CMV Rexy
CMV Rexy
PENDAHULUAN
1. Cytomegalovirus (CMV)
1.1. Defenisi
Cytomegalovirus (CMV) merupakan suatu infeksi yang disebabkan
oleh virus herpes DNA yang ditemukan dimana-mana dan dapat menginfeksi
sebagian besar orang. Infeksi virus ini pada umumnya terjadi pada daerah
dengan sosial ekonomi yang rendah, kebersihan lingkungan kurang memenuhi
syarat dan juga dapat disebabkan karena daya tahan tubuh individu yang tidak
mampu menolaknya.
1.2. Epidemiologi
Di Negara-negara maju cytomegalovirus (CMV) adalah penyebab
infeksi kongenital yang paling utama dengan angka kejadian 0,3-2% dari
kelahiran hidup. Dilaporkan pula bahwa 10-15% bayi lahir yang terinfeksi
secara congenital adalah simptomatis yakni dengan manifestasi klinik akibat
terserangya susunan saraf pusat dan berbagai organ lainya. Hal ini
menyebabkan kematian perinatal 20-30% serta timbulnya cacat neurolgik berat
lebih dari 90% pada kelahiran.
Sebanyak 10-15% bayi yang terinfeksi bersifat tanpa gejala serta
tampak normal waktu lahir. Kemungkinan bayi ini akan memperoleh cacat
neurolgis seperti retardasi mental atau gangguan pendengaran dan pengelihatan
yang diperkirakan 1-2 tahun kemudian. Dengan alsan ini sebenarnya infeksi
CMV adalah penyebab utama kerusakan system saraf pusat pada anak-anak.
1.3. Etiologi
Cytomegalovirus adalah anggota kelompok virus herpes beta dan
mengandung DNA double-stranded, kapsul protein, dan selubung lipoprotein.
Seperti anggota kelompok virus herpes lainya, cytomegalovirus memiliki
gambaran ikoshedral yang simetris, bereplikasi dalam sel nucleus dan dapat
menyebabkan infeksi lisis dan produktif atau infeksi laten. Virus ini dapat
menyebabkan pembengkakan sel yang karakteristik sehingga sel tampak
terlihat membesar (cytomegali) dan tampak seperti gambaran mata burung
hantu.virus ini dapat ditularkan secara:
- Horizontal, yaitu melalui infeksi percikan ludah (droplet), kontak air ludah
dan urin
- Vertikal, yaitu proses infeksi dari ibu ke janin
- Hubungan seksual
Infeksi CMV kongenital umumnya terjadi karena transmisi
transplasenta selama kehamilan sedangkan infeksi selama masa peripartum
timbul akibat pemaparan terhadap sekresi serviks yang telah terinfeksi melalui
air susu ibu dan tindakan transfuse darah.
1.4. Patogenesis
Infeksi sitomegalovirus yang terjadi karena pemaparan pertama kali
atas individu tersebut sebagai infeksi primer. Infeksi primer ini berlangsung
simptomatis ataupun asimptomatis, dimana virus ini akan menetap dalam
jaringan hospes dalam waktu yang tidak terbatas, selanjutnya virus ini akan
masuk ke dalam sel sel dari berbagai jaringan, proses ini disebut sebagai
infeksi laten. Pada keadaan tertentu seperti, individu yang mengalami supresi
imun akibat infeksi HIV, penderita transplant-resipien yang mengkonsumsi
obat-obatan ataupun penderita keganasan dapat terjadi eksaserbasi yang
disertai dengan multiplikasi virus.
Infeksi rekuren (reaktivasi/reinfeksi) timbul akibat penyakit-penyakit
tertentu serta keadaan supresi imun yang bersifat iatrogenic, hal ini disebabkan
karena keadaaan tersebut dapat menekan respon sel limfosit T sehingga timbul
stimulasi antigenic yang kronis. Dengan demikian terjadilah reaktivasi virus
dari periode laten yang disertai dengan berbagai gejala.
Transmisi CMV dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, bila
infeksi terjadi pada usia kehamilan kurang dari 16 minggu dapat menyebabkan
kerusakan yang serius. Sedangkan infeksi CMV congenital berasal dari infeksi
maternal eksogenus maupun endogenus. Infeksi eksoenus dapat bersifat primer
dan non primer, disebut primer apabila terjadi pada ibu hamil dengan pola
imunologik seronegatif, sedangkan non primer infeksi apabila terjadi pada ibu
hamil dengan pola imunologik seropositif. sedangkan infeksi endogenus adalah
hasil suatu reaktivasi virus yang sebelumnya dalam keadaan laten. Infeksi
maternal primer akan memberikan akibat klinik yang jauh lebih buruk pada
janin dibandingkan infeksi rekuren (reinfeksi).
1.6. Diagnosis
a. Riwayat Klinis
CMV adalah virus herpes double-stranded DNA dan merupakan
infeksi yang paling umum virus bawaan. Tingkat seropositif CMV
meningkat dengan usia. Lokasi geografis, kelas sosial ekonomi dan
bekerja pameran faktor lain yang mempengaruhi risiko infeksi. Infeksi
CMV membutuhkan kontak dekat melalui air liur, urin dan cairan tubuh
lainnya. Kemungkinan rute transmisi termasuk kontak seksual,
transplantasi organ, transmisi transplasenta, penularan melalui ASI dan
transfusi darah.
Reaktivasi primer atau infeksi berulang dapat terjadi selama
kehamilan dan dapat menyebabkan infeksi CMV kongenital. Infeksi
transplasental dapat mengakibatkan pembatasan pertumbuhan intrauterin,
gangguan pendengaran sensorineural, kalsifikasi intrakranial, mikrosefali,
hidrosefalus, hepatosplenomegali, psikomotorik keterbelakangan dan
atrofi optik.
Masa inkubasi infeksi perinatal bervariasi antara 4 dan 12 minggu
(rata-rata, 8 minggu). Jumlah virus pada bayi dengan infeksi perinatal
lebih sedikit dibandingkan yang berkembang di infeksi kongenital, infeksi
ini bersifat kronis, virus dapat bertahan selama bertahun-tahun.
Kebanyakan bayi dengan infeksi perinatal adalah asimtomatik, karena bayi
memiliki antibodi ibu (IgG) terhadap CMV. Sebaliknya, 15-25% bayi
prematur yang terinfeksi dapat mengembangkan penyakit klinis, seperti
pneumonia, hepatitis atau penyakit sepsis dengan gejala apnea,
bradikardia, hepatosplenomegali, distensi usus, anemia, trombositopenia
dan fungsi hati yang abnormal. Infeksi CMV yang didapat karena tranfusi
pada bayi prematur dengan bayi lahir sangat rendah berat badan mungkin
mengalami gejala-gejala menyerupai CID.
Infeksi maternal lebih mungkin disebabkan reaktivasi virus laten dan
dengan demikian tidak menimbulkan gejala atau bermanifestasi sebagai
demam rendah, malaise dan mialgia. Infeksi primer CMV biasanya tanpa
gejala, tetapi nyata bisa sebagai gambar mononukleosislike, dengan
demam, kelelahan dan limfadenopati. Perempuan yang berada dalam
kontak yang dekat dengan anak-anak atau anak-anak di prasekolah,
pekerja penitipan atau pekerja kesehatan berisiko lebih tinggi terhadap
infeksi.
b. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada gejala spesifik yang muncul pada kehamilan dengan infeksi
CMV. Kebanyakan bayi dengan infeksi CMV bawaan, tidak ada gejala
yang muncul saat lahir, tetapi dapat mengembangkan sekuel di kemudian
hari. Gejala yang mungkin muncul adalah splenomegali, ptekie atau
jaundice. Infeksi CMV bawaan, terjadi pada 5-10% bayi, ditandai dengan
jaundice, hepatosplenomegali, ruam ptekie, gangguan pernapasan dan
keterlibatan neurologis, yang mungkin termasuk mikrosefali, retardasi
motor, kalsifikasi serebral, lesu dan kejang.
c. Pemeriksaan Penunjang
CMV biasanya diisolasi dari urin dan air liur, tetapi dapat diisolasi
dari cairan tubuh lainnya, termasuk susu payudara, sekresi leher rahim,
cairan ketuban, sel-sel darah putih, cairan serebrospinal, sampel tinja dan
biopsi. Tes terbaik untuk diagnosis infeksi bawaan atau perinatal adalah
isolasi virus atau demonstrasi reaksi berantai materi CMV genetik (PCR)
dari urin atau air liur bayi baru lahir. Sensitivitas PCR dengan spesimen
urin adalah 89% dan spesifisitas 96%. Sampel urine dapat didinginkan
(4℃) tetapi tidak boleh beku dan disimpan pada suhu kamar. Tingkat
pemulihan virus 93% dalam urin setelah 7 hari pendinginan, kemudian
menurun menjadi 50% setelah 1 bulan.
Peningkatan titer IgG empat kali lipat di dalam sera pasangan atau
anti-CMV IgM yang positif kuat berguna mendiagnosis infeksi, tes
serologis tidak dianjurkan untuk diagnosis infeksi pada bayi baru lahir. Hal
ini dikarenakan deteksi IgG anti-CMV pada bayi baru lahir mencerminkan
antibodi yang diperoleh dari ibu melalui transplasental dan antibodi
tersebut dapat bertahan sampai 18 bulan. Uji IgM juga dapat bernilai
positif palsu dan negatif palsu, Computed tomography (CT) lebih sensitif
untuk mendeteksi kalsifikasi intracranial. MRI dapat digunakan untuk
mendeteksi gangguan migrasi neuronal dan lesi parenkim serebral.
Amniosentesis merupakan tes diagnostik prenatal tunggal yang
paling berharga, sedangkan PCR atau kultur virus dari cairan ketuban,
mempunyai tingkat spesifisitas dan sensitivitas yang sama. Kuantitatif
PCR menunjukkan 105 genom/mL cairan ketuban yang mungkin
mengandung prediktor gejala infeksi congenital. Ultrasonografi kelainan
janin pada wanita hamil dengan infeksi primer atau berulang biasanya
menunjukkan gejala infeksi janin. Kelainan sonografi janin yang
dilaporkan termasuk oligohidroamnios, pembatasan pertumbuhan
intrauterin, microcephaly, ventriculomegaly, kalsifikasi intrakranial,
hipoplasia corpus callosum, asites, hepatosplenomegali, hypoechogenic
bowel, efusi pleura dan pericardial.
1.7. Tatalaksana
Tidak ada terapi yang memuaskan yang dapat diterapkan, khususnya
pada infeksi congenital. Dengan demikian dalam konseling infeksi primer yang
terjadi pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu setelah memperhatikan
hasil diagnosis prenatal, terminasi kehamilan dapat dipertimbangkan. Terapi
anti CMV yang diberikan hanya untuk mengobati infeksi CMV yang serius
seperti retinitis, esofagitis pada penderita AIDS serta tindakan profilaksis untuk
mencegah CMV setelah transplantasi organ. Pilihan terapi terbaik dan
pencegahan penyakit CMV yaitu gansiklovir dan valgansiklovir. Pilihan
lainnya merupakan lini kedua antara lain foscarnet dan cidofovir . Konsensus
yang menyatakan hal yang lebih baik antara profilaksis dengan terapi
preemptive yang lebih baik untuk pencegahan infeksi CMV pada penerima
organ transplan solid.
- Ganciclovir dengan dosis 5 mg/kg BB bolus IV setiap 12 jam selama 14-21
hari, untuk dosis pemeliharaan diberikan 3,75 mg/kgBB/hari IV selama 5
hari setiap minggu
- Foscarnet
Diberikan 20mg/kgBB Bolus IV, kemudian 120 mg/kg intravena setiap 8
jam selama 2 minggu, untuk dosis pemeliharaan diberikan 60mg/kgBB/hari
IV selama 5 hari setiap minggu
- Cidofivir
Diberikan 5mg/kg IV setiap minggu selama 2 minggu
- Valaciclovir
Diberikan dengan dosis 900mg oral 2x1 selama 3 minggu, untuk dosis
pemeliharaan diberikan dosis pemeliharaan 900mg 1x1.
1.8. Pencegahan
Pemberian imunisasi dengan plasma hiperimun dan globulin
dikemukakan telah memberi beberapa keberhasilan untuk mencegah infeksi
primer dan dapat diberikan kepada penderita yang akan menjalani 31 cangkok
organ. Namun demikian, program imunisasi terhadap infeksi CMV, belum
lazim dijalankan di negeri kita. Pada pemberian transfusi darah, resipien
dengan CMV negatif idealnya harus mendapat darah dari donor dengan CMV
negatif pula.2 Deteksi laboratorik untuk infeksi CMV, idealnya dilakukan pada
setiap donor maupun resipien yang akan mendapat transfusi darah atau
cangkok organ. Apabila terdapat peningkatan kadar IgG anti- CMV pada
pemeriksaan serial yang dilakukan 2x dengan selang waktu 2-3 minggu, maka
darah donor seharusnya tidak diberikan kepada resipien mengingat dalam
kondisi tersebut infeksi atau reinfeksi masih berlangsung. Seorang calon ibu
hendaknya menunda untuk hamil apabila secara laboratorik dinyatakan
terinfeksi CMV primer akut. Bayi baru lahir dari ibu yang menderita infeksi
CMV, perlu dideteksi IgM anti-CMV untuk mengetahui infeksi kongenital.
Langkah-langkah pencegahan yang perlu diperhatikan antara lain:
- Waspada dan hati-hati pada waktu mengganti popok bayi, cuci tangan
dengan baik sesudah mengganti popok bayi dan buanglah kotoran bayi di
jamban yang saniter.
- Wanita usia subur yang bekerja di rumah sakit (terutama yang bekerja
dikamar bersalin dan bangsal anak) sebaiknya memperhatikan prinsip
tindakan kewaspadaan universal; sedangkan pada tempat penitipan anak
dan anakprasekolah lakukan prosedur standar yang ketat tentang
kebersihan perorangan seperti kebiasaan mencuci tangan. Terhadap anak-
anak dengan retardasi mental diberikan perhatian lebih spesifik.
- Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang
seronegatif dengan darah donor dengan seropositif CMV.
- Hindari transplantasi jaringan organ dari donor seropositif CMV kepada
resipien yang seronegatif. Jika hal ini tidak dapat dihindari, maka
pemberian IG hiperimun atau pemberian antivirus profilaktik mungkin
menolong.
DAFTAR PUSTAKA