Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat
rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat
hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan
berbagai perubahan biokimia dan faali. Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang
berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa
perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini
timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang
memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta kurangnya
perawatan bayi baru lahir
Contoh penyakit yang sering didapatkan pada neonatus yaitu Tetanu neonatorum
masih banyak terdapat di negara-negara sedang membangun termasuk Indonesia dengan
kematian bayi yang tinggi dengan angka kematian 80 %. Di Indonesia pada saat ini
persalinan yang ditolong di rumah sakit hanya 10 – 15 %, 10 % lagi ditolong oleh bidan
swasta, sedangkan sisanya 75 – 80 % masih ditolong oleh dukun. (Rustam Mochtar, 1998)
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi kematian.
Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian bayi di bawah usia
satu bulan. Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, akan tetapi
ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Tetanus juga terjadi pada bayi,
dikenal dengan istilah tetanus neonatorum, karena umumnya terjadi pada bayi baru lahir
atau usia di bawah satu bulan (neonatus). Penyebabnya adalah spora Clostridium tetani
yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi
syarat kebersihan.WHO menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang
adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi karena
biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang
sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas. Tingginya
angka kematian sangat bervariasi dan sangat tergantung pada saat pengobatan dimulai
serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada.

1
Tetanus neonatorum angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR) sangat
tinggi. Pada kasus teanus neonatorum angkanya mendekati 100 %, terutama yang
mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanus neonatorum
yahng dirawat di rumah sakit diindonesia bervariasi dengan kisaran 10,8 – 55 %. (Abdul
Bari Saifuddin, 2000)

Dengan tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang tenaga
medis, terutama seorang bidan dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama atau
pelayanan asuhan kebidanan yang sesuai dengan kewenangan dalam menghadapi kasus
tetanus neonatorum.
Pemerintah bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian tetanus
neonatorum dengan jalan memberikan 2 kali vaksinasi tetanus toksoid selama hamil.
Diharapkan bidan dapat membantu upaya pemerintah sehingga dapat menurunkan angka
kematian bayi karena tetanus sampai akhir tahun 2000, menjadi kurang dari 1 %.
Dikemukakan bahwa angka kematian karena tetanus dapat dijadikan ukuran bagaimana
pelayanan kesehatan yang diberikan dalam satu daerah dan secara umum pada negara
tersebut.(Ida Bagus Gde Manuaba, 1998.

B. Tujuan

1. Mengetahui teori tentang pengertian Tetanus Neonaturum


2. Mengetahui penyebab, faktor predisposisi, gejala, patofisiologi, komplikasi dan
penatalaksanaan Tetanus Neonaturum

C. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Tetanus Neonaturum?
2. Apakah yang dapat menyebabkan terjadinya Tetanus Neonaturum

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tetanus Neonaturum

Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanus yang berarti kencang atau
tegang.Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik paralisis yang
disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus berdasarkan
gejalaklinisnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus generalisasi (umum), tetanus
local dan tetanus sefalik. Bentuk tetanus yang paling sering terjadi adalah tetanus
generalisasi dan juga merupakan bentuk tetanus yang paling berbahaya Neonatal (berasal
dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti lahir) merupakan suatu istilah
kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak bayi lahir hingga usia 28
hari kehidupan. Tetanus neonatorum merupakan suatu bentuk tetanus generalisasi yang
terjadi pada masa neonatal.
Tetanus Neonaturum adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru lahir (neonatus).
Tetanus neonatorum penyebab kejang yang sering dijumpai pada BBL yang bukan karena
trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan infeksi selama masa neonatal, yang
antara lain terjadi akibat pemotongan tali pusat atau perawatan tidak aseptic (Ilmu
Kesehatan Anak, 1985)

Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus yang
disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) yang
menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari Saifuddin, 2000)

Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh


kuman Clostridium Tetani memasuki tubuh bayi baru lahir melalui tali pusat yang
kurang terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai umur 28 hari, kriteria kasus
TN berupa sulit menghisap ASI, disertai kejang rangsangan, dapat terjadi sejak umur 3-28
hari tanpa pemeriksaan laboratorium. (Sudarjat S, 1995).

Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat dicegah namun dapat
berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi eksotoksin dari kuman Clostridium
tetanigram positif, dimana kuman ini mengeluarkan toksin yang dapat menyerang sistem
syaraf pusat.

3
B. Etiologi
Penyebabnya adalah hasil klostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000) bersifat anaerob,
berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat
mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu
toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
(Ilmu Kesehatan Anak, 1985)

Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung pada tempat terjadinya
luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman Tetanus Neonatorum. (Sudarjat S, 1995).

C. Faktor Resiko
1. Pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak
lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program.
2. Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat.
3. Perawatan tali pusat tidak memnuhi persyaratan kesehatan.

D. Epidemiologi

Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul, gram positip. Dapat
bergerak dan membentuk sporaspora, terminal yang menyerupai tongkat penabuh
genderang (drum stick). Spora spora tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan
yang merugikan termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan
otoklaf. Kuman ini dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan tidak terpapar
sinar matahari, selain dapat ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar dan
traktus digestivus manusia serta hewan.

E. Patologi

Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum tulang belakang, dan
terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring
pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung
pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia
aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin sekali merupakan sebab utama
kematian tetanus neonatorum di Indonesia.

4
F. Gambaran Klinik

Masa tunas biasanya 5-14 hari, kadang-kadang sampai beberapa minggu jika infeksinya
ringan. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin
bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam penyakit menjadi nyata dengan
adanya trismus (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Pada tetanus neonatorum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan berat. Anamnesis
sangat spesifik yaitu :
1. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat menghisap).
2. Mulut mencucu seperti mulut ikan.
3. Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis.
4. Kaku kuduk sampai opistotonus.
5. Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang.
6. Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka thisus
sardonikus
7. Ekstermitas biasanya terulur dan kaku.
8. Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-kadang menangis
lemah.

G. Pencegahan
1. Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersih alas,

dan bersih alat.

a. Bersih tangan

Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci dengan sabun
sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan dengan sabun. Cuci tangan
dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung
tangan pelindung merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.

5
b. Bersih alas

Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih, karena clostrodium
tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada waktu kelahiran..

c. Bersih alat

Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode sterilisasi ada
2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C selama 60 ‘ dan yang kedua
menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika
alat tidak dibungkus.

2. Perawatan tali pusat yang baik

Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah lepas, cara yang murah dan
baik yaitu mernggunakan alkohol 70 % dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi
dengan alkohol dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa dibasahi
lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah lepas, kompres alkohol
ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat kering betul (selama 3 – 5 hari). Jangan
membubuhkan bubuk dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan terjadi
infeksi.

3. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil

Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT. Ibu hamil
yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus.
Seperti difteri, antibodi tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati
sawar plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin,
yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.

Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak pemberian TT


pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan saat kelahiran, sangat
menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah bayi. Semakin lama interval antara
pemberian TT pertama dan kedua serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka
kadar antibosi tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang
panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk
menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu hamil ke
tubuh bayinya.

6
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu hamil tidak ada
bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT . Pada ibu hamil yang
mendapatkan imunisasi TT tidak didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun
abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi .

Tabel Pemberian Imunisasi TT dan Lamanya Perlindungan

Dosis Saat Pemberian % Perlindungan Lama Perlindungan

TT1 Pada kunjungan pertama atau sedini 0 Tidak ada

TT2 mungkin pada kehamilan Minimal 4 80 % 3 tahun


minggu setelah TT1
TT3 95 % 5 tahun
Minimal 6 bulan setelah TT2 atau
10 tahun
selama kehamilan berikutnya
TT4 99 % selama usia subur
Minimal setahun setelah TT3 atau
TT5 selama kehamilan berikutnya

Minimal setahun setelah TT4 atau 99 %


selama kehamilan berikutnya

H. Penatalaksanaan

a. Mengatasi kejang

Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat anti
kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi fenobarbital dan largaktil.
Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60 mg parenteral kemudian dilanjutkan
per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama
luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg
setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5
mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat
rektum.

7
b. Pemberian antitoksin

Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (antitetanus serum)
dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .

c. Pemberian antibiotika

Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan setiap hari
dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.

d. Perawatan Tali pusat

Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau betadin 10 %.

e. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.

Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan pernafasan,


kebutuhan nutrisi/cairan dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.Gangguan pernafasan yang sering timbul adalah apnea, yang disebabkan
adanya tenospasmin yang menyerang otot-otot pernafasan sehingga otot tersebut
tidak berfungsi. Adanya spasme pada otot faring menyebabkan terkumpulnya liur di
dalam rongga mulut sehingga memudahkan terjadinya poneumonia aspirasi. Adanya
lendir di tenggorokan juga menghalangi kelancaran lalu lintas udara (pernafasan).
Pasien tetanus neonatorum setiap kejang selalu disertai sianosis terus-menerus.

Tindakan yang perlu dilakukan :

1) Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal dibawah
bahunya.
2) Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit jika sedang terjadi
kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan lebih tinggi dapat sampai 4
L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan lagi).
3) Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke belakang dan
memudahkan penghisapan lendirnya.
4) Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas buatan pada
saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
5) Observasi tanda vital setiap ½ jam .
6) Usahakan agar tempat tidur bayi dalam keadaan hangat.

Jika bayi menderita apnea :

1) Hisap lendirnya sampai bersih

8
2) O2 diberikan lebih besar (dapat sampai 4 L/ menit)

Letakkan bayi di atas tempat tidurnya/telapak tangan kiri penolong, tekan-tekan


bagian iktus jantung di tengah-tengah tulang dada dengan dua jari tangan kanan dengan
frekuensi 50 – 6 x/menit.

Bila belum berhasil cabutlah sudut lidahnya, lakukan pernafasan dengan menutup
mulut dan hidung bergantian secara ritmik dengan kecepatan 50 – 60 x/menit, bila perlu
diselingi tiupan.

4. Kebutuhan nutrisi/cairan

Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk memenuhi kebutuhan
makananya perlu diberikan infus dengan cairan glukosa 10 %. Tetapi karena juga
sering sianosis maka cairan ditambahkan bikarbonas natrikus 1,5 % dengan
perbadingan 4 : 1. Bila keadaan membaik, kejang sudah berkurang pemberian makanan
dapat diberikan melalui sonde dan selanjutnya sejalan dengan perbaikan bayi dapat
diubah memakai dot secara bertahap.

5. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit

Kedua orang tua pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan
bahwa bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan
khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan ada
tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus neonatorum
memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia dan harganya cukup
mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang perlu dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil
lagi agar meminta suntikan pencegahan tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta
pertolongan persalinan pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran
Depkes. Kemudian perlu diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik.

9
Lampiran Dokumentasi

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN

“TETANUS NEONATORUM”

TERHADAP BAYI NY. D DI BPS BIDAN.D

SENIN 17 NOVEMBER 2018

Ny D berumur 25 tahun, seminggu yang lalu melahirkan seorang anak


perempuan di BPS bidan Dewi..Ny. D datang bersama bayinya tanggal 17 Novenber 2017.
Ny D mengatakan bahwa bayinya panas, tidak mau menyusu dan mulut bayinya mencucu
seperti mulut ikan disertai kejang. Setelah diperiksa bidan mendapatkan Keadaan umum anak
tampak gelisah dan lemah,Suhu 38.5ºC,Pernafasan 48 x/menit,Nadi 124x/menit ,BB
sekarang 2600 gr,PB sekarang 49 cm.

tanggal / jam : 17 November 2013

pukul : 11.00 WIB

BIODATA

Bayi

Nama Bayi : inisial D

Umur Bayi : 8 hari

Tgl Lahir : 8 november 2013

Jenis Kelamin : perempuan

Berat Badan : 2700 gram

Panjang Badan : 49 cm

10
Orang Tua

Nama : Ny D Nama Suami :Tn Z

Umur : 25 th Umur :28 th

Suku :WNI Suku :WNI

Agama :Islam Agama :islam

Pendidikan :SMA Pendidikan :SMA

Pekerjaan :IRT Pekerjaan :Wiraswasta

DATA SUBJEKTIF

Didata pada tanggal / jam : 17 November 2018 pukul : 11.00 WIB

1. Ibu mengatakan bahwa bayinya panas, tidak mau menyusu dan mulut bayinya
mencucu seperti mulut ikan disertai kejang.
2. Ibu mengatakan bayinya panas, kejang dan mulut bayi mencucu seperti mulut ikan
Bayi lahir aterm, tidak ada kelainan
3. Ibu mengatakaan riwayat persalinan , Hamil ke Tahan lahir Lama dan jenis persalinan
Penolong dan tempat BBL Keadaan anak pertama 2007 8 jam Dukun, dirumah BB :
2.700, PB : 49 Normal
4. Ibu mengatakan anaknya telah diimunisasi pada hari ke-2 setelah persalinan
5. Ibu mengatakan aktivitas bayi melemah, menangis terus
6. Ayah dan ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit menular ataupun penyakit
keturunan.
7. Ibu mengatakan Sebelum sakit bayi minum ASI sebanyak 6-8 x/hari
8. Ibu mengatakan Sesudah sakit bayi tidak mau menyusui
9. Ibu mengatakan Sebelum sakit BAB 3 x/hari, BAK 5-6 x/hari
10. Ibu mengatakan Sesudah sakit BAB 1 x/hari, BAK 2-3 x/hari
11. Ibu mengatakan Sebelum sakit 2 x/hari mandi kering
12. Ibu mengatakan Sesudah sakit 2 x/hari mandi kering
13. Ibu mengatakan Sebelum sakit tidur 18-20 jam/hari
14. Ibu mengatakan Sesudah sakit tidur 5-6 jam/hari

11
15. Ibu mengatakan Sebelum sakit bayi aktif tampak bugar
16. Ibu mengatakan Sesudah sakit bayi tampak lemah dan aktivitas terganggu

DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan umum

Keadaan umum :anak tampak gelisah dan lemah

Suhu : 38.5ºC

Pernafasan : 48 x/menit

Nadi :124x/menit

BB sekarang : 2600 gr

PB sekarang : 49 cm

2. Pemeriksaan fisik

Kepala : Normal, simetris, tidak ada caput succedaneum, tidak adacepal hematom ataupun
luka, rambut tipis

Wajah : simetris, bentuk oval, tidak ada oedem maupun luka, warna kulit kemerahan, tidak
ada paralisis, tidak monface

Mata : lengkap, simetris, tidak ada kelainan pada mata, skelera tidak kuning, konjungtiva
tida pucat, tidak ada perdarahan pada mata, tidak ada tanda – tanda infeksi

Hidung: simetris, hidung berlubang kanan dan kiri, tidak ada pernafasan cuping hidung

Mulut : bersih, bibir warna merah, reflek menelan dan menghisap kuat, tidak ada
labioplatoskizis dan labioskisis

Telinga : simetris, tidak ada kelainan

Leher : simetris, tidak ada bendungan vena jugularis

Ketiak : tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe

12
Dada : simetris, tidak ada retraksi dinding dada, pernafasan kombinasi dada dan perut

Abdomen : simetris, keadaan tali pusat baik (talpus terbungkus kasa), tidak ada
perdarahan tali pusat

Genetalia : tidak ada kelainan, labia mayora sudah menutupi labia minora

Anus : tidak ada kelainan, anus berlubang

Ekstremitas : simetris:tidak ada polidaktil ataupun sindikatil

Antropometri

Lingkar kepala : 34 cm

Lingkar dada : 35 cm

Lingkar lengan atas : 11 cm

Pemeriksaan penunjang
Periksa lab : leukosit 5400 ul

DATA ASSESMENT

Bayi Ny. D umur 8 hari dengan tetanus neonatorum

DATA PLANNING

Tindakan bayi dengan Tetanus Neonatorum

Jelaskan pada keluarga kondisi bayi saat ini

Tali pusat dibersihkan dengan teknik septic dan antiseptic

Pembersihan saluran nafas agar tidak tersumbat

Perawatan bayi dengan fibris dan kejang

Jelaskan pada keluarga tentang tanda-tanda Tetanus Neonatorum

Beritahu pada keluarga tentang peningkatan suhu pada bayi

13
Ajarkan keluarga untuk kompres hangat pada bayinya

Observasi suhu

Mengatasi kejang

Pemenuhan nutrisi dan cairan

Jelaskan pada keluarga kondisi bayi saat ini

Pemasangan sonde

Pemberian ASI 8 x 40 cc/ hari/ sonde

Observasi intake dan output

Pasang infus D 5 % 6 tetes/menit

Libatkan keluarga untuk pemberian ASI/ sonde

Pantau keadaan umum bayi


Nadi, pernapasan, suhu, panjang badan, berat badan

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tenanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Cl ostridium tetani
(Mansjoer, 2000).
Menurut Surasmi (2003), tetanus neonatorum adalah penyakittetanus yang terjadi pada
neonatus (bayi berusia 0-1 bulan). Penyebab tetanus adalah Cl ostridium tetani,yang
infeksinya biasa terjadi melalui luka dari tali pusat.
Dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat tradisional seperti abu
dankapur sirih, daun-daunan dan sebagainya.Masa inkubasi berkisar antara 3-14 hari,
tetapi bisa berkurang atau lebih. Gejalaklinis infeksi tetanus neonatorum umumnya
muncul pada hari ke 3 sampai ke 10 (Surasmi, 2003).
Tindakan pencegahan yang paling efektif adalah melakukanimunisasi dengan tetanus
toksoid (TT) pada wanita calon pengantin dan ibu hamil. Selain itu, tindakan memotong
dan merawat tali pusat harus secara steril.Pemberian asuhan keperawatan pada bayi
berisiko tinggi: tetanus neonatorum difokuskan pada upaya penanganan dari tanda dan
gejala penyakit yang diderita untuk tindakan pemulihan fisik klien. Penentuan diagnosa
harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diberikan secara maksimal dan
mendapatkan hasil yangdiharapkan. Pemberian asuhan keperawatan bayi berisiko tinggi:
tetanus neonatorum secara umum bertujuan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi
yang bisa terjadi.Oleh karena itu, dibutuhkan kreativitas dan keahlian dalam pemberian
asuhan keperawatan dan kolaborasikan dengan tim medis lainnya yang bersangkutan.

B. Saran
1. Adapun saran yang dapat kelompok berikan adalah :
2. Bagi Bidan yang akan memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan penyakit
tetanus neonatorum harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian- bagian mana
saja dari asuhan keperawatan pada bayi yang perlu ditekankan.
3. Bidan juga memberikan pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu ataukeluarga dari
anak tentang bahaya tetanus dan penyuluhan untuk melakukan persalinan di rumah
sakit, puskesmas, klinik bersalin, atau pelayanan kesehatanlainnya agar terhindar dari
infeksi tetanus pada anaknya akibat penggunaan alat

15
4. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit, Kedua orang tua pasien yang
bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan bahwa bayinya menderita sakit
berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan khusus, kerberhasilan pengobatan
ini tergantung dari daya tahan tubuh si bayi dan ada tidaknya obat yang diperlukan hal
ini mengingat untuk tetanus neonatorum memerlukan alat/otot yang biasanya di RS
tidak selalu tersedia dan harganya cukup mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu
yang perlu dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan
pencegahan tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada
dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran Depkes. Kemudian perlu
diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal.2002.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Fauziah, Afroh dan Sudarti.2012.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus,


Bayi, dan Anak.Yogyakarta: Nuha Medika

Sudarti.2010. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Balita.yogyakarta:Nuha


Medika.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo : Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai