Sri Sulastri
ABSTRAK
Penelitian tentang Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kandungan Logam
Berat Pb pada Ginjal dan Daging Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Fase Grower ini
telah dilaksanakan di Kandang Percobaan Laboratorium Ternak Unggas selama 40 hari
pada bulan Maret hingga April 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian kitosan dalam ransum terhadap kandungan logam berat Pb pada ginjal dan
daging puyuh (Coturnix-coturnix japonica) fase grower. Pembedahan dan pengambilan
sampel dilakukan di Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia, Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran, sedangkan untuk analisis mineral dilakukan di Laboratorium
Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Lingkungan Rancangan Acak Lengkap
dengan 5 perlakuan yaitu P0=0 ppm, P1=50 ppm, P2=100 ppm, P3=150 ppm, P4=200
ppm, dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Untuk mengetahui pengaruh
perlakuan dan hubungan antara perlakuan dengan peubah yang diamati, dilakukan
analisis Polinomial Ortogonal, sedangkan untuk mengetahui perbedaan diantara
perlakuan digunakan kontras ortogonal. Pemberian kitosan ditambahkan kedalam ransum
dan pemberian Pb dilarutkan dalam air minum sebesar 100 ppm. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian kitosan berpengaruh nyata menurunkan kandungan Pb
dalam ginjal dan daging puyuh. Pada ginjal puyuh dosis 150 ppm kitosan merupakan
dosis terbaik, sedangkan pada daging, dosis 200 ppm kitosan merupakan dosis terbaik
mampu menurunkan kandungan logam berat Pb.
ABSTRACT
A Research of the Effect of Chitosan on the Content of Lead (Pb) in Kidney and
Meat of Growing Quail (Coturnix-Coturnix japonica) was done in the Experimental
Cage, Laboratory of Poultry for 40 days in March until April 2016. The research was
aimed to determine the effect of chitosan in rations on the lead content of Pb in kidney
and meat of growing quail (Coturnix-Coturnix japonica). Surgery and sampling was
conducted at the Laboratory of Animal Physiology and Biochemistry, Faculty of Animal
Science, Padjadjaran University, while for mineral analysis carried on the Laboratory of
Dairy Nutrition, Faculty of Animal Science, Bogor Agriculture Institut (IPB). The
method used in this research was a completely randomized design with 5 treatments, P0 =
0 ppm, P1 = 50 ppm, P2 = 100 ppm, P3 = 150 ppm, P4 = 200 ppm, and each treatment
was repeated 5 times. To determine the effect of treatment and the relationship between
treatment with the observed variables, analysis Orthogonal polynomial, while to know
the differences among treatments used orthogonal contrasts. Chitosan was added to
rations and the provision 100 ppm of Pb dissolved in the drinking water. The results
showed that the chitosan significantly reduced the content of Pb in kidney and meat of
growing quail. At a dose of 150 ppm of chitosan in kidney of growing quail is the best
dose, while in the flesh, a dose of 200 ppm of chitosan is the best dose due to able to
reduce the content of lead (Pb).
I. PENDAHULUAN
Meningkatnya perkembangan sektor industri di Indonesia merupakan sarana untuk
memperbaiki taraf hidup masyarakat, tetapi dilain pihak muncul masalah
pencemaran/polusi misalnya pencemaran air akibat limbah cair industri yang dibuang ke
dalam saluran air. Pencemaran air dapat merusak kelestarian lingkungan, keseimbangan
sumber daya alam dan berkembangbiakanya bibit penyakit sehingga air tersebut tidak
layak dikonsumsi. Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses
yang erat hubungannya dengan penggunaan logam berat tersebut oleh manusia. Limbah
cair dari berbagai industri seperti industri pupuk, pengecoran logam, pelapisan logam,
pestisida, penyamakan kulit, industri cat, industri batu baterai, umumnya mengandung
senyawa-senyawa logam. Disamping itu, limbah dari tempat pembuangan sampah dengan
sistem penimbunan, aliran permukaan dari kawasan pertanian (pemakaian pupuk dan
pestisida) juga memberikan kontribusi terhadap pencemaran logam.
Logam berat berbahaya pada makhluk hidup jika ditemukan dalam konsentrasi
tinggi pada lingkungan (dalam air, tanah dan udara) karena logam tersebut memiliki sifat
yang dapat merusak jaringan tubuh makhluk hidup. Pencemaran lingkungan oleh logam–
logam berbahaya misalnya Timbal (Pb) dapat terjadi jika didalam pengelolaan pabrik
yang menggunakan logam tersebut dalam proses produksinya tidak memperhatikan
AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan).
Tubuh apabila tercemar Pb dapat mengganggu kerja enzim oksidase akibatnya
akan menghambat sistem metabolisme sel, yaitu menghambat sintesis protein, toksisitas
Pb mempengaruhi kandungan logam esensial seperti Besi (Fe), Kalsium (Ca), Seng (Zn),
Selenium (Se), Tembaga (Cu), dan Khrom (Cr). Pada umumnya, defisiensi mineral
esensial tersebut dapat meningkatkan absorpsi Pb sehingga menyebabkan keracunan.
(Darmono, 1995).
Penyebaran atau distribusi Pb dalam jaringan tubuh tergantung pada jalur
masuknya mineral dalam tubuh dan bentuk kimia mineral. Jumlah relatif mineral timbal
dibeberapa jaringan tubuh bervariasi tergantung lama dan banyaknya mineral ini masuk
kedalam tubuh. Timbal jika sudah masuk kedalam tubuh akan didistribusikan oleh darah
yang hampir semuanya ada dalam eritrosit. Hampir semua Pb dideposit dalam tulang
(90%) dan lainnya dalam jaringan lemak terutama hati dan ginjal (M.C. Linder, 1992). Pb
yang masuk melalui dinding usus akan menuju ke tulang dan ginjal. Pada awalnya Pb
dideposit dalam tulang sampai dicapai batas ambang, kemudian Pb dideposit dalam
jaringan-jaringan lain terutama ginjal dengan kecepatan turnover yang lambat. Sel-sel
tubuli ginjal merupakan target yang dituju aktivitas resorpsinya sehingga akan
menyebabkan glukosuria dan aminoasiduria. Kerusakan ginjal juga menyebabkan
hipertensi. Protein pengikat Pb (63.000 dalton) dalam otak dan ginjal dapat merupakan
tanda adanya pengaruh keracunan Pb dalam jaringan tersebut. Pb menggantikan kalsium
dalam protein sitosol sehingga dapat mengganggu kerja kalsium.
Masyarakat di negara maju dan berkembang mempunyai tingkat konsumsi cukup
tinggi terhadap daging. Pb juga dapat mencemari daging ternak. Pakan dan air minum
ternak dapat tercemar oleh Pb. Toksisitas logam pada hewan komersial biasanya
berpengaruh terhadap produksi, juga menimbulkan residu logam dalam tubuh ternak,
sehingga jika daging ternak tersebut dikonsumsi oleh manusia akan menyebakan
gangguan kesehatan pada manusia.
Puyuh merupakan ternak yang sudah banyak dikembangbiakkan dan dapat
menjadi sumber protein hewani. Daging dan telur puyuh sudah lazim dikonsumsi oleh
masyarakat, namun tidak dapat dipungkiri cemaran dari logam berat untuk masuk
kedalam tubuh puyuh dapat terjadi baik melalui air, pakan ataupun udara. Jika dikonsumsi
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 3
Pengaruh Pemberian Kitosan…………………………………………………… ….Sri Sulastri
secara terus menerus dapat terakumulasi dan membahayakan tubuh. Upaya untuk
mencegah cemaran logam berat kedalam tubuh dapat dilakukan berbagai cara salah
satunya dengan menggunakan bahan atau zat tertentu yang dapat menyerap kandungan
logam berat didalam tubuh. Salah satu zat yang dapat digunakan untuk menyerap logam
berat di dalam tubuh ternak adalah kitosan, yang merupakan hasil deastilasi dari kitin.
Secara prinsip proses utama dalam pembuatan kitosan meliputi penghilangan protein dan
kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut deproteinasi dan deamineralisasi
yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya,
kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kandungan Logam Berat Pb Pada Ginjal dan
Daging Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica) Fase Grower”.
II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
2.1 BAHAN
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah burung puyuh betina fase
grower sebanyak 100 ekor. Adapun bahan analisis yang digunakan pada penelitian ini
yaitu daging puyuh, ginjal puyuh, Pb Asetat, kitosan , Asam Nitrat (HNO3), Asam
Perkhlorat (HclO4)
2.2 METODE PENELITIAN
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan ini dimulai dengan mempersiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan selama penelitian serta membersihkan kandang, fumigasi dan sanitasi
kandang terlebih dahulu dengan cara pengkapuran dinding dan lantai serta
penyemprotan disinfektan.
2. Adaptasi
Puyuh yang telah diambil dari tes farm ditimbang berat badannya serta diberi
wing tag kemudian dimasukkkan ke dalam kandang dan diberi vitachik supaya puyuh
tetap vit. Kemudian diberikan ransum dan air minum biasa selama 1 minggu untuk
masa pengadaptasian dalam perlakuan.
3. Tahap Penelitian
Ternak penelitian adalah burung puyuh betina fase grower sebanyak 100 ekor
terdiri dari 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Terdapat 5 kandang percobaan dan setiap
kandang terdiri dari 5 flock. Setiap flock berisi 4 ekor puyuh. Pada analisis data hanya
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 4
Pengaruh Pemberian Kitosan…………………………………………………… ….Sri Sulastri
diambil 3 ekor dari setiap flock dan diambil 4 ulangan, karena sudah mewakili sampel
dan sisanya digunakan untuk penelitian lain. Pemberian Pb dilakukan dengan cara
dilarutkan dalam air minum dengan dosis 100 ppm, sedangkan untuk pemberian
kitosan dicampurkan dengan pakan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan sebagai
perlakuan. Pakan dan air minum diberikan selama 24 jam.
4. Analisis Sampel
Ternak yang telah dipelihara selama penelitian kemudian dipotong di Kandang
Percobaan Ternak Unggas kemudian diambil bagian ginjal dan daging sebagai sampel
untuk dianalisis. Analisis kandungan Pb dilakukan di Laboratorium Ternak Perah
Institut Pertanian Bogor.
4.1 Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah Pb pada ginjal dan daging
puyuh. Puyuh yang telah dipotong kemudian dibedah menggunakan pisau. Sampel
diambil bagian ginjal dan daging. Ginjal puyuh diambil semua dari sebelah kiri dan
kanan. Daging puyuh yang dijadikan sampel diambil dari bagian paha dan dada.
Masing-masing sampel dipisahkan dan ditimbang, kemudian diberi label.
Metode Analisis kandungan Pb pada sampel yaitu masing-masing sampel yang
telah diberi kode dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 1 gram, ditambahkan 5
ml asam nitrat p.a, dan 1 ml asam perkhlorat p.a, didiamkan satu malam. Besok hari
dipanaskan pada suhu 100˚C selama 1 jam 30 menit, suhu ditingkatkan menjadi 130
˚C selama 1 jam, kemudian suhu ditingkatkan lagi menjadi 150 ˚C selama 2 jam 30
menit (sampai uap kuning habis, bila masih ada uap kuning, waktu pemanasan
ditambah lagi). Setelah uap kuning habis, suhu ditingkatkan menjadi 170 ˚C selama 1
jam, kemudian suhu ditingkatkan lagi menjadi 200 ˚C selama 1 jam (terbentuk uap
putih). Destruksi selesai dengan terbentuknya endapan putih. Ekstrak didinginkan
kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi 10 ml, lalu dikocok. Tahap
terakhir yaitu mengukur kandungan Pb menggunakan mesin AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometry).
ini terjadi pada saluran pencernaan. Hasil Penelitian Huang dkk., (2005) menyatakan
bahwa pemberian kitosan pada level 50,100 dan 150 mg dapat meningkatkan daya cerna
dan penyerapan nutrisi pada ternak ayam broiler. Berarti Pb yang dapat menghambat
daya cerna dapat diikat oleh kitosan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Hanna (2015), tentang Efektifitas Kitosan Sebagai Adsorben Logam Berat pada
Gambaran Anatomi Ginjal Mencit (Mus Musculus L) yang Diinduksi Plumbum Asetat.
Kitosan dapat mengikat Pb karena berifat polielektrolit, yang ditandai dengan tidak
terjadinya fibriosis interstitialis kronis pada gambaran histopatologi ginjal mencit.
Terjadinya kerusakan tubulus ginjal mencit Balb/c ini setelah dipapar Pb, sesuai
dengan teori bahwa proses ekskresi Pb yang berlangsung di ginjal dapat menimbulkan
dampak buruk bagi ginjal itu sendiri (Robbins SL, 1995). Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa macam faktor yang salah satunya adalah walaupun berat ginjal hanya sekitar
0,5% dari total berat badan, tetapi ginjal menerima darah sebesar 20%-25% dari curah
jantung melalui arteri renalis. Tingginya aliran darah yang menuju ginjal inilah yang
menyebabkan berbagai macam obat, bahan kimia, dan logam- logam berat dalam
sirkulasi sistemik dikirim ke ginjal dalam jumlah yang besar. Zat-zat toksik ini akan
terakumulasi di ginjal dan menyebabkan kerusakan bagi ginjal itu sendiri (Schnellman
RG, 2001). Mencegah hal tersebut terjadi, pemberian kitosan ini efektif menyerap logam
berat pada ginjal puyuh.
Selanjutnya untuk mengetahui pola hubungan diantara perlakuan dilakukan
dengan uji kontras ortogonal. Dari hasil uji tersebut terdapat pengaruh nyata pemberian
kitosan terhadap kandungan Pb pada ginjal puyuh yang ditunjukkan dengan model
persamaan linear Y=-0.0014+0.946 (Ilustrasi 1), yang berarti bahwa setiap penambahan
dosis sebesar satu unit/50 ppm kitosan akan menurunkan kandungan Pb sebesar -0,0014.
1,2
Kandungan Pb Ginjal
Kandungan Pb Dalam 1
0,8
Ginjal
0,6
y=-0,0014x+0,946
0,4
0,2
0
0 50 100 150 200 250
Tingkat Perlakuan
logam dan Pb. Laksono (2010), menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh
pengaruh dari ion logam Pb yang telah berikatan dengan membran kitosan.
Gugus amina khususnya nitrogen dalam kitosan akan beraksi dan mengikat logam
dari limbah cair. Kitosan sebagai polimer kationik yang dapat mengikat logam dimana
gugus amino yang terdapat pada kitosan berikatan dengan logam dapat membentuk ikatan
kovalen (Margnarof, 2003).
3.2 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kandungan Logam Berat Pb pada
Daging Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) Fase Grower
Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian kitosan terhadap kandungan Pb pada
daging puyuh (Coturnix-coturnix japonica) fase grower dapat dilihat pada Tabel 2.
Keterangan
P0 : ransum tanpa kitosan
P1 : 50 ppm kitosan dalam ransum
P2: 100 ppm kitosan dalam ransum
P3: 150 ppm kitosan dalam ransum
P4: 200 ppm kitosan dalam ransum
Kandungan Pb Daging
Kandungan Pb dalam 0,86
0,84
0,82
0,8
Daging
0,78
y=-0,0006x+0,8416
0,76
0,74
0,72
0,7
0 50 100 150 200 250
Tingkat Perlakuan
permukaan, semakin besar konsentrasi adsorbat maka semakin banyak adsorbat yang
teradsorpsi dan semakin besar luas permukaan adsorben, maka adsorpsinya juga semakin
besar (Antuni dan Erfan, 2009). Hal ini menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi
kitosan maka semakin banyak kandungan Pb yang terserap, maka pada P4 didapatkan
hasil yang terendah kadar Pbnya. Penyerapan Pb didalam usus halus oleh kitosan ini
memberikan daya serap yang maksimal.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa
Hariono B. Efek Pemberian Plumbum (Timah Hitam) Anorgani pada Tikus Putih (Rattus
novergicus). J. Sain Vet. 2015; 2(23), 107–118.
Jan Koolman, Klaus-Heinrich Rohm. 1995. Biokimia. Jakarta: Penerbit Hipokrates
Laksono, Endang. 2009. Kajian terhadap Aplikasi Kitosan sebagai Adsorben Ion Logam
Dalam Limbah Cair. Jurdik Kimia, FMIPA, UNY Karangmalang 55281,
Yogyakarta
Marganof. 2007. Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal,
Kadnium dan Tembaga) di Perairan. Insitut Pertanian Bogor
Mella Roza, Gusnedi, dan Ratnawulan. 2013. Kajian Sifat Konduktansi Membran
Kitosan pada Berbagai Variasi Waktu Perendaman dalam Larutan Pb. Pada
PILLAR OF PHYSICS, Vol. 1. April 2013, 60-67. Universitas Negeri Padang
Robbins SL, Kumar V. Buku Ajar Patologi II. 4th ed. Jakarta: EGC ;1995.
Schnellman RG, Goldstein RS. Toxic Responses of Kidney. In Klaasen CD, editor.
Casarett and Doull’s Toxicology the Basic Sciences of Poisons. New York : The
Mc Graw-Hill; 2001. P. 417-430.
Wardhayani, Sutji, 2006. Analisis Risiko Pencemaran Bahan Toksik Timbal (Pb) pada
Sapi Potong di Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Sampah Jatibarang Semarang.
Magister Kesehatan Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,
Konsentrasi Kesehatan Lingkungan Industri. Semarang.