Anda di halaman 1dari 32

SKRIPSI

UJI KUALITAS FISIK DAN PALATABILITAS


JERAMI SILASE SORGUM

PHYSICAL QUALITY AND PALATABILITY TEST


OF SORGHUM SILAGE

Revind Datra Utama


05041381320008

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
RINGKASAN

REVIND DATRA UTAMA Uji Kualitas Fisik Dan Palatabilitas Jerami Silase
Sorgum (Dibimbing oleh ARMINA FARIANI dan APTRIYANSYAH
SUSANDA NURDIN).
Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari uji kualitas fisik dan
palatabilitas silase sorgum .Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni
2017 di Laboratorium Lapangan Kandang Percobaan Program Studi Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Analisa statistik yang digunakn unuk uji
palatabilitas adalah uji independent T-Student . Peubah yang diamati dalam
penelitian ini meliputi aroma, warna dan tekstur (Nonparametrik).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: aroma/bau silase jerami
sorgum yang dihasilkan berbau asam, tekstur silase jerami sorgum bertekstur
sedang, dan warna silase jerami sorgum yang dihasilkan berwarna hijau kecoklatan.
Uji palatabilitas silase jerami sorgum dibandingkan dengan jerami jagung tidak
berbeda nyata (P<0.05) dengan uji independent T-student.

Kata kunci: silase jerami sorgum, uji kualitas fisik, uji palatabilitas
SKRIPSI

UJI KUALITAS FISIK DAN PALATABILITAS


JERAMI SILASE SORGUM

PHYSICAL QUALITY AND PALATABILITY TEST


OF SORGHUM SILAGE

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Peternakan


pada Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Revind Datra Utama


05041381320008

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

UJI KUALITAS FISIK


DAN PALATABILITAS
JERAMI SILASE SORGUM

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Peternakan


pada Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Oleh:

Revind Datra Utama


05041381320008

Indralaya, Februari 2018


Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Armina Fariani, MSc. Aptriyansyah Susanda Nurdin, S.Pt., M.Si.


NIP 19621016198603002 NIP 198408222008121003

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Andy Mulyana, M.Sc.


NIP 196012021986031003
Skripsi dengan Judul “Uji Kualitas Fisik Dan Palatabilitas Jerami Silase
Sorgum .” oleh Revind Datra Utama telah dipertahankan di hadapan
Komisi Penguji Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya pada
tanggal………….dan telah diperbaiki sesuai saran dan masukan tim
penguji.

Komisi Penguji

1. Dr. Ir. Armina Fariani, M.Sc. Ketua (…………………….)


NIP 196210161986032002

2. Aptriyansyah Susanda Nurdin, S.Pt., M.Si.


NIP 198408222008121003 Sekretaris (…………………….)

3. Arfan Abrar, S.Pt., M.Si., Ph.D Anggota (…………………….)


NIP 1975112005011002

4. Gatot Muslim, S.Pt., M.Si Anggota (…………………….)


NIP 197801042008011007

5. Dr. Meisji Liana Sari, S.Pt., M.Si. Anggota (…………………….)


NIP 197005271997032001

Indralaya, April 2018


Ketua Program Studi
Peternakan

Arfan Abrar, S.Pt., M.Si., Ph.D


NIP 197507112005011002
PERNYATAAN INTEGRITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Revind Datra Utama

NIM : 05041381320008

Judul : Uji Kualitas Fisik Dan Palatabilitas Jerami Silase Sorgum

Menyatakan bahwa semua data dan informasi yang dimuat di dalam skripsi
ini, kecuali yang disebutkan dengan jelas sumbernya, adalah hasil penelitian saya
sendiri dibawah surpervisi pembimbing. Apabila di kemudian hari ditemukan
adanya unsur plagiasi dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sangsi
akademik dari Universitas Sriwijaya.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak mendapat
paksaan dari pihak manapun.

Indralaya, April 2018

Revind Datra Utama


RIWAYAT HIDUP

Revind Datra Utama dilahirkan di Palembang, pada tanggal 21 Januari


1996 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mulyadi Marik
dan Nunung Kurniawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negeri
33 Lahat pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 5 Lahat pada tahun 2010, dan Sekolah Menegah Atas
Negeri 2 Lahat diselesaikan pada tahun 2013. Sejak Agustus 2013 penulis tercatat
sebagai mahasiswa Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sriwijaya melalui jalur Ujian Seleksi Mandiri ( USM ), Selama kuliah penulis
pernah tecatat sebagai anggota HIMAPETRI, Fakultas Pertanian Universitas
Sriwijaya.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Uji Kualitas Fisik Dan Palatabilitas Jerami Silase Sorgum” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
Ucapan terima kasih yang sebesarnya penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir.
Armina Fariani, M.Sc. sebagai dosen pembimbing pertama dan Bapak
Aptriyansyah Susanda Nurdin. S.Pt., M.Si sebagai pembimbing kedua yang telah
memberikan dukungan sangat besar kepada penulis dari awal penelitian hingga
penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih tak lupa penulis sapaikan kepada
pembimbing akademik Bapak Asep Indra M. Ali, S.Pt., M.Si. Ucapan terima kasih
juga penulis ucapkan kepada bapak Arfan Abrar, S.Pt., M.Si., Ph.D, bapak Gatot
Muslim . S.Pt., M.Si dan ibu Dr. Meisji Liana Sari, S.Pt., M.Si yang bersedia
menguji dan memberikan saran konstruktif sehingga penulis dapat melalui semua
proses dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Jurusan
Program Studi Peternakan dan Dekan Fakultas Pertanian. Ucapan terimakasih juga
kepada mbak Neny yang telah memberikan arahan selama di Laboratorium untuk
melaksanakan penelitian dengan baik.
Ucapan terima kasih yang sebesarnya penulis ucapkan kepada keluarga
besarku yang tercinta yaitu Bapak Mulyadi Marik dan Ibu Nunung Kurniawati yang
telah memberikan dukungan moril dan materil yang sangat besar hingga penulis
dapat menyelesaikan perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada tim penelitian sorgum Lilian, Ibrahim, Ade,
Rais, Rohman, Benny dan Team 20, serta teman–teman angkatan 2013 yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu saya ucapkan terima kasih atas semangatnya.
Kepada teman teman komunitas Terios Rush Club Indonesia (TERUCI) dan T4he
Expendables penulis ucapkan terima kasih telah memberikan dukungan semangat
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
Kepada seluruh teman–teman peternakan yang telah membantu dan semua
pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini penulis ucapkan terima kasih.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai acuan penelitian
berikutnya sehingga dapat diterapkan dikehidupan masyarakat. Terima Kasih.

Indralaya, Februari 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1.Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2.Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3. Hipotesa ................................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1. Tanaman Sorgum ..................................................................................... 3
2.1.1. Sorgum sebagai Pakan Ternak ........................................................ 3
2.1.2. Ciri dan Klasifikasi Tanaman Sorgum. .......................................... 4
2.1.2.1. Ciri Tanaman Sorgum. ...................................................... 4
2.1.2.2. Klasifikasi Tanaman Sorgum ............................................ 4
2.1.3. Kandungan Nutrisi Sorgum ........................................................... 5
2.2. Silase Sorgum .......................................................................................... 6
2.2.1. Proses Fermentasi Silase ................................................................ 6
2.2.2. Silase Sorgum ................................................................................ 7
2.3. Uji Kualitas Fisik ..................................................................................... 8
2.3.1. Warna ............................................................................................. 8
2.3.2. Tekstur ........................................................................................... 8
2.3.3. Bau ................................................................................................. 9
2.4. Uji Palatabilitas ........................................................................................ 9
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................... 11
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................... 11
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 11
3.2.1. Alat ................................................................................................. 11
3.2.2. Bahan ............................................................................................. 11
3.3. Metode Penelitian ..................................................................................... 11
3.4. Cara Kerja ................................................................................................ 12
3.4.1. Pembuatan Silase Sorgum .............................................................. 12
3.4. Peubah yang Diamati ............................................................................... 12
3.5.1. Uji Kualitas Fisik .......................................................................... 12
3.5.1.1. Uji Kualitas Fisik Aroma .................................................... 12
3.5.1.2. Uji Kualitas Fisik Warna ..................................................... 12
3.5.1.3. Uji Kualitas Fisik Tekstur ................................................... 12
3.5.2. Uji Palatabilitas ............................................................................ 13
3.5.2.1. Perilaku Konsumsi ............................................................. 13
3.6. Perhitungan Uji Palatabilitas .................................................................... 13
3.5. Analisis Data ............................................................................................ 14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 14
BAB 5. PENUTUP .........................................................................................
6.1. Kesimpulan ..............................................................................................
6.2. Saran .........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyediaan pakan merupakan salah satu faktor penting sebagai penentu
keberhasian dalam beternak. Limbah pertanian dan perkebunan berupa jerami dan
dan daun-daunan yang bukan merupakan produk utama dapat djadikan sebagai
pakan ternak ruminansia, salah satunya yaitu limbah dari tanaman sorgum. Sorgum
(Sorghum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman serealia yang berpotensi dan
dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak ruminansia, khususnya pada daerah-
daerah marginal dan kering di Indonesia seperti di daerah Sumatera Selatan.
Pemilihan Sorgum sebagai pakan utama pada lahan marjinal dapat menjadi
solusi dalam penyediaan hijauan bagi ternak ruminansia. Jahanzad et al. (2013)
menyatakan produk hijauan sorgum lebih tinggi pada sistem irigasi menengah dan
kepadatan bibit yang rendah. Sorgum juga memiliki biomassa yang lebih besar
dibandingkan dengan jagung (Rocateli et al. 2012). Kandungan gula dan sari buah
yang terdapat pada tangkainya menyebabkan Sorgum menjadi salah satu dari
tanaman yang terbaik untuk dijadikan silase (Miller dan Stroup, 2004).
Jerami Sorgum memliki serat kasar yang cukup tinggi untuk dijadikan
sebagai sumber karbohidrat bagi ternak, menurut Hosamani et al. (2013)
kandungan nutrisi serat kasarnya sebesar 24,25%. Kualitas fisik pada jerami
sorgum yang belum disilase masih bewarna hijau segar dengan kadar air yang
tinggi, memiliki rasa yang manis dikarenakan kandungan gula yang terdapat pada
jerami yang merupakan karbohidrat terfermentasi sebanyak 12 – 23% (Shoemaker
et al., 2010). Nilai nutrisi yang dikandung sorgum pada fase vegetatif adalah
protein kasar 13,76 – 15,66% dan 26,06 – 31,85% serat kasar (SK) (Purnomohadi,
2006).
Ketersediaan hijauan menjadi kendala bagi peternak karena sangat tergantung
pada musim. Usaha pengawetan sangat diperlukan untuk mengatasi masalah
tersebut. Pembuatan silase hijauan merupakan salah satu alternatif yang dapat
dilakukan guna memenuhi kebutuhan ternak ruminansia pada musim kemarau.
Tanaman sorgum yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan silase yaitu jerami

1
2

sorgum yang terdiri dari batang dan daun tanaman sorgum. Teknologi pengawetan
hijauan yang disebut silase telah lama diterapkan dan terus dikembangkan sampai
sekarang.
Keberhasilan pembuatan silase tergantung pada tiga faktor utama, yaitu ada
tidaknya serta besarnya populasi bakteri asam laktat, sifat-sifat fisik dan kimiawi
bahan hijauan yang digunakan serta keadaan lingkungan. Silase diharapkan dapat
membantu mengatasi permasalahan kekurangan rumput yang sekaligus menjamin
adanya hijauan sepanjang tahun sehingga akan memperbaiki produktivitas ternak.
Pemberian silase pada sapi akhir-akhir ini diketahui bahwa dapat memberikan
keuntungan efek probiotik (Weinberg et al., 2004). Potensi silase sorgum sebagai
pakan ternak telah dievaluasi di Eropa pada beberapa tahun terakhir ini.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai uji kualitas
sifat fisik dan palatabilitas silase sorgum serta untuk mengetahui kesukaan ternak
sapi bali terhadap silase yang diberikan selama penelitian ini.

1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengenali uji kualitas fisik dan palatabilitas
silase jerami sorgum

1.3. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
yang disilase akan mempengaruhi kualitas fisik dan palatabilitasnya. Diduga jerami
sorgum yang disilase dapat meningkatkan kualitas fisik dan palatabilitasnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Sorgum


Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki. Potensi
besar untuk dikembangkan di Indonesia karena memiliki daerah adaptasi yang luas
(Sumarno dan Karsono, 1996). Selain budidaya yang mudah, sorgum mempunyai
manfaat yang luas, antara lain untuk pakan, pangan, dan bahan industri (Yulita dan
Risda 2006). Menurut Kusmiadi, (2011) tanaman sorgum sekeluarga dengan
tanaman serealia lainnya seperti padi, jagung, hanjeli dan gandum, dan bahkan
tanaman lain seperti bambu dan tebu. Dalam taksonomi, tanaman-tanaman tersebut
tergolong dalam satu keluarga besar Poaceae yang juga sering disebut sebagai
Gramineae (rumput-rumputan). Tanaman sorgum termasuk tanaman serealia yang
memiliki kandungan gizi tinggi, meliputi karbohidrat, lemak, kalsium, besi, dan
fosfor (Dicko et al. 2006).
Sorgum merupakan tanaman yang proses budidayanya mudah dengan biaya
yang relatif murah, dapat ditanam monokultur maupun tumpangsari, produktifitas
sangat tinggi, selain itu tanaman sorgum lebih resisten terhadap serangan hama dan
penyakit sehingga resiko gagal relatif kecil (Rahmi, 2007). Tati (2003) melaporkan
bahwa tanaman sorgum memilikikeistimewaan yaitu kemampuan untuk tumbuh
kembali setelah dipotong atau dipanen disebut ratoon, setelah panen akan tumbuh
tunas - tunas baru yang tumbuh dari bagian batang di dalam tanah, oleh karena itu
pangkasannya harus tepat di atas permukaan tanah. Ratoon sorgum dapat dilakukan
2 - 3 kali, apabila dipelihara dan dipupuk dengan baik, hasil ratoon dapat manyamai
hasil panen pertama.

2.1.1. Sorgum sebagai Pakan Ternak


Sorgum menjadi salah satu alternatif sumber pati yang cukup potensial di
Indonesia. Kandungan pati dalam sorgum mencapai 80,42% (Borghi et al, 2014).
Pemanfaatan sorgum di Indonesia saat ini sebagian besar hanya sebagai pakan
ternak, karena masih bermasalah dengan tingginya kadungan tanin dalam sorgum,
yaitu 0,40 – 3,60% (Bean et al., 2013

3
Limbah sorgum (daun dan batang segar) dapat dimanfaatkan sebagai hijauan
pakan ternak. Potensi daun sorgum manis sekitar 14−16% dari bobot segar batang
atau sekitar 3 t daun segar/ha dari total produksi 20 t/ha. Daun sorgum tidak dapat
diberikan secara langsung kepada ternak, tetapi harus dilayukan dahulu sekitar 2 −
3 jam. Nutrisi daun sorgum setara dengan rumput gajah dan pucuk tebu. Komposisi
kimia dari limbah sorgum dibandingkan dengan limbah pertanian lainnya. Nutrisi
jerami Sorgum tidak kalah dibanding jerami jagung dan pucuk tebu.

2.1.2. Ciri dan Klasifikasi Tanaman Sorgum


2.1.2.1. Ciri Tanaman Sorgum
Batang tanaman sorgum berwarna hijau bentuknya silinder terdiri dari buku-
buku. Tanaman sorgum tumbuh tegak, pada beberapa varietas bisa tumbuh hingga
5 meter. Daunnya panjang dengan ujung meruncing. Sekilas dari penampakannya
sangat mirip dengan tanaman jagung. Permukaannya memiliki lapisan lilin yang
berfungsi sebagai daya pertahanan terhadap kekeringan. Varietas sorgum sangat
beragam, baik dari segi daya hasil maupun umur panen, warna biji, rasa, dan
kualitas olah bijinya. Umur panen beragam, dari genjah (kurang dari 80 hari),
sedang (80 – 100 hari), hingga dalam (lebih 100 hari). Tinggi batangnya bergantung
pada varietasnya, pendek (< 100 cm), sedang (100 -150 cm), dan tinggi (>150cm).
Varietas sorgum yang akan ditanam hendaknya disesuaikan dengan tujuan
penggunaan dan pola tanamnya. Kebutuhan benih sorgum untuk satu hektar
bervariasi, berkisar antara 10 – 15 kg.

2.1.2.2. Klasifikasi Tanaman Sorgum


Klasifikasi Tanaman Sorgum yaitu Kingdom: Plantae, Class: Monocotyledoneae,
Ordo: Poales, Family : Poaceae Sub family : Panicoideae, Genus : Sorghum,
Species: Bicolor. Sorgum termasuk kelas Monocotyledoneae (tumbuhan biji
berkeping satu) dengan subclass: Liliopsida, ordo Poales yang dicirikan melalui
bentuk tanaman ternal dengan siklus hidup semusim, famili Poaceae atau
gramineae, yaitu tumbuhan jenis rumput-rumputan dengan karakteristik batang
berbentuk silinder dengan buku-buku yang jelas, dan genus Sorgum
(Tjitrosoepomo, 2000). Berdasarkan bentuk malai dan tipe spikelet, sorgum

4
diklasifikasikan kedalam 5 ras yaitu ras Bicolor, Guenia, Caudatum, Kafir, dan
Durra. Ras Durra yang umumnya berbiji putih merupakan tipe paling banyak
dibudidayakan sebagai sorgum biji (grain sorgum) dan digunakan sebagai sumber
bahan pangan. Diantara ras Bicolor terdapat varietas yang memiliki batang dengan
kadar gula tinggi disebut sebagai sorgum manis (sweet sorghum) yakni biasanya
digunakan sebagai bahan baku bioetanol. Sorgum terdiri dari empat jenis yaitu
sorgum manis (sweet sorghum), sorgum biji (grain sorghum), sorgum sapu (broom
sorghum) dan sorgum rumput (grass sorghum), sedangkan ras-ras lain pada
umumnya digunakan sebagai biomasa dan pakan ternak (Jayanegara, 2011).
Varietas lokal pada umumnya memiliki rasa yang enak dan dapat dijadikan
berbagai makanan olahan. Apabila penanaman sorgum bertujuan untuk pakan
ternak dan ditanam secara monokultur dapat digunakan varietas unggul nasional.

2.1.3. Kandungan Nutrisi Sorgum


Sorgum mengandung protein 8 – 12% setara dengan terigu atau lebih tinggi
dibandingkan dengan beras 6 – 10% dan kandungan lemaknya 2 – 6% lebih tinggi
dibandingkan dengan beras 0,5 – 1,5% (Widowati et al., 2010). Sorgum adalah
tanaman multiguna, baik sebagai pangan, pakan, maupun bahan industri olahan.
Sebagai bahan pangan dan pakan, sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi,
bahkan kadar proteinnya lebih tinggi dari pada beras. Sorgum memiliki kadar
protein 11% per 100 gr bahan, sedangkan beras 6,8% per 100 gr bahan. Kandungan
zat gizi mikro sorgum seperti kalium, zat besi, fosfor, dan vitamin B1 lebih tinggi
dari beras.
Kandungan karbohidrat cukup tinggi, 73 g/100 g bahan. Sorgum memiliki
kandungan nutrisi yang tinggi (332 kalori dan 11,0 g protein / 100 g biji) pada biji
dan bagian vegetatifnya (12,8 % protein kasar) sehingga dapat dibudidayakan
secara intensif sebagai sumber pakan hijauan bagi ternak ruminansia terutama pada
musim kemarau (Oisat, 2011).

2.2. Silase Sorgum


2.2.1. Proses Fermentasi Silase

5
Menurut (Elfering et al,2010), proses fermentasi pada silase terdapat 4
tahapan yaitu :
1. Fase aerobik, normalnya fase ini berlangsung sekitar beberapa jam yaitu ketika
oksigen yang berasal dari atmosfir dan berada diantara partikel tanaman
berkurang. Oksigen yang berada diantara partikel tanaman digunakan untuk
proses repirasi tanaman, mikroorganisme aerob, dan fakultatif aerob seperti
yeast dan Enterobacteria. Kondisi ini merupakan sesuatu yang tidak diinginkan
pada proses ensilase karena mikroorganisme aerob tersebut juga akan
mengkonsumsi karbohidrat yang sebetulnya diperlukan bagi bakteri asam laktat.
Kondisi ini akan menghasilkan air dan peningkatan suhu sehingga akan
mengurangi daya cerna kandungan nutrisi. Dalam fase ini harus semaksimal
mungkin dilakukan pencegahan masuknya oksigen yaitu dengan memperhatikan
kerapatan silo dan kecepatan memasukkan bahan dalam silo

2. Fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari reaksi anaerob. Fase ini
berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari
komposisi bahan dan kondisi silase. Jika proses ensilase berjalan sempurna maka
bakteri asam laktat sukses berkembang. Bakteri asam laktat pada fase ini
menjadi bakteri predominan dan menurunkan pH silase sekitar 3,8-5. Bakteri
asam laktat akan menyerap karbohidrat dan menghasilkan asam laktat sebagai
hasil akhirnya. Penurunan pH dibawah 5,0 perkembangan bakteri asam laktat
akan menurun dan akhirnya berhenti, merupakan tanda berakhirnya fase ke 2
dalam fermentasi hijauan fase ini berlangsung sekitar 24-72 jam.

3. Fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan dari fase kedua. Fase stabilisasi
menyebabkan aktivitas fase fermentasi menjadi berkurang secara perlahan
sehingga tidak terjadi peningkatan atau penurunan nyata pH, bakteri asam laktat
dan total asam.

4. Fase feed-out atau aerobic spoilage phase. Silo yang sudah terbuka dan kontak
langsung dengan lingkungan maka akan menjadikan proses aerobik terjadi. Hal

6
yang sama terjadi jika terjadi kebocoran pada silo maka akan terjadi penurunan
kualitas silase atau kerusakan silase.
Kendala hijauan pakan di Indonesia adalah penyediaan sepanjang tahun yang
tidak kontinyu, pada musim penghujan produksi hijauan melebihi kebutuhan dan
pada musim kemarau produksi hijauan kurang dari kebutuhan. Kendala tersebut
dapat diatasi melalui usaha-usaha pengawetan hijauan pakan pada saat produksinya
melimpah dengan penerapan teknologi fermentasi (Dwiyanto dan Inounu 2001).
Salah satu usaha dalam Penerapan teknologi fermentasi adalah melalui proses
ensilase untuk menghasilkan silase.
Silase adalah pakan hasil produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian
dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dalam kondisi anaerob
(Moran, 2005). Proses kimiawi atau fermentasi yang terjadi selama proses silase
disebut ensilase, sedangkan tempatnya disebut silo (McDonald et al., 1991). Prinsip
dasar pembuatan silase adalah terciptanya kondisi anaerob dan asam dalam waktu
singkat. Keadaan anaerob ini harus tetap dipertahankan, sebab oksigen adalah salah
satu pembatas dalam proses silase (Schroeder, 2004; Moran, 2005). Menurut
Coblenzt (2003) ada tiga hal penting agar diperoleh kondisi anaerob yaitu 1)
Menghilangkan udara dengan cepat, 2) Menghasilkan asam laktat untuk membantu
menurunkan pH, 3) Mencegah masuknya oksigen ke dalam silo untuk menghambat
pertumbuhan jamur selama penyimpanan.

2.2.2. Silase Sorgum


Silase merupakan salah satu teknik pengawetan pakan atau hijauan pada
kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri yang
berlangsung di dalam tempat yang disebut silo (McDonald et al. 2002). Upaya
untuk meningkatkan kualitas silase hijauan tropis adalah dengan penggunaan aditif
pada proses ensilase yang dapat menstimulasi fermentasi bakteri asam laktat (BAL)
(Bureenok et al. 2006).
Nutrisi sorgum cukup tinggi dan lengkap, kadar protein mencapai 11 %
(Soeranto 2007) bila difermentasikan menjadi silase, keawetan dan mutu pakan bisa
meningkat sehingga juga diharapkan dapat mengurangi kebutuhan konsentrat.
Keunggulan sorgum lainnya yaitu mampu beradaptasi dilahan kering dan kurang

7
subur (Sirappa 2003), Silase dapat meminimalkan kehilangan nutrien dari
pemanenan hingga penyimpanan.
Faktor penting lain untuk menentukan keberhasilan pembuatan silase adalah
kondisi hijauan. Kondisi hijauan yang akan dibuat silase dan saat proses ensilase
sangat penting untuk menentukan tercapainya kondisi optimum silase. Kondisi lain
yang juga berpengaruh pada keberhasilan pembuatan silase adalah kadar air hijauan
yang berkorelasi dengan umur pemanenan dan lamanya waktu feremntasi silase
(ensilase) berlangsung.

2.3 Uji Kualitas Fisik


2.3.1 Warna
Warna silase dapat mengindikasikan permasalahan yang mungkin terjadi
selama fermentasi. Silase yang terlalu banyak mengandung asam asetat akan
berwarna kekuningan, sementara jika kelebihan asam butirat akan berlendir dan
berwarna hijau kebiruan. Silase yang baik akan berwarna normal, artinya tidak
terjadi perubahan dari warna sebelum ensilase (Saun dan Heinrich, 2008). Hal ini
sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Macaulay (2004) bahwa silase yang
berkualitas baik akan berwarna hijau terang sampai kuning atau hijau kecoklatan
tergantung materi silase.

2.3.2. Tekstur
Perlakuan menunjukkan silase dengan kualitas yang baik, hal ini sesuai
dengan yang direkomendasikan Macaulay (2004), bahwa silase dengan kualitas
baik akan memperlihatkan tekstur yang kompak, materi yang lembut dan komponen
seratnya tidak mudah dipisahkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tekstur silase
dipengaruhi oleh kadar air bahan pada awal ensilase, silase dengan kadar air yang
tinggi (>80%) akan memperlihatkan tekstur yang berlendir, lunak dan berjamur,
sedangkan silase berkadar air rendah (<30%) akan mempunyai tekstur yang kering,
mudah disobek dan ditumbuhi jamur.

8
2.3.4 Bau
Silase yang baik akan mempunyai bau seperti susu fermentasi karena
mengandung asam laktat, bukan bau yang menyengat. Dijelaskan jika produksi
asam asetat tinggi, maka akan berbau cuka. ( Saun dan Heinrichs 2008).

2.4. Uji Palatabilitas


Palatabilitas merupakan gambaran sifat bahan pakan yang dicerminkan oleh
organoleptik seperti fisik, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan
temperaturnya sehingga menimbulkan rangsangan dan daya tarik ternak untuk
mengonsumsinya (Yusmadi et al., 2008). Palatabilitas dapat didefinisikan sebagai
tingkat penerimaan pakan atau bahan pakan melalui rasa atau tingkat penerimaan
untuk dimakan oleh ternak yang dapat ditentukan dengan penampilan, bau, rasa,
tekstur, suhu, dan alat-alat panca indera lainnya terhadap pakan. Palatabilitas
sebagai respon yang diberikan ternak terhadap pakan yang diberikan dan hal ini
tidak hanya dilakukan oleh ternak ruminansia tetapi juga dilakukan oleh hewan
mamalia lainnya terutama dalam memilih pakan yang diberikan (Church dan Pond
1988). Luis et al. (2000) melaporkan bahwa dengan menegtahui informasi
paatabilitas, kecernaan dan komposisi nutrisi seperti protein, energy dan bahan
kering dari suatu jenis tanaman pakan diperkirakan akan dapat menjadi daya
dukung dan penentu utama keunggulan tanaman pakan yang akan mempengaruhi
penampilan ternak yang mengkonsumsinya.
Palatabilitas sangat penting karena merupakan gabungan dari beberapa faktor
yang berbeda yang dirasakan oleh ternak dan mewakili rangsangan dari
penglihatan, aroma, sentuhan dan rasa yang dipengaruhi oleh faktor sifat fisik dan
sifat kimia (nutrien) pakan dari ternak yang berbeda (Pond et al., 1995). Adaptasi
dalam jangka waktu panjang untuk uji palatabilitas yaitu 5-8 hari (Kaitho et al.,
1997). Perilaku ternak pada masa adaptasi dimulai dengan menciumi satu persatu
hijauan yang diberikan. Selang beberapa menit kemudian ternak tersebut mulai
memakan hijauan yang sudah biasa diberikan. Winugroho (2002), melaporkan
bahwa kebutuhan pakan dari setiap ternak berbeda jumlah tegntung pada jenis
ternak, umur ternak dan kondisi dari tubuh ternak.

9
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni
2017 di Kandang Percobaan Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin hopper, pisau,
plastik silo, vakum, terpal, isolasi, karet, dan cutter.

3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan untuk membuat silase Sorgum adalah daun Sorgum
dan batang Sorgum.

3.3. Cara Kerja


3.3.1. Pembutan Silase Sorgum
Jerami sorgum yang terdiri dari batang dan daun dibersihkan dan dicacah
dengan menggunakan mesin chopper 2 – 3 cm. Kemudian di masukkan kedalam
plastk sio sedikit demi sedikit dan padatkan dengan alat vacuum untuk tujuan
memperkecil udara didalam penyimpanan sehingga hampa udara cepat tercapai.
Plastik silo yang telah diisi dan di vakum segera ditutup dengan menggunakan karet
sehingga udara dan air tidak dapat masuk. Silo yang berisi jerami sorgum diinkubasi
selama 21 hari (3 minggu).

3.4. Metode Penelitian


Jerami Sorgum dibuat menjadi silase. Mengunakan 1 ekor sapi bali dan
diberi perlakuan silase sorgum selama 3 hari. Pengamatan perilaku dilakukan
dengan merekam perilaku video recorder selama 3 menit. Perilaku yang diamati
meliputi perilaku mengendus, mencium, menjilat, dan makan. Tiap perilaku dicatat

10
11

frekuensi dan durasinya. Silase sorgum yang diberikan dicatat setiap hari dan sisa
pemberian pakannya untuk mengetahui tingkat palatabilitas.

3.5. Peubah yang Diamati


3.5.1 Uji Kualitas Fisik
Peubah yang diamati adalah kualitas fisik (aroma, warna dan tekstur).
Pengamatan aroma, warna dan tekstur amoniasi dan silase ditentukan dengan uji
organoleptik menggunakan responden yang diberi contoh kuisioner kemudian
dianalisis secara deskriptif (Yusmadi, 2008).

3.5.1.1. Uji Kuaitas Fisik Aroma


Silase Jerami sorgum di buka dari pastik silo kemudian di ambil
secukupnya sebagai sampel dan di uji kualitas fisik bau dengan cara membaui/
mencium bau dari sampel kemudian di di beri nilai 1-10 oleh 17 peserta responden.
Produksi asam asetat yang tinggi, maka akan berbau cuka. ( Saun dan Heinrichs
2008).

3.5.1.2. Uji Kualitas Fisik Bau


Silase Jerami sorgum di buka dari pastik silo kemudian di ambil secukupya
untuk sampel dan di uji kualitas fisik bau dengan cara di lihat warna dari sampel
silase jerami sorgum kemudian di di beri nilai 1-10 oleh 17 peserta responden.
Macaulay (2004) melaporkan bahwa silase yang berkualitas baik akan berwarna
hijau terang sampai kuning atau hijau kecoklatan tergantung materi silase.

3.5.1.3. Uji Kualitas Fisik Tekstur


Silase Jerami sorgum di buka dari pastik silo kemudian di ambil sebagai
sampel dan di uji kualitas fisik bau dengan cara di pegang sampel nya kemudian di
nilai dari 1-10 oleh 17 peserta responden.

11
12

3.5.2. Uji Palatabilitas


3.5.2.1. Perilaku Konsumsi
Perilaku konsumsi yang diamati adalah tingkah laku makan dipagi hari yang
terdiri dari lama waktu makan dan frekuensi makan yang pengamatannya dilakukan
selama 3 hari. Tingkah laku makan diamati dan dicatat di pagi hari pada pukul
07.00 WIB sampai dengan sore hari pukul 16.00 WIB.

3.5.2.2. Palatabiltas
Uji palatabilitas pakan silase jerami sorgum diakukan selama 3 hari pada
pagi hari pukul 07.00 WIB dan sisa pakan ditimbang pada pukul 16.00 WIB.

Perhitungan Uji Palatabilitas

Uji Palatabilias = pakan yang diberi (kg) – Pakan sisa (kg) x 100%
Pakan yang diberi (Kg)

3.6. Analisis Data


Data yang diperoleh akan disajikan dan dianilisa secara deskriptif,
presentase. Data kualitas fisik menggunakan uji statistic non parametric kruskal-
Wallis yang digunakan untuk mengolah data parameter warna, aroma dan tesktur
dan Uji palatabilitas diuji dengan menggunakan uji independent T – students (Steel
dan Torie, 1995)

12
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Kualitas Silase Jerami Sorgum


Pengujian kualitas silase adalah dengan pengamatan fisik silase. Faktor utama
dalam penentuan kualitas fisik silase yaitu bau, warna, tekstur dan kontaminasi
jamur. Silase yang berkualitas baik adalah silase yang akan menghasilkan aroma
asam dimana aroma asam tersebut menandakan bahwa proses fermentasi di dalam
silo berjalan dengan baik (Mannetje, 1999). Kualitas silase yang berkualitas baik
berwarna hijau kecoklatan, beraroma asam, bertekstur utuh dan halus ( Haustein,
2003). Parameter yang di amati dari kualitas silase yaitu tekstur, aroma dan bau.
Kualitas silase dapat di pengaruhi oleh jenis tanaman yng dibuat silase, fase
pertumbuhan dan kandungan bahan kering saat panen serta mikroorganisme
(bakteri asam laktat) yang terlibat Murni et al. (2008). Berikut adalah tabel hasil
pengamatan Silase Jerami Jagung.

4.1. Tabel Uji Kualitas Silase Jerami Sorgum


Perlakuan yang di amati Jumlah Responden Rataan Keterangan
Warna 17 6,706 Berwarna Hijau
Kecoklatan
Tekstur 17 5,176 Tekstur Sedang

Bau 17 7,176 Berbau Asam

4.1.1. Uji Kualitas Warna


Indikator keberhasillan silase dapat dilihat dari kualitas silase yang
dihasilkan. Warna merupakan salah satu indikator kualitas fisik dari silase. Hasil
penilaian organoleptik karakteristik warna silase jerami sorgum yaitu 6,706 yaitu
bewarna hijau kecoklatan, hal sesuai dengan pendapat Saun dan Heinrichs (2008),
yang melaporkan bahwa silase yang memiliki kualitas baik akan berwarna hijau
terang sampai kuning atau hijau kecoklatan tergantung materi silase. Sandi et al.
(2010) menyatakan bahwa silase yang baik memiliki aroma asam dan wangi
fermentasi. Kartadisastra (1997) juga berpendapat bahwa silase berkualitas baik

13
14

yaitu mempunyai tekstur segar, berwarna kehijau-hijauan, tidak berbau busuk,


disukai ternak, tidak berjamur, dan tidak menggumpal. Faktor Suhu yang tinggi
selama proses ensilase dapat menyebabkan perubahan warna silase, (Gonzalez et
al., 2007). Perubahan warna silase disebabkan oleh proses respirasi aerobik pada
hijauan yang berlangsung selama oksigen didalam silo masih ada. Menyebabkan
warna hijauan menjadi hijau kecoklatan dalam proses ini gula akan teroksidasi
menjadi CO2, air, dan suhu panas juga dihasilkan pada proses ini menyebapkan
temperature naik, temperatur yang tidak dapat terkendali akan menyebabkan silase
berwarna coklat tua sampai hitam.

4.1.2. Uji Kualitas Tekstur


Tekstur merupakan salah satu indikator untuk menentukan kualitas fisik
silase, karena semakin padat tekstur yang dihasilkan menunjukkan bahwa silase
berkualitas baik. Skor rata-rata nilai tektur silase silase jerami sorgum tersebut
menunjukkan bahwa setiap perlakuan memiliki tektur yang relatif sama sedang
yaitu 5,176 (sedang), sejalan dengan Adesogan (2006) bahwa silase yang baik
memiliki tekstur masih seperti semula, tidak berjamur, tidak berlendir, tidak
menggumpal dan banyak mengandung asam laktat. Tidak ditemukan adanya cairan
pada bagian bawah kemasan. Silase yang dihasilkan pada setiap perlakuan
merupakan silase yang cukup baik dalam segi tekstur.

4.1.3. Uji Kualitas Bau


Aroma silase adalah indikator untuk menentukan kualitas secara fisik. Hasil
penilaian organoleptik karakteristik aroma silase jerami sorgum ysitu 7,176, hasil
ini menunjukkan bahwa silase jerami sorgum relatif asam. Hal ini sejalan dengan
Saun dan Heinrics (2008) bau asam yang dihasilkan adalah berbau asam dan bukan
bau yang menyengat. Hal ini terkait dari banyaknya populasi bakteri asam laktat
yang dapat berkembang dengan baik didalamnya. Cairan inokulan sebagai sumber
energi tersedia mampu dimanfaatkan dengan baik oleh dalam proses fermentasi.
Silase yang dihasilkan pada setiap perlakuan merupakan silase yang baik dalam
segi aroma, bau asam yang dihasikan oleh silase disebabkan dalam proses
15

pembuatan silase bakteri anaerob aktif bekerja menghasilkan asam organik. Lado,
(2007) melaporkan bahwa aroma berasal dari asam yang dihasilkan selama proses
ensilase. Silase yang dihasilkan pada setiap perlakuan merupakan silase yang cukup
baik dalam segi aroma.

4.2. Uji Palatabilitas


Rataan nilai palatabilitas antara silase jerami sorgum hasil penelitian ini
dibandingkan dengan jerami jagung hasil penelitian Edo Apriadi (2017) dapat
dilihat pada tabel 4.2. dibawah ini.

Tabel 4.2. Perbandingan Data Palatabilitas Silase Jerami Sorgum dengan


Jerami Jagung Hasil Penelitian Edo Apriadi (2017)
Perlakuan Rataan Palatabiltas (%)
Silase jerami sorgum 58.88
Jerami jagung (Kontrol) 66.67

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa persentase palatabilitas


silase jerami sorgum lebih rendah dibandingkan persentase palatabilitas jerami
jagung sebagai kontrol. Tetapi hasil dari analisa statistik uji T (independent T-
student) pada perlakuan pemberian silase jerami sorgum dengan perlakuan
pemberian jerami jagung terhadap persentase palatabilitas tidak berbeda nyata
(P>0.05).
Martin (2013) melaporkan bahwa beberapa brangkasan jagung harus tersisa
di lapangan untuk melestarikan tanah, meningkatkan hasil panen efisiensi
penggunaan air, dan makan ternak. Namun, sisanya harus digunakan untuk
keperluan lain, meskipun, saat ini, petani beberapa ternak memanfaatkan residu
untuk makan (Mob et al., 2014). Molases yang ditambahkan pada pakan Hi-fer
merupakan hasil dari proses penggilingan tebu menjadi gula. Molases digunakan
karena dapat menstimulasi perkembangan bakteri pada proses fermentasi dan
menurunkan pH silase.

15
16

Penambahan molasses pada fermentasi dapat meningkatkan populasi


bakteri asam laktat, meningkatkan kualitas fermentasi dan menghindari
berkurangnya bahan kering pada fermentasi (McDonald et al., 2002). Hernaman
et al. (2005) melaporkan bahwa penambahan molasses lebih dari 4 persen pada
silase campuran ampas tahu dan pucuk tebu, meningkatkan kandungan serat kasar.
Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan berperan sebagai zat
pengawet sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk sehingga
produk fermentasi menjadi lebih awet, menurunkan zat anti nutrisi dan dapat
meningkatkan kecernaan dari bahan pakan. Semakin besar kecernaan bahan pakan
memungkinkan banyaknya zat-zat makanan yang diserap sehingga akan menunjang
produksi yang maksimal.

16
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil uji kualitas silase
jerami sorgum adalah sebagai berikut: Hasil uji kualitas warna silase jerami sorgum
adalah berwarna hijau kecoklatan, hasil uji tekstur silase jerami sorgum adalah
bertekstur sedang, dan hasil uji bau silase jerami sorgum adalah berbau asam. Hasil
uji palatabilitas silase jerami sorgum dibandingkan dengan jerami jagung hasil
penelitian Edo Apriyadi (2017) adalah palatabilitas silase jerami sorgum lebih
rendah dibandingkan dengan palatabilitas jerami jagung, tetapi perbedaan tersebut
tidak nyata (P > 0.05).

5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan silase jerami
sorgum dengan masa inkubasi yang berbeda, pemberian aditif yang berbeda dan
dilakukan pada jumlah sapi yang lebih banyak dalam bentuk rancangan percobaan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Adesogan AT. 2006. Factors affecting corn silage quality in hot, humid climates.
Proc of 17th annual Floroda ruminant nutrition. Symposium, Gainesville,
Florida. Jan 2007: 108-119.

Apriyadi, Edo. 2017. Perilaku konsumsi sapi bali dan palatabilitas jerami jagung
yang difermentasi dengan Hi-fer®. Skripsi. Program Studi Peternakan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

Bean BW., Bau mhardt R.L., McCollum FT., McCuistion K.C. 2013 Comparison
of sorghum classes for grain and forage yield and foragenutritive value,
Field Crops Research, 142, 20-26.

Borghi E., Crusciol CAC., Nascente AS., Sousa VV., Martins PO., Mateu G.P.,
Costa, C. 2013 Sorghum grain yield, forage biomass production and
revenue as affected by intercropping time, European Journal of Agronomy,
51, 130-139.

Bureenok S.,T Namihira S. Mizumachi., Kawamiti Y dan Nakada T. 2005.


Effect of fermented juice of epiphytic lactic acid bacteria on the
fermentative quality of guineagrass (Panicum maximum Jacq) silage.
Grassl. Sci. 51: 243-248.

Coblenzt W. 2003. Principles of silage making. http://www. uaex.edu`. diakses


tanggal 03 Maret 2017.

Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traoré, A.G.J. Voragen, and W.J. H. Van Berkel.
2006. Sorghum grain as human food in Africa: relevance of content of
starch and amylase activities. African J. of Biotechnology 5(5):384-395.

Dwiyanto K, Inounu I. 2001. Ketersediaan teknologi dalam pengembangan


Ruminansia kecil. Seminar Nasional Domba dan Kambing. Institut
Pertanian Bogor. hlm 121-130.

Elferink, SJWHO, Driehuis, F.,Gottschal, J.C., danSpoelstra, S.F. 2010. Silage


Fermentation Processes and Their Manipulation. Netherlands: Food
Agriculture Organization Press.

Gonzalez J., Faria MJ., Rodrıguez CA. and Martinez A. 2007. Eff ects of ensiling
on ruminal degradability and intestinal digestibility of Italian rye-grass.
Anim Feed Sci Technol. 136:38-50.

Hosamani SV.., Mehra UV dan Dass RS. 2003.. Effect of different Source of
Energy on Mlasses Mineral Block Intake Nutrient Utilization, Rumen
Fermentation Pattern and Blood Profile in Urah Buffaloes.

18
19

Haustein, S. 2003. Evaluating Silage Quality. http://www1.agric.gov.ab.ca. diakses


pada tanggal 26 Maret 2017

Jahanzad E, Jorat M, Moghadam H, Sadeghpour A, Chaichi MR, Dashtaki M. 2013.


Response of new and a commonly grown forage sorghum cultivar to limited
irrigation and planting density. J Agric W Manag. 117: 62-69.

Jayanegara, C. M. 2011. Pengaruh Pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular


(MVA) Dan Berbagai Dosis Pupuk Kompos Terhadap Pertumbuhan Dan
Hasil Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (l.) Moench). Universitas
Pembangunan Nasional Veteran. Yogyakarta.

Kariyasa, K. 2003. Hasil Laoran Pra Surey Kelemagaa Usaha Tanaman Ternak
Terpadu dalam Sisem dan Usaha Agribisnis. Jakarta.

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia


(Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Kanisius, Yogyakarta.

Kusmiadi. 2011. Sorgum. http://riwankusmiadi.ubb.ac.id. Diunduh 7


Oktober 2013.

Lado L .2007. Evaluasi Kualitas Silase Rumput Sudan (Sorghum Sudanense) Pada
Penambahan Berbagai Macam Aditif Karbohidrat Mudah Larut. Tesis.
Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Peternakan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

MacaulayA.2004.Evaluating silagequality.www.agric.gov.ab.ca/$department/
deptdocs.nsf/ all/for4909.html. diakses pada tanggal 26 Maret 2017

Mannetje, L.’t. 1999. The future of silage making in the tropics. Proc. of the FAO
Electronic

McDonald P, Edwards R, Greenhalgh J. 1991. The Biochemistry of Silage. 2nd


Ed. Marlow (GB): Chalcombe.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal


Nutrition. Ed ke-6. London: Prentice Hall.

Miller, F. R and J. A. Stroup. 2004. Growth and management of sorghums for


forage production. Proceedings National Alfalfa Symposium: 1 - 10

Moran J. 2005. Tropical dairy farming: feeding management for small holder
dairy farmers in the humid tropics. Porto (PT): Lanlink Pr.
20

Murni R., Suparjo., Akmal. Dan Gintng BL. 2008. Buku Ajar Tekologi
Pemanfaatan Limbh untuk Pakan. Laboratorium Makan Ternak. Fakultas
Peternakan. Universitas Jambi.

OISAT. 2011. Sorghum. PAN Germany Pestizid Aktions- Netzwerk e.V. PAN
Germany.
Purnomohadi, M. 2006. Potensi penggunaan beberapa varietas sorgum manis
(Sorghum bicolor (L.) Moench) sebagai tanaman pakan. Berkala
Penelitian Hayati. 12: 41- 44.

Rahmi, Syuryawati, Zubachtirodin. 2007. Teknologi Budidaya Gandum. Balai


Penelitian Tanaman Serealia.Maros.

Rocateli AC, Raper R, Balkcom KS, Arriaga FJ, Bransby DI. 2012. Biomass
sorghum production and components under different irrigation/tillage
systems for the southeastern U.S. J Ind Crop Prod. 36: 589–598.
.

Saun RJV dan Henrich AJ. 2008. Trouble shooting silage problem: How to
identify potential problem. In: Proceedings of the Mid-Atlantic Conference:
Pensylvania, 26 May 2008. Penn State’s Collage. Hlm 2-10.

Sandi, S., E. B. Laconi, A. Sudarman, K. G. Wiryawan dan D. Mangundjaja. 2010.


Kualitas nutrisi silase berbahan baku singkong yang diberi enzim cairanrumen sapi dan
Leuconostoc mesenteroides. Media Peternakan. 33:25-30.

Schroeder JW. 2004. Silage fermentation and preservation. Extension Dairy


Speciaslist. AS-1254. http://www.ext.nodak.edu/extpubs/ansci/dairy/as
1254w. htm.

Shoemaker CE dan Bransby DI. 2010. Chapte 9: the role of sorghum as a bioenergy
feedstock inR. Braun, D. Karlen and D. Johnson (Eds.) Proceeeding of the
Sustainle Feedtocks fo Advance Biofuels Workshop: Sustainable alterntive
fuel feedstock opportunities, challengs, and roadmaps for six U.S. regions.
Pp 149-160.

Sirappa M.P. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai


komoditas alternatif untuk pangan, pakan dan industri. Jurnal Litbang
Pertanian 22(4).

Soeranto., 2005. Pemuliaan Tanaman Sorgum. http//batan.go.co.id/patir/ pert.html.


(Tanggal kunjungan 19 Oktober 2016).

Sumarno dan Karsono S. 1996. Perkembangan produksi sorgum di dunia dan


penggunaannya. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk
Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4-1996:
13−24.
21

Tati, Nurmala, S.W. 2003. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. Rineka Cipta.
Jakarta.

Tjitrosoepomo G. 2000, Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.
Weinberg ZG., Chen Y dan Gamburg M. 2004. The passage of lactic acid
bacteria from silage into rumen fl uid, in vitro studies. J. Dairy Sci. 87:
3386-3397.

Widowati. 2000. Karakteristik Mutu Gizi Dan Diversifikasi Pangan Berbasis


Sorgum (Sorghum vulgare). Balai Besar penelitian dan Pengembangan
Pasca Panen Pertanian. Bogor

Winugroho M. 2002. Strategi pemberian pakan tambahan untuk memperbaiki


efesiensi reproduksi induk sapi. Jurnal Litbang Pertanian. 21(1):19-23.

Yulita, R. dan Risda., 2006. Pengembangan sorgum di Indonesia. Direktorat Budi


daya Serealia. Ditjen Tanaman Pangan, Jakarta.

Yusmadi, Nahrowi, dan M. Ridla. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas silase hay
ransum komplit berbasis sampah organik primer pada kambing peranakan
etawah. J. Agripet 8(1): 31-38.

Anda mungkin juga menyukai