Anda di halaman 1dari 11

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI TUGAS

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2018


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

OLEH :

Muhammad Satir Sayati

111 2015 2292

PEMBIMBING :

Dr. dr. H. Nasrudin AM, Sp.OG, MARS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Muhammad Satir Sayati

NIM : 111 2015 2292

Judul Tugas : Hipertensi Dalam Kehamilan

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Obstetri dan


Ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 10 Januari 2018

Mengesahkan

Pembimbing Supervisor

Dr. dr. H. Nasrudin AM, Sp.OG, MARS

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15 % penyulit kehamilan dan


merupakan salah satu dari tig penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditashipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas,juga oleh
perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem
rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh
semua lapisan pasien ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan
hipertensi dlam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik
baik di pusat maupun di daerah.1

B. Tujuan
1. Tujuan Uum
Memahami patofisiologi dan aspek klinik hipertensi dalam kehamilan
sebagai suatu sindroma komplikasi kehamilan dan dapat
mengaplikasikan pengelolaannya dengan benar sehingga dapat
menurunkan anga kematian ibu dan janin.
2. Tujuan Khusus
a. Menyebutkan pembagian hipertensi dalam kehamilan
b. Mengidentifikasi gejala-gejala dan tanda-tanda klinik hipertensi
dalam kehamilan
c. Mengidentifikasi diagnosis hipertensi dalm kehamilan
d. Melaksanakan pemberian obat pada perawatan hipertensi dalam
kehamilan
e. Memutuskan sikap terhadap kehamilan pada hipertensi dalam
kehamilan

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik
atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan
tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.
Mat tensimeter sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa, namun apabila tidak
tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang
sudah divalidasi. Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah
menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.2
Bila ditemukan tekanan darah tinggi (≥140/90) pada ibu hamil, lakukan
pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam
tentukan diagnosis.1

Faktor predisposisi1

 Kehamilan kembar
 Penyakit trofoblas
 Hidramnion
 Diabetes melitus
 Gangguan vaskuler plasenta
 Faktor herediter
 Riwayat preeklampsia sebelumnya
 Obesitas sebelum hamil
 Primigravida, primipaternitas

Klasifikasi1,3
1. Hipertensi kronik, hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu dan menetap 12 minggu pascapersalinan.
2. Preeklampsia, hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria

4
3. Eklampsia, preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau
koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia, hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklampsia
5. Hipertensi gestasional (transient hypertension), hipertensi yang timbul
pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan menghilang 3 bulan
pascapersalinan
B. Epidemiologi

Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan


merupakan salah satu dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain
perdarahan dan infeksi, dan juga banyak memberikan kontribusi pada morbiditas
dan mortalitas ibu hamil. Berg dan kawan-kawan (2003) melaporkan bahwa
hampir 16% dari 3.201 kematian yang berhubungan dengan kehamilan di
Amerika Serikat dari tahun 1991 - 1997 adalah akibat dari komplikasi-komplikasi
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.4
Berdasarkan data dari Dinkes Kota Makassar pada Tahun 2015, Di Kota
Makassar, AKI maternal mengalami fluktuasi selama 3 tahun terakhir yaitu pada
tahun 2015 sebanyak 5 kematian ibu dari 25.181 kelahiran hidup. Terdapat 3
penyebab kematian ibu di Kota Makassar diantaranya 2 kasus disebabkan
perdarahan, 2 kasus disebabkan preeklampsi dan preeklampsi berat, 1 kasus
kematian ibu karena oedema.5
C. Etiologi4

Menurut Sibai (2003), sebab-sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab


preeklamsi adalah sebagai berikut :

1. Invasi trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus.


2. Intoleransi imunologis antara jaringan plasenta ibu dan janin.
3. Maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular atau inflamasi
dari kehamilan normal.
4. Faktor nutrisi.
5. Pengaruh genetik.

5
D. Patofisiologi
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis serta jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan
lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Pada hipertensi dalam
kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas tersebut. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran
darah uroplaesnta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.1
E. Diagnosis2
1. Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya gejala,
penyakit terdahulu, penyakit keluarga dan gaya hidup sehari-hari. Gejala
dapat berupa nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas dimuka, dispneu,
nyeri dada, mual muntah dan kejang. Penyakit terdahulu seperti hipertensi
dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi hormonal, dan
penyakit ginjal. Riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan sosial,
merokok dan minum alkohol.
2. Pemeriksaan Fisis
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta pasien dalam
posisi duduk di kursi dengan punggung bersandar pada sandaran kursi,
lengan yang akan diukur tekanan darahnya, diletakkan setinggi jantung
dan bila perlu lengan diberi penyangga. Lengan atas harus dibebaskan dari
baju yang terlalu ketat melingkarinya. Pada wanita hamil bila tidak
memungkinkan duduk, dapat miring kearah kiri. Pasien dalam waktu 30
menit sebelumnya tidak boleh minum kopi dan obat dan tidak minum
obat-obat stimulant adrenergik serta istirahat sedikitnya 5 menit sebelum
dilakukan pengukuran tekanan darah.

6
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara
Esbach dan Dipstick. Proteinuria ditegakkan jika didapatkan secara
kuantitatif produksi protein urin lebih dari 300 mg per 24 jam (Esbach),
namun jika hal ini tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dapat digantikan
dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan dipstik urin > 1+.

Gambar 1. Alur Penilaian Klinik Hipertensi Dalam Kehamilan


F. Penatalaksanaan1,6
Penanganan umum, meliputi :
1. Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat
antihipertensi sampai tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat
pilihan antihipertensi adalah hidralazin yang diberikan 5 mg IV pelan-
pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun. Jika hidralazin tidak
tersedia, dapat diberikan nifedipin 5 mg dan tambahkan 5 mg jika respon
tidak membaik setelah 10 menit. Selain itu labetolol juga dapat diberikan
sebagai alternatif hidralazin. Dosis labetolol adalah 10 mg, jika respon
tidak baik setelah 10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg. Pasang infus
Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur
keseimbangan cairan, jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk
mencari tanda-tanda edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema

7
paru, maka pemberian cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk
pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per jam,
infus cairan dipertahankan sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema
paru. Observasi tanda-tanda vital ibu dan denyut jantung janin dilakukan
setiap jam.
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat
diberikan Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan
untuk mencegah dan menangani kejang pada preeklampsi dan eklampsi.
Cara pemberian MgSO4 pada preeklampsi dan eklampsi adalah :
a. Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit.
Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr IM dengan 1 ml lignokain 2%
(dalam semprit yang sama). Pasien akan merasa agak panas saat
pemberian MgSO4
b. Dosis pemeliharaan
MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2 % IM setiap 4 jam. Pemberian
tersebut dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Sebelum pemberian MgSO4, periksa frekuensi nafas minimal 16
kali/menit, refleks patella positif dan urin minimal 30 ml/jam dalam 4
jam terakhir. Pemberian MgSO4 dihentikan jika frekuensi nafas <16
kali/menit, refleks patella negatif dan urin <30 ml/jam. Siapkan
antidotum glukonat dan ventilator jika terjadi henti nafas. Dosis
glukonat adalah 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV secara perlahan
sampai pernafasan membaik.
2. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang
pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat
gawat janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi,
lakukan seksio sesarea.

8
3. Perawatan pospartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Teruskan pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah diastolik masih
>110 mmHg dan pemantauan urin

Gambar 2. Cara pemberian MgSO4


G. Prognosis1
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka
gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera
setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula
mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah
persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik karena hal
ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali
normal beberapa jam kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali
pada janin dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis
janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati
intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi
sudah sangat inferior.

9
KESIMPULAN

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik


atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama. Bila ditemukan tekanan darah tinggi (≥140/90)
pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau
protein urin 24 jam tentukan diagnosis.
Klasifikasi dari hipertensi dalam kehamilan dibagi atas 4 yaitu, (1) Hipertensi
kronik, (2) Preeklampsia-eklampsia, (3) Hipertensi kronik dengan superimposed
preeklampsia, (4) Hipertensi gestasional.
Penegakan diagnosis pasien hipertensi dalam kehamilan dengan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
didapatkan mengenai adanya gejala, penyakit terdahulu, penyakit keluarga dan
gaya hidup sehari-hari. Kemudian pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah
tinggi (≥140/90) dalam 2 kali pemeriksaan berselang 15 menit. Pemeriksaan
penunjang ditegakkan jika didapatkan secara kuantitatif produksi protein urin
lebih dari 300 mg per 24 jam (Esbach), namun jika hal ini tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan dapat digantikan dengan pemeriksaan semikuantitatif menggunakan
dipstik urin > 1+.
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi
sampai tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan
antihipertensi yang dapat diberikan nifedipin 5 mg dan tambahkan 5 mg jika
respon tidak membaik setelah 10 menit. Untuk hipertensi dalam kehamilan yang
disertai kejang, dapat diberikan Magnesium sulfat (MgSO4). Cara pemberiannya
ada dua, (1) Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit.
Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr IM dengan 1 ml lignokain 2% (dalam semprit
yang sama). (2) MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2 % IM setiap 4 jam.
Pemberian tersebut dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala
perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Prognosis janin pada
penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterin atau
mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Ilmu Kebidanan, edisi


ke-4, Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014: 530-554
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Pedoman Nasional
Pengendalian Kedokteran, Diagnosis dan Tatalaksana Eklampsia.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016
3. Mehta B, Kumar V, Hypertension in Pregnancy: A Community-Based Study.
2015, diakses tanggal 7 Januari 2018, dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4581149/
4. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-24,
New York: McGraw-Hill, 2014
5. Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Makassar. Profil Kesehatan Kota Makassar
Tahun 2015. Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Makassar. 2016
6. Kementerian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Edisi pertama. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. 2013.

11

Anda mungkin juga menyukai