Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.1.1 Sejarah PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit II Dumai
Pertamina RU II Dumai terdiri dari 2 buah kilang dengan kapasitas total
sekitar 180 MBSD, yaitu :
1. Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai dengan kapasitas 130 MBSD.
2. Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD.
Kilang minyak Pertamina RU II Dumai dibangun pada bulan April 1969
atas kerjasama pemerintah Indonesia dengan Far East Sumitomo Japan. Kilang
Pertamina RU II Dumai selesai dibangun pada tanggal 8 September 1971 dengan
nama Kilang Putri Tujuh. Unit yang pertama didirikan adalah Crude Distillation
Unit (CDU/100) yang dirancang untuk mengolah minyak mentah jenis Sumatra
Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100 MBSD. Dari proses pengolahan tersebut
dihasilkan beberapa jenis produk BBM seperti naphta, kerosin, solar, dan bottom
product berupa 55%-volume Low Sulphur Wax Residue (LSWR) untuk diekspor
ke Jepang dan Amerika Serikat.
Pada tahun 1972 dilakukan perluasan Kilang Putri Tujuh untuk mengolah
bottom product menjadi premium dan komponen mogas. Perluasan ini dilakukan
dengan mendirikan unit-unit baru, yaitu Naphta Rerun Unit, Platforming Unit,
Hydrocracker Unit, dan Mogas Component Blending Plant.
Perluasan selanjutnya dilakukan pada tanggal 2 April 1980 dengan
ditandatanganinya persetujuan kerjasama antara Pertamina dan Universal Oil
Product (UOP) dari Amerika Serikat dengan kontraktor utama Technidas
Reunidas Centunion dari Spanyol berdasarkan lisensi proses dari UOP.
Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan
oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup
beberapa proses dengan teknologi tinggi yang terdiri dari unit-unit proses sebagai
berikut :

1
1. High Vacuum Distillation Unit (110).
2. Delayed Coking Unit (140).
3. Coke Calciner Unit (170).
4. Naphta Hydrotreating Unit (200).
5. Hydrocracker Unibon (211/212).
6. Distillat Hydrotreating Unit (220).
7. Continous Catalyst Regeneration – Platforming Unit (300/310).
8. Hydrobon Platforming Unit / PL-I (310).
9. Amine – LPG Recovery Unit (410).
10. Hydrogen Plant (701/702).
11. Sour Water Stripper Unit (840).
12. Nitrogen Plant (940).
13. Fasilitas penunjang operasi kilang (Utilitas).
14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru.
Beberapa jenis produk Bahan Bakar Minyak (BBM) dan non BBM yang
telah diproduksi oleh Kilang Pertamina RU-II Dumai saat ini adalah :
1. Produk BBM seperti PKSA (Premium, Kerosin, Solar, Avtur) .
2. Produk Non BBM seperti LPG dan Green coke.
3. Produk lain seperti LSWR.
PT. PERTAMINA (Persero) RU II Dumai terletak di kota Dumai, yang
berjarak 180 km dari kota Pekanbaru di tepi pantai Timur Sumatera, Provinsi
Riau. Sebelah utara kilang berbatasan dengan Pulau Rupat, sebelah selatan
merupakan perkampungan penduduk, sebelah barat terdapat perkantoran dan
perumahan karyawan (sekitar 8 km dari kilang), dan disebelah timur terdapat
perumahan penduduk.

1.1.2 Bahan Baku dan Produk yang Dihasilkan


A. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan di PT. PERTAMINA (Persero) RU II
Dumai adalah Minas Crude Oil/Sumatera Light Crude (SLC) sebesar 85%
volume dan Duri Crude Oil sebesar 15% volume yang diperoleh dari PT. Chevron

2
Pacific Indonesia. Kilang Pertamina RU II Dumai saat ini beroperasi dengan
kapasitas sebesar 130.000 BPSD atau sekitar 130 % kapasitas desain. Sedangkan
Kilang RU II Sei Pakning mengolah minyak mentah jenis SLC, Lirik Crude serta
Peudada Crude dan hanya memiliki unit proses CDU saja dengan kapasitas
50.000 BPSD.

B. Bahan Penunjang
Bahan penunjang yang digunakan PT. PERTAMINA (Persero) RU II
Dumai yaitu gas hidrogen, katalis, gas nitrogen, air tawar, air laut, larutan
Benfield, monoetanolamin (MEA), dan NaOH.

C. Produk
Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh
Kilang Pertamina RU II Dumai saat ini antara lain Premium, Jet Petroleum
Grade, Aviation Turbin (AVTUR), Kerosin, dan Automotive Diesel Oil (ADO).
Produk Non-BBM yang diproduksi adalah Liquified Petroleum Gas (LPG) dan
Green Coke.
Produk-produk yang dihasilkan Kilang Pertamina RU II Dumai tersebut
selanjutnya didistribusi ke berbagai daerah antara lain :
1. Produk LPG, Premium, Kerosin, dan Automotive Diesel Oil (ADO)
didistribusikan ke wilayah pemasaran UPMS I meliputi Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan
sebagian wilayah UPMS II Jakarta.
2. Produk Aviation Turbin (AVTUR) didistribusikan ke wilayah UPMS I
Medan dan UPMS III Jakarta.
3. Produk Green Coke didistribusikan untuk kebutuhan domestik dan ekspor.

Tabel 1.1 Kapasitas Produksi PT. PERTAMINA (Persero) RU II Dumai


No. Jenis Produk Juta BBL/Tahun %Volume
1. LPG*) 1,04 1,60

3
2. Avtur 3,10 4,75
3. Premium 9,60 14,70
4. Kerosin 14,77 22,62
5. Solar 22,59 38,73
6. Green Coke*) 0,20 0,30
*) LPG &Green Coke =Juta Ton/Tahun
Disamping mengolah produk-produk di atas, kilang PT. Pertamina
(Persero) RU II Dumai juga memproduksi fuel oil, fuel gas, dan air minum yang
digunakan untuk mensuplai keperluan kilang dan perumahan karyawan serta
beberapa titik-titik air untuk kebutuhan warga sekitar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah uraian proses dari produk-produk yang dihasilkan pada PT.
Pertamina (persero) RU II Dumai?
2. Unit-unit apa saja yang terdapat pada setiap tahap proses pada kilang
tersebut?
3. Bagaimana teknik penanggulanagan limbah pada indusstri minyak bumi ?
4. Bagaimana proses pengolahan limbah pada PT Pertamina RU Dumai ?
5. Bagaimana yang dimaksud dengan pengolahan limbah secara aerob dan
anaerob ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan keseluruhan
dari rumusan masalah yang telah di buat di atas dan juga menjelaskaskan sedikit
tentang uraian proses dan menjabarkan secara khusus yakni bagaiamana cara atau
proses pengolahan limbah pada industri minyak bumi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Proses Produksi


Proses pengolahan crude oil menjadi produk PT. PERTAMINA (Persero)
RU II Dumai terbagi ke dalam tiga kompleks proses. Ketiga kompleks proses
tersebut adalah :
1. Proses I : HSC (Hydro Skimming Complex)
2. Proses II : HCC (Hydro Cracking Complex)
3. Proses III : HOC (Heavy Oil Complex)

2.1.1 HSC (Hydro Skimming Complex)


Hydro Skimming Complex (HSC) meliputi kilang lama (existing plant) dan
kilang baru (new plant).Pengolahan minyak di HSC ini terdiri dari pengolahan
tingkat pertama (primary process) dan pengolahan tingkat kedua (secondary
process).Pada pengolahan tingkat pertama fraksi-fraksi minyak bumi dipisahkan
secara fisika kemudian pengolahan tingkat kedua dilakukan untuk
menyempurnakan produk dari pengolahan tingkat pertama. Unit-unit yang
terdapat dalam HSC meliputi :
1. Primary Unit :
a. Crude distillation Unit (CDU) / Unit 100.
b. Naptha Rerun Unit (NRU) / Unit 102.
c. Naptha Hydrotreating Unit (NHDT) / Unit 200.
2. Secondary Unit:
a. Hydrobon Platforming I (PL-I) / Unit 301.
b. Platforming II (PL-II) – Continuous Catalyst Regeneration (CCR) /
Unit 300-310.

2.1.1.1Crude Distillation Unit (CDU) / Topping Unit-Unit 100


Unit ini berfungsi memisahkan fraksi-fraksi yang terkandung dalam
minyak mentah (crude oil) dengan cara distilasi atmosferik yaitu pemisahan fraksi

5
berdasarkan range titik didih masing-masing pada tekanan 1 atm. Kapasitas
pengolahan unit CDU di kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU II Dumai hingga
saat ini adalah sebesar 127 MBSD, dengan kapasitas total pada perancangan
sebesar 130 MBSD.Produk yang dihasilkan unit ini berupa :
1. Finishing product : Produk akhir yaitu Kerosene yang bisa langsung
dijual, Off gas untuk fuel gas.
2. Intermediate product :Produk yang masih harus diproses kembali pada
unit berikutnya yaitu Naphtha, Light Gas Oil (LGO), Heavy Gas Oil
(HGO), dan Long Residu (LR).

2.1.1.2Naphtha Rerun Unit II (NRU) – Unit 102


Unit ini berguna memisahkan umpan naphtha pada topping unit menjadi
Light Naphtha dan Heavy Naphtha serta gas untuk bahan bakar kilang (feed gas).
Light Naphtha disebut juga dengan istilah Low Octane MogasComponent
(LOMC) yang tidak mengandung olefin atau banyak mengandung paraffin.Light
Naphtha yang dihasilkan digunakan sebagai blending component premium dengan
jarak titik didih 30-80oC, sedangkan Heavy Naphtha digunakan sebagai umpan
Hydrobon Platforming Unit dengan jarak titik didih 80-160oC. Prinsip dasar
proses ini sama dengan Topping Unit yaitu pemisahan berdasarkan range titik
didih.

2.1.1.3Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) – Unit 200


Naphtha Hydrotreating Unit (NHDT) berfungsi menghilangkan impurities
seperti sulfur, oksigen dan nitrogen, serta menjenuhkan olefin yang terdapat
dalam stabilizednaphtha dari Delayed Coker dan naphtha dari Hydrocracker
dengan bantuan katalis S-16. Kandungan sulfur dan nitrogen maksimal dalam
umpan platformer masing-masing 0,5 ppm untuk mencegah keracunan katalis.
Umpan NHDT adalah cracked naphtha dari Delayed Coking Unit (DCU),
Heavy Naphtha dari HydrocrackerUnibon(HCU) dan Naphtha dari Destillate
Hydrotreating Unit (DHDT). Kapasitas pengolahan unit NHDT sebesar 10,1
MBSD. Reaksi yang terjadi dalam unit ini adalah :

6
1. Penghilangan Sulfur : RSH + H2 → RH +H2S
2. Penghilangan Sulfur : CH3NH2 + H2 → CH4 + NH3
3. Penghilangan Oksigen : C6H5OH + H2 → C6H6 + H2O
4. Penjenuhan Olefin : R = R+H2 → RH – RH
5. Penghilangan Klorida : R- Cl + H2 → RH + HCl
Produk yang dihasilkan oleh unit ini adalah :
1. Off Gas yang dimanfaatkan sebagai fuel gas.
2. Light Naphtha, sebagai LOMCuntuk campuran premium.
3. Heavy Naphtha, sebagai umpan CCR-Platforming Unit (PL-II).

2.1.1.4Hydrobon Platforming Unit (PL-I) – Unit 301


Heavy Naphtha yang dihasilkan Naphtha Rerun Unit masuk sebagai
umpan dalam Platforming I (PL-I).Unit ini terdiri dari 2 bagian, yaitu Hydrobon
dan Platforming.Hydrobon berfungsi untuk memurnikan Heavy Naphtha dengan
menghilangkan impuritiesnyadari unit NRU dengan cara hidrogenasi dengan
katalis Topsoe TK-525 dan TK-551 untuk menghilangkan kontaminan seperti
senyawa-senyawa olefin dan logam-logam lain yang dapat meracuni katalis.
Reaksi utama yang terjadi pada unit platforming adalah dehidrogenasi,
hydrocracking paraffin, isomerisasi, dehidrosiklisasi paraffin. Berikut persamaan
reaksinya:
1. Dehidrogenasi : C6H11CH3 → C6H5CH3 + H2
2. Hydrocracking paraffin : C8H8 + H2 → C5H12 + C3H8
3. Isomerisasi : C6H12 → C2H5 – CH(CH3) – C2H5
4. Dehidrosiklisasi paraffin : C7H16 → C7H14 + H2

2.1.1.5 Platforming II (PL-II) – Unit 300


Unit ini direncanakan untuk mengolah Heavy Naphtha dari Naphtha
Hydrocracker agar mengahasilkan mogas component beroktan tinggi (94) dengan
bantuan katalis UOP R-164.Reactor Platforming mempunyai 3 buah reaktor yang
tersusun seri secara vertikal dengan temperatur 540oC dan tekanan 9 kg/cm2.
Kapasitas pengolahan ini sebesar 8,9 MBSD.

7
2.1.1.6Continous Catalytic Regeneration (CCR) – Unit 310
Continous Catalytic Regeneration (CCR) merupakan unit yang berfungsi
untuk meregenerasi katalis yang digunakan dalam platforming (PL-II) secara
kontinu.Hal ini dilakukan karena terjadinya deaktivasi katalis akibat racun dan
pembentukan coke. Kapasitas regenerasi katalis dalam unit CCR adalah sebesar
136 kg/jam dengan peralatan utama yaitu Regen Tower, Lock Hopper 1&2, dan
Lift Engangers 1&2.

2.1.2 HCC (Hydro Cracking Complex)


Hydro Cracking Complex merupakan salah satu proyek perluasan kilang
PT. PERTAMINA (Persero) RU II Dumai.HCC ini didesain oleh Universal Oil
Product (UOP).Unit-unit yang terdapat dalam HCC :
1. Hydrocracker Unibon (HCC) – Unit 211 dan Unit 212
2. Amine&LPG Recovery – Unit 410
3. Hydrogen Plant – Unit 701 dan Unit 702
4. Sourv Water Stripper – Unit 840
5. Nitrogen Plant – Unit 902

2.1.2.1 Hydrocracker Unibon (HCU) – Unit 211/212


Unit Hydrocrcker Unibon berfungsi mengolah fraksi minyak berat berupa
Heavy Cooker Gas Oil (HCGO) yang berasal dari DCU dan Heavy Vacuum Gas
Oil (HVGO) yang berasal dari HVU menjadi fraksi yang lebih ringan dengan nilai
ekonomisyang lebih tinggi melalui reaksi hydrocracking dengan bantuan gas
Hidrogen (H2) yang berasal dari H2plant.
Produk-produk yang dihasilkan diunit ini diantaranya:off gas, LPG, Light
Naphtha, Heavy Naphtha, Light Kerosene& Heavy Kerosene(sebagai komponen
blending kerosene/avtur/JP-5), Automotive Diesel Oil (ADO), dan Bottom
fractinator/recycle feed.

8
2.1.2.2 Amine dan LPG Recovery – Unit 410
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan senyawa sulfur dari gas LPG yang
dihasilkan di unit-unit lain untuk mencegah rusaknya katalis di H2plant serta
mencegah terjadinya korosi di tangki LPG, dan untuk mendapatkan produk-
produk LPG dengan kadar C3 dan C4 yang diinginkan. Proses ini menggunakan
absorbent MEA (Mono Ethanol Amine

2.1.2.3Hydrogent Plant (H2 Plant) – Unit 701/702


Hydrogen Plant adalah salah satu yang menghasilkan hydrogen dengan
menggunakann sistem reforming dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan
hydrogen yang diperlukan pada proses Hydrocracking Unit.Umpan yang diolah
pada unit ini berasal dari :
1. H2 rich gas dari Platformer (70-80% H2 dan sedikit methane).
2. Saturated gases dari recovery (30-50 % H2 dan sedikit methane dan
ethane).
3. LPG (propane dan butane).
Tahapan yang terjadi di Hydrogen Plant adalah desulfurisasi, steam reforming,
shiftconvertion, absorbs CO2 dan metanasi. Kapasitas unit ini sebesar 43.914
Nm3/hr setiap satu train per hari.Produk yang dihasilkan adalah gas hydrogen.

2.1.2.4 Sour Water Stripper (SWS)-Unit 840


Unit Sour Water Stripperberfungsiuntukme-reuse air darirefinery sour
waterdenganmenurunkankadarkontaminanberupa H2S dan NH3 yang terkandung
di dalamnya sejumlah 97% volume H 2S dan90 volume
NH3dariumpandengankapasitaspengolahan 10,3 MBSD dapatdihilangkandalam
unit ini.

2.1.2.5 Nitrogen Plant-Unit 300


Nitrogen Plant berfungsi menghasilkan nitrogen yang diperlukan pada
proses start up dan shut down unit-unit proses, regenerasi katalis dan media
blanketing tangki-tangki. Kapasitas pengolahan nitrogen plant sebesar 12.000

9
Nm3/hari.Prinsip operasinya adalah pemisahan oksigen dan nitrogen dari udara
berdasarkan titik embunnya yang berlangsung pada temperatur operasi -180oC.
Oksigen dari dasar kolom dialirkan ke HE (E-86) untuk
didinginkan.Cairan dingin ini kemudian mengalir masuk ke E-95 untuk
diembunkan.Nitrogen cair dikembalikan ke kolom sebagai refluks, sebagian lagi
diambil sebagai produk yang dialirkan ke tangki penyimpanan nitrogen cair keluar
pengembun E-95 (tangki V-18A/B).Sebelum dikirim ke unit yang memerlukan,
N2 cair diuapkan terlebih dahulu dalam penukar panas.

2.1.3 HOC (Heavy Oil Complex)


Unit-unit yang terdapat dalam HOC adalah :
1. High Vacuum Distillatiuon Unit (HVU).
2. Delayed Coking Unit (DCU).
3. Coke Calciner Unit (CCU).
4. Distillate Hydrotreating Unit (DHDT).

2.1.3.1High Vacuum Distillation Unit (HVU)-110


Unit ini berfungsi untuk memisahkan umpan Long Residue dari CDU
berdasarkan perbedaan titik didih. Prinsip operasi unit HVU adalah distilasi pada
keadaan vakum, karena penurunan tekanan mengakibatkan penurunan titik didih
hingga proses pemisahan dapat dilakukan tanpa terjadi thermal cracking. Proses
pemisahan berlangsung pada kondisi operasi dengan tekanan 18-22 mmHg dan
temperatur operasi 400oC. Keterangan pada unit ini:
1. Kapasitas : 92,6 MBSD atau 614 m3/jam.
2. Umpan : Long Residue dari CDU
3. Produk :
a. Off Gas, akan dipakai sebagai fuel gas (untuk konsumsi sendiri).
b. Light Vacuum Gas Oil (LVGO), digunakan sebagai komponen
blending.
c. Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO), digunakan sebagai umpan
hydrocracker unibon (HC Unibon).

10
2.1.3.2Delayed Cooking Unit (DCU)-140
Delayed Cooking Unit berfungsi untuk mengolah short residu dari unit
HVU menjadi coke (kokas), fraksi-fraksi minyak yang lebih ringan dan gas.
Prinsip reaksi adalah thermal cracking, yaitu perengkahan hidrokarbon berat
menjadi hidrokarbon rantai pendek pada temperatur tinggi (500oC). Tingginya
temperatur mengakibatkan terjadinya polimerisasi

2.1.3.3Distillate Hydrotreating Unit (DHDT)-220


Unit ini berfungsi untuk mengolah Light Coker Gas Oil (LCGO) dari unit
DCU dengan cara menjenuhkan material hasil cracking yang tidak stabil dan
membuang pengotor seperti sulfur dan nitrogen dengan bantuan gas hidrogen
bertekanan. Campuran produk hasil reaksi dipisahkan di kolom stripper dan
splitter. Keterangan pada unit ini:
1. Kapasitas : 90 m3/jam
2. Umpan : LCGO dari DCU
3. Produk yang dihasilkan pada unit ini :
a. Off Gas, sebagai fuel gas.
b. Naphtha, digunakan sebagai umpan HC Unibon.
c. Light Kerosene, digunakan sebagai campuran kerosene dan diesel.
d. Heavy kerosene, digunakan sebagai campuran kerosene dan diesel.

2.2 Utilitas
Di dalam suatu pabrik terutama kilang minyak, utilitas merupakan suatu
bagian yang penting guna menunjang operasi karena sebagian besar jalannya
operasi ditentukan oleh adanya utilitas ini. Utilitas yang terdapat pada PT.
PERTAMINA (Persero) RU II Dumai adalah :
1. Plant Water, yang berfungsi sebagai :
a. Air pendingin pompa
b. Air umpan boiler
c. Air minum
d. Water hydrant

11
e. Air bersih untuk perumahan
2. Steam, yang berfungsi sebagai :
a. Penggerak turbin
b. Pemanas
3. Udara bertekanan (pressed air), yang berfungsi sebagai :
a. Instrumen Air, untuk menjalankan instrumen pengontrol
b. Plant Air, untuk pembersihan alat-alat
4. Sea Water, yang berfungsi sebagai :
a. Air pendingin pada cooler dan condensor
b. Pendingin mesin-mesin di power plan

2.3 Pengolahan Limbah


Dampak dari limbah industri yang dihasilkan oleh PT. PERTAMINA
(Persero) RU II Dumai diusahakan ditekan serendah mungkin. Komitmen ini
sejalan dengan keberhasilan PT. PERTAMINA (Persero) RU II Dumai
memperoleh sertifikasi ISO 14001 (sistem manajemen lingkungan) pada
Desember 2001. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pertamina RU II
Dumai dalam menekan dampak dari limbah industrinya adalah :
1. Melaksanakan Good Housekeeping di lingkungan kerja, dengan cara
mengoptimasi penggunaan air, energi, dan bahan baku.
2. Pada saat pembangunan pabrik, Pertamina RU II Dumai dilengkapi dengan
unit-unit untuk mengelola dan mereduksi limbah.
3. Sistem proses yang digunakan dilengkapi dengan recycle dan recovery
bahan, produk (Pertamina,2001).
Adapun unit-unit yang digunakan untuk mengelola dan mereduksi
kuantitas dan bahaya limbah adalah :
a. Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan oleh Pertamina RU II Dumai adalah emisi gas
yang mengandung SOX, NOX, H2S, NH3, CO2, CO, hidrokarbon, debu, jelaga, dan
bau yang sebagian besar berasal dari flare atau gas cerobong. Upaya
penanggulangan yang dilakukan adalah dengan menggunakan stack atau cerobong

12
yang didesain dengan ketinggian tertentu agar memenuhi baku mutu emisi dan
baku mutu ambient. Upaya lain yang dilakukan oleh Pertamina RU II Dumai
adalah dengan memasang CEM (Continuous Emission Monitoring) yang
diletakkan pada cerobong (stack) unit HVU, yang merupakan unit yang setelah
dianalisa menghasilkan emisi gas terbesar.
Pendekatan yang ditempuh dalam rangka pengendalian dan penanggulangan
dampak terhadap kualitas udara adalah dengan menerapkan program “waste
minimization” yang di dalamnya terdapat empat tahap :
a. Reduksi limbah dari sumbernya
b. Reuses
c. Recycle
d. Recovery

b. Limbah Cair
Limbah cair yang dominan berasal dari aktivitas kilang yaitu berupa
minyak, sludge, sour water. Limbah tersebut berasal dari hasil proses maupun
tumpahan dari sistem pemproses. Peralatan yang digunakan untuk menangani
limbah cair tersebut antara lain :
1. Untuk mengatasi tumpahan-tumpahan minyak di perairan (laut) digunakan
peralatan :
a. Oil boom, digunakan untuk menahan tumpahan minyak di perairan agar
tidak tersebar luas. Oil boom tersebut berupa pembatas yang ditarik
oleh dua buah kapal.
b. Oil skimmer, digunakan untuk menghisap tumpahan minyak yang telah
berkumpul.
c. Oil sorbent, digunakan untuk menyerap minyak yang masih tersisa di
perairan, yang berupa lapisan film.
d. Oil dispersant, merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk
menghilangkan sisa-sisa minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan
peralatan lainnya seperti diatas. Prinsip dari oil dispersant adalah

13
membentuk koloid antara minyak dispersant sehingga berat jenisnya
meningkat dan larutan minyak dispersant tenggelam ke dasar laut.
2. Sour Water Stripper, digunakan untuk mengolah limbah cair yang bersifat
asam yang keluar dari proses. Unit ini terletak pada area Hydrocracking
Complex (HCC).
3. Oil separator II, digunakan untuk memisahkan campuran air-minyak yang
terkandung di dalam air limbah. Pada tahap ini hanya akan terjadi
pemisahan antara minyak dan air. Oleh karena itu, kandungan senyawa
polutan lain selain minyak yang ada di dalam air limbah akan tetap sama.
4. Kolam Ekualisasi
Pada dasarnya proses yang terjadi di kolam ekualisasi ini adalah secara
fisika yaitu menurunkan suhu, menangkap minyak yang masih terbawa
dalm air limbah. Minyak yang terkumpul akan dipompakan menuju slpe
tank untuk kemudian diolah lagi ke dalam unit produksi dan menghasilkan
suatu produk. Selain itu bak ekualisasi ini juga berfungsi untuk
menghindari shock loading dalam pengolahan limbah secara biologi (pada
kolam aerasi).
5. Kolam Aerasi
Proses yang terjadi pada kolam aerasi ini adalah proses lumpur aktif. Pada
proses ini kondisi lingkungan sangat mempengaruhi proses yang berjalan.
Mikroorganisme mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mendegradasi senyawa polutan yang terdapat dalam air limbah. Kolam
aerasi ini berukuran besar dan menggunakan 3 buah aerator dalam
pengoperasiannya.

14
6. Kolam Pengendap
Limbah dari kolam aerasi yang masuk ke dalam kolam ini mengandung
partikel-partikel dari lumpur aktif dan hasil degradasi. Untuk itu perlu
diendapkan di kolam pengendap. Karena berfungsi sebagai pengendap,
aliran air dikolam ini diusahakan laminar. Endapan yang ada pada kolam
pengendap ini sewaktu-waktu dipompa dan ditampung pada tangki
pembiakan. Di dalam tangki tersebut juga terdapat mikroba yang akan
dibiarkan. Hal ini dilakukan tidak tentu waktunya. Namun lumpur yang
telah aktif tersebut akan secara rutin dimasukkan ke dalam kolam aerasi
satu kali dalam seminggu.
7. Separator III
Separator III sebagai penampung terakhir air limbah yang berasal dari unit
biotretment dan area ME-57. Di kolam ini akan terjadi pencampuran
limbah hasil proses pengolahan dengan limbah yang belum mengalami
proses.

c. Limbah Padat
Upaya pengolahan limbah padat khususnya limbah B3 bertujuan untuk
menurunkan kadar parameter-parameter pencemar terhadap air tanah, air laut,
maupun kualitas udara agar memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan.
Sedangkan pengolahan limbah padat domestik bertujuan untuk menciptakan
kenyamanan dan kebersihan lingkungan. Limbah padat yang dihasilkan di RU II
Dumai termasuk cara pengolahannya antara lain adalah :
1. Lumpur (sludge) bercampur minyak dari drain tangki dan oil separator
Lumpur tersebut diolah dengan cara melakukan mixing bersama air hangat,
kemudian dilakukan pengenceran agar minyak terapung dan dapat
dipisahkan dari sludge.
2. Spent katalis
Pertamina RU II Dumai tidak mempunyai perangkat yang dapat digunakan
untuk mengolah spent katalis. Maka katalis yang sudah tidak digunakan

15
biasanya dijual, karena banyak mengandung unsur platina yang cukup
bernilai ekonomis.
3. Karbon aktif
Karbon aktif yang tidak digunakan lagi, jika masih memenuhi spesifikasi,
dicampur dengan coke dan dijual.
4. Limbah perbengkelan berupa logam, kaleng, dan bungkus
Pertamina RU II Dumai tidak memiliki pusat pengolahan limbah yang
tersendiri, oleh karena itu limbah padat lainnya akan ditampung sementara
kemudian dibuang atau dikirim ke PPLI.

2.4 Mikrob Pendegradasi Minyak Bumi


Mikrob memiliki kemampuan dalam menguraikan komponen minyak
bumi karena dapat mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikannya sebagai donor
elektronnya. Mikrob ini berpartisipasi dalam pembersihan tumpahan minyak
dengan mengoksidasi minyak bumi menjadi gas karbon dioksida (CO2), bakteri
pendegradasi minyak bumi akan menghasilkan bioproduk seperti asam lemak,
gas, surfaktan, dan biopolimer yang dapat meningkatkan porositas dan

16
permeabilitas batuan reservoir formasi klastik dan karbonat apabila bakteri ini
menguraikan minyak bumi.
Mikrob yang telah dikenal memiliki kemampuan yang tinggi dalam
mendegradasi minyak bumi adalah dari jenis bakteri. Bakteri pendegradasi
minyak bumi dapat diisolasi dari lingkungan yang terkontaminasi minyak bumi,
misalnya tanah dan laut yang tercemar . Bakteri pendegradasi fraksi minyak yang
lebih sulit didegradasi, akan tumbuh lebih lambat dan jumlahnya lebih sedikit
karena kalah bersaing dengan bakteri pendegradasi substrat alkana yang
merupakan fraksi dalam jumlah yang lebih besar, sehingga bakteri ini sulit
terisolasi . Dalam ekosistem terdapat mikrob yang mampu melakukan
biodegradasi sehingga kondisi lingkungan akan lebih baik. Hidrokarbon
petroleum dapat didegradasikan oleh mikrob seperti bakteri, jamur, yeast, dan
alga mikro.
Mikrob tersebut diisolasi berdasarkan kemampuan mereka untuk
memetabolisme berbagai sumber karbon, seperti komponen alifatik dan aromatik.
Dari sejumlah besar penelitian dilaporkan bahwa alkana dengan berat molekul
rendah lebih cepat didegradasi oleh kultur campuran lebih cepat melakukan
degradasi daripada biakan murni (Ghazali et al. 2004). Ada beberapa keuntungan
yang didapat dari mikrob pendegradasi minyak, antara lain populasi alami sudah
beradaptasi dan berkembang dengan baik di lingkungannya dan kemampuan
untuk menggunakan hidrokarbon telah disebarkan dalam populasi mikrob,
populasi ini terbentuk secara alamiah dan di daerah tercemar yang jumlah mikrob
cukup tidak perlu lagi ditambahkan mikrob untuk mendegradasi (Damanhuri,E
1993).
Keberhasilan biodegradasi hidrokarbon minyak bumi tergantung kepada
aktivitas mikrob dan kondisi lingkungannya. Menurut Kadarwati et al (1994)
mikrob yang banyak hidup dan berperan di lingkungan hidrokarbon minyak
bumi sebagian besar adalah bakteri. Bakteri yang sesuai harus mempunyai
kemampuan fisiologi dan metabolik untuk mendegradasi bahan pencemar .
Menurut Miller (1995) bakteri mampu beradaptasi pada lingkungan hidrokarbon
melalui beberapa cara, yaitu: (i) pembentukan bagian hidrofobik pada dinding

17
sel sehingga meningkatkan afinitas sel terhadap hidrokarbon, (ii) dihasilkannya
surfaktan ektraselular yang dapat meningkatkan kelarutan hidrokarbon dan
(iii) modifikasi intraselular membran sitoplasmik yang dapat mengurangi
toksisitas hidrokarbon terhadap bakteri.
Atlas (1981) melaporkan sejumlah mikrob pendegradasi hidrokarbon
minyak bumi, yaitu: (i) Bakteri: Pseudomonas, Achromobacter, Arthrobacter,
Michrococcus, Nocardia, Vibrio, Acinetobacter, Brevibacterium,
Corynebacterium, Flavobacterium, Leucothrix, Rhizobium, Spirillum,Alcaligenes,
Xanthomonas, Cytophaga, Thermomicrobium dan Klebbsiella; (ii) Khamir:
Candida, Rhodotorulla, Aurobasidium, Rhodosporidium, Saccharomyces,
Sporobolomyces, Trichosporon dan Cladosprium; (iii) Fungi: Penicillium,
Cunninghamella, Verticillium spp., Aspergillus, Mucoterales, Monilales,
Graphium, Fusarium, Trichoderma, Acremonium, Mortierella, Gliocladium
dan Sphaeropsidales; (iv) Algae: Protopheca dan (v) Cyanobacteria: Mierocoleus
sp., Anabaena spp., Agmenellum sp., Coccochloris sp., Nostoc sp., Chlorella
spp., Dunaalella sp., Ulva sp., Amphora sp., Chlamydomonas sp., Cylindretheca
dan Petalonia.
Mikrob, terutama bakteri yang mampu mendegradasi senyawa yang
terdapat di dalam petroleum hidrokarbon dikenal sebagai bakteri
hidrokarbonoklastik. Bakteri ini memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh
mikrob lain yaitu kemampuannya mengekspresikan enzim Ѡ-hidroksilase, yaitu
enzim pengoksidasi hidrokarbon, sehingga bakteri ini mampu mendegradasi
senyawa hidrokarbon minyak bumi dengan cara memotong rantai hidrokarbon
menjadi lebih pendek.

2.5 PROSES ANAEROBIK


Anaerobik adalah kata teknis yang secara harfiah berarti "tanpa udara"
(dimana "udara" biasanya berarti oksigen). Kata yang berlawanan dengannya
adalah aerobik. Dalam pengolahan limbah, tidak adanya oksigen dinamakan
sebagai 'anoxic'; sedangkan anaerobik digunakan untuk mengindikasikan tidak
adanya akseptor elektron (nitrat, sulfat atau oksigen).

18
19
PROSES AEROBIK
Secara sederhana, pengolahan air limbah aerobik mengacu pada
penghapusan polutan organik dalam air limbah oleh bakteri yang memerlukan
oksigen untuk bekerja.. Air dan karbon dioksida merupakan produk akhir dari
proses pengolahan air limbah aerobik. Proses termasuk menetes filtrasi, lumpur
aktif, dan memutar kontaktor biologis.. Bakteri yang berkembang dalam
lingkungan yang kaya oksigen bekerja untuk memecah dan mencerna air limbah
di dalam pabrik pengolahan aerobik atau sistem.. Proses ini disebut pencernaan
aerobik. Istilah aerobik yang digunakan dalam proses penanganan secara biologis
berarti proses di mana terdapat oksigen terlarut (memerlukan oksigen). Oksidasi
bahan organik menggunakan molekul oksigen sebagai aseptor elektron terakhir
adalah proses utama yang menghasilkan energi kimia untuk mikroorganisme.

2.4.1 Degradasi Aerob


Mikrob aerob cepat dan paling efisien dalam mendegradasi karena reaksi
aerob memerlukan lebih sedikit energi bebas untuk inisiasi dan menghasilkan
lebih banyak energi. Hidrokarbon akan didegradasi secara beruntun oleh sejumlah
enzim, oksigen pada proses aerob ini bertindak sebagai akseptor eksternal.
Adapun tahap degradasi alkana melibatkan pembentukan alkohol, aldehid dan
asam lemak. Asam lemak dipecah, CO2 dilepaskan dan membentuk asam lemak
baru yang merupakan 2 unit karbon yang lebih pendek dari molekul induk, proses
ini dikenal sebagai beta oksidasi (Ondrey,G 2006).

2.4.2 Degradasi Anaerob


Terdapat mikrob yang mampu mendegradasikan hidrokarbon pada kondisi
anaerob pada tahun 1980, yang mekanisme biokimianya berbeda dari
metabolisme hidrokarbon aerob. Biodegradasi anaerob lebih mudah didapatkan,
karena mikrob ini bersifat insitu yang dapat digunakan untuk dekontaminasi
tanah, sedimen dan air tanah yang terkontaminasi hidrokarbon petroleum. Proses
pemecahan senyawa hidrokarbon secara aerob belum sepenuhnya diteliti.
Diketahui bahwa benzena, toluene, etil benzena, dan xylen (BTEX) dapat
didegradasi tanpa O2 di air tanah yang terkontaminasi (Johnson et al. 2003).
Senyawa ini bersifat karsinogenik dan mutagenik pada manusia sehingga dapat
berbahaya bagi kesehatan. Senyawa hidrokarbon ini juga dapat menganggu fungsi
organ organ tubuh manusia seperti otak, sistem saraf, hati dan jantung. Senyawa

20
ini juga bersifat rekalsitran, artinya sulit untuk mengalami perombakan di alam,
baik di darat maupun di air, sehingga dapat membahayakan biota laut (Ondrey,G
2006).
2.5 Biodegradasi Limbah Minyak Bumi
Pesatnya perkembangan sektor industri minyak bumi telah memberikan
banyak manfaat bagi masyarakat. Peningkatan kesejahteraan dan level gaya hidup
banyak disokong oleh sektor industri minyak bumi hal tersebut salah satunya
adalah peranan minyak bumi sebagai bahan bakar berbagai jenis kendaraan
bermotor. Peningkatan kesejahteraan manusia akibat dari pesatnya perkembangan
tambang minyak bumi di Indonesia ternyata juga memberikan dampak buruk bagi
lingkungan dan hal tersebut akan menjadi berbahaya bagi manusia dan makhluk
hidup disekitarnya .
Minyak bumi dan limbahnya merupakan suatu hasil pencampuran senyawa
organik yang bersifat hidrokarbon dan non hidrokarbon dan sangat kompleks.
mengatakan bahwa kandungan minyak bumi 90 % berupa senyawa hidrokarbon
dan sisanya adalah non hidrokarbon. Kedua senyawa tersebut mengandung
banyak bahan berbahaya yang dapat mengancam kesehatan manusia, sehingga
penanganan limbah pertambangan minyak yang mengandung hidrokarbon harus
serius dilakukan.
Salah satu teknik yang dapat diterapkan dalam penanganan limbah minyak
bumi atau oil sludge adalah dengan teknik bioremediasi. Bioremediasi merupakan
suatu rangkaian proses biologi yang dapat merubah atau menghilangkan senyawa
toxic dalam suatu bahan. Bioremediasi merupakan teknik aplikasi dari prinsip-
prinsip segala proses biologi untuk mengolah air tanah, tanah dan lumpur yang
terkontaminasi oleh zat-zat berbahaya contohnya minyak. Tujuan utama dari akhir
bioremediasi ini adalah mengurangi atau meminimalisasi kontaminan, yaitu
mengubah senyawa kimia berbahaya menjadi berkurang dampaknya seperti
karbon dioksida atau beberapa gas lain, senyawa anorganik, air dan materi yang
dibutuhkan (Eweis et al. 1998 dalam Munawar et al. 2007)
Nurhariyati (2006) menjelaskan bahwa kehadiran mikrob (bakteri, jamur,
dan khamir) yang memiliki kemampuan mendegradasi hidrokarbon jumlah dan

21
sebarannya cukup besar. Mikrob tertentu dapat mendegradasi senyawa
hidrokarbon dan menggunakannya sebagai sumber energi. Mikrob menggunakan
hidrokarbon minyak untuk pertumbuhannya dengan memotong hidrokarbon
alifatik, sikloalifatik dan aromatik. Mekanisme biodegradasi minyak sangat
beragam tergantung pada komposisi hidrokarbon yang dikandungnya.
Penggunaan dan aplikasi teknik bioremediasi harus melakukan treability
study atau treatment evaluation yang dilakukan di laboratorium yang bertujuan
untuk mengetahui tingkat kemampuan suatu mikrob untuk mendegradasi polutan
dan komposisi nutrient yang optimal (OTA 1991). Selain itu treatibility study
dapat memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan polutan
sampai pada batas tertentu. Mikrob membutuhkan karbon untuk melangsungkan
hidupnya. Sumber karbon didapat dari hidrokarbon iu sendiri. Sedangkan nitrogen
dan fosfor yang juga sangat dibutuhkan oleh bakteri menjadi faktor pembatas.
Penambahan NPK bertujuan untuk memberikan nutrisi bagi bakteri sebagai
sumber nitrogen dan fosfor.

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Proses Biodegradasi Limbah Minyak


Bumi
Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi limbah minyak bumi
Biodegradasi hidrokarbon limbah minyak bumi merupakan proses yang
kompleks. Laju biodegradasi hidrokarbon dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan
kimia limbah minyak bumi serta populasi bakteri yang terdapat di lingkungan
tersebut. Kemampuan bakteri mengubah senyawa hidrokarbon menjadi senyawa
lain yang tidak toksik tergantung dari enzim yang diproduksinya (Yudhono 2011).
Suthersan (1999) menyatakan agar bakteri dapat terus tumbuh dan berkembang
dengan baik serta meningkat kemampuan degradasinya, maka ada beberapa faktor
yang mempengaruhinya seperti ketersedian nutrisi, suplai oksigen, serta faktor
fisika dan kimia seperti pH, temperatur dan kadar air yang terdapat dalam limbah
itu sendiri.

22
1. Ketersediaan Nutrisi
Faktor nutrisi yang diperlukan antara lain karbon, dimana sumber karbon
ini didapatkan dari hidrokarbon minyak bumi. Karbon yang tersedia pada
hidrokarbon minyak bumi dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber energi bagi
pertumbuhan dan perkembangan selnya. Selain karbon, untuk pertumbuhannya
bakteri juga memerlukan unsur lain yaitu, nitrogen, fosfor, belerang, kalium,
magnesium dan besi. Dari deretan unsur tersebut, nitrogen dan fosfor merupakan
unsur esensial untuk mendukung biodegradasi hidrokarbon minyak bumi.
Unsur N dibutuhkan untuk biosintesis asam amino yang merupakan
monomer protein, sedangkan P dibutuhkan untuk biosintesis AND (asam
deoksiribonukleat) dan ARN (asam ribo- nukleat) serta transfer energi. Protein
selain sebagai pembentuk enzim, juga merupakan penyusun struktur sel sehingga
komposisinya dalam sel lebih besar dibandingkan dengan unsur P. s

2. Oksigen
Oksigen sangat diperlukan oleh bakteri untuk metabolisme terutama
bakteri aerob. Kosentrasi oksigen biasanya membatasi pertumbuhan bakteri.
Bakteri aerob menghendaki oksigen untuk pertumbuhannya. Pada kondisi kaya
oksigen (aerob) proses pendegradasian suatu bahan tercemar lebih cepat terjadi.
Sedangkan bakteri anaerob tidak membutuhkan oksigen, sehingga kehadiran
oksigen menghambat pertumbuhannya .
Pemberian oksigen pada suatu proses bioremediasi dimaksudkan sebagai
penambahan penerima elektron. Penambahan oksigen dapat dilakukan dengan
penambahan agen pengembang (bulking agent) selain berfungsi sebagai fasilitas
aerasi bagi mikrob juga dapat memperluas bidang kontak antara bahan pencemar
dengan mikrob. Agen pengembang yang digunakan dapat berupa kayu apung,
serutan kayu, komponen tumbuhan yang berserat, kulit kayu dan sebagainya.

3. Suhu
Suhu berperan penting dalam proses biodegradasi. Biodegradasi
hidrokarbon terjadi pada suhu yang rangenya luas dari 0oC sampai 70oC,
degradasi optimum terjadi pada range menengah. Menurut Walsh (1999) bahwa

23
suhu mempengaruhi kemampuan mikrob untuk bertahan hidup dan bereproduksi.
Jika suhu tinggi melebihi batas yang diizinkan maka enzim akan mengalami
denaturasi dan menghambat reproduksi dan terjadi kematian. Jika suhu terlalu
rendah, keberadaan organisme akan berhenti. Suhu yang ideal untuk mikrob pada
range yang kecil memungkinkan organisme ini bertahan hidup. Menurut Leahy &
Colwell (1990) bahwa iklim dan musim akan diharapkan memilih populasi yang
berbeda dari penggunaan mikrob hidrokarbon yang beradaptasi pada suhu ambien.

4. pH
Kemampuan bakteri untuk mendegradasi hidrokarbon dipengaruhi oleh pH
lingkungannya. Bakteri yang hidup di lingkungan hidrokarbon mempunyai
kisarans pH yang sempit untuk bertahan hidup. Jika pH terlalu asam atau basa
maka bakteri pendegradasi hidrokarbon perlahan-lahan berkurang. Tingkat
keasaman atau pH yang optimum untuk pertumbuhan bakteri pemecah
hidrokarbon adalah antara 6,5 - 7,5. Tingkat keasaman atau pH dapat
mempengaruhi kerja enzim sehingga dalam suatu kegiatan bioremediasi pH selalu
diatur pada kondisi 6 – 9, pengaturan dilakukan dengan penambahan zat kapur
bila terlalu asam .
5. Kelembaban
Dalam proses biodegradasi hidrokarbon, kandungan air sangat penting
untuk hidup, tumbuh dan aktivitas metabolism bakteri. Tanpa air bakteri tidak
dapat hidup dalam limbah, karena kbakteri hidup aktif pada interfase antara
minyak dan air. Air yang ada dalam minyak mengandung substansi organik yang
menambah ketebalan minyak dan air serta membuatnya bercampur lebih baik
sehingga menstimulasi aktivitas mikrob pemecah hidrokarbon. Air dibutuhkan
untuk aktivitas metabolisme dan pertumbuhan bakteri serta untuk melarutkan
nutrient, karena untuk dapat memasuki bakteri, nutrient harus dalam bentuk
larutan ).

2.7 Teknik Pengendalian Dan Penanggulangan Limbah Minyak Bumi


Pengolahan limbah minyak bumi dilakukan secara fisika, kimia dan
biologi. Pengolahan secara fisika dilakukan untuk pengolahan awal yaitu dengan

24
cara melokalisasi tumpahan minyak menggunakan pelampung pembatas (oil
booms), yang kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa ( oil
skimmers) ke sebuah fasilitas penerima “reservoar” baik dalam bentuk tangki
ataupun balon dan dilanjutkan dengan pengolahan secara kimia, namun biayanya
mahal dan dapat menimbulkan pencemar baru. Pengolahan limbah secara biologi
merupakan alternatif yang efektif dari segi biaya dan aman bagi lingkungan.
Pengolahan dengan metode biologis disebut juga bioremediasi, yaitu biotek-
nologi yang memanfaatkan makhluk hidup khususnya mikroorganisme untuk
menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar (Lasari, 2010).

Secara umum beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak yang


menjadi limbah diantaranya in-situ burning, penyisihan secara
mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent, penggunaan bahan kimia dispersan,
dan washing oil (Anonym, 1994).

 In-situ burning adalah Teknik pembakaran minyak pada permukaan laut,


sehingga mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut,
penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi.
Teknik ini membutuhkan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran
minyak) atau barrier yang tahan api. Namun, pada peristiwa tumpahan
minyak dalam jumlah besar sulit untuk mengumpulkan minyak yang
dibakar. Selain itu, penyebaran api sering tidak terkontrol.
 Penyisihan minyak secara mekanis melalui 2 tahap, yaitu melokalisir
tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan
minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang
disebut skimmer.
 Bioremediasi yaitu Suatu Teknik proses pendaurulangan seluruh material
organik. Bakteri pengurai spesifik dapat diisolasi dengan menebarkannya
pada daerah yang terkontaminasi. Selain itu, teknik bioremediasi dapat
menambahkannutrisi dan oksigen, sehingga mempercepat penurunan
polutan.

25
 Penggunaan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pad permukaan sorbent)
danabsorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi
mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat, sehingga mudah
dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki
karakteristik hidrofobik, oleofobik, mudah disebarkan di permukaan
minyak, dapat diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent
yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji),
anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa
poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).
 Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi
tetesan kecil (droplet), sehingga mengurangi kemungkinan
terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan minyak. Dispersan kimiawi
adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan.
 Washing oil yaitu kegiatan membersihkan minyak dari pantai.

2.8 Peralatan Dalam Pengendalian Teknik


Alat-alat yang digunakan untuk membersihkan tumpahan minyak lepas
pantai yaitu:
 Booms merupakan alat untuk menghambat perluasan hambatan minyak.
 Skimmers yaitu kapal yang mengangkat minyak dari permukaan air.
 Sorbent merupakan spons besar yang digunakan untuk menyerap minyak.
 Vacuums yang khusus untuk mengangkat minyak berlumpur dari pantai
atau permukaan laut.
 Sekop yang khusus digunakan untuk memindahkan pasir dan kerikil dari
minyak di pantai.
Kegiatan huiu dan hilir industri minyak bumi tidak terlepas dari
kemungkinan pencemaran minyak di ke lingkungan, khususnya perairan dan
sedimen. Salah satu metode pengolahan limbah secara yang saat ini terus
dikembangkan adalah bioremediasi yang merupakan teknologi ramah lingkungan,
cukup efektif dan efisien serta ekonomis..

26
Terdapat tiga cara untuk mengatasi masalah lahan tercemar minyak yang
dapat dipilih berdasarkan jenis minyak pencemar, konsentrasi minyak pencemar
dan lokasi pencemaran, yakni dibakar, diberi disperser dan kemudian dihisap
kembali dengan skimmer untuk diolah di kilang minyak, dan didegradasi dengan
memanfaatkan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon. Bioremediasi,
pengelolaan yang mengandalkan degradasi dengan memanfaatkan
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon, merupakan cara yang paling
ekonomis dan dapat diterima lingkungan. Bioremediasi dapat digunakan untuk
mengatasi masalah lahan tercemar minyak baik secara in situ maupun ex situ.
Biostimulation dan bioaugmentation merupakan contoh pelaksanaan bioremediasi
secara in situ, sedangkan landfarming, biopile, dan composting merupakan contoh
pelaksanaan bioremediasi secara ex situ .
Dalam pelaksanaan bioremediasi, baik secara in situ maupun ex situ, perlu
dilakukan pemantauan terhadap proses pengolahan dan hasil akhir pengolahan.
Hal itu perlu dipantau adalah kandungan minyak bumi dan/atau kandungan total
hidrokarbon minyak bumi. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 128
tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak
Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi secara Biologis
mensyaratkan kandungan total hidrokarbon minyak bumi yang tidak lebih dan
15% di awal proses bioremediasi. Selama proses bioremediasi, kandungan total
hidrokarbon minyak bumi perlu dipantau setidaknya setiap 2 minggu. Pemantauan
kandungan bensena, toluene, etil-bensena, silena, dan hidrokarbon polisilkik
aromatic perlu dilakukan di akhir proses bioremediasi. Kandungan total
hidrokarbon minyak bumi di akhir proses bioremediasi disyaratkan di bawah 1 %.
Di akhir proses bioremediasi, kandungan toluene, etil-bensena, silena, dan
hidrokarbon polisilkik aromatik disyaratkan masing-masing berada di bawah 10
ppm, sedangkan kandungan bensena disyaratkan berada di bawah 10 ppm.
Limbah industri minyak bumi (Oil sludge) yang berupa cairan dan padatan
merupakan obyek dalam makalah ini, limbah tersebut merupakan limbah bahan
beracun dan berbahaya (B3). Detoksifikasi dan degradasi limbah tersebut dapat
sdilakukan secara biologis yang aman dan ramah lingkungan dengan

27
menggunakan 3 jenis bakteri dan tumbuhan yang dikenal dengan Fitoremediasi.
Penggunaan eceng gondok untuk limbah cair dan sengon bermikoriza untuk
pengolahan dan penurunan zat organik dalam limbah padat diharapkan dapat
menunjang pengelelolaan limbah secara terpadu dan berkelanjutan di lingkungan
industri minyak pada khususnya dan umumnya bagi seluruh perindustrian
(Rossiana, 2007).

2.9 Teknik Penggunaan Tumbuhan Dalam Proses Pengendalian Limbah


Saat ini pengetahuan mengenai mekanisme fisiologi fitoremediasi
digabungkan dengan biologi dan teknik untuk mengoptimalkan fitoremediasi
sehingga terbagi menjadi (Rossiana, 2007).
1. Fitoekstraksi : pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi polutan untuk
memindahkan logam berat atau polutan organik dari tanah dengan cara
mengakumulasikannya di bagian tumbuhan yang dapat dipanen.
2. Fitodegradasi : pemanfaatan tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme untuk
mendegradasi polutan organik.
3. Rhizofiltrasi : pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap polutan,
terutama logam berat, dari air dan aliran limbah.
4. Fitostabilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi polutan dalam
lingkungan.
5. Fitovolatilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan polutan.
Pemanfaatan tumbuhan untuk memindahkan polutan dari udara.

Penggunaan metode dan proses biologi dalam menurunkan kadar polutan yang
bersifat toksik terhadap lingkungan akibat adanya xenobiotik/zat yang
menyebabkan pencemaran, adalah nama lain dari bioremediasi. Bioremediasi
merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengolah kontaminan, yaitu
dengan memanfaatkan mikroba, tanaman, enzim tanaman atau enzim mikroba
(Gunalan,1996).

Metode dan prinsip proses bioremediasi adalah biodegradasi yang dilakukan


secara aerob, oksigen dalam konsentrasi rendah akan mempengaruhi proses

28
tersebut. Pentingnya aerasi untuk memenuhi kekurangan oksigen berkaitan
dengan kurang efektifnya kerja enzim oksigenase dalam penguraian fraksi
aromatik. Selain oksigen, rendahnya kandungan nutrisi dalam medium akan
membatasi pertumbuhan mikroorganisme untuk mendegradasi.

29
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada makalah dengan judul industri pengilangan minyak pada kilang PT
Pertamina (persero) RU II Dumai yang telah dibahas dan didapat kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pertamina RU II Dumai terdiri dari 2 buah kilang dengan kapasitas total
sekitar 180 MBSD, yaitu :
a. 1.Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai dengan kapasitas 130 MBSD
b. 2.Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD
2. Proses pengolahan crude oil menjadi produk PT. PERTAMINA (Persero)
RU II Dumai terbagi ke dalam tiga kompleks proses. Ketiga kompleks
proses tersebut adalah :
a. Proses I : HSC (Hydro Skimming Complex)
b. Proses II : HCC (Hydro Cracking Complex)
c. Proses III : HOC (Heavy Oil Complex)
3. Dampak dari limbah industri yang dihasilkan oleh PT. PERTAMINA
(Persero) RU II Dumai diusahakan ditekan serendah mungkin. Komitmen
ini sejalan dengan keberhasilan PT. PERTAMINA (Persero) RU II Dumai
memperoleh sertifikasi ISO 14001 (sistem manajemen lingkungan) pada
Desember 2001. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
Pertamina RU II Dumai dalam menekan dampak dari limbah industrinya
adalah :
1 Melaksanakan Good Housekeeping di lingkungan kerja, dengan cara
mengoptimasi penggunaan air, energi, dan bahan baku.
2 Pada saat pembangunan pabrik, Pertamina RU II Dumai dilengkapi
dengan unit-unit untuk mengelola dan mereduksi limbah.
3 Sistem proses yang digunakan dilengkapi dengan recycle dan recovery
bahan, produk.

30
4. Adapun limbah hasil produksi pengolahan minyak bumi terdiri dari 3 fasa
yakni fasa limbah cair, limbah padat dan limbah gas yang setiap fasa
limbah ditanggulangi dengan menggunakan teknik pengolahannya
tersendiri guna mengoptimalkan dampak pencemaran lingkungan.
5. Teknik pengolahan limbah minyak bumi dengan sistem degradasi minyak
bumi diantaranya menggunakan degradasi aerobe yang memerlukan
oksigen dan degradsi anaerob yang bekerja tanpa oksigen, guna sebagai
pengendali dampak pencemaran lingkungan oleh tumpahan limbah
minyak bumi.
6. Teknik pengendalian tumpahan minyak bumi lepas pantai diantaranya :
1. In-situ burning adalah Teknik pembakaran minyak pada permukaan laut.
2. Penyisihan minyak secara mekanis melalui 2 tahap, yaitu melokalisir
tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan
minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang
disebut skimmer.
3. Bioremediasi yaitu Suatu Teknik proses pendaurulangan seluruh material
organik.
4. Penggunaan sorbent yang berfungsi mengubah fasa minyak dari cair
menjadi padat, sehingga mudah dikumpulkan.
5. Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi
tetesan kecil (droplet), sehingga mengurangi kemungkinan
terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan minyak.
6. Washing oil yaitu kegiatan membersihkan minyak dari pantai.

4.2 Saran
Diharapkan adanya proses pengolahan maupun pengendalian limbah yang
lebih tegas, baik dan terkontrol dari industri pengeboran minyak bumi, sehingga
tidak berdampak terhadap lingkungan hidup dan memgganggu keselarasan
ekosisterm yang semestinya yang dihuni oleh jutaan mahluk hidup.

31
DAFTAR PUSTAKA

Syahputra, Darmawan. 2014. Laporan Kerja Praktek Laporan Umum PT.


Pertamina (persero) Refinery Unit II Dumai Riau. Universitas
Malikussaleh
Anonym. Oil, Water and Chocolate Mousse.(1994). Ottawa, Ontario:
Environment Canada. Pages 22-24.
Annual Book ASTM Standard, American Society for Testing and Materials, 1999.
Volume 05.01 Petroleum Product and Lubricants (1), West Conshohocken,
P.A.
BAPEDAL, 2001. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.Badan
Pengendali Dampak Lingkungan. Jakarta.
Connel, D.W. & G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Jakarta. UI Press.
Damanhuri, E. (1993/1994). Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun.Bandung: Teknik Lingkungan-ITB, Bandung.
Dhahiyat, Y. 1990. Kandungan Limbah Cair industri minyak bumi. Jurnal
Lingkungan & Pembangunan (Environment & Development) Volume 11,
Nomor 1. Pusat Studi Lingkungan Perguruan Tinggi seluruh Indinesia.
Jakarta.
Eweis, J.B., S.J. Ergas., D.P.Y. Chang & E.D. Schroeder. 1998. Bioremediation
Principles. Singapore. WCB McGraw-Hill.
Gunalan. 1996. Penerapan Bioremediasi pada Pengelohan Limbah dan Pemulihan
Lingkungan Tercemar Hidrokarbon Petroleum. Majalah Sriwijaya.
UNSRI. Vol 32, No 1.
J.M. Neff, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in the Aquatic Environment,
Applied Science Publisher, London, 1979.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Pengelolaan limbah minyak bumi secara
biologi. Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Jakarta.
Kementrian KLH, Keputusan Menteri Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu
air laut, Kementrian KLH, Jakarta, 2004.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UII Press.
Jakarta.
Lasari, D.P., 2010. Bakteri, Pengolah Limbah Minyak Bumi yang Ramah
Lingkungan, Fakultas Sains & Teknik Universitas Soedirman.
Ondrey, G. 2006. Improved oil-water separation. Journal of Chemical
Engineering. University of New South Wales. Australia. Vol. 113, Iss. 1;
pg. 16, 1 pgs.

32
PERTAMINA (2001). Pedoman Pengelolaan Limbah Sludge Minyak Pada
Kegiatan Operasi Pertamina. Jakarta: Pertamina.
Prijambada, I.D., Jaka, W., 2006. Mitigasi dan Bioremediasi Tambang Minyak,
Seminar Nasional PKRLT Fakultas Pertanian UGM, Sabtu 11 Feb 2006.
Rossiana, N. 2005. Penggunaan zeolit, kultur bakteri dan mikoriza dalam
fitoremediasi Lumpur minyak bumi dengan tanaman sengon
Paraserianthes falcataria L. Nielsen Laporan Penelitian RUT XI 2004.
Rossiana, N., Supriatun, T., Dhahiyat, Y., 2007. Fitoremediasi Limbah Cair
Dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms) Dan Limbah
Padat Industri Minyak Bumi Dengan Sengon (Paraserianthes falcataria L.
Nielsen) Bermikoriza, Laporan Penelitian Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran.

33

Anda mungkin juga menyukai