentukannya karena memeng sumber hukum tersebut telah
tersedia.
b) Sumber Aqly, adalah sumber hukum dimana seorang mujtahid dapat berperan
dalam pembentukannya. Misalnya : Qias, Istishan, Istislah muslahat-muslahat dan
istishab.

4
Selain daripada pembagian tersebut di atas, sumber hukum islam secara besar
dapat pula dibagi menjadi: Sumber Hukum Ashliah yang didalamnya adalah Al-Qur’an
dan Hadis/sunnnah dan sumber hukum Tarbaiyah yang mencakup Ijma, Qaul, Sahabat,
Qias, Istishan, Muslahat-Muslahat, Urf, Syariat Umat Terdaulu dan Istishab. Berikut
ini akan dijeaskan tentang sumber hukum tersebut di atas.

2. Sumber Hukum Ashliyah


Yang dimaksud dengan Sumber Hukum Ashliyah ialah sumber hukum yang
penggunaannya tidak bergantung pada sumber hukum yang lain. Sumber hukum ini
adalah yang paling utama diantara sumber – sumber Hukum Islam lainnya, oleh karena
keduanya adalah sumber wahyu.
2.1 Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kumpulan wahyu ilahi yang disampaikan kepada Nabi
Muhammmad s.a.w dengan perantaraan malaikat Jibril untuk mengatur hidup dan
kehidupan umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.
Al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah pertama kali diturunkan kepada Nabi
Muhammad pada malam “Lailatul Qadr”, yaitu suatu malam kebesaran yang jatuh
pada malam ke tujuh belas Ramadhan.
Pada malam tujuh belas ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran Nabi Muhammad
s.a.w tatkala beliau bersemedi di Gua Hira, turunlah ayat pertama seperti yang
tercantum dalam surat/surah Al-Alaq yang Artinya “bacalah ya muhammad
dengan nama Tuhanmu yang maha Budiman yang telah mengajar manusia dengan
qalam, telah mengajar manusia tentang apa-apa yang belum diketahuinya.
Dari ayat pertama sampai kepada ayat yang terakhir tidaklah diturunkan
seklaigusm melainkan secara berangsur angsur sesuai dengan kebutuhan, misalnya
apabila ada kejadian – kejadian yang perlu dipecahkan oleh nabi atau ada
pertanyaan – pertanyaan yang diajukan kepada nabi yang perlu segera mendapat
jawaban. Ayat – ayat Al-Qur’an turun dalam kurung waktu 22 tahun, 2 bulan, dan
22 hariyang dibagi atas dua periode yaitu periode Mekah/Makyah dan periode
Madinah/Madaniyah.
Al-Qur’an terdiri dari 30 Juz,114 surah dengan jumlah ayat seluruhnya
6342,ayat (Hanafi 1984 : 55) atau 6666 ayat (Rasyidi, 1980 :21) atau 6236 ayat
(Ridwan Saleh, Bahan Kuliah). Sebagai pegangan kita ambil jumlah 6236 ayat dan

5
daripadanya hanyalah terdapat 228 ayatul ahkam/ ayat-ayat hukum dengan rincian
sebagai berikut :
 70 ayat mengenai hidup kekeluargaan, perceraian, waris-mewaris dan
sebagainya;
 70 ayat mengenai perdagangan, perekonomian, seperti jual-beli dan
sebagainya;
 30 ayat mengenai soal – soal kriminal;
 25 ayat mengenai hubungan antara orang islam dan bukan islam;
 10 ayat mengenai hubungan antara orang kaya dan orang miskin;
 13 ayat mengenai hukum acara;
 10 ayat mengenai soal – soal kenegaraan.
Al-Qur’an hanya memberikan dasar atau patokan yang umum untuk
membimbing manusia kearah kesempurnaan hidup yang selaras antara kehidupan
dunia dengan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat; antara lahir dan batin;
antara individu dengan masyarakat bahkan antara manusia dengan alam
sekitarnya. Oleh karena itu, Al-qur’an dalam kaitan dengan pembinaan hukumnya,
mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
a. Ayat – ayat Al-Qur’an tidak membicarakan suatu persoalan sedetail –
detailnya, tetapi cenderung memberikan kerangka yang sifatnya umum.
b. Ayat – ayat yang menunjukkan adanya kewajiban bagi manusia tidak bersifat
memberatlan
c. Dalam bidang ibadah semua dilarang kecuali perintah sedangkan dalam bidang
muamalah semuanya diperbolehkan kecualai ada larangan.
d. Dasar penetapan hukumnya tidak boleh berdasarkan prasangka semata
e. Ayat –ayat berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meninggalkan
masyarakat sebagai bahan pertimbangannya.
f. Penetapan hukumnya yang bersifat perubahan tidak mempunyai daya surut
berlakunya.
Prinsip penetapan hukum yang bersifat perubahan yang tidak mempunyai
daya surut berlakunya ini sangat penting demi menjamin adanya kepastian hukum
dalam hukum islam. Mengenai substansi hukum yang diatur dalam Al-Qur’an
adalah :
a. Ayat hukum yang mengatur masalah i’tiqadiyyah ( keyakinan dan keimanan )
b. Ayat hukum mengenai khuluqy, pola perilaku manusia yag berakhlak mulia.

6
c. Ayat hukum mengenai amaly, yang berkaitan dengan perbuatan manusia baik
ibadah maupun muamalah.

2.2 Hadis atau Sunnah Rasulullah


Hadis/Sunnah adalah segala apa yang datangnya dari Nabi Muhammad
s.a.w, baik berupa segala perkataan yang telah diucapkan, perbuatan yang perbah
diperbuat dimasa hidupnya ataupun segala yang dibiarkan berlaku.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka Hadis/Sunnah pada
hakekatnya dapat dibedakan atas tiga macam :
a. Hadis/Sunnah Qauliyah yaitu Hadis / Sunnah yang berupa segala apa yang
telah diucapkan oleh Nabi Muhammad sebagai suatu penjelasan terhadap
sesuatu.
b. Hadis/Sunnah Fi’iliyah yaitu Hadis berupa segala apa yang pernah diperbuat
oleh Nabi Muhammad semasa hidupnya atau tindakan nyata yang telah
diperbuat semasa hidupanya.
c. Hadis/Sunnah Taqiriyah, Yaitu hadis yang berupa apa yang dibiarkan berlaku
oleh Nabi Muhammad baik yang berwujud tindakan atau
pembicaraan,dirasakan sendiri atau berupa berita yang diterima lalu Nabi
Muhammad tidak melarangnya dantidak pula menyuruh lakukan.
Untuk mengetahui apakah itu hadis betul – betul dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya sebagai sumber hukum, diperlukan beberapa syarat yang
dapat mendukungnya :
a. Harus ada mathan yaitu teks dan nash itu sendiri yang tidak boleh bertentangan
dengan Al-Qur’an
b. Harus ada Sanad, yaitu sandaran atau rentetan dari orang – orang yang
meriwatkan hadis itu
c. Harus ada pratiwi, yaitu orang – orang yang meriwatkan hadis itu. Sehubungan
dengan adanya tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengetahui kuat tidaknya
suatu hadis sebagai sumber hukum maka hadis itu dapat pula dibagi tiga
golongan yaitu
 Hadis Mutawathir yaitu hadis yang tidak bisa sama sekali di curigai
kebenarannya.

7
 Hadis Masyhur yaitu hadis yang semula hanya diriwatkan oleh seorang
yang dapat dipercaya kemudian diteruskan oleh beberapa orang yang
dipercaya pula
 Hadis Ahad yaitu hadis yang secara turun temurun diriwatkan oleh orang
– seorang yang layak dipercaya.
Hadis sebagai sember hukum kedua mempunyai kedudukan sebagai
sumber hukum yang tidak berdiri sendiri dalam hal berfungsi
menerangkan/memberi penjelasan atas hukum –hukum ada dalam Al-Qur’an
sedangkan hadis mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum yang berdiri
sendiri jika ia memberikan ketentuan hukum sendiri mengenai suatu masalah.

3. Sumber Hukum Tabaiyah


Sumber hukum tabaiyah adalah kebalikan dari sumber ashliyah. Yang dimaksudkan
dengan sumber hukum tabaiyah adalah sumber hukum yang penggunaanya masih
bergantung pada sumber hukum yang lain. Sumber hukum ini jumlahnya banyak, tapi yang
umum digunanakan / banyak digunakan terbatas pada Ijma, Qaul, (Pendapat) sahabat
Qias, Istihsan, Istihshalah, dan Urf, disamping Al-Qur’an dan hadis.
a. Ijma
Ijma adalah persesuaian paham atau pendapat diantara para ulama mujtahidin
pada suatu masa tertentu setelah wafatnya Nabi Muhammad s.a.w untuk menentukan
hukum suatu masalah yang belum ada ketentuan hukumnya.
b. Qaul
Sahabat adalah mereka yang bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dalam
keadaan beriman dan mati dalam keadaan beriman pula. Oleh karena itu orang yang
pernah bertemu Nabi Muhammad tapi belum beriman bukan sahabat nabi.
c. Qias
Qias adalah perbandingan atau mempersamakan atau menerapkn hukum dari
suatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya terhadap suatu perkara yang lain
yang belum ada ketentuan hukumnya oleh karena keduanya yang bersangkutan
memiliki unsur – unsur kesamaan.
d. Istihsan
Istihsan adalah memindahkan atau mengecualikan hukum dari suatu peristiwa
dari hukum peristiwa lain yang sejenis dan memberika kepadanya hukum yang lain
karena ada alasan yang kuat bagi pengecualian itu.

8
e. Istishlah
Istishlah adalah penetapan hukum dari suatu perkara berdasar pada adanya
kepentingan umum atau kemashlahatan umat.
f. Urf
Secara umum Urf adalah kebiasaan umum yang berasal dari kebiasaan
masyarakat Arab pra Islam yang diterima oleh Islam oleh karena tidak bertentangan
dengan ketentuan – ketentuannya.
g. Istishab
Istishab adalah memahami atau membarengi apa yang telah terjadi di masa lalu.

C. HUKUM ISLAM DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA

1. Hukum Islam Di Indonesia


Eksistensi Hukum Islam di Indonesia menarik untuk disimak selain negeri ini
memiliki mayoritas muslim terbesar di dunia juga memiliki karakteristik keislaman
yang berbeda dengan komunitas muslim lainnya.
Indonesia sebagai negara modern baru berdiri setengah abad yang lalu. Sebelum
penjajahan Belanda di Indonesia belum terdapat sistem hukum nasional. Tetapi
sebelumnya terdapat berbagai kerajaan besar dan kecil yang diwarnai berbagai
pandangan budaya dan agama, mempunyai ciri-ciri tersendiri.
Sebelum kedatangan Belanda, hukum islam sebenarnya telah mempunai tempat
tersendiri bagi masyarakat nusantara. Terbukti dengan beberapa fakta. Misalnya, Sultan
Malikul Zahir dari Samudra Pasai adalah salah satu ahli agama dan ahli hukum islam
yang terkenal pada abad ke-14 Masehi. Melalui kerajaan ini hukum islam mazhab
syafi’i disebarkan ke kerajaan – kerajaan lain seluruh wilayah kepulauan
nusantara.bahkan ahli hukum dari Kerajaan Malaka sering datang ke Samudera Pasai
untuk mencari kata putus permasahaan hukum islam yang terjadi di kerajaan Malaka.
Makna hukum dalam pengertian sehari-hari di Indonesia, masih dihubungkan
dengan ketetapan hukum islam. Sering dipertanyakan tentang bagaimana mengawini
wanita yang dalam masa iddah cerai ; hukum jual beli berdasarkan riba atau bunga
bank, dst. Dengan menyebut hukum dalam contoh – contoh seperti diatas sebenarnya
yang dimaksud adalah ajaran islam berupa hukum yang harus dilaksanakan dalam
kehidupan sehari – hari.

9
Hukum ( syariah ) adalah suatu yang esensial dalam islam yang mengendalikan
sikap hidup penganutnya. Bila seorang masuk islam, maka secara otomatis ia mengakui
hukum islam, dan wajib untuk melaksanakannya dalam kehidupan sehari – hari.
Penelitian mengenai hukum islam di Indonesia belum banyak menyikapkan
bentuk – bentuk penerapan hukum islam melalui kerajaan – kerajaan yang pernah
berdiri di Nusantara sebelum kedatangan penjajahan Belanda, tetapi gelar – gelar yang
diberikan kepada beberapa raja Islam, misalnya adipati, ing alogo,
saayadin, danpadotongomo, dapat dipastikan bahwa peranan hukum islam cukup besar
dalam kerajaan – kerajaan tersebut.
Oleh karena itu agama adalah suatu yang menentukan dalam sejarah masyarakat
indonesia dan kerena itu ketuhanan yang maha esa dicantumkan oleh para pendi RI
sebagai sila pertama falsafah negara, dan ini menunjukkan disamping adat – istiadat,
juga dipengaruhi oleh pandangan hidup dan agama bangsa Indonesia yang memainkan
peranan dalam membentuk pemahaman dan pencitraan hukum bangsa Indonesia
sepanjang sejarah.
Selanjutnya hukum di Indonesia dapat dilihat dari beberapa hal, pertama adalah
hukum yang berasal dari adat-istiadat dan norma – norma masyarakat yang diterima
secara turun temurun yang berlangsung sejak dahulu kala. Kedua adalah hukum yang
berasal dari ajaran agama. Sejak dahulu kala sudah dicatat dalam sejarah sejumlah
orang yang meklaim menerima pesan ilahi atau hikmah. Dan ketiga adalah hukum
sebagai keleruhan antara kehidupan bersama yang berasal dari legislator resmi yang
disertai dengan saksi tertentu.
Ketiga jenis aturan tersebut terdapat dalam budaya Hukum Negara Republik
Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ketika membicarakan
budaya Hukum Indonesia maka ketiganya itu tidak bisa diabaikan.
Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 menurut seorang praktisi hukum pada dasarnya
mengandung tiga muatan makna.
a. Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan
kebijakan – kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada tuhan
yang maha esa
b. Negara berkewajiban membuat peraturan – peraturan perundang – undangan atau
melakukan kebijakan – kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.

10
c. Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan yang melarang
siapapun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama.

Seperti halnya hukum barat, hukum islam juga berciri perubahan untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Perbedaan dengan Hukum barat adalah bahwa
Hukum Islam sebagai hukum ilahi bersifat abadi dan menjiwai semua hukum baru yang
diundangkan dan sebagai legislasi manusia itu disempurnakan dan berubah sesuai
semangat ruang dan waktu.

Legislasi hukum Islam sepanjang sejarah mulai dari pertumbuhannya sampai


sekarang telah melalui berbagai tahap, dan pada tahap ini telah memasuki tahap
kompilasi dan perundangan dalam negara hukum modern untuk menjadi bagian Hukum
Nasional. Perkembangan terakhir ini juga berlaku di Indonesia, baik dalam bentuk
produk undang – undang maupun pemikiran hukum yang dikembangkan oleh berbagai
lembaga dan individu.

2. Perkembangan Hukum Islam Pada Umumnya


Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang kita kenal selama ini adalah
hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berlangsung terus menerus sejak awal
kelahirannnya hingga kini. Proses perkembangannya melalui beberapa proses atau
periode – periode. Adapun periode – periode tersebut sebagai berikut :
a. Proses pertumbuhan/ permulaan hukum islam atau disebut juga dengan periode
Rasulullah.( antara tahun XIII Sebelum Hijriah – tahun XI Hijriah).
b. Periode Persiapan Hukum Islam biasa juga disebut Periode Sahabat atau Periode
Khulafaaurrasyidin ( antara tahun XI H – tahun ke 101 H)
c. Periode Penyempurnaan / Periode pembinaan hukum Islam ( antara Abad II – Abad
IV H)
d. Periode kemunduran Hukum Islam / Periode Kebekuan Hukum Islam (antara Abad
IV – Abad XIII H)
e. Periode Kebangkitan ( dimulai dari awal Abad ke XIV hingga sekarang ini).

3. Perkembangan Hukum Islam di Indonesia


Perkembangan/pertumbuhan hukum islam di Indonesia sejak mulai massuknya
agama islam sampai menjadi salah satu sistem hukum yang banyak penganutnya, dapat
dibagi tiga pembahasan.

11
3.1. Masa kedatangan Islam di Indonesia
3.2. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
3.3. Masa sesudah kemerdekaan

3.1. Masa Kedatangan Islam di Indonesia


Berbicara pada pertumbuhan hukum islam di Indonesia, kita tidak dapat
melepaskan diri dari persoalan kapan dan bagaimana masuknya agama Islam di
Indonesia. Hal ini penting dikemukakan agar kita dapat memperoleh gambaran
betapa bangsa kita menyambut agama ini sampai menjadi agama dengan pengunut
yang terbesar.
Persoalan kapan dan bagaimana masuknya agama islam di Indonesia ini
terdapat dua pendapat yaitu :
a. Pendapat Pertama bahwa masuknya agama islam di Indonesia pada permulaan
abad XIII M yang dibawa oleh orang – orang Persi ke Gujarat India kemudian
pedagang Gujarat India membawa ke Tanah Air kita. Sebagai buktinya bahwa
bentuk, bahan dan tulisan yang terdapat pada makam Maulana Malik Ibrahim
mirip dengan bentuk, bahan dan galian yang terdapat pada makam raja – raja
Hindustan.
b. Pendapat Kedua bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dibawa langsung
dari negeri Arab oleh bangsa Arab sendiri pada abad VII masehi.
Sejarah telah membuktikan bahwa mulanya proses pengislaman di
Indonesia berlangsung tanpa disadari, tiba - tiba mengalami perkembangan yang
pesat dan cepat walaupun harus diakui waktu itu memang sudah ada isme-isme
yang menguasai alam pikiran bangsa Indonesia misalnya isme tradisional dan
agama hindu.
Perkembangan yang pesar dan dinamis ini disebabkan oleh beberapa faktor
yang menentukan antara lain :
a. Adanya sifat demokratis agama islam itu sendiri
b. Prosendur untuk menjadi pemeluk agama islam tidak berbelit – belit
c. Agama Islam mudah menyesuaikan diri
d. Pribadi dan Akhlak orang islam sangat tinggi.
Penyebaran islam pada mulanya hanya pada dua titik yaitu Sumatra Utara (
Aceh ) dan pesisir pantai Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur ( Rembang, Tubanng,

12
dan Gresik). Dari Sumatra Utara ini Islam menyebar ke Pedalaman Minangkabau
sementara di Sumatra Selatan Agama Islam berkembang melalui Banten.
Di Pulau Jawa, Agama islam berkembang dan menyebar melalui kelompok
orang – orang penyebar agama Islam yaitu para wali, yang biasa dikenal dengan
sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Dengan perantara mereka inilah Islam di
Demak, Pajang Mataram dan Banten, akhirnya sampai merata di Pulau jawa.
Dengan Masuknya agama Islam di Tanah Air maka hukum- hukumnya juga
turut serta didalamnya.
Hukum Islam terdiri dari tiga aspek yang satu dengan yang lainnya dapat
dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek yang dimaksud adalah, aspek
akidah, aspek syariat, dan aspek filsafat.
Di antara ketiga aspek tersebut yang paling penting adalah aspek syariatnya/
aspek hukumnya, oleh karena aspek hukum tersebut merupakan jiwa agama islam.

3.2. Masa Pemerintahan Hindia belanda


Pada masa pemerintahan hindia Belanda mulai berkuasa di Tanah Air kita,
hukun islam telah berkembang sedemikian pesatnya. Hal ini dapat dilihat bahwa di
daerah-daerah yang masyarakatnya mayoritas agama Islam pengaruhnya sangat
menonjol.
Di samping hukum Islam, Hukum adat sebagai suatu sistem hukum juga
berlaku ditengah-tengah masyrakat sebagai hukum yang tumbuh dan berkembang
berdasrkan alam fikiran bangsa Indonesia. Antara kedua sistem hukum itu dalam
perkembangannya saling mempengaruhi, seolah –olah diantara keduanya terjadi
singkronisasi.
Dengan berdasarkan pada teori pemerintahan Hindia belanda berhasil
memperkecil peranan Hukum Islam dalam hukum positif, sehingga hanya terbatas
pada hukum perkawinan dan perceraian serta mengenai badan hukum yang
berbentuk wakaf, Hibah, Wasiat dan Shadakah.
Sebagai konsekuensi diakuinya Hukum Islam dalam peraturan perundang –
undangan Hindia belanda sebagimana tercantum dalam beberapa pasal RR dan IS.
3.3. Masa Sesudah Kemerdekaan
Sesudah proklamasi kemerdekaan, perkembangan hukum islam lebih maju
lagi dibandingkan dengan keadaannya pada tahun – tahun sebelum kemerdekaan.

13
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 ditegaskan Bahwa Negara Republik Indonesia
menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agama dan
kepercayaannya itu.
Sebagai salah satu bentuk dari kemerdekaan beragama sebagai mana
terantum dalam pasal 29 ayat (2) tsb, maka pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah
Departemen Agama yang bertugas mengurus berbagai urusan yang menyangkut
masalah – masalah keagamaan ( termasuk hukum agama ) di Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya beberapa bidang hukum islam telah
dinyatakan diterima dalam hukum nasional sebagai hukum positif seperti Hukum
Perkawinan dalam UU No 1 Tahun 1874.
Pembentukan berbagai pesantren dan madrasah-madrasah islamiyah
bernafaskan Islam turut menjadi warna tersendiri terhadap perkembangan Hukum
Islam di Indonesia.

D. HUKUM ISLAM DAN PEMBANGUNAN NASIONAL

1. Hukum Islam dan Peranannya


Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang berlaku juga di Indonesia
mempunyai kedudukan dan arti yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan
pembangunan manusia seutuhnya yakni baik pembangunan daunia maupun
pembangunan akhirat dan baik dibidang material maupun dibidang spiritual. Di dalam
Al-Qur’an dan hadis ada beberapa ayat yang memberikan isyarat untuk melaksanakan
pembangunan itu antara lain :
a. Al-Qur’an, Surah Al Baqarah ayat 148 yang artinya: hendaklah kamu berlomba –
lomba dalam kebaikan.
b. Al-Qur’an, Surah Ar Ra’du ayat 11 yang artinya : sesungguhnya ALLAH tidak akan
merubah nasib sesuatu umat kecuali dirinya sendiri yang merubahnya.
c. Al-Qur’an, Surah Al mudjadah ayat 11 yang artinya :Allah mengngkat derajat
orang – orang yang beriman dari kamu sekalian dan begitu juga dengan orang
yang berilmu pengetahuan.
d. Hadis Riwayat Abu Na’im yang artinya : kekafiran dapat membawa seorang
kepada kekufuran.
e. Hadis riwayat Iman Buchary, yang artinya sesungguhnya dirimu mempunyai hak
atasmu, dan badanmu hak atasmu.

14
f. Hadis Riwayat Abu zakir yang artinya berbuatlah untuk duniamu seolah – oleh
kamu akan hidup selama – lamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah – olah
engkau mati pada hari esok.
Sehubungan dengan adanya prinsip-prinsip hukum islam dalam pembangunan
sebagaimana yang dimaksud di atas maka penduduk indonesia lebih banyak
berpartisipasi, berinteraksi dan berasilimasi terhadap pelaksanaan pembangunan
nasional indonesia dalam segala bidang.

2. Tujuan dan Landasan Pembangunan Nasional


Berbicara tentang kaitan antara hukum islam dengan pembangunan nasional
maka ada baiknya terdahulu kita mengetahui tujuan dan landasan pembangunan
nasional di Indonesia. Dalanm TAP TAP yang dihasilkan oleh MPR tentang Garis –
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) antara lain dala TAP MPR No. II/MPR/1988 pada
Bab II secara jelas dinyatakan bahwa :
“Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan pancasila dalam wadah
negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana perikehudupan bangsa yang aman tertram, tertib dan dinamis serta
dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, berdaulat, dan damai.”
Selanjutnya apa yang menjadi landasan pembangunan nasional lebih jauh dalam
GBHN dikatakan bahwalandasan pelaksanaan pembangunan nasional itu adalah
Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945
Dengan kalimat tersebut maka dapat diketahui bahwa sesunguhnya baik dasar
maupun landasan pembangunan nasional adalah Pancasila yang sila pertamanya adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang mana
sila pertama ini menjiwai sila sila lain.

3. Hubungan Hukum Islam dan Pembangunan


Sebelum membicarakan tetntang apa dan bagaimana hubungan hukum Islam
dengan pembangunan nasional perlu terlebih dahulu diketahui apa sebenarnya yang
dimaksud dengan Hukum islam/Syariat sebab tanpa memahami artinya maka sulit bagi
kita untuk menentukan bagaimana kita menentukan peranannya dalam masyarakat.
Khusus mengenai pengertian hukum Islam/Syariat, oleh Yamani, Syariat
diartikan dalam dua arti yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit.

15
Dalam Arti yang Luas Syariat islam adalah meliputi semua hukum yang telah
disusun dengan teratur olehpara ahli fiqih dalam pendapat pendapat – pendapat fiqihnya
mengenai persoalan dimasa mereka atau yang mereka fikirkan akan terjadi kemudian
dengan mengambil dalil – dalilnya yang langsung dari Al-Qur’an dan Hasis atau
sumber pengambilan hukum yang lain seperti qiyas, istihsan, istishab, dan lain lain.
Pengertian yang luas ini tidak harus diakui dari A-Z dari awal hingga akhir
karena didalamnya ada beberapa bagian yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman
/ tidak lagi memenuhi kebutuhan masa kini akan tetapi masih bisa dipakai sebagai
pustaka perbendaharaan ilmiah.
Sementara itu pengertian Hukum Islam dalam sempit adalah hukum – hukum
yang berdalil tegas yang tertera dalam Al-Qur’an dan Hadis yang sah ataupun yang
ditetapkan dengan Ijma.
Hukum islam dalam arti sempit ini wajib diakui oleh umat islam. Demikian pula
halnya dengan hukum – hukum yang terdapat didalam Hadis yang kebenarannya tidak
lagi diragukan.
Selanjutnya dikatakan bahwa dalam syariat islam terdapat bagian – bagian
bidang – bidang yang mengenai ibarat dan muamalat. Kedua bagian ini mempunyai
kaitan yang sangat erat antara satu dengan yang lain.
Adapun fungsi hukum menurut Soerjono Soekanto sebagai sarana pengendalian
social (social control ) dan sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi social
sedangkan menurut Hutagalung hukum berfungsi sebagai alat untuk mengadakan sosial
enggenering.
Sehubungan dengan apa yang dikemukakan oleh kedua serjana tadi maka
apabila kita hubungkan dengan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat sejahtera yang
dihargai oleh Allah SWT maka hukum itu tidak hanya berperan sebagai sarana sosial
control tapi juga berperan sebagai sarana engenering. Dengan kata lain ia harus
memegang peranan dalam pembangunan yang tujuan dan landasannya seperti yang
dirumuskan dalam GBHN.
4. Hukum Islam dan Pembinaan Hukum Nasional
Salah satu masalah yang tidak kurang pentingnya untuk diketahui apabila kita
berbicara tentang hukum islam yang berlaku sekarang adalah Hukum Islam dan
Pembinaan Hukum Nasional di Indonesia. Hal ini adalah penting oleh karena dengan
mengetahuinya kita dapat mempeeroleh gambaran umum tentang tempat atau
kedudukan hukum Islam dalam rangka pembinaan Hukum Nasional.
16
a. Dasar dan Landasan Pembinaan Hukum Nasional
Apa yang menjadi dasar dan landasan hukum nasional juga adalah menjadi
dasar dan landasan pembinaan hukum nasional oleh karena pembinaan hukum
nasional adalah bagian integral dan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan
nasional. Dengan demikian dasar dan landasan hukum nasional adalah Pancasila
sebagai landasan idealnya UUD 1945 sebagai landasan struktural dan
konstitusional dan GBHN sebagai landasan operasionalnya
Selanjutnya batang tubuh UUD 1945 terdapat pasal yang juga memberi
petunjuk yang sama antara lain pasal 4 UUD 1945 : Presiden Republik Indonesia
memegang perintah Undang – Undang dan Pasal 27 UUD 1945 : segala warga
negara bersama kedudukannya dalam hukum dan pemerintah dan wajib
menjunjung tinggi hukum dan pemerintah tanpa terkecuali.
Tentang bagaimana melaksanakan pembinaan hukum nasional di Indonesia
hal ini kita dapat lihat dalam GBHN sebagai landasan operasionalnya yang didalam
operasionalnya menyebut cukup banyak masalah menyangkut pembinaan dan
pengembangan hukum nasional di Indonesia. Hal ini menjadi masalah pokok oleh
karena dalam tata hukum nasional kita dimasa yang akan datang sangat dibutuhkan
adanya hukum yang tertulis yang dikodefikasi sehingga dengan demikian akan
terwujud satu kesatuan hukum yang berlaku sama dalam Nagara Kesatuan republik
Indonesia.

5. Langkah – Langkah Pembinaan Hukum


Dengan bertiti tolak pada Proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945 maka politik hukum dan Perundang – Undangan kolonial
yang tidak sesuai lagi dengan alam kemerdekaan Indonesia harus diganti dengan politik
hukum dan perundang- undangan nasional yang berdasarkan pada Pancasila, UUD
1945 dan kesadaran hukum rakyat Indonesia.
Menurut Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan IV Ismail saleh ada tiga
dimensi pembangunan hukum Nasional Indonesia, yaitu :
a. Pertama yaitu dimensi untuk memelihara tatana hukum yang telah ada walaupun
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dengan keadaan. Dimensi ini
menurut beliau perlu ada untuk mencegah kefakuman hukum dan merupakan

17
konsekuensi logis dari adanya pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Upaya
pembangunan hukum dalam dimensi berorientasi pada kemuslahatan bersama.
b. Kedua yaitu dimensi yang merupakan usaha untuk lebih meningkatkan dan
menyempurnakan pembangunan hukum nasional. Kebijakan yang ditempuh dalam
dimensi ini adalah disamping pembangunan peraturan-peraturan yang baru, juga
akan diusahakan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang ada
sehingga sesuai dengan kebutuhan baru dibidang yang bersangkutan.
c. Ketiga yaitu dimensi dinamika dan kreatifitas. Dalam dimensi ini diciptakan
sesuatu yang dinamis dan krestif yaitu dengan mengadakan perangkat peraturan
perundang – undangan yang baru yang sebelumnya memang belum ada, misalnya
Undang – Undang Lingkungan Hidup yang merupakan salah satu bentuk perang
kata hukum dalam dimensi penciptaan ini.

6. Kedudukan Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional


Untuk mengetahui, bagaimana kedudukan hukum Islam dalam rangka
pembinaan hukum nasional hal tesebut dapat dilihat dari beberapa sumber antara lain
dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menyatakan bahwaPancasila adalah
sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sila pertama dalam Pancasila adalah “ Ketuhanan yang Maha Esa “ mempunyai
kedudukan hukum yang sangat kuat oleh karena secara konstitusional tercantum pada
pasal 29 ayat (1) dalam UUD 1945 yang berbunyi :negara berdasarkan ketuhanan yang
maha esa. Dengan demikian, sila ketuhanan yang maha esa ini merupakan hukum
positif yang fundamental yang mengikat setiap warga dalam bermasyarakat dan
bernegara.
Dari uraian di atas jelas, bahwa agama sebagai unsur mutlak dari kehidupan
bangsa indonesia adalah sengat penting dan turut menentukan dalam rangka pembinaan
hukum Indonesia. Mengingat bahwa sebahagian besar rakyat indonesia adalah islam,
maka dalam pembinaan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila, hukum islam
tidak dapat diabaikan begitu saja terutama sekali ketentuan – ketentuan hukum islam
yang sudah berurat – berakar dalam kehidupan bermasyarakat dan telah merupakan
kesadaran hukum bagi mereka.
Hal ini sesuai dengan apa yang digariskan oleh TAP MPRS No. 20/MPRS/66
yang menyatakan bahwasumber dari pada tertib hukum negara republik Indonesia,

18
adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita – cita moral yang diliputi suasana
kejiwaan dan watak bangsa indonesia.
Hal tersebut juga berlaku bagi kaidah – kaidah hukum agama lainnya.
Demikian pula kaidah – kaidah dari sistem hukum lain yang juga berlaku di Indonesia.

19
BAB III
KESIMPULAN

1. Alasan – Alasan dari pengajaran hukum islam di indonesia :


a. Alasan sosiologis, alasan berdasarkan kemasyarakatan
b. Alasan Historis, alasan berdasarkan sejarah
c. Alasan Yuridis, alasan berdasarkan hukum..
2. Sumber hukum islam secara besar dapat pula dibagi menjadi: Sumber Hukum Ashliah
yang didalamnya adalah Al-Qur’an dan Hadis/sunnnah dan sumber hukum Tarbaiyah
yang mencakup Ijma, Qaul, Sahabat, Qias, Istishan, Muslahat-Muslahat, Urf, Syariat
Umat Terdaulu dan Istishab.
3. Perkembangan/pertumbuhan hukum islam di Indonesia sejak mulai massuknya agama
islam sampai menjadi salah satu sistem hukum yang banyak penganutnya, dapat dibagi
tiga pembahasan.
a. Masa kedatangan Islam di Indonesia
b. Masa Pemerintahan Hindia Belanda
c. Masa sesudah kemerdekaan

4. Di dalam Al-Qur’an dan hadis ada beberapa ayat yang memberikan isyarat untuk
melaksanakan pembangunan itu antara lain :
a. Al-Qur’an, Surah Al Baqarah ayat 148 yang artinya: hendaklah kamu berlomba –
lomba dalam kebaikan.

20
b. Al-Qur’an, Surah Ar Ra’du ayat 11 yang artinya : sesungguhnya ALLAH tidak akan
merubah nasib sesuatu umat kecuali dirinya sendiri yang merubahnya.
c. Al-Qur’an, Surah Al mudjadah ayat 11 yang artinya :Allah mengngkat derajat
orang – orang yang beriman dari kamu sekalian dan begitu juga dengan orang
yang berilmu pengetahuan.
d. Hadis Riwayat Abu Na’im yang artinya : kekafiran dapat membawa seorang
kepada kekufuran.

BAB IV
PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah
di kesempatan – kesempatan berikutnya.

Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.

21
Daftar Pustaka

M. Arfin Hamid. Hukum Islam Perspektif Keindonesiaan (Sebuah Pengantar dalam


Memahami Realitasnya di Indonesia). Makassar : PT. UMITOHA. 2011

22

Anda mungkin juga menyukai