Anda di halaman 1dari 6

MANUSIA DAN KEADILAN

Posted: 14 Mei 2012 in Manusia dan keadilan


Tag:Keadilan, Kecurangan, Kejujuran, macam-macam keadilan, manusia dan keadilan,Pembalasan, Pemulihan Nama
Baik, Penyebab Kecurangan

0
PENGERTIAN KEADILAN

Dalam kehidupan manusia, pasti pernah menemukan perlakuan yang tidak adil atau bahkan sebaliknya, melakukan hal

yang tidak adil. Dimana pada setiap diri manusia pasti terdapat dorongan atau keinginan untuk berbuat kebaikan/jujur.

Tetapi terkadang untuk melakukan kejujuran sangatlah tidak mudah dan selalu dibenturkan oleh permasalahan-

permasalahan dan kendala yang dihadapinya yang kesemuanya disebabkan oleh berbagai sebab, seperti keadaan atau

situasi yang buruk.

Dampak positif dari keadilan itu sendiri dapat membuahkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi. Karena ketika seseorang

mendapat perlakuan yang tidak adil maka orang tersebut akan mencoba untuk bertanya atau melalukan

perlawanan/protes dengan caranya sendiri. Cara itulah yang dapat menimbulkan kreatifitas dan seni tingkat tinggi

seperti demonstrasi, melukis, menulis dalam bentuk apapun hingga bahkan membalasnya dengan berdusta dan

melakukan kecurangan.

Keadilan pada dasarnya merupakan sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap manusia dibumi ini dan tidak akan mungkin

dapat dipisahkan dari kehidupan. Menurut Aristoteles, keadilan akan dapat terwujud jika hal-hal yang sama

diperlakukan secara sama dan sebaliknya, hal-hal yang tidak semestinya diperlakukan tidak semestinya pula. Dimana

keadilan memiliki ciri antara lain: tidak memihak, seimbang dan melihat segalanya sesuai dengan proporsinya baik

secara hak dan kewajiban dan sebanding dengan moralitas. Arti moralitas disini adalah sama antara perbuatan yang

dilakukan dan ganjaran yang diterimanya. Dengan kata lain keadilan itu sendiri dapat bersifat hukum. Keadilan itu

sendiri memiliki sifat yang bersebrangan dengan dusta atau kecurangan. Dimana kecurangan sangat identik dengan

perbuatan yang tidak baik dan tidak jujur. Atau dengan kata lain apa yang dikatakan tidak sama dengan apa yang

dilakukan.

Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah

antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang
atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing

orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima

bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terhadap proporsi tersebut disebut tidak adil.

Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan

diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates,

keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan

baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan

dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai

ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai

tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.

Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang

antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban atau

dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang

memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

1. MACAM-MACAM KEADILAN

a) KEADILAN LEGAL ATAU KEADILAN MORAL

Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan

menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling

cocok baginya (the man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan oleh yang lainnya disebut

keadilan legal. Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk member tempat yang selaras kepada bagian-

bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat

melakukan fungsinya secara baik.


Ketidak-adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras

sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidak-keserasian.

b) KEADILAN DISTRIBUTIF

Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-

hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama (justice is done when equels are treated equally).

c) KEADILAN KOMUTATIF

Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian

keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem

menjadikan ketidak-adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

2. KEJUJURAN

Kejujuran atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakan

sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga

berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut

satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur

berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam

hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.

Sikap jujur itu perlu di pelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut

kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta menyucikan lagi pula membuat luhurnya

budi pekerti. Pada hakekatnya jujur atau kejujuran di landasi oleh kesadaran moral yang tinggi kesadaran pengakuan

akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan

dengan hal yang baik dan buruk. Kejujuran besangkut erat dengan masalah hati nurani. Menurut M. Alamsyah dalam

bukunya budi nurani dan filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia.

Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran

illahi. Nurani yang di perkembangkan dapat jadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan.

Kejujuran ataupun ketulusan dapat di tingkatkan menjadi sebuah keyakinan atas diri keyakinannya maka seseorang di

ketahui kepribadianya.

Dan hati nurani bertindak sesuai dengan norma-norma kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki kejujuran, ia

akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus-menerus berfikir atau bertindak bertentangan dengan

hati nuraninya akan selalu mengalami konflik batin, ia akan selalu mengalami ketegangan, dan sifatnya kepribadiannya

yang semestinya tunggal menjadi pecah. Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cara dan sikap yang perlu di

pupuk. Namun demi sopan santun dan pendidikan, orang di perbolehkan berkata tidak jujur apabila sampai pada batas

yang di tentukan.

3. KECURANGAN

Curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa. Curang

atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nurani. Kecurangan menyebabkan manusia

menjadi serakah, tamak, ingin menimbn kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang

paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat diselilingnya hidup menderita.

FAKTOR PENYEBAB KECURANGAN:

a) FAKTOR EKONOMI.

Setiap manusia berhak hidup layak dan membahagiakan dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal tersebut kita

sebagai mahluk lemah, tempat salah dan dosa, sangat rentan sekali dengan hal-hal pintas dalam merealisasikan apa yang
kita inginkan dan pikirkan. Menghalalkan segala cara untuk mencapai sebuah tujuan semu tanpa melihat orang lain

disekelilingnya.

b) FAKTOR PERADABAN DAN KEBUDAYAAN

Faktor peradaban dan kebudayaan sangat mempengaruhi dari sikap dan mentalitas individu yang terdapat didalamnya

“sistem kebudayaan” meski terkadang hal ini tidak selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan sikap mental

yang membutuhkan keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya pergeseran nurani hampir

pada setiap individu didalamnya sehingga sangat sulit sekali untuk menentukan dan bahkan menegakan keadilan.

c) TEKNIS

Hal ini juga sangat dapat menentukan arah kebijakan bahkan keadilan itu sendiri. Terkadang untuk dapat bersikap adil,

kita pun mengedepankan aspek perasaan atau kekeluargaan sehingga sangat sulit sekali untuk dilakukan. Atau bahkan

mempertahankan keadilan kita sendiri harus bersikap salah dan berkata bohong agar tidak melukai perasaan orang

lain. Dengan kata lain kita sebagai bangsa timur yang sangat sopan dan santun.

4. PEMULIHAN NAMA BAIK

Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang

menjaga dengan hti-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang disekitarnya adalah

suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.

Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu

antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin, dan lain sebagainya.

5. PEMBALASAN

Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan

yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang
menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi

yang mengingkari perintah Tuhanpun diberikan pembalasan yang diberikan pun pembalasan yang seimbang, yaitu

siksaan di neraka.

STUDI KASUS

Nenek Pencuri Kakao & Koruptor

Sepertinya kasus yang beterbangan di negara ini benar-benar beraneka ragam dengan keanehannya masing-masing.

Seperti contohnya kasus yang baru saja terjadi di daerah Banyumas, Jawa Tengah. Nasib sial menimpa seorang nenek

nenek yang ketahuan mencuri 3 biji kakao di daerah perkebunan yang akan dijadikan bibit dan nasibnya terancam

hukuman percobaan 1 bulan 15 hari.

Miris juga ya peradaban hukum di negara ini. Memang yang namanya pencurian tetap suatu kesalahan seberapapun

besar kecilnya bila dipandang perlu ditindak-lanjuti silahkan saja. Hanya saja yang jadi tak berimbang di sini adalah,

seorang nenek nenek yang hanya mencuri 3 biji kakao harus berhadapan dengan meja hijau tanpa didampingi

pengacara karena tidak adanya kemampuan finansial untuk membayar jasa pengacara. Sementara koruptor a.k.a

maling uang rakyat yang bermilyar-milyar bahkan trilyunan bebas berkeliaran tanpa penyelesaian yang jelas.

Mafia-mafia peradilan, makelar-makelar kasus bisa bebas berkeliaran dan hidup bermewah-mewahan. Memang benar

bahwa semua itu sebagai proses peringatan supaya tidaklah menjadi contoh bagi yang lain dalam tindak pencurian.

Tapi, apakah proses peradilan yang seadil-adilnya bagi koruptor dan para mafia peradilan tidak bisa ditegakkan seperti

petugas hukum menindak tegas maling-maling ayam dan maling-maling seperti Ibu Minah?

Anda mungkin juga menyukai