Anda di halaman 1dari 14

BAB I

LAPORAN KASUS

II.1. Identifikasi

Nama : Tn. W
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Pondok Kelapa
MRS : 14 Oktober 2016

II.2. Anamnesis (Autoanamnesis, 14 Oktober 2016)

Keluhan Utama:

Mata kiri tidak bisa melihat

Riwayat Perjalanan Penyakit:

OS datang ke poliklinik RSIJ PK pada bulan Juni dengan keluhan pandangan

mata kirinya tidak bisa melihat. Hal tersebut telah terjadi secara perlahan – lahan. Os

juga merasakan ada semacam rasa mengganjal di mata kirinya tersebut. Os juga merasa

pandangannya gelap, tidak seperti dulu. Sedangkan mata kanan os masih dapat melihat

dengan baik. Os merasa adanya nyeri pada matanya. Selain itu pada mata kirinya terasa

gatal dan panas jika terkena sinar matahari. Os juga mengeluh kadang – kadang kepala

nyeri menyeluruh. Kelopak mata os tidak ada mengalami bengkak dan tidak ada riwayat

trauma sebelumnya. Os awalnya tidak merasakan itu sebagai sesuatu yang mengganggu.

Tetapi setelah itu lama kelamaan pandangan matanya menjadi semakin kabur. Setelah

pandangan tetap kabur . Os tidak pernah lagi memeriksakan matanya ke dokter. Os juga

1
tidak ada riwayat menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang lama. Dan

sekarang, sering nyeri kepala, warna seluruh bola mata os berubah menjadi putih, dan

mata seperti menonjol maka os akhirnya memeriksakan diri ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Diabetes Mellitus (-)
Hipertensi (-)
Asma (-)
Riwayat Penyakit dalam keluarga:
Bapak pasien pernah mengalami sakit yang sama
Diabetes Mellitus (-)
Hipertensi (-)
Asma (-)
Riwayat Pengobatan:
Sudah pernah berobat sebelumnya
Riwayat Alergi:
Makanan (-)
Obat (-)
Riwayat Trauma:
di sangkal

II.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda Vital

Suhu : Tidak diukur

Nadi : Tidak diukur

Tekanan darah : Tidak diukur

2
Respirasi : Tidak diukur

Status Generalisata

Kepala : Mata : Pada status ophthalmicus

Hidung : Tidak dijumpai kelainan

Leher : Tidak dijumpai kelainan

Thorax : Tidak dijumpai kelainan

Abdomen : Tidak dijumpai kelainan

Ekstremitas Superior/ Inferior : Tidak dijumpai kelainan

Status Ophthalmology

3
Oculi Dextra PEMERIKSAAN Oculi Sinistra

6/12 Visus 0

Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia

Baik ke segala arah

Baik ke segala arah Gerakan Bola Mata

Edema (-), Hiperemis (-) Palpebra Superior Edema (-), Hiperemis (-)

Edema (-), Hiperemis (-) Palpebral Inferior Edema (-), Hiperemis (-)
- Injeksi siliar (-) - Injeksi siliar (-)
- Injeksi episklera (-) - Injeksi episklera (+)
Conjungtiva
- Injeksi konjungtiva () - Injeksi konjungtiva ()

Anikterik Sclera Anikterik


- Jernih (+) - Putih keruh (+)
- Infiltrate (-) - Infiltrate (-)
- Edema (-) - Edema (-)
Kornea
- Ulkus (-) - Ulkus (-)
- Hipopion (-) - Hipopion (-)
- Dangkal
- Hifema (-) CoA
- Hifema (-)
- Hipopion (-)
(Camera Oculi Anterior) - Hipopion (-)

Kelabu
Sinekia (-) Iris
Sinekia (-)
- Bulat
- Bulat
- Anisokor
- Anisokor
- Refleks cahaya sulit
- Refleks cahaya (+) Pupil
dievaluai
- Diameter 3mm
- Diameter 5mm

Jernih Keruh

Pseudofakia (-) Lensa Pseudofakia (-)

Afakia (-) Afakia (-)


4

7/7,5 Tonometri 0/10


II.4 Resume
Laki – laki 65 tahun, OS datang ke poliklinik RSIJ PK pada bulan Juni dengan

keluhan pandangan mata kirinya tidak bisa melihat. Hal tersebut telah terjadi secara

perlahan – lahan. Os juga merasakan ada semacam rasa mengganjal di mata kirinya

tersebut. Os juga merasa pandangannya gelap, tidak seperti dulu. Sedangkan mata

kanan os masih dapat melihat dengan baik. Os merasa adanya nyeri pada matanya.

Selain itu pada mata kirinya terasa gatal dan panas jika terkena sinar matahari. Os

juga mengeluh kadang – kadang kepala nyeri menyeluruh. Dan sekarang, sering nyeri

kepala, warna seluruh bola mata os berubah menjadi putih, dan mata seperti menonjol

maka os akhirnya memeriksakan diri ke rumah sakit.

Pemeriksaan Visus OD OS
Visus dasar 6/12 0

Konjungtiva Dalam batas normal Injeksi episklera (+)

Kornea Dalam batas normal Putih keruh

COA Dalam batas normal Dangkal

Iris Dalam batas normal Kelabu

Pupil Dalam batas normal Anisokor, reflex cahaya


sulit dinilai,diameter 5 mm

Lensa Dalam batas normal Keruh

Tonometry 7/7,5 0/10

II.5 Diagnosis

5
OS Glaukoma Absolut

II.6 Penatalaksanaan

 Per oral :

o Asam Mefenamat 500 mg tab 3x1

o Acetazolamide 250 mg tab 3x1

 Topikal :

o Timolol 0,5% ed 2 dd gtt 1 (OS)

o Cendo carpine ed 6 dd gtt 1 (OS)

 Pengangkatan bola mata (enukleasi)

 Kontrol Rutin

II.7 Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

6
BAB II

DISKUSI

Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati

saraf optik, serta kerusakan lapang pandangan yang khas dan utamanya diakibatkan oleh

meningkatnya tekanan intraokular. Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4

jenis yaitu glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma

absolut sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma

dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup 1-4.

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit / terbuka) dimana

sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi

lanjut3.

Diagnosis glaukoma absolut pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis utama yang dikeluhkan

sehingga pasien datang ke rumah sakit adalah mata kiri tidak dapat melihat. Hal tersebut

terjadi secara perlahan-lahan. Os juga merasakan ada semacam rasa mengganjal di mata

kirinya tersebut. Os juga merasa pandangannya gelap, tidak seperti dulu. Sedangkan

mata kanan os masih dapat melihat dengan baik. Os merasa adanya nyeri pada matanya.

Selain itu pada mata kirinya terasa gatal dan panas kalau terkena sinar matahari. Kelopak

mata os tidak ada mengalami bengkak dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Os

awalnya tidak merasakan itu sebagai sesuatu yang mengganggu. Namun karena lama

kelamaan pandangan matanya menjadi semakin kabur. Os juga tidak ada riwayat

menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang lama. Dan sekarang, karena mata

kiri os tidak dapat melihat lagi, sering nyeri kepala, warna seluruh bola mata os berubah

7
menjadi putih, dan mata seperti menonjol maka os akhirnya memeriksakan diri ke

rumah sakit.

Keluhan-keluhan yang telah didapatkan pada anamnesis sesuai dengan keluhan-

keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien dengan glaukoma absolut, yaitu mata berair,

fotophobia, nyeri menyeluruh pada mata. Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan

bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Sering mata dengan buta ini

mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa

neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya

glaukoma hemoragik 2,3,7.

Gambar 1. Glaukoma absolut

Pada pasien ini terjadinya glaukoma absolut diduga disebabkan oleh glaukoma

primer yang kronis yang berjalan lambat dan sering tidak diketahui kapan mulainya, karena

keluhan pasien sangat sedikit atau samar. Misalnya mata sebelah terasa berat, nyeri kepala

sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur dengan anamnesis yang tidak khas. Pasien tidak

mengeluh adanya halo dan kadang-kadang penglihatan tetap normal sampai keadaan

glaukomanya sudah berat. Pada glaukoma simpleks (glaukoma primer yang ditandai dengan

sudut bilik mata terbuka) ditemukan perjalanan penyakit yang lama akan tetapi berjalan

terus sampai berakhir dengan kebutaan yang disebut sebagai glaukoma absolut. Karena

8
perjalanan penyakit yang demikian maka glaukoma simpleks disebut sebagai maling

penglihatan3.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kiri adalah 0 (nol), terdapat hiperemi

pada sklera, dan kornea berwarna putih keruh. Pada pemeriksaan tekanan intraokular dengan

tonometri diperoleh nilai TIO mata kiri pasien adalah 0/10 .

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis adanya glaukoma dapat

dilakukan1-3:

1. Pemeriksaan Lapang Pandang

Pemeriksaan ini penting untuk menegakan diagnosis, meneliti perjalanan penyakitnya,

dan untuk menentukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan

lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang

pandangan perifer belum menujukan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah

menunjukan adanya macam-macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang

pandang perifer juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari

bagian nasal atas. Yang kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang

dapat menimbulkan tunnel vision, yaitu seolah–olah melihat melalui teropong dan

akhirnya menjadi buta.

2. Pemeriksaan oftalmoskopi

Pada pemeriksaan ini, akan terlihat penggaungan dan atrofi tampak pada papil N. II. Ada

yang mengatakan, bahwa pada glaukoma sudut terbuka, didalam saraf optik didapatkan

kelainan degenerasi yang primer, yang disebabkan oleh insufisiensi vaskular. Sebab

menurut penelitian kemunduran fungsinya terus berlanjut, meskipun tekanan

intraokulernya telah dinormalisir dengan obat– obatan ataupun dengan operasi. Juga

penderita dengan kelainan sistemik seperti diabetes melitus, arteriosklerosis, lebih

9
mudah mendapat kelainan saraf optik, akibat kenaikan tekanan intraokuler, dari pada

yang lain. Kelainan dikatakan bermakna bila ada pembesaran cup-to-disc ratio (CDR)

lebih besar dari 0.5, dan asimetri CDR antara dua mata 0.2 atau lebih.

3. Pemeriksaan Gonioskopi

Dengan lensa gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat

menimbulkan glaukoma. Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan pada setiap

kasus yang dicurigai adanya glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan

lensa sudut (goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan local anestesi. Lensa

ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360

derajat.

4. Pemeriksaan Tonometri

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui tekanan intraokular. Alat sederhana yang

biasa digunakan adalah tonometer Schiotz, yaitu dengan dilakukan indentasi

(penekanan) pada kornea. TIO > 20 mmHg di curigai adanya glaukoma. TIO > 25

mmHg pasien menderita glaukoma.

5. Tes Provokasi

Tes provokasi yang sering dilakukan adalah uji kopi, uji minum air, uji steroid, uji

variasi diurnal, dan uji kamar gelap.

Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk

glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan

tekanan intraokular. Tekanan intraokular yang normal berkisar antara 15-20 mmHg (dengan

Schiotz). Umumnya tekanan 24,4 mmHg masih dianggap sebagai batas tertinggi. Tekanan 22

mmHg dianggap high normal dan kita sudah harus waspada2.

10
Gambar 2. Peningkatan Tekanan dalam Bola Mata

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion

difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan

berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran

cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik, dan prosessus siliaris

memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma, tekanan intraokular mencapai 60-80

mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea1.

Pemilihan pengobatan glaukoma dapat dibagi berdasarkan jenis glaukomanya.

Pengobatan ditujukan pada penyebabnya dan juga terhadap glaukomanya sendiri. Walaupun

glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari glaukoma, tetapi terapi medikamentosa

masih diperlukan. Terapi medikamentosa pada glaukoma absolut, prinsip penatalaksanaannya

adalah menurunkan TIO, memberi terapi simptomatik, dan mengatasi ketidakmampuan

penglihatan pasien.

Pada pasien ini diberikan obat peroral dan topical. Obat peroral yang diberikan yaitu

asam mefenamat yang berfungsi sebagai analgetik dan antiinflamasi untuk mengurangi nyeri

kepala yang dikeluhkan penderita. Asam mefenamat diberikan 3 x 500 mg, sesuai untuk dosis

dewasa. Selain itu, obat oral lain yang diberikan adalah asetazolamid yang berfungsi untuk

menekan produksi humor akueus . Dosis asetazolamid 125-250 mg sampai 3x sehari peroral
11
atau 500 mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini dapat

menimbulkan poliuria. Efek samping asetazolamid antara lain anoreksi, muntah, mengantuk,

trombositopeni, granulositopeni, kelainan ginjal1,3.

Obat topical yang diberikan pada pasien antara lain Timolol 0,5 % ed 2 dd gtt 1 dan

Cendo carpine 2 % ed 6 dd gtt1, yang fungsinya untuk menurunkan tekanan intraokular

dengan menarik cairan dari dalam mata, menekan produksi humor akueus dan juga

mendilatasikan pupil untuk mencegah terbentuknya sinekia posterior yang permanen1,3.

Timolol maleate adalah penghambat reseptor beta adrenergik non selektif yang

digunakan untuk pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan tetes mata dengan kadar

0,25%, 0,5% dan 0,68%. Sama seperti Brinzolamide, Timolol maleate mengurangi tekanan

pada mata akibat glaukoma. Selain itu diberikan pula Cendo carpine 2-4 %, 3-6 kali satu tetes

sehari berfungsi membesarkan pengeluaran cairan mata1,3.

Pengobatan lain untuk glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada

badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan

pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit2,3,7.

12
BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus glaukoma absolut pada seorang laki-laki 65 tahun. Diagnosis

dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapat.

Penderita mendapatkan terapi yang berfungsi sebagai simptomatik untuk mengurangi

keluhan, menurunkan tekanan intarokular baik topikal maupun sistemik dan mendilatasi pupil

untuk melepaskan atau mencegah terjadinya sinekia posterior yang permanen.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Shock JP. Lensa. Dalam: Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum (General


Opthalmology). Alih bahasa: Ilyas S. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000

2. Ilyas S, Mailangkay, Taim H, Saman R, Simarmata M et al. Ilmu Penyakit Mata Untuk
Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke 2. Jakarta: Sagung Seto, 2002

3. Ilyas R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009

4. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta, Penerbit


Erlangga, 2006

5. Asta. Glaukoma. 2009 ; (online), (http://www.astaqauliyah.com diakses 14 Juli 2010)

6. Mansjoer Arif, dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Jakarta, FKUI, 2001 hal 109-110

7. Anonymous. Glaukoma Absolut. 2009; (online), (http://www.wrongdiagnosis.com


diakses 14 Juli 2010)

14

Anda mungkin juga menyukai