7 f
I. "1 ajwwirjif't'i'jti
rn>
PantluanfLengk^ffl
: C ■
r
^
w
1 1
^ ^ f 7 ? .
tl /
T r
%!
w
I
t/7* "t
ST
hidiantoiito
SHALAT
WAHiffi
Perpustakaan Nasionat R1: Katalog I^lam Terbttan (KOT)
297.412 21
Judul Asli:
Ahkam as-Sunan ar-RawatIb
Penulis:
Abdullah bin Za'I al-Una22l
Penerbit:
Dar al-QasIm
Teip. 4092000 Faks. 40331S0
Po. Box 6373 Riyadh 11442
Edisi Indonesia:
Panduan Lengkap
S H A L AT SUNnAH R AWAT I B
Penerjemah:
Ahmad Syaikhu, S.Ag
Muraja'ah:
Ti m P u s t a k a D H
Penerbit;
Dilarang memperbanyak isi buku ini lanpa izin terlulis dari penerbit
All Rights Reserved *
Hak terjemahan dilindungi undang-undang
D A F TA R I S I
MUKADDIMAH 1
BAB P E RTA M A :
vii
12. Waktu Shalat Sunnah Rawatib 54
BAB KEDUA:
BAB KETIGA:
TENTANG MENYATUKAN ANTARA SUNNAH RAWATIB
DAN SHALAT-SHALAT SUNNAH LAINNYA 7 0
viii
5. Menyatukan Antara Rawatib Isya' dengan Dua
Rakaat Pertama Shalat Tarawih 74
BAB K E E M PAT:
BAB KELIMA:
PERSOALAN-PERSOALAN LAINNYA 86
ix
6.
Kapan Melaksanakan Shalat Sunnah Rawatib,
Jlka Seseorang Menjama* Dua Shalat? 9 7
7.
Mendahulukan Dztkir-dzikir Shalat Daripada Sunnah
Rawatib (Ba'diyah) 9 8
8. Istighfar dan Dzikir-dzikir Sesudah Shalat Sunnah
Rawatib 101
9. Apakah Seseorang Mengerjakan Shalat Sunnah Ra¬
watib Ataukah Mendengar Mau'izhah (Nasihat)?... 101
10.
Seseorang SIbuk Menghormatl Tamu Sehingga
TIdak Mengerjakan Sunnah Rawatib..! 101
11 .
ShalatSunnahyangDikeijakanSeorangPegawai,
Balk Rawatib Maupun yang Lainnya 102
12. Membuat Jadwal Untuk Muhasabah Diri Berke-
naan dengan Shalat Fardhu dan Shalat Sunnah
Rawatib 102
13. Meninggalkan Sunnah-sunnah Rawatib Bukan
Kefasikan 104
PENUTUP... 105
REFERENSI 106
X
M U K A D I M A H
9 ^
^It A
4Jc—IxS^ 4 Jl
J a ! ) w ?
(5;^ * 4 ^ 0-^*'
1
rawatib adalah surmah dan bukan fardhu. Tetapi, seba-
g a i m a n a disebutkan dalam hadits, amalan-amalan sun-
nah tersebut dapat menyempurnakan amalan-amalan
fardhu. la merupakan faktor kecintaan Allah kepada
hamba. Mengerj^annya berarti meneladani Nabi
Oleh karena itu, orang mukmin semestinya memelihara-
nya dan memperhatikannya, sebagaimana Nabi Mmem-
perhatikannya di samping sunnah Dhuha, Tahajjud
pada malam hari dan Witir. Orang mukmin memper-
hatikan dan memelihara semua ini."^
Saudaraku tercinta!
‘MaJmu'Fatawa wa MaqalatMutanawwl’ah{\\l'2%\).
3
sunnah rawatih.
watih.
4
waktu yang dilarang.
Ketiga, kapan sunnah Fajar diqadha?
Keempat, jika shalat Shubuh berjamaah sudah ter-
lewat, apakah memulai dengan sunnah razvatib ataukah
fardhu?
5
dijama' dengan satu niat?
Bab keempat, tentang memulai shalat sunnah ra-
watib dan memutuskannya. Mengenai hal ini terdapat
lima permasalahan:
Pertama, menentukan niat shalat sunnah rawatib
sebelum memulainya.
Kedua, memutuskan shalat sunnah, tanpa udzur.
Ketiga, memulai siinnah rawatib setelah iqamat.
Keempat, memutuskan shalat sunnah rawflhb keti-
ka iqamat shalat.
Kelima, jika seseorang tahu bahwa shalat sebentar
lagi diiqamatkan, apakah ia boleh memulai shalat sunnah?
Bab kelima, masalah-masalah beragam. Mengenai
hal ini terdapat 13 permasalahan:
Pertama, memisah antara fardhu dengan sunnah
rawatib.
6
$UiA'
Dan Penutup
Saya merasa telah mencurahkan segenap kemampu-
an saya imtuk menghimpim semua materi ini dan me-
nyusurmya. Bila ada yang benar maka itu berasal dari
Allah semata, dan Dia memiliki anugerah serta karunia.
Adapun kesalahan pasti ada, bukan mustahil, dan bukan
suatu yang aneh bila teijadi pada manusia, sebagaimana
kata seorang penyair:
Aku tidak bisa mewbebaskan diriku
7
Daripada tnengucapkan pengakmn bahzm
aku adalah rmnusia
8
Pt/ j°rfTTfr
keutamaan shaiat
SUNNAH EAWATIB, JUMIAH,
T E M PAT D A N WA K T U N YA
9
i^wA'4
10
\jji\ ‘Ji Li-f iijj
"Sungguh kedmnya lebihakucintaidaripadaduniaselu-
ruhnya. " 1
3. Dari Ummu Habibah ia mengatakan, "Aku
mendengar RasuluUah ^bersabda,
9yy A yy y y9yyyy
.y y9^
K* j>- UbJju
_,l3i
'Barangsiapa yang memelihara empat rakaat sebelum Zhu-
hur dan empat rakaat sesudahnya, maka Allah mengha-
ramkan neraka baginya'."^
Asy-Syaukani mengatakan, "Hanya orang yang
"3
memelihara shalatlah yang diharamkan ihasuk neraka.
2. Jumlah Shalat Sunnah Rawatib
11
^ P ✓
' A a
0 ^
S^Cr- jj ^ X r J J
0j
I t
‘HR. at-Tlrmldzi (414). Syaikh Ahmad Syakir mengatakan, "Hadits ini hasan atau sftahffi"
Juga diriwayatkan an-Nasa'i (1794). Hadits Ini dls/?a/>/^n al-Albani, dan sanadnya
d\fjasarkan oleh Syaikh Ibnu Baz. Uhat, Hasytyah Syaikh Abdul Aziz bin Baz ala Bu/ugft
at-Maram (1/256).
12
rutnahnya, dan dm rahmt sebelum shalat Shubuh.
Dan dari Aisyah
‘MR. al-Bukhari(1180).
^HR. al-Bukhari (1182).
*Sunan at-Tlrmldzl, (92). (cet. SalfulAfkar ad-Daullyah)
13
$4*^
*ShahihMuslimdenganSyarhShahihMuslim,Imaman-Nawawl(6/9).
*Al-I'lambl-fawa'IdUmdahat-Ahkam(2/398).
14
Sl^lA
15
"Beliau mengerjakan shcdat di runwhnya sebelum Zhukur
empat rdkaat, kemudian beliau keluar."
Abu Ja'far ath-Thabari berkata, "Empat rakaat itulah
yang paling sering beliau kerjakan, sedangkan dua ra¬
"1
kaat itu jarang beliau lakukan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, "Ada-
pun rbnu Umar maka telah shahih darinya bahwa
shalat sunnah rawatib berjumlah sepuluh rakaat, dan
shalat sunnah rawatib sebelum Zhuhur adalah dua ra¬
‘Fath a/-B3/i{3/70).
^MaJmu'Fatawa wa MaqalatMutanawwl'ah{\ll3S0-331).
^HR. Ahmad (2/117); Abu Daud (1271); at-TIrmidzl (1271); at-Tirmldzl (430); Ibnu
Khuzalmah (2/206). Ibnu Hajar mengatakan dalam at-Talkhteh (2/13), "Dalam sanad-
nya terdapat Muhammad bin MIhran, yang masih diperselisihkan, tetapi dinilal tsiqah
oleh Ibnu HIbban dan dinllal cacat oleh Ibnu Qaththan." Hadits Ini q\shahitkax\ oleh
16
Dan daii Ashim bin Dhamrah, ia mengatakan, "Kami
pernah bertanya kepada ALL tentang shalat Rasulullah
ia berkata, 'Siapa di antara kalian yang sanggup mela-
kukannya?' Kami menjawab, 'Jika kami tidak sanggup
melakukannya, kami telah mendengarnya Ali berkata,
lup Ilia ^Ilia ^ b i Sir
^ r i i i a *
LrjJ\
B f
j_j Lxjji l a a
e 4 X ^ « ' s '
Oi:iy s-ojip . 1 1 1 . : . ;
U-' piij
I I
Ibmj Khuzaimah dan Ibnu HIbban, serta dihass/Man at-T)rmldzi dan al-Albanl. Syaikti
Ibnu Baz men\\a\ sanaOt^a bagus. Uhat, Hasy/yah asy-Sya/kh Abd//b/n Baz a/a
Bulugh al-Maram (1/257).
17
para ndbi serta para pengikut mereka dari kalangan kaum
mukminin dan muslimin."^
JlijU
‘jli
'Di antara tiap-tiap adzan dan iqamah terdapat shalat,
di antara tiap-tiap adzan dan iqamah terdapat shalat.'
Kemudian beliau mengatakan pada kali ketiganya, 'Bagi
siapa yang suka. ’(Muttafaq Alaih).
Karena beliau tidak suka orang-orang menjadikarmya
^HR. Ahmad (1/85) dan an*Nasa'l (674) serta 6\hasatlKan al-AlbarrI. Syaikh Ibnu 8az me-
nilai sanadnya hasan. Uhat, Hasylyah asy-Syaikh AbdH Azin bin Baz ala Bulugh al-
Afera/n (1/257).
*Fath al-Barl, Ibnu Rajab (3/536).
3Umdah al-Qar1{7IZAl).
18
sebagai sunnah {rawatib), yang rutin dikerjakan. Ini men-
jelaskan bahwa shalat sebelum Ashar, Maghrib dan
Isya' adalah kebajikan dan bukan sunn^. Barangsiapa
yang ingin mengeijakan shalat sebelum Ashar, sebagai-
mana ia mengeijakan shalat sebelum Maghrib dan Isya'
menunit cara deirdkian, maka itu perbuatan bagus. Ada-
pun meyakini bahwa itu adalah sunnah rawatib yang
biasa dikerjakan oleh Nabi Msebagaimana beliau melak-
sanakannya sebelum dan sesudah shalat Zhuhur serta
sesudah Maghrib, maka ini suatu kesalahan.''^
Syaikh Muhammad bin Utsaimin mengatakan,
"Shalat Ashar tidak memiliki sunnah raxvatib, baik sebe¬
lum maupun sesudahnya. Hanya saja seseorang disun-
nahkan untuk melaksan^an shalat sebelum Ashar sebagai
shalat mutlak."2
19
rakaat Fajar (yakni sebelum shalat Shubuh). Penekanan
dua rakaat Fajar tersebut ditunjukkan oleh sabda Nabi
jj toiiTj ^pcfrCuii ^ ^
Ijjl ^ 3 u^- j J
2 0
ga Shubuh sudah cukup terang. Jodi Shuhuh sudah terang
sekali. Lain Bilal herdiri untuk menguimndangkan adzan
shalat dan diikuti dengan iqamah. Tapi Rasul 0belum
juga keluar. Ketika keluar, beliau shalat mengimami para
sahabatnya. Bilal ^memberitahukankepada beliau bahiva
Aisyah t^telah menyibukkannya dengan suatu perkara
yang ditanyakan kepadanya sehingga ia mengumandang-
kan adzan shalat Shubuh saatpagi sudah terang. Bahiva-
sanya beliau lambat keluar, maha beliau bersabda,
1^1 aDI ^ j
fI* !' * 0 f»r”"ti- AXe^f
LL* y (JI3
21
sunmh pun dibandingkm dua rakaat sehelutn Shubuh."
Dalam suatu riwayat, "Aku tidak perhah melihat Rasu-
lullah 0lebih hersegera dalam melaksanakan shalat sunnah
dtbandingkan dua rahiat sebelum Fajar."'^
Dari Abu ad-Darda' ia mengatakan.
^ ^ o' f'*' oi
^ShahlhMuslimb!Syarhan-Nawaw!(6/4).
*Path al-Mallkbl Tabwib at-Tamhidala Muwaththa'Malik(21373).
22
lum shalat Shubuh."^
23
beliau berupa memanjangkan shalat malam dan shalat-
" 1
shalat sunnah lainnya.
Al-Qurthubi berkata/'Bukan berarti bahwa
Aisyah meragukan Nabi ^membaca al-Fatihah.
Tetapi maknanya bahwa beliau biasa memanjangkan
rakaat dalam shalat-shalat sunnah. Sehingga ketika beliau
memendekkan dua rakaat Fajar, maka seolah-olah beliau
tidak membacanya bila dibandingkan dengan shalat-
shalat lainnya. " 2
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, "Terdapat
perbedaan pendapat mengenai hikmah dipendekkannya
dua rakaat Fajar. Konon, karena beliau ingin bersegera
melaksanakan shalat Shubuh di awal waktunya. Pendapat
ini didukimg oleh al-Qurthubi. Konon, untuk membuka
shalat siang hari dengan dua rakaat ringan sebagaimana
beliau lakukan untuk membuka shalat malam, agar
memasuki shalat fardhu atau serupanya dalam hal keuta-
" 3
maan dengan giat dan persiapan yang sempuma.
b) Nabi ^membaca pada dua rakaat t^sebut sesudah
al-Fatihah dengan bacaan khusus.
Dari Abu Hurairah
ya a' i' ^ a'-' ^ * f
24
"Bahwa Rasulullah Mmembaca pada dua rakaat Fa-
jar: Qul ya ayyulml kafirun dan Qul huwallahu ahad."'^
Dari Sa'id bin Yasar bahwa Ibnu Abbas menga-
barkan kepadanya,
^ ^ a< ^ »y ^ y^yay
j (ji5^
M^ \ ^0 ^ 9 » » ✓ »
tU-^ fl i j t
L-Ju
_y»uai! J'^jh L ? ^
25
S\ 4U'^j ' 5 y
\
IV}\^ ^
"Rasulullah 0membaca pada dua rakaat sunnah Fajar:
I'Katakanlah (hai orang-orang mukmin), 'Kamiberiman
kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami.'] (Al-
Baqarah: 136), dan ayat yang terdapat dalam surah Ali
Imran: ['Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ke-
tetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
112
kamu.'J (Ali Imran: 64).
Dan dari Aisyah ia mengatakan,
jL] ijir
■” I *ff ' ai 0 * a* ' e " *
tjSrcjdl\
Gk'd
I t
1
HR. Muslim (727).
^HR. Ibnu Majah (1150), dan d\shah/fian al-Albani.
26
beliaur yakni pada makm hari. Lain beliau bersujud pada
tiap-tiap rakaat sepanjang kira-kira 50 ayat yang dibaca
oleh salah seorang dari kalian. Lain beliau melaksanakan
shalat dm rakaat sebelum shalat Shubuh, kemudian beliau
berbaring ke sebelah kamn hingga muadzin datang untuk
mengumandangkan adzan slmlat"^
Imam al-Bukhari mengatakan, "Bab tentang
orang yang bercakap-cakap setelah mengerjakan dua
rakaat (sebelum Shubuh) dan tidak berbaring." Kemu¬
dian dia mengemukakan hadits Aisyah y a n g m e n u -
turkan, "Nabi ^jika telah melaksanakan shalat sunnah
Fajar, maka jika aku sudah bangun, beliau bercakap-
cakap denganku. Jika tidak, maka beliau berbaring hing¬
112
ga adzan shalat dikumandangkan.
Al-Hafizh Ibnu HajarcwiiS^ mengatakan, "Dia meng-
isyaratkan dengan keterangan bab tersebut bahwa beliau
^tidak melaksanakannya secara terns menerus. Dengan
dasar itulah para imam berhujjah mengenai tidak wajib-
nya (berbaring setelah shalat dua rakaat sebelum Shubuh).
Mereka memahami perintah yang mensinyalir hal itu
dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dan selainnya sebagai anjuran. Faedah dari hal itu
ialah untuk beristirahat dan supaya giat melaksanakan
shalat Shubuh. Berdasarkan hal tersebut maka berbaring
setelah shalat dua rakaat adalah bagi orang yang telah
28
SCiLn
‘Fatf) <J/-S5r/(3/53).
^Aridhah at-Ahwadzi (2/184).
^Syarh Riyadh ash-Shal/hin (3/287),
29
dokter menganjiirkan tidur ke sebelah kiri agar beristira-
hat dengan sempuma dan tidur dengan pulas. Sementara
pembawa syariat menganjurkan tidur ke sebelah kanan,
agar tidumya tidak pulas sampai terlewat mengeijakan
qiyamul lail. Tidur ke sebelah kanan lebih bermanfaat bagi
hati, sementara tidur ke sebelah kiri lebih bermanfaat bagi
tubuh."i
‘Zad al-Ma'ad
^Al-rjazal-llmlRas-Sunnahan-Nabawiyyah(1/104).
^Telah
dlfaA:/>/$'sebelumnya.
30
$ 4 ^
31
7. Apakah Shalat Sunnah Empat Rakaat Sebelum
Zhuhur Dengan Satu Salam atau Dua Salam?
Dari Abu Ayyub dari Nabi beliau bersabda,
■* yai it'. tJ’j .a ,i.yt'. of, "o'" ^ ?
"EmpatrakaatsebelumZhuhur,tanpadipisahdengansa¬
lam, akan membuka pintu-pintu langit.
Dari Ibnu Umar dari Nabi
y“y y^y '' * ' * ! '
t.5^ J ^ '
Shalat malam dan siang itu dikerjakan dua -dua." 2
‘HR. Ahmad (5/417); Abu Daud (1270); dan Ibnu Majah (1175). An-Nawawi
32
Imam al-Bukhari mengatakan, "Bab yang mene-
rangkan shalat sunnah dua rakaat-dua rakaat. Hal itu
disebutkan dari Ammar, Abu Dzar, Anas, Jabir, Zaid,
Ikrimah dan az-Zuhri Yahya bin Sa'id al-Anshari me¬
ngatakan, 'Aku tidak mendapatkan para fuqahanegeri
kami melainkan mereka bersalam pada tiap-tiap dua
rakaat dari shalat sunnah pada sianghari'."^Kemudian
mushmmif mengemukakan dalam bab ini delapan hadits
yang menyebutkan bahwa Nabi mshalat tathamvu' pada
siang hari dua rakaat.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, "Yang dimak-
sud oleh mws/zflnMi/(al-Bukhari) denganhadits-hadits
ini ialah menolak kalangan yang menyangka bahwa shalat
sunnah pada siang hari berjumlah empat rakaat s e c a r a
bersambung.Danjumhurulamamemilihbersalampada
tiap-tiap dua rakaat dalam shalat malam dan siang hari. " 2
‘Fath al-Barl{2l5Q).
^Pathal-Barl{2160).
33
ia shalat dua rakaat sebelum duduk. Nabi ^jika masuk
nimahnya,beliaushalatduarakaat.Ahmadmenyebut-
kan hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Ya'la
bin Atha', pemah ditanyakan kepadanya, 'Bukankah diri¬
wayatkan bahwa Nabi Mshalat sebelum Zhuhur empat
rakaat?' la menjawab, 'Telah diriwayatkan bahwa Nabi
Mshalat Dhuha delapan rakaat, maka apakah menurut-
m u beliau tidak memisahnya dengan salam'?"i
^A/-Aussth {5/23S).
^AI-MaJmu'{3l3A9).
3Tuhfah al-AhwadzHlIAW).
3 4
'SMat malam itu dua-dua.' (Disepakati keshahihan-
nya).
Dalam suatu riwayat yang simhih disebutkan:
35
8. Shalat Sunnah Rawatib Jum'at
Dari Abdullah bin Umar
^4^^' ^ ^ J o f
.0.' »..* ' ex.* '
^ J J J
J ^ J
I t
BahwasanyaRasulullahMbiasamengerjakanshalatsebe-
lum Zhuhur dua rakaat dan sesudahnya dua rakaat, sesu-
dah Maghrib dua rakaat di rumahnya, setelah Isya' dua
rakaat,danbeliautidakshalatsesudahshalatJum'athing-
ga beliau pergi lalu shalat dua rakaat."'^
Dari Abu Hurairah ia mengatakan, "Rasulullah ^
bersabda.
IjtJjf LaJLuj 4
'Jika salah seorangdari kalian mengerjakan shalat Jum'at,
makashalatlahempatrakaatsesudahnya'."(HR.Muslim)
Dalam suatu riwayat, beliau Mbersabda,
<2x*
1
HR. Al-Bukhari (937); dan Muslim (882).
^HR. Muslim (881).
36
An-Nawawi berkata," hadits-hadits ini berisikan
anjuran shalat sunnah setelah shalat Jum'at, minimal
dua rakaat dan yang paling sempuma empat rakaat Nabi
^mengingatkan lewat sabda beliau,
^ 9y '0 9^ 0 ^ ^ ^
kaat sesudahnya."
Sebagaianjuranpadanyadenganbentukkalimatpe-
rintah. Beliau juga mengingatkan lewat sabdanya.
37
'!Ketika dia (Ibnu Umar) berada di Mekah, setelah me-
laksanakan shalat Jum'at, dia shalat dua rakaat, kemu-
dian setelah itu dia melaksanakan shalat empat rakaat.
Namim ketika berada di Madinah, dia shalat Jum'at, ke-
mudian pulang ke rumahnya lalu mengerjakan shalat
dua rakaat dan tidak shalat di masjid. Ketika ditanyakan
kepadanya,
ia
mer^awab/Rasulull^
^melakukan
demi-
kian’."i
3 8
rumahnya, maka dia shalat dua rakaat."^
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan," Ada-
pun sesudah Jum'at maka ada sunnah nnf;fltibnya, sedikit-
" 2
nya dua rakaat dan paling banyak empat rakaat.
Syaikh Muhammad bia Utsaimin berkata, "Yang
terbaik bagi seseorang-menurut pendapat yang saya
anggap kuat- ialah terkadang shalat empat rakaat dan
terkadang dua rakaat "3
Dalam kesempatan lain, Syaikh Utsaimin mengata¬
kan, "Yang terbaik ialah dia mengerjakan shalat empat ra¬
kaat, baik di rumah maupun di masjid; berdasarkan ke-
umuman perintah Nabi ^padanya."^
Sementara al-lnjtwh ad-Da'imah li al-Buhuts al-Ilmiy}/ah
wa al-Ifta' (Dewan Tetap Umsan Riset Umiah dan Fatwa)
berfatwa, "Setelah shalat Jum'at terdapat shalat sunnah:
dua rakaat di rumahnya atau empat rakaat di masjid. " 5
9. Apakah Ada Shalat Sunnah Rawatib Sebelum
Jum’at?
‘Zada!-Ma‘ad{\MQ).
^Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah (13/387).
^Asy-Syarh al-Mumtl'{5l 78).
*Majmu'FatawawaRasaHFadhitahasy-SyaHthMuhammadb/nSha/ffiahUtsaMn(16/133).
®Fatawaal-LaJnahad-Da'imahHai-BuhutsaHImiyyahwa5/-/te'(8/274).
39
lakukan hal itu."i
Al-Hafizh IbnuHajar^wiJ^mengatakan/'An-Nawawi
berhujjah dengannya dalam al-Khulashah tentang adanya
shalat sunnah sebelum Jijin'at. Ucapan Ibnu Umar di
akhir hadits, 'Dan beliau melakukan hal itu,' adalah me-
rujuk pada ucapannya, 'Dan dia shalat sesudah Jum'at
dua ra^at di rumahnya'. Ini ditimjnkkan oleh riwayat al-
Laits dari Nafi' dari Abdullah bahwa jika dia telah shalat
Jum'at, maka dia pulang lalu shalat dua rakaat di rumah¬
nya, kemudian dia mengatakan, 'Rasulullah Mbiasa
melakukan demikian'." (HR. Muslim).
Adapun ucapannya, "Dia memperpanjang shalat se¬
belum Jum'at," imaka jiia yang dimaksud iakh setelah ma-
suk waktu, maka ini tidak sah sebagai hadits marfu'.
Karena Nabi Mkeluar ketika matahari telah tergelincir,
lalu menyampaikan khutbah kemudian melaksanakan
shalat Jum'at. Jika yang dimaksud ialah sebelum masuk
waktu, maka itu shalat mutlak dan bukan sunnah ra-
watib. Jadi tidak ada hujjah tentang shalat sunnah se¬
belum Jum'at, tapi yang ada ialah shalat sunnah mutiak...
Dasar paling kuat yang bisa dijadikan pegangan tentang
disyariatkannya dua rakaat sebelum Jum'at ialah ha¬
dits umum yang dishahihhan Ibnu Hibban, yaitu hadits
Abdullah bin az-Zubair secara marfu':
4 0
'TxAdk ada shakitjhrdhu pun melainkan terdapat dm raka-
at (sunnah) sehelumnya'
Dan hadits semisal riwayat Abdullah bin Mughaffar
4^ di mana RasuUuUah ^bersabda.
i * t
u^-
‘Fart jAflSr/(2/494).
41
kah kalian memperoleh daiil yang menyatakan bahwa
dia meyakininya sebagai sunnah Jum'at? Sedangkan
disebutkan pula dari para sahabat selainnya yang lebih
banyak daripada itu.
Abu Bakar bin al-Mundzir mengatakan, "Kami meri-
wayatkan dari Ibnu Umar bahwa dia shalat sebelum
Jum'at 12 rakaat. Dari Ibnu Abbas bahwa ia shalat de-
lapan rakaat. Ini daiil bahwa itu berasal dari mereka
sebagai amalan tambahan(tathawwu^) dari dirimereka
dengan tanpa ketentuan dari Nabi Karena itu terjadi
perbedaan jumlah rakaat yang diriwayatkan dari mereka,
dan bab tathawwu' itu terbuka. Penyebabnya mungkin
seorang dari mereka atau sebagian besar dari mereka
berada di masjid sebelum adzan dan sebelum masuk
waktu Jum'at, karena mereka bersegera ke masjid dan
melaksanakan shalat hingga imam keluar. Sudah men-
jadi kebiasaan bahwa orang-orang mengerjakan shalat
di antara dua adzan pada hari Jum'at dengan dua rakaat,
empat rakaat atau lebih, hingga imam datang. Itu boleh
dan mubah, bukan mungkar dari aspek sebagai shalat.
Tetapi yang mungkar hanyalah keyakinan kaum awam
dan sebagian ahlifikih bahwa itu adalah sunnah sebelum
Jum'at sebagaimana mereka melaksanakan shalat sunnah
s e b e l u m Z h u h u r. S e m u a i t u s a m a s e k a l i t i d a k b e n a r.
Tidak ada shalat sunnah sebelum Jiun'at seperti Isya' dan
Maghrib. Demikian pula Ashar."^
^Aunal-Ma'buddl^^).
4 2
Dari Salman al-Farisi mengatakan, "Nabi ^ber-
sabda.
>^i; r>: v
0^ a, 9 £ ^ ^ i 9 0 f fi /■
V- '
^or? cT-^' J' 0^
ij u-J:
'Kemudian ia mengerjakan shalat yang ditetapkan untuk¬
nya.'
Lalu beliau bersabda.
43
'^1 ^ (tJ
4 4
nahkan oleh Utsman, dan kaum muslimin nienyepakati-
nya, maka ia menjadi adzan syar'i, ketika itulah shalat
di antara adzan pertama dengan adzan kedua menjadi
boleh dan dianggap baik. Namun, ia bukan sunnah rawa-
tib, seperti shalat sebelum Maghrib. Dengan demikian,
siapa yang melakukan hal itu maka ia tidak diingkari,
dan siapa yang meninggalkannya juga tidak diingkari.
Ini adalah pendapat yang paling adil, dan pemyataan
Imam Ahmad menunjukkan hal itu, Dengan demikian
pula, meninggalkannya mungkin lebih baik, jika orang-
orang bodoh menyangka bahwa ini adalah sunnah raivatib
atau suatu kewajiban, apalagi jika masyarakat telah mem-
biasakannya, maka semestinya sesekali ditinggalkan se-
hingga tidak menyerupai shalat fardhu."^
Ibnu al-Qayyimai>l^ berkata, "Jika Bilal sudah selesai
mengumandangkan adzan, maka Nabi 0, langsung ber-
khutbah, dan tidak ada seorang pun yang melaksanakan
shalat dua rakaat sama sekali. Adzan waktu itu hanya
sekali. Ini menunjukkan bahwa shalat Jiim'at itu seperti
shalat Id (hari raya), tidak ada sunnah qabliyahnya. Ini
adalah pendapat paling shahih dari dua pendapat ulama,
dan inil^ yarig didukung oleh sunnah. "2
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, "Shalat
Jum'at tidak ada sunnah rawatib sebelumnya menurut
pendapat paling shahih dari dua pendapat ulama. Tetapi
45
setiap muslim, ketika datang ke masjid, disyariatkan
untuk mengerjakan shaJat yang dimudahkan Allah xintuk-
nya yaitu beberapa rakaat dengan salam pada tiap-tiap
dua rakaat, berdasarkan sabda Nabi
✓ ✓
4 6
RtvAii
A - '
>- ( j
i p
'Sesungguhnya telah ada pada (diri) RasuluUah itu suri
teladan yang baik bagimu.' (Al-Ahzab: 21). " 2
Ibnu al-Qayyim berkata, "Ini merupakan bukti
kepahamannya terhadap agama. Sebab Allah memberi-
47
kan keringanan kepada musafir yaitu sepanih dari shalat
yang berjumlah empat rakaat. ^andainya disyariatkan
untuknya dua rakaat sebelum atau sesudah shalat fardhu,
tentunya menyempumakan shalat fardhu itu lebih uta-
ma."’
'Zad al-Ma'ad
^HR. Muslim (681).
^Majmu' Fatawa Ibn Talmlyyah (22/279).
4 8
riwayat dari Nabi ^bahwa beliau shalat sunnah rowAhl?
selain keduanya."^
"Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata, "Yang
disyariatkan adalah meninggalkan shalat sunnah raioatib
dalam perjalanan selain Witir dan sunnah Fajar. Karena
diriwayatkan dari Nabi Mdari hadits Ibnu Umar dan
selainnya bahwa beliau meninggalkan shalat sunnah
"2
rawatib dalam perjalanan kecuali Witir dan sunnah Fajar.
Sementara cd-Lajmh ad-Da'imah li al-Buhuts al-Rmh/yah
wa al-Ifta' mengemukakan fatwa, "Tidak disyariatkan sha¬
lat sunnah rawatib pada saat bepergian kecuali dua rakaat
Fajar..."3
Syaikh Muhammad bin Utsaimin menyampai-
kan kepada orang yang meninggalkan shalat surmah
raivatib di Masjidil Haram, "Jika Allah memberi karunia
kepada seseorang untuk sampai di masjid ini, maka se-
mestinya ia memperbanyak shalat... Maksudnya, ketika
kami mengatakan bahwa musafir tidak shalat sunnah
rawatib Zhuhur, sunnah rawatib Maghrib dan sunnah
rawatib Isya', maka itu bukan berarti kami mengatakan,
'Jangan shalat selamanya.' Bahkan kami tegaskan, 'Sha-
latlah dan perbanyaklah shalat. Shalat itu sebaik-baik
imisan.' Shalat itu, sebagaimana firman Allah
'Z3d3/-Ma'ad (1/315).
^Majmu'Fatawa ma Maqatat Mutan3wwl'ah(lll3VS).
^Fatawa al-Lajnah ad-Dalmah Hal-Buhuts al-Ilmlyyah wa a/-//?@'(7/256).
49
^94<^ ^ ^
✓ ^ 0 9 6 ^^ 9 ^ ^
3j ^ 5-^^1
'Aku sudah mengetahui apa yang aku lihat dari perbua-
5 0
Dalam hadits Ibnu Umar terdahulu, ia mengata-
kan, "Aku hafal dari Nabi li sepuluh rakaat: ...dua rakaat
sesudah Maghrib di rumah beliau, dua rakaat sesu-
dah Isya' di rumah beliau..."i
Dari Abdullah bin Umar bahwa dia menyifati
shalat sunnahnya RasuluUah Mdengan pemyataannya.
9 ^
5^ ^
"Beliau tidak shalat sesudah shalat Jum'at sampai beliau
pergi, lantas beliau shalat dua rakaat di rumah beliau."'^
An-Nawawi berkata, "Beliau hanyalah meng-
anjurkan shalat surmah di rumah, karena yang demikian
itu lebih tersembimyi,lebihjauhdaririya',lebihterjaga
dari perkara-perkara yang membatalkan amal, agar ru¬
mah menjadi berkah dengannya, rahmat dan malaikat
turun di dalamnya, dan setan lari darinya. " 3
Ibnu Qudamah mengatakan, "Dianjurkan me-
ngerjakan shalat-shalat sunnah di rumah... Abu Daud
mengatakan, 'Aku tidak pemah melihat Ahmad melak-
sanakan dua rakaat, yakni dua rakaat Fajar, di masjid sa-
ma sekali'."^
5 2
sebaiknya dikerjakan di rumah. la dikerjakan di masjid
karena suatu alasan atau suatu halangan. Misalnya, ada-
nya gangguan bila mengerjakan di rumah, atau lebih
mudah dan lebih giat dikerjakan di masjid, ataupun kare¬
na alasan yang semisalnya. " 1
Syaikh Muhammad bin Utsaimin mengatakan,
"Semestinya setiap orang mengerjakan semua shalat sim-
nah razvatibnya di rumahnya... Bahkan di Mekah dan
Madinah sekalipun, yang terbaik ialah shalat sunnah
rawatib dikerjakan di rum^. Shalat sunnah rawahl? lebih
baik dikerjakan di rumah daripada dikerjakan di masjid,
baik di Masjidil Haram maupim Masjid Nabawi. Karena
Rasulullah ^mengatakan demikian saat berada di Ma¬
dinah. Sementara banyak orang pada saat sekarang meng-
anggap lebih baik shalat sunnah di Masjidil Haram, bukan
di rumah. Ini merupakan salah satu bentuk kebodohan."^
Beliau melanjutkan, "Tidak diriwayatkan dari Nabi
Mbahwa beliau pemah shalat sunnah di masjid, kecuali
shalat-shalat sunnah yang khusus dHakukan di masjid
maka beliau melaksanakannyadi masjid... Jadi, yang lebih
utama ialah menjaga shalat sunnah, dan seseorang melak-
sanakan shalat sunnah rawatib di rumahnya.
Sementara cd-Lajmh ad~Da'imah li al-Buhuts al-Ilmiyyah
xva al-Ifta' mengemukakan fatwa, "Dianjurkan shalat sim-
'AZ-Mufahham {2/366).
^Syarh Riyadh ash-ShallhIn {3/29S).
^Majmu'Fatawa wa Rasa'll FadhUah asy-Syaikh Muhammad bin Shallh al-Utsalmln
(14/289).
5 3
nah di rumah, baik sunnah rawatib maupun selainnya,
kecuali yang disyariatkan Allah ^agar dilaksanakan di
"1
masjid.
12. Waktu Shalat Sunnah Rawatib
Ibnu Qudamah mengatakan, "Shalat sunnah
qabliyah(sebelumshalatfardhu),waktuhyasejakmasuk
waktu shalat fardhu sampai shalat fardhu tersebut di-
dirikan. Dan shalat sunnah ha'diyah (sesudah shalat far¬
dhu), waktunya sampai habisnya waktu shalat fardhu."^
AI-Buhuti mengatakan, "Waktu semua shalat
rawatib, yakni sunnah rawatib sebelum shalat fardhu,
sepertisunnahFajardansunnahqabliyahZhuhur,ialah
sejakmasukwaktushalatFardhuhinggashalattersebut
dikerjakan. Sunnah Fajar dan qabliyah Zhtihur yang di-
kerjakansetelahshalatfardhuadalahqadha'sebagaimana
yangakandijelaskan.Sementarashalat-shalatsunnah
sesudah fardhu, seperti shalat sunnah sesudah Zhuhur,
surmah sesudah Maghrib dan Isya', maka waktunya
sejak shalat fardhu usai dikerjakan hingga akhir waktu-
nya. Shalat sunnah ba'diyah ini tidak sah didahulukan
dari shalat fardhu." ^
54
pelaksanaan shalat tersebut. Sunnah raioatib qahliyah
Zhuhur waktunya masuk sejak adzan Zhuhur, yakni se-
jak tergelincimya matahari, dan berakhir dengan pelak¬
sanaan shalat yakni shalat Zhuhur. Sementara sunnah
ba'diyah waktunya dimulai sejak selesainya shalat fardhu
dan berakhir dengan habisnya waktu shalat. Tetapi jika
waktu sunnaht e r s e b u t sudahlewatbukankarena
kelalaian seseorang, maka ia mengqadhanya sesudah
shalat fardhu. Adapun menunda shalat sunnah rawatib
qabliyah sehingga habis waktunya dengan tanpa udzur,
maka itu tidak bermanfaat baginya walaupun mengqa¬
dhanya. Karena pendapat yang shahih bahwa semua iba-
dah yang ditentukan dengan waktu tertentu, jika waktu¬
nya sudah habis dengan tanpa udziu, maka tidak sah dan
tidak diterima."!
55
shalat fardhu, maka jiwa mergadi senang pada ibadah dan
menyatu kembali dalam keadaan lebih dekat pada kekhu-
syu'an. Sehingga ia masuk dalam shalat fardhu dalam
kondisi yang bagus, yang hal itu tidak akan terwujud
sekiranya shiat sunnah tidak didahulukan. Sebab jiwa
itu tercipta xmtuk tercerai berai terhadap perkara yang
dihadapinya, terlebih lagi jika perkara yang dihadapinya
itu bermacam-macam. Adapun sunnah-sunnah ba'diyah,
maka disebutkan bahwa shalat-shalat sunnah itu akan
menambal kekurangan yang terdapat pada shalat fardhu.
Jika shalat fardhu telah dilakukan, maka tepat bila sete-
lahnya terdapat shalat sunnah yang dapat menutupi
111
segala kekurangan yang ada padanya, jika ada.
Syaikh Abdullah al-Bassam mengatakan, "Seba-
gian shalat sunnah rawatib ini dikerjakan sebelum shalat
fardhu, untuk menyiapkan jiwa orang yang shalat untuk
beribadah sebelum memulai shalat fardhu. Sementara
sebagian siinnah rawatib dilakukan setelah shalat fardhu.
Mimgkin di antara hikmah Allah mengadakan sunnah
rawatib Shubuh dan sunnah navatib Zhuhur sebelum sha¬
lat fardhu, karena masanya jauh. Jadi shalat sebelum
waktunya adalah untuk menyiapkan jiwa, dan menyatu-
kan jiwa imtuk mengerjakan shalat fardhu yang merupa-
kan syiar paling agung. Lain halnya dengan Maghrib
dan Isya', sebab orang yang shalat masih dekat masanya
dengan shalat."^
56
S i /
^ iii y^ai->
Jki-D O - i i l s
iOUa-jJl \jJ i ✓ ✓ ✓ ✓
J ^
^
|*j w»jii If-Jj cblM.A5 rjli
,t9 ^ , I ,* * A* * * .
.✓✓■ ! !!^ I^l( '' ®**l ^ *» 1 ^ ^
ftlJjJl ^iU»fl3 d^LAJl C.~a^i |*-t
57
minta air untuk herwudhu. hdu heliau shalat dm rakaat.'
Ya'qub (salahseorangrawihadite ini) berkata,'Kemu~
dian heliau shalat dua rakaat, kemudian iqamah shalat
ij
dikumandangkan lalu heliau shalat Shuhuh.
Ibnu al-Qayyim^us!;^^berkatamengenaikandimgan
fikih dari kisah ini, "Kisah ini mengisyaratkan bahwa
sunnah-sunnah rawatib itu diqadha' sebagaimana halnya
shalat-shalat fardhu. Rasulullah Mpemah mengqadha
sunnah Fajar bersama shalat Shubuh, dan mengqadha
sunnah Zhuhur saja. Dan di antara petunjuk sunnah be-
liau adalah mengqadha sunnah-sunnah b e r s a m a
shalat-shalat fardhu."^
58
$i^Ut
" I
yang ditinggalkannya kecuali itu.
Ibnu Hazm ^wil^^mengatakan, "Ini berlaku umum
"2
imtuk semua shalat, baik fardhu maupun sunnah.
An-Nawawi ai!;^berkata, "Dalamhaditsiniterdapat
dalil tentang diqadhanya shalat sunnah rawatib, jika terle-
watkan."^
59
U-*-*-*i
i ^ 0
>■ k
u
‘AI-Mughnl{2IS^).
*Majmu'Fatawa wa MaqalatMutanawwl'ah{\\l'i^^).
6 0
jifu ii4i
'Wfl/wi PutriAbu Urmyyah! Engkau bertanya tentang
dua rakaat sesudah Ashar. Sesungguhnya sejumlah orang
dari qabilah Abdul Qais datang kepadaJai dengan memba-
loa keislaman dari kaum mereka. Sehingga mereka mela-
laikanku dari dua rakaat sesudah shalat Zkuhur. Jodi dua
rakaat tersebut adalah dua rakaat sebelum Zhuhur (yang
dicjodha)." ^
Ibnu Qudamah mengatakan, "Adapun meng-
qadha sunnah-sunnah rawatib sesudah Ashar, maka me-
nurut pendapat yang benar adalah dibolehkan, karena
Nabi Mpemah mel^ukannya. Sesungguhnya beliau ^
pemah mengqadha dua rakaat sebelum Zhuhur sesudah
Ashar dalam hadits Ummu Salamah. Dan mencontoh
61
"1
untuk beliau (tidak berlaku bagi umatnya).
Syaikhul Islam IbnuTaimiyah mengatakan,"Jika
sunnii rawatib sudah terlewat, seperti stmnah Zhuhur,
apakah boleh diqadha setelah Ashar? Ada dua pendapat:
Pertama, tidak boleh diqadha, dan kedua, boleh diqadha.
Dan inilah pendapat yang lebih kuat."2
Syaikh IbnuUtsaimin;Ji>lSi^berkata, "Semestinyadike-
tahui bahwa pendapat yang kuat {rajih) dari pendapat-
pendapat para nlama, bahwasanya semua shalat sunnah
yang memiliki sebab-sebab, tidak ada larangan untuk
dikeqakan, tetapi boleh dikerjakan meski pada waktu
yang dilarang sekalipun. " 3
Adapun Syaikh Abdul Aziz bin Baz berpenda-
pat, "Seandainya shalat sunnah sebelum Zhuhxir terlewat-
kan, maka yang benar ialah tidak diqadha setelah keluar
waktunya. Karena Nabi Mtatkala mengqadha sunnah
ba'diyah Zhiihur sesudah Ashar, Ummu Salamah bertanya
kepada beliau tentang hal itu, 'Apakah kami mengqadha-
nya jika sudah lewat waktu?' Beliau menjawab, 'Tidak.'^
Dengan demikian, ini merupakan salah satu kekhususan
‘Zad3l-M3'3Cf (11308).
^Majmu'Fatawa Ibnu Talmiyyah (23/127) dengan diringkas. .
*Majmu'Fatawa wa Rasa'HFadhilah asy-SyaIkh Muhammadb/n Shallh al-Utsalmln
(14/341).
*Al-Albani 5mengatakan dalam Irwa' al-Ghalll (21188) tentang tambahan ini daiam
hadits Ummu Salamah, "Mayorltas perawl dari Hammad bdak menyebutkan tambahan
Ini. JadI, Ini merupakan tambahan yang aneh."
6 2
Nabi yakni mengqadhanya sesudah Ashar."^
Imam al-Baihaqi mengatakan tentang hadits
Ummu Salamah "Ini adalah riwayat yang dhaif." Ke-
mudian ia mengatakan, "Dan yang menjadi kekhususan
Nabi Mialah mengerjakan secara terus-menerus, bukan
qadha itu sendiri."^
3. Kapan Sunnah Fajar Diqadha?
Dari Abu Hurairah ia mengatakan, "RasuluUah
^bersabda,
4 ^ i f
‘MaJmu'Fatawa wa MaqalatMutanavml'ah{\ll2S\-Z^2).
^Nall al-Authar{Zlll).
^HR. at-Tirmidzl (423); dan q\shahilkar\ al-Albanl.
63
ngerjakannya'
Dari Muhammad bin Ibrahim, dari kakeknya, yang
bemama Qais, ia mengatakan, "Nabi 0, keluar lalu shalat
diiqamahkan, maka aku shalat Shubuh bersama beliau.
Kemudian Nabi Mpergi dan menjumpaiku tengah me-
ngerjakan shalat, maka beliau mengatakan,
jil j
*Nall al-Authar{ZI29).
^HR. at-71rmldzl {422); Abu Daud (1267), dan dXshahltkan al-Albanl.
*Tuhfah al-Ahwadzl
64
thabi yang menyatakan, "Dalam hadits ini terdapat
penjelasan bahwa bagi orang yang terlewat mengerjakan
shalat dua rakaat sebelum shalat fardhu, maka ia boleh
mengerjakannya sesudahnya sebelum terbit matahari.
Larangan mengerjakan shalat sesudah shalat Shubuh
hingga terbit matahari, hanyalah berkenaan dengan sha¬
lat sunnah yang dikerjakan seseorang secara langsung
dan spontan, bukan yang memiliki kaitan dengan suatu
sebab."i
*Aun al-Ma'bud{AllQl).
*AI-Mughnl{2IS3\).
’Majmu'Fatawaasy-SyaikhMuhammadblnIbrahim(2/259-260).
6 5
seorang muslim tidak dapat menunaikan sunnah Fajar
sebelum shalat Shubuh, maka ia boleh memilih di antara
dua pilihan: mengeijakarmya sesudah shalat Shubuh atau
menundanya hingga matahari meninggi. Karena ada
ketetapan dari Sunnah Nabi Mtentang dua hal tersebut.
Tapi menundanya adalah lebih baik hingga matahari
meninggi, karena Nabi Mmemerintahkan demikian. Ada-
pun mengerjakarmya sesudah shalat, maka ada taqrir
(persetujuan) dari Nabi ^yang menunjukkan atas hal
itu."i
6 6
utaina."!
67
S*-*-*^
68
hal ini RasultiUah
‘K3Sysy3fa/-Q/na'{1/309).
^Dam ath-Thallb {1/30).
^AHrsyadHaMa'tifahal-Ahkam(29).
69
T E N TA N G M E N YAT U K A N A N TA R A
SUNNAH RAWATIB DAN SHAIAT-
S H A I AT S U N N A H l A I N N YA
70
iUlA
'Majmu'Fatawa wa MaqalatMutanawwl'ah{\\l'i7S).
*Mapiu'Fatawa RasaVFadhilahasy-SyalMiM’jhanvnadblnSii3V\ . ) 41 / 02 (
^FatawaahLaJnahad-Da'imahIIahBuhutsal-Ilmlyyah
waal-lfta'
(7/248-249).
71
seseorang melaksanakan shalat Isyraq, sementara ia luput
mengerjakan sunnah Fajar, maka itu tidak bisa menca-
kup sunnah Fajar. Tapi jika ia shalat sunnah Fajar, maka
bisa kita katakan bahwa itu bisa mencaktip shalat Isyraq.
Karena tujuan bisa tercapai, maka seseorang cukup shalat
dua rakaat.
‘Majmu Fatawa wa Rasa'll FadhHah asy-Syaikh Muhammad bin Shalth al-Utsalmln (14/
275-276).
^Tuhfah ahMaudud {112).
^Kasysyafal-Qina'{2l\\67).
7 2
"Shalat Dhuha termasuk shalat-shalat surmah yang ber-
sifat mutlak tidak terikat, dan sunnah-sunnah mutlak
tidak termasuk dalam pernyataan mereka bahwa sese-
orang yang masuk masjid, misalnya, lalu mengerjakan
shalat dengan meniatkannya sebagai tahiyatul masjid
dan sunnah raivatih maka hal itu sudah memadai, karena
dua ibadah dari satu jenis dan perbuatan keduanya ber-
padu. Dan sama halnya juga dengan shalat thawaf. " 1
Syaikh Muhammad bin Utsaimin berkata,
"Pen-
dapat yang kuat menunitku, adalah hams mengerjakan
shalat dua rakaat untuk masing-masing dari keduanya:
112
imtuk thawaf dan rawatib.
4. Menyatukan Antara Dua Rakaat Dhuha dengan Ra¬
watib Fajar, Jika Melaksanakannya Pada Waktu
Dhuha
73
dangkan shalat sunnah rawatib bisa mencakup shalat
sunnah wudhu dan sejenisnya dari shalat-shalat yang
memiliki suatu sebab dan hukunmya menjadi hilang
dengan hilangnya sebab tersebut. Berbeda dengan shalat
" 1
Dhuha maka itu tidak termasuk dalam kategorinya.
Syaikh Muhammad bin Utsaimin m e n g a t a k a n ,
"Seseorang luput mengerjakan sunnah Fajar hingga terbit
matahari, dan tibalah waktu shalat Dhuha, maka di sini
sunnah Fajar tidak dapat mencakup shalat Dhuha, dan
tidak bisa pula shalat Dhuha mencakup sunnah Fajar,
serta tidak bisa pula keduanya dijama'. Karena sunnah
Fajar itu berdiri sendiri, dan sunnah Dhuha juga berdiri
" 2
sendiri. Salah satunya tidak bisa mencakup lainnya.
5. Menyatukan Antara Sunnah Rawatib Isya' De¬
ngan Dua Rakaat Pertama Shalat Tarawih
Syaikh Abdullah Abu Bathdiin mengatakan,
"Adapun orang yang shalat sunnah rawatib Isya' di be-
lakang orang yang shalat Tarawih, maka dalam masalah
ini terdapat perbedaan pendapat yang masyhur, sedang-
" 3
kan yang kuat (rajih), menurut saya, adalah boleh.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, "Yang
sesuai dengan sunnah ialah agar tahajjud di bulan Rama-
dhan dan selainnya dilakukan setelah melaksanakan
shalat sunnah rawatib Isya' sebagaimana Nabi Mmela-
7 4
<>UUt
*MaJmu'Fatawa wa MaqalatMutanawwI'ah^WIZ&S).
^Asy-Syarh a/-Afy/nff'(4/66).
75
melaksanakan shalat Tarawih. Mereka tidak boleh me-
ngategorikan sebagai dua rakaat sunnah rawatib dari
shalat Tarawih. Sebab ada perbedaan yang besar di an-
tara keduanya.''^
6. Menyatukan Antara Sunnah Rawatib dan Dua
Rakaat Istikharah
76
rawatib atau tahiyatul rmsjid, maka zhahimya bahwa hal
itu terperoleh."!
Ibnu Hajar mengatakan, "Jika ia meniatkan sha-
lat tertentu dan shalat Istikharah sekaligus, maka itu sah,
berbeda halnya jika tidak meniatkannya."^
Syaikh Abdurrahman as-Sa'diiiilS^ mengatakan, "Jika
seseorang masuk masjid pada saat tiba waktunya shalat
sunnah rawatib dan shalat dua rakaat dengan meniatkan-
nya sebagai shalat sunnah rawatib dan tahiyatul masjid,
maka keduanya diperoleh dan ia memperoleh keutama-
an keduanya. Demikian pula jika sunnah wudhu berhim-
pun bersama keduanya atau salah satu dari keduanya,
shalat/sfi/c/wra/i, atau shalat-shalat lainnya."^
Syaikh Muhammad bin Utsaimin mengatakan,
"Tidak dapat disebut sebagai doa istikharah jika seseo¬
rang shalat tahiyatul masjid atau rawatib, sementara ia
belum meniatkannya sebelumnya. Karena hadits dengan
tegas memerintahkan shalat dua rakaat untuk istikharah.
Jika ia shalat dua rakaat dengan selain niat ini, maka pe-
rintah tersebut belum terlaksana.
77
cukupinya (sah); berdasarkan sabda beliau
if ^r*
'Jika herkeingimn, maka shalatlah dm rakaat.'
Ini menunjukkan bahwa kedua rakaat tersebut tidak
memiliki sebab kecuali Istikharah. Dan yang lebih utama,
menurut saya, seseorang melaksanakan shalat dua raka¬
at tersendiri; karena kemungkinan itu tetap ada."i
78
M E M U I A I S H A I AT S U N N A H
E A W AT I B D A N M E M U T U S K A N N YA
‘A/’Mughn/{2/123).
^Al-Majmu'(2mi).
79
2. Memutus Shalat Sunnah Tanpa Udzur
Syaikh Muhammad bin Utsaimin berkata, "Para
ulama berpendapat, setiap orang yang sedang me-
laksanakan shalat sunnah, ia boleh memutusnya. Karena
ia hanya shalat sunnah, dan melanjutkannya tennasuk
sunnah. Hanya saja dimakmhkan untuk memutuskannya
" 1
tanpa keperluan.
3. Memulai Sunnah Rawatib Seteiah Iqamat
Dari Abu Hurairah dari Nabi beliau ber-
sabda.
6 0
St^Ut
uwji 01-vaJi
'Hampir saja sahh seorang dari kalian mengeijakan sha-
lat Shubuh empat rakaat'."'^
Disebutkan dalam riwayat lain, perawi berkata,
"Ketika shalat Shubuh telah diiqamatkan. RasuluUah
Mmelihat ada seorang laki-laki yang sedang shalat dan
muadzin sedang mengumandangkan iqamat. Maka
RasuluUah ^bersabda.
lirjf ‘J:J\
"Apakah engkau akan shalat shubuh empat rakaat?"
Dari Abdullah bin Sarjis 4^, ia mengatakan, "Seseo-
rang masuk masjid pada saat RasuluUah 0, tengah me-
laksanakan shalat Shubuh, lalu ia shalat dua rakaat di
sisi masjid. Kemudian baru ikut shalat bersama Rasu-
lullah 5^, maka setelah salam (dari shalat) beliau ^ber-
sabda.
0 - f
81
perhitungkan: Apakah shcdatmu sendiri ataukah shalatmu
hersama kami'?"'^
82
SiAtCt
83
iULX
84
jakan shalat fardhu berjamaah?"- dengan memberikan
jawaban, "Yang shahih dari dua pendapat ulama bahwa
ia memutuskan shalat tersebut, dan keluar darinya tanpa
salam."^
‘Fatawaal-LaJnsh3d-Da'lmahHat-Buhuts3l-Ilmlyyahwaahifta'{V'iiy).
*Majmu' Fatawa wa Rasa'H Fadhilaht asy-Syaikh Muhammad bln Shalih aht'^-jimin
(15/102).
^Syarh ahUmdah (609).
85
PERSOAIAN-PERSOAIAN
IAIN
"RasuluUah 0memerintahkankamiagarsatushalattidak
disambung dengan shalat lainnya, hingga kami berbicara
atau kami kelmr."'^
An-Nawawi berkata, "Hadits ini berisi dalil ten-
tangpendapatparasahabatkami{asy-SyaJi'iyyah)bahwa
srinnii rawatib dan selainnya dianjurkan untuk dipindah-
kan dari tempat pelaksanaan shalat fardhu ke tempat
lainnya, dan yang lebih utama ialah berpindah ke ru-
mahnya. Jika tidak maka di tempat lainnya dari masjid
tersebut atau selainnya untuk memperbanyak tempat
sujudnya, dan agar bentuk shalat sunnah terpisah dari
86
shalat fardhu. Perkataan perawi (Mu'awiyah): 'Hingga
kami berbicara/ adalah dalil bahwa memisahkan di an-
tara keduanya juga bisa diperoleh deng^ berbicara. Te-
tapi dengan berpindah adalah lebih baik berdasarkan
apa yang telah kami sebutkan.''^
Syaikhul Islam mengatakan, "Yang sesuai de¬
ngan sunnah adalah memisahkan antara fardhu dan
" 2
sunnah dalam shalat Jum'at maupun selainnya.
Syaikh Muhammad bin Utsaimin mengatakan,
"Dari sini para ulama mengambil dalil bahwa hams
dipisah antara fardhu dan sunnahnya, baik dengan uca-
" 3
pan maupun dengan berpindah dari tempatnya.
Dari Abdullah bin Rabbah dari seorang sahabat Rasu-
lullah Mbahwa (pada suatu saat) ketika Rasulullah M
telah selesai dari mendirikan shalat Ashar (bersama kaum
muslimin), tiba-tiba seorang bangkit xmtuk melakukan
shalat (sunnah). Ketika Umar ^melihatnya, ia menga¬
takan, "Duduklah, karena Ahlul Kitab binasa hanyalah
karena mereka tidak memisah shalat mereka." Mendengar
hal itu, Rasulullah ^bersabda.
» '
8 7
Ibnu al-Khaththab telah benar."'^
8 8
S/dljSt. $4.4^*^
8 9
demikian rupa bisa dikategorikan sebagai bid'ah."i
3. Shalat Sunnah Rawatib Dengan Duduk
Dari Abdullah bin Arm ia mengatakan.
^ a' y\ i> ■' 0J^*fJ J
9 0
rangdari kalian'."'^
Ibnu Abdil Barr berkata, "Syariat mensinyalir
tentang dibolehkaimya duduk dalam shalat simnah. Dan
itu adalah ijma' yang dinukil oleh para ulama secara
umum dan imam-imam ulama secara khusus. Hanya saja,
orang yang shalat sunnah dengan duduk mendapatkan
" 2
separuh pahala orang yang shalat dengan berdiri.
Ibnu Qudamah berkata, "Kami tidak mengetahui
adanya perbedaan pendapat tentang dibolehkannya
shalat suiinah dengan duduk, dan shalat sunnah dengan
berdiri adalah lebih utama."^
91
"1
nisnya, maka pahalanya sempuma.
4. Shalat Sunnah Rawatih di Atas Kendaraan
Dari Amir bin Rabi'ah ia mengatakan,
4jliJJi L ? ^
Aku melihat Rasulullah 0rtielaksanakan shalat sunnah
t t
^Js' - J
8 1y 8 f y o', y9'iy tJ9 t' yi> yy9 ' * i ' y,
J jiyj l ) ^
j:^iy»S\
lu
"Rasulullah 0pemah shalat sunnah di atas kendaraannya
ke arah mana saja wajahnya menghadap, dan heliau juga
pemah shalat Witir di atasnya. Hanya saja, heliau tidak
pernah shalat Jardhu di kendaraan."^
92
Syaikhul Islam mengatakan, "Ibnu Abi Musa me-
ngatakan, diperselisihkan pendapatnya (yakni Imam
Ahmad) mengenai musafir: apakah boleh shalat dua raka-
at Fajar di atas kendaraan ataukah tidak? Ada dua riwa-
yat, riwayat yang paling jelas adalah bahwa hal itu boleh.
la berkata^, "Satu pendapat lagi menyatakan bolehnya
shalat Witir di atas kendaraan. Namun (pendapat) yang
benar adalah menyamakan keduanya (yakni shalat sun-
nah Fajar dan Witir), karena keduanya sama-sama shalat
suimah, dan boleh bagi seseorang untuk melakukan ke¬
duanya dengan duduk, demikian juga dengan melaku-
kannya di kendaraan."
AI-Mardawi mengatakan, "Boleh mengerjeikan-
nya di atas kendaraan, menurut pendapat yang shahih
dari madzhab (Ahmad), dan itulah pendapat yang diikuti
" 2
para pengikutnya.
Al-Buhuti berkata, "Boleh mengeijakan kedua¬
nya, yakni dua rakaat Fajar di atas kendaraan." ^
5. Shalat Sunnah rawatib Berjamaah
Dari Ibnu Umar ia mengatakan,
93
*■' *®ti 1*f^ * ■ ' - ' ' ■ * ! * t i ' ' ® ' ' ^
ytAJl L*»i A j L . < k j > ^ \ U a j j
^'' !^
»^ ».S* S. .,'>-^ « ! ! '
tisi M ^ c , . A * a i
*'Aku shalat bersama Rasulullah Mdua rakaat sebelum
Zhuhur, dm rakaat sesudah Zhuhur, dm rakaat sesudah
Maghrib, dm rakaat sesudah Is]/a\ dan dm rakaat sesudah
Jum'at Adapun Maghrib, Isya' dan Jum'at, makaaku
shalat bersama Nabi Mdi rumah beliau.
Ibnu Qudamah mengatakan, "Boleh shalat sun-
nah dengan berjamaah dan sendiri-sendiri, karena Nabi
^pem^melakukankeduahaltersebut,namunpada
umumnya beliau shalat sunnah sendirian. Beliau pemah
shalat sunnah bersama Hudzaifah ^sekali, bersama
Ibnu Abbas sekali, bersama Anas ibunya serta
anak yatim sekali, bersama para sahabat di rumah Itban
sekali, dan bersama mereka pada malam-malam Rama-
dhantiga kali."^
An-Nawawi berkata, "Shalat-shalat sunnah se-
perti sunnah rawatib yang menyertai shalat fardhu, Dhuha
dan sunnah mutlak lainnya, tidak disyariatkan beijamaab.
Yakni tidak dianjurkan. Tetapi seandainya ia melaksana-
kannya secara berjamaah, maka itu boleh-boleh saja.
Tidak boleh dikatakan bahwa itu makruh. Imam asy-
Syafi'i telah menjelaskan dalam dua Mukhtashar al-
Buivaithi, dan juga ar-Rabi', bahwa tidak apa-apa shalat
9 4
Pertama, yang disunnahkan dilaksanakan dengan
berjamaah secara rutin, seperti shalat Kusuf (gerhana),
Istiscja', dan QiyamRamadhan (Tarawih). Ini senantiasa
dikerjakan dengan beijamaah, sebagaimana sunnah me-
nyebutkan demikian.
Kedua, yang tidak disunnahkan dikerjakan berjama-
ah secara rutin, seperti Qiyamul Lail, sunnah-sunnah
rawatih, shalat Dhuha, tahiyatul masjid, dan sejenisnya.
Semua ini jika terkadang dilaksanakan secara ber-
jamaah, maka lx)leh-boleh saja. Adapun mengeijakannya
dengan berjamaah secara rutin maka ini tidak disyariat-
kan, bahkan bid'ah yang dibenci. Sebab Nabi para
sahabat, dan tabi'in tidak membiasakan berkumpul imtuk
mengerjakan hal itu secara rutin. Nabi Mhanyalah me-
ngerjakannya secara berjamaah kadangkala saja... dan
pada umumnya beliau melaksanakan shalat sunnah
M1
dengan sendirian.
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan, Tara
sahabat dan generasi sesudah mereka bersepakat bahwa
shalat Tarawih dilaksanakan secara berjamaah, dan
mungkin shalat-shalat sunnah lainnya disamakan de-
ngannya dalam hal dibolehkan melaksanakannya secara
berjamaah. Meskipun yang dibiasakan dalam sunnah
rawatih adalah sendiri-sendiri. Demikian juga tahiyatul
Masjid dan dua rakaat Thawaf. Mungkin rahasianya
bahwa setiap orang yang hendak shalat datang sendi-
9 6
rian, lalu memulai shalat surmah rawatib qabliyah atau
tahiyatul masjid sendirian, kemudian duduk imtuk menu-
nggu shalat. Demikian pula thawaf, ketika orang yang
hetthawaf telah selesai thawaf, ia melaksanakan shalat
dua rakaat sendirian, kemudian pergi untuk menyem-
purnakan manasiknya. Kendati pun demikian, tiada
larangan bHa dua orang melaksanakan shalat-shalat sun-
" 1
nah tersebut dengan berjamaah.
6. Kapan Melaksanakan Shalat Rawatib, Jika Sese-
orang Menjama' Dua Shalat?
An-Nawawi berkata, "la melaksanakannya sesu-
dah mengerjakan keduanya bukan diantara keduanya,
dan melaksanakan qabliyah Zhuhur sebelum mengerjakan
kedua shalat tersebut.
9 7
7. Mendahulukan Dzikir-dzikir Shaiat Daripada
Sunnah Rawatib {Ba'diyah)
Dari Abu Hurairah mereka mengatakan,
"Wahai RasuluUah, orang-orang yang berharta pergi
dengan membawa banyak derajat (pahala) dan kenikma-
tan yang abadi." Beliau Mbertanya, "Bagaimana hal itu
terjadi?" Mereka menjawab, "Mereka shaiat sebagaimana
kami shaiat, mereka beijihad sebagaimana kami beijihad,
dan mereka menginfakkan kelebihan harta mereka, se-
mentara kami tidak pimya harta."
Beliau ^lantas bersabda,
0jij—Jj ^ O j - V j j a \ j ^ j ^ \
e /
^
'' ' ' '* *y ' a t
Ojo. jj (,\jtyS' ^ *J^4^
,*o y.'y ,*9 y
9 8
kali, bertahmid sepuluh kali dan Ixrtakbir sepuluh kali." ^
Dari Warrad maula al-Mughirah bin Syn'bah, ia me-
ngatakan, "Al-Mughirah bin Syu'bah menulis surat kepa-
da Mu'awiyah bin Abi Sufyan bahwa RasuluUah Mme-
ngucapkan pada usai tiap-tiap shalat, ketika selesai salam:
coikji ciiiJi iJ dii >VV ! V
Vj tcjapl llJ Vte-^^
Jtij! V j llJ
'Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata
yang tiada selmtu bagiNya, Dia memiliki kekuasaan, Dia
memiliki pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Ya Allah, tiada yang menghalangi apa yang Engkau beri-
kan dan tiada yang memberi apa yang Engkau halangi.
Tidak pula bermanfaat kesungguhan seseorang tanpa
seizinMu'."^
99
telah mendahului kalian...'
1 0 0
Si*lA I^4muU^
101
^iftuAU
‘Majmu' Fatawa wa Rasa 'll FadhUah asy-SyaIkh Muhammad bln Shallh ahUtsalmln
(16/ 176).
^Majmu' Fatawa wa Rasa'll FadhUah asy-Syalkh Muhammad bln Shallh al-Utsalmln
(15/ 32).
102
Yang Pertama, berisi shalat fardhu.
Dan yang kedua, berisi shalat sunnah rawatib.
Jika ia telah mengerjakan shalat fardhu dengan berja-
maah, maka ia meletakkan satu nilai untuk shalat itu. Jika
ia telah shalat sunnah rawatib, ia meletakkan satu nilai
juga untuk shalat tersebut. Jika ia tidak shalat, ia tidak
meletakkan satu nilai pun... Demikian setemsnya. Ke-
mudian pada akhir pekan, ia mengldtiing total nilainya.
Inilah bentuk jadual tersebut:
Hari Satrtu Ahad Senin SeUsa Rabu Kamb Jimi'al H
o
S
W k t F s F S F S F s F S F S F 5
FJr
Z h r
A s r
Mgb
by
t t
Syaikh Muhammad bin UtsaiminauiS^berpendapat,
Cara ini tidak disyariatican, maka ini adalah bid'ah. Dan
bisa jadi akan merampas hati tentang esensi peribadatan
kepada Allah, sehingga ibadah seolah-olah sebagai peker-
" 1
jaan mtinitas sebagaimana yang mereka nyatakan.
103
13. Meninggalkan Sunnah-sunnah Rawatib Bukan
Kefasikan
‘MaJmu'Fatawa wa MaqalatMutanawwi'ah{l\l'i^2).
104
^IAjX
PENUTUP
105
$4(64
referensi
106
Al-Muhalla, Abu Muhammad AH bin Hazm, Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah.
Al-Muwaththa', Malik bin Anas, Dar al-Kitab al-Arabi,
cet. keempat, 1418 H.
Al-Qaul al-Mubin JiMa'rifahmaYahummai-Mushallin,
Abdul Aziz al-Musainid, ash-Shuma'i, cet. pertama,
1419 H.
107
Majma' az-Zawa'id, Alibin Abi Bakaral-Haitsami, Dar al-
F i k r, 1 4 1 2 H .
Majmu' Fatawa asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim,
penyusun, Mxihammad bin Qasim.
Majmu' Fatawa ibn Tmmiyyfl/i, susunanAbdurrahnianbin
Qasim.
Majmu' FatawawaRasa'ilKeutamaanasy-SyaikhMuhammad
bin Shalih al-Utsaimin, penyusun, Fahd as-Siilaiman,
Dar ats-Tsuraya, cet. pertama, 1420 H.
Maratib al-Ijma', Abu Muhammad Ali bin Hazm, Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah.
Musnad al-lmam Ahmad, Ahmad bin Hanbal ,Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, cet. pertama, 1413 H.
Nail al-Authar, asy-Syaukani, Dar an-Nafa’is, al-Akhirah.
Nashb ar-Rayah, Abdullah az-Zaila'i, Dar al-Hadits.
Raudhah ath-Thalibin, Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-
Maktab al-Islami, cet. kedua, 1405 H.
Shahih Ibni Khuzaimah, Muhammad bin Khuzaimah, al-
Maktab al-Islami, cet. ketiga, 1424 H.
Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi, ar-Rayyan, cet. Per¬
tama, 1407 H.
109
Sunan an-Nasa'i, Ahmad bin Syu'aib an-Nasa'i, Bait al-
Afkar ad-Dauliyah.
Sunan at-Tirmidzi dengan tahqiq Ahmad Syakir,
Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Dar al-Kutub al-
Ilmiyyah.
Sunan at-Tirmidzi, Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Bait
al-Afkar ad-Dauliyah.
Sunan IbniMajah, Muhammad bin yazid al-Qazwaini, Bait
al-Afkar ad-Dauliyah.
Syarh al-Umdah, Ibnu Taimiyyah, Dar al-Ashimah, cet.
pertama, 1418 H.
Syarh Riyadh ash-Shalihin, Muhammad bin Utsaimin, al-
Bashirah, cet. kedua.
Taudhih al-Ahkam min al-Maram, Abdullah al-Bas-
sam, al-Asadi, cet. kelima, 1423 H.
Tuhfah al-Akwadzi, al-Mubarakfuri, Dar al-Kutub al-Ilmi-
yyah.
Tuhjah al-Maudud, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Ibnu Rajab,
cet. pertama, 1417 H.
Umdah al-Qari, al-Aini, Dar al-Kutub al-llmi3^ah, cet.
pertama, 1421 H.
Zad al-Ma'ad fi Hadyi Khair al-Ibad, Ibnu Qayyim al-
Jauziyah, ar-Risalah, cet. kelima belas, 1407 H.
110
|#4'‘T‘V'i 4H'‘T‘T‘I‘T* i*T
. , rr^'SiFW^Mryif
%
Panduan Lengkap
o
' J r n m m
i d lQainllM)lli) I
,_/^pa
hikmah
disyariatkannya
shalat
sunnah?
»
ISBN 979-3407-95-6
llllllllllllllllllllll
9789793 407951 >