Laporan Skenario B
Laporan Skenario B
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Perkusi : batas pekak jantung : sebelah kiri sampai ICS VI linea
axillaris anterior kiri, sebelah kanan sampai linea
parasternalis dextra, batas atas ICS II linea parasternalis
sinistra
Auskultasi : HR 120x/menit, mur-mur sistolik (+) di katup mitral, gallops
(+)
Pulmo : terlihat sesak, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Hepar tidak teraba, shifting dullness (-)
Ekstremitas : pitting edema (-/-)
Pemeriksaan Laboratorium
Hb 12,3 g/dl, ureum 45 g/dl, creatinin 1,2 mg/dl, sodium 135 mEq/L, potassium
3,5 mEq/L, total cholesterol 250 mg/dl, LDL 170 mg/dl, HDL 40 mg/dl,
trigliserida 205 mg/dl.
Pemeriksaan Penunjang
Electrocardiogram: sinus rhythm, HR 120x/menit, aksis ke kiri, terdapat
gambaran left ventrikel hipertropi
Chestt X-Ray: CTR > 50%
3
9. Shifting dullness : Hilangnya resonansi dirongga abdomen dari
sonor ke redup yang menunjukkan adanya cairan
pada saat perkusi
10. Pitting edema : Cekungan yang bertahan selama beberapa menit
setelah dilakukan penekanankuat dengan ibu jari
pada bagian bagian edema
11. Sinus rythm : Irama jantung normal yang berasal dari sinus
sinoatrial
12. CTR : Cardio thoraci rasio
(Dorland, W.A. dan Newman. 2011)
4
parasternalis dextra, batas atas ICS II linea
parasternalis sinistra
Auskultasi : HR 120x/menit, mur-mur sistolik (+) di katup mitral,
gallops (+)
Pulmo : terlihat sesak, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Hepar tidak teraba, shifting dullness (-)
Ekstremitas : pitting edema (-/-)
6. Pemeriksaan Laboratorium
Hb 12,3 g/dl, ureum 45 g/dl, creatinin 1,2 mg/dl, sodium 135 mEq/L,
potassium 3,5 mEq/L, total cholesterol 250 mg/dl, LDL 170 mg/dl, HDL 40
mg/dl, trigliserida 205 mg/dl.
7. Pemeriksaan Penunjang
Electrocardiogram: sinus rhythm, HR 120x/menit, aksis ke kiri, terdapat
gambaran left ventrikel hipertropi
Chestt X-Ray: CTR > 50
5
Jantung merupakan organ muskular berbentuk piramid, terletak diatas
diafragma. Jantung berada dalam rongga toraks diarea mediastinum
(ruang antar paru),letak jantung condong ke sisi kiri daripada kanan
tubuh. Apeks jantung terletak pada ruang interkosta ke-5 dan basal
berada setinggi iga-2. Ukuran jantung kira-kira sebesar tinju individu
pemiliknya. Ukuran jantung pada orang dewasa adalah panjang kira-
kira 12 cm,lebar dibagian yang paling lebar 6 cm,dan berat kira-kira
300 gram.
Setiap ruang memiliki katup, katup jantung adalah pintu yang
membatasi antar ruang jantung,katup jantung berjumlah 4 buah yaitu:
1. Katup trikuspid : pintu antara atrium dan ventrikel kanan
2. Katup mitra : pintu antara atrium dan ventrikel kiri
3. Katup pulmonal : pintu antara vemtrikel kanan dan arteri pulmonal
4. Katup aorta : pintu antara ventrikel kiri dan aorta (sistemik)
Vaskularisasi jantung
Jantung mendapat vaskularisasi dari arterie coronaria dextra dan
sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae.
Arteri coronaria dan percabangan utama terdapat dipermukaan
jantung, terrletak di dalam jaring ikat subepicardial.
6
Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan
ke depan di antara trunkus pulmonalis dan auricula dextra. Arteri ini
berjalan turun hampir ventrikel di dalam sulcus atrio-ventrikulare
dextra. Cabang –cabangnya:
1. Ramus coni arteriosis, mendarahi facies anterior konus pulmonalis
(infundibulum ventrikulare dexter) dan bagian atas dinding anterior
ventrikel dextra.
2. Ramus ventriculare anteriores, mendarahi fasies anterior ventrikel
dextra Ramus marginalis dexter adalah cabang yang terbesar dan
berjalan sepanjang pinggir bawah fasies kostalis untuk mencapai
apex cordis.
3. Ramus ventrikulare posterior mendarahi facies diaphragmatica
ventrikulus dexter.
4. Ramus Interventrikulare posterior (desendens), berjalan menuju
apeks pada sulkus interventrikulare posterior. Memberikan
cabang – cabang ke ventrikel dextra dan sinistra termasuk dinding
inferiornya. Memberikan percabangan untuk bagian posterior
septum ventrikulare tetapi tidak untuk bagian apeks yang
menerima pendarahan dari ramus inventrikulus anterior arteria
coronaria sinistra. Sebuah cabang yang besar mendarahi nodus
atrioventrikularis.
5. Ramus atrialis, beberapa cabang mendarahi permukaan anterior
dan lateral atrium dextra. Atria nodus sinuatrialis mendarahi
nodus dan atrium dextra dan sinistra (Snell, 2006).
7
Arteria coronaria sinistra, lebih besar dibandingkan dengan arteria
coronaria dextra, mendarahi sebagian besar jantung, termasuk
sebagian besar atrium sinistra, ventrikel sinistra dan septum
ventrikular. Arteri ini berasal dari posterior kiri sinus aorta ascendens
dan berjalan ke depan di antara trunkus pulmonalis dan aurikula
sinistra. Kemudian pembuluh ini berjalan di sulcus atrioventrikularis
dan bercabang dua menjadi ramus interventrikular anterior dan ramus
circumflexus.
1. Ramus interventrikularis (descendens) anterior, berjalan ke bawah
di dalam sulcus interventrikularis anterior menuju apex kordis.
Pada kebanyakan orang pembuluh ini kemudian berjalan di
sekitar apeks cordis untuk masuk ke sulkus interventrikular
posterior darn beranastosis dengan cabang – cabang terminal
arteria coronaria dextra.
2. Ramus circumflexus, pembuluh ini melingkari pinggir kiri jantung
di dalam sulkus atrioventrikular. Ramus marginalis merupakan
cabang yang terbesar mendarahi batas kiri ventrikel sinistra dan
turun sampai apeks kordis (Snell, 2006).
8
2. Fisiologi
Organ jantung berfungsi sebagai pompa yang menglirkan darah
keseluruh tubuh. Sesungguhnya jantung merupakan dua buah pompa
yang menempel menjadi satu, yang dimana jantung kiri yang memopa
darah yang akan CO2 yang berasal dari vena cava superior yang
membawa darah balik dari ekstremitas atas dan kepala kemudian vena
cava inferior yang membawa darah balik dari tubuh serta ekstremitas
bawah.
Darah yang banyak mengandung CO2 dari sistemik masuk ke vena
cava atrium kanan ventrikel kanan arteri pulmonalis paru-
paru terjadi pertukaran CO2 dan O2 vena pulmonalis atrium kiri
ventrikel kiri aorta darah dengan O2 mengalir ke sistemik.
(Sherwood, 2012)
9
kesemua serat otot masing-masing ventrikel.dan terjadilah kontraksi
kedua ventrikel.
Sirkulasi sistemik
1. Menyuplai darah kesemua jaringan tubuh kecuali paru
2. Berdasarkan anatomi dan fungsinya terdapat 5 kategori : arteri,
arteriola, kapiler, venula, vena.
3. Disebut sebagai sirkulasi besar/ perifer
Sirkulasi pulmonal
1. Untuk mengangkut darah antara jantung dan paru
2. Pembuluh darah pulmonal mempunyai dinding yang lebih tipis
dengan sedikit otot polos
3. Sirkulasi pulmonal lebih mudah teregang dan resistensinya
terhadap aliran darah lebih kecil
(Sherwood, 2012).
b. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami?
Jawab:
1. Usia
Semakin tua usia semakin beriko terjadinya sesak napas karena
terjadi proses degenerative.
2. Jenis kelamin
Antara pria dan wanita tidak ada perbedaan. Tetapi wanita setelah
menopause kemungkinan terjadi sesak napas lebih meningkat.
(Sudoyo, 2009)
10
b. Penyakit dinding dada atau neurologis, menyebabkan berkurangnya
kemampuan paru untuk melakukan ventilasi adekuat;
c. Penyakit jantung, kegagalan cardiac output untuk mempertahankan
perfusi otot saat beraktivitas yang menyebabkan pernapasan anaerob
saat kerja ringan sehingga terjadi asidosis metabolic dan sesak napas;
d. Penyakit darah, anemia mengurangi kapasitas darah untuk
mengangkut oksigen;
e. Kelainan metabolic, hipertiroidisme atau keracunan salisilat dapat
menyebabkan pemakaian o₂ dalam jaringan yang tidak sesuai dengan
peningkatan kebutuhan, o₂ asidosis pada gagal ginjal mungkin akan
meningkatkan usaha bernapas tanpa terjadi perubahan pertukaran
udara, vebtilasi menjadi berlebihan untuk mencukupi kebutuhan o₂;
f. Faktor emosional, perasaan tidak nyaman, misal pada pasien penyakit
paru kronis yang mengalami depresi akan mengalami sesak napas
akibat ambang sesak napasnya yang rendah.
(Stark, J., 1990)
11
3. Dispneu, gawat pernapasan yang terjadi sebagai akibat dari
meningkatnya usaha pernapasan adalah gejala gagal jantung yang
palibg umum. Biasanya timbul saat beraktivitas. Namun bisa juga
pada saat beristirahat jika gagal jantung terus berlanjut.
4. Pernapasan Cheyne-stokes
Disebut juga pernapasan periodik atau siklik. Ditandai dengan
berkurangnya sensitivitas pusat pernapasan terhadap PCO2
(Price, 2005)
12
4. Disability
Penilaian neurologis cepat (apakah pasien sadar, member respon
suara terhadap rangsang nyeri, atau pasien tidak sadar). Tidak ada
waktu untuk melakukan pemeriksaan Glasgow Coma Scale, maka
sistem AVPU pada keadaan ini lebih jelas dan cepat:
1. Awake (A)
2. Verbal response (V)
3. Painful response (P)
4. Unresponsive (U)
5. Exposure
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation,
disability, dan exposure dilakukan, maka tindakan selanjutnya yaitu
memberikan pertolongan yang lebih intesif pada pasien ( Gilbertz,
2009).
2. Beberapa bulan sebelumnya, Tn. Agus sudah mengeluh sesak napas bila
beraktivitas seperti naik tangga dan berjalan jauh. Bila tidur, Tn. Agus sering
menggunakan 3 bantal.
a. Apa makna Tn. Agus mengeluh sesak napas bila beraktivitas dan berjalan
jauh?
Jawab:
Makna mengeluh sesak nafas bila beraktivitas yakni terjadi gangguan pada
sistem respirasi. Keluhan akan semakin bertambah ketika beraktivitas karena
dengan adanya aktivitas kebutuhan O2 meningkat, dan kompensasi dari tubuh
yakni dengan bernafas dan menghirup O2, namun karena adanya gangguan pada
proses respirasi menyebabkan Tn.Agus mengalami hambatan dalam
pengambilan O2 maksimal.
13
kelamaan terjadi dilatasi atau payah jantung atau gagal jantung curah
jantung (suplai darah) hipoksia jaringan denyut jantung
dipercepat elevasi ventrikel kiri dan tekanan atrium tekanan kapiler
pulmonal edema paru dispnea (sesak napas)
c. Apa makna Tn. Agus sering mengenakan tiga bantal terhadap sesak
napas?
Jawab:
Pada kasus ini sesak napas yang diderita Tn. Agus adalah orthopnea.
Karena pada pasien dengan ortopnea sesak napas dapat dikurangi dengan
meninggikan dada dengan bantal (Price, 2005).
14
sekali terpisah satu dengan lainnya akan meninbulkan ruang rugi
fungsional (alveolus yang tidak diperdarahi) dan pembentukkan jalan
pintas atriovenosa.
3. Penyakit kardiovaskular juga dapat mempengaruhi perfusi paru.
Perfusi yang menurun mengakibatkan jumlah gas yang ditranspor
kedalam darah menjadi berkurang, meskipun saturasi O2 dan
pembuangan CO2 di alveolus masih adekuat. Jika resistensi aliran
meningkat, kemungkinan dapat terjadi akibat yang serius pada
sirkulasi karena seluruh curah jantung melewati paru.
(Silbernagl, dkk., 2006)
3. Sesak napas semakin lama semakin memburuk dan dalam 2 hari terakhir
sesak napas tidak hilang meski sudah istirahat. Perutnya mudah terasa penuh
dan muak terutama sesudah makan besar.
a. Mengapa sesak napas Tn. Agus semakin lama semakin memburuk dan
tidak hilang meski sudah istirahat?
Jawab:
Karena adanya decompensasi cordis, akibat dari peningkatan derajat
dilatasi akan menunjukan tegangan pada dinding rongga yang
bersangkutan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada miokard
yang lemah. Miokard yang lemah tidak mampu lagi memompa cukup
darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh sehingga kompensasi akan tetap
berjalan, karena cardiac output tetap turun, sehingga tetap mengaktifkan
mekanisme Frank-Starling, aktifasi saraf simpatis dan RAA, hal tersebut
tidak terlalu berguna karena jantung sudah mengalami kegagalan, bahkan
semakin membuat kerja jantung meningkat. Dan Tn. Agus sudah dalam
NYHA 4 dimana pada NYHA 4 terjadi sesak napas walaupun dalam
keadaan istirahat (Silbernagl, dkk., 2006).
15
Etiologi mual dan perut mudah terasa penuh secara umum dapat
disebabkan karena terjadinya hepatomegali dan cardiomegali sehingga
dapat menekan gaster.
c. Mengapa perutnya mudah terasa penuh dan mual terutama sesudah makan
besar?
Jawab:
Perutnya mudah terasa penuh dan mual terutama sesudah makan besar hal
ini dikarenakan terjadinya kardiomegali pada Tn. Agus sehingga
diafragma tertekan oleh jantung. Akibat diafragma yang tertekan
menyebabkan tertekannya lambung. Hal ini lah yang menyebabkan perut
terasa penuh dan mual terutama setelah makan.
d. Adakah hubungan antara sesak napas dengan perut terasa penuh dan
mual?
Jawab:
Tidak ada hubungannya. Tetapi sesak napas dan perut terasa penuh ini
disebabkan karena terjadinya cardiomegali.
4. Dia memiliki riwayat hipertensi sejak 12 tahun terakhir, beberapa kali berobat
namun tidak teratur.
a. Apa makna riwayat hipertensi sudah 12 tahun namun tidak minum obat
dengan teratur?
Jawab:
Makna tidak minum obat secara teratur adalah hipertensi selama 12 tahun
yang telah dialami Tn. Agus tidak terkontrol. Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat memperburuk keadaan yaitu akan timbul komplikasi yang
tidak diinginkan yakni hipertrofi ventrikel akibat ↑ kontraktilitas jantung
terus menerus akibatnya dapat menyebabkan gagal jantung kongestif
(Sudoyo, 2009).
16
Jawab:
Hipertensi mengacu pada peningkatan tekanan darah sistemik yang
menaikkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri ke
aorta. Akibatnya, beban kerja jantung bertambah. Sebagai mekanisme
kompensasinya, terjadilah hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan
kekuatan kontraksi. Akan tetapi, lama-kelamaan terjadi dilatasi atau
payah jantung atau gagal jantung. Terjadi peningkatan kebutuhan
oksigen pada miokard akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban
kerja jantung, serta diperparah oleh aterosklerosis koroner yang
menyebabkan infark miokard. Gagal jantung menurunkan curah jantung
!suplai darah menurun" sehingga terjadi hipoksia di jaringan. Sebagai
mekanisme kompensasinya, denyut jantung dipercepat. Akan tetapi,
terjadi elevasi ventrikel kiri dan tekanan atrium yang menuju ke
peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang menyebabkan edema paru.
edema paru dapat berimbas pada terjadinya dispnea (Price, 2005).
17
d. Apa faktor resiko hipertensi?
Jawab:
Faktor resiko hipertensi adalah
1. Usia
Usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi.
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini
sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang
mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi
dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit
hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55
tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause.
3. Genetik
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah
terjadinya hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit
keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi
maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena
hipertensi.
4. Garam
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis
hipertensi. Jika asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam
terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung dan tekanan darah.
5. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan
menyebabkan peningkatan tekana darah karena nikotin akan diserap
pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembulu
dadarah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan
18
memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin
(Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh
darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih tinggi.Selain itu, karbon monoksida dalam asap
rokokmenggantikan iksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan
tekana darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan
oksigen yang cukup kedalam orga dan jaringan tubuh.
6. Stress
Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana
hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara
intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi (Sagala, LM., 2010).
19
Obat hipertensi yang diminum tidak teratur sama bahayanya dengan
hipertensi yang tidak diobati. Risiko terburuknya adalah komplikasi di 4
organ utama yakni stroke di otak, gagal ginjal, serangan jantung dan
kerusakan pembuluh darah di mata atau retinopati (Puspitorini, M. 2008).
20
juga dapat mengganggu toleransi glukosa (resisten terhadap insulin)
yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2.
Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia,
menyebabkan peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL.
25% pria yang mendapat diuretic tiazid mengalami impotensi, tetapi
efek ini akan hilang jika pemberian tiazid dihentikan.
2. Beta-blocker
Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini
diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1
terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta‐2 banyak
ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, dan otot lurik.
Reseptor beta‐2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor
beta‐1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat
ditemukan di otak.
Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu pelepasan
neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis.
Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak
meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor
beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan renin, meningkatkan
aktivitas system renin‐angiotensin‐aldosteron. Efek akhirnya adalah
peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan
peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air.
Terapi menggunakan beta‐blocker akan mengantagonis semua efek
tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
Beta‐blocker yang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective
beta‐blockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1,
tetapi tidak spesifik untuk reseptor beta‐1 saja oleh karena itu
penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma
harus hati‐ hati. Beta‐blocker yang non‐selektif (misalnya propanolol)
memblok reseptor beta‐1 dan beta‐2.
21
Beta‐blocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal
sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol,
bekerja sebagai stimulan‐beta pada saat aktivitas adrenergik minimal
(misalnya saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada saat
aktivitas adrenergik meningkat (misalnya saat berolah raga). Hal ini
menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada siang hari.
Beberapa beta‐blocker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga
memblok efek adrenoseptor‐alfa perifer. Obat lain, misalnya
celiprolol, mempunyai efek agonis beta‐2 atau vasodilator.
Beta‐blocker diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat
kelarutan obat dalam air atau lipid. Obat‐obat yang diekskresikan
melalui hati biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari
sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai
waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam
sehari. Beta‐blocker tidak boleh dihentikan mendadak melainkan
harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena
dapat terjadi fenomena rebound.
Efek samping
Blokade reseptor beta‐2 pada bronkhi dapat mengakibatkan
bronkhospasme, bahkan jika digunakan beta‐bloker kardioselektif.
Efek samping lain adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard,
dan tanga‐kaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade
reseptor beta‐2 pada otot polos pembuluh darah perifer.
Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM
tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena beta‐blocker memblok sistem
saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk “memberi peringatan“
jika terjadi hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah simpatetik juga
menyebabkan rasa malas pada pasien.
3. ACE inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara
kompetitif pembentukan angiotensin II dari precursor angiotensin I
22
yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal,
jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angitensin II merupakan
vaso‐konstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan
aktivitas simpatis sentral dan perifer.
ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk
bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan
degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat.
Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACEi.
Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang
pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang
pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis pertama
ACEii harus diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan
darah mendadak mungkin terjadi; efek ini akan meningkat jika pasien
mempunyai kadar sodium rendah.
4. Antagonis Angiotensin II
Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target
lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor
AT1 memperantarai respon farmakologis angiotensin II, seperti
vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya
menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum
begitu jelas.
Efek samping ACEi dan AIIRA
Sebelum mulai memberikan terapi dengan ACEi atau AIIRA fungsi
ginjal dan kadar elektrolit pasien harus dicek. Monitoring ini harus
terus dilakukan selama terapi karena kedua golongan obat ini dapat
mengganggu fungsi ginjal. Baik ACEi dan AIIRA dapat menyebabkan
hiperkalemia karena menurun‐kan produksi aldosteron, sehingga
suplementasi kalium dan penggunaan diuretik hemat kalium harus
dihindari jika pasien mendapat terapiACEI atau AIIRA.
23
Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke
dalam sel miokard, sel‐sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐sel
otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas
jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam
jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan
konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses
yang bergantung pada ion kalsium.
Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin (misalnya nifedipin dan
amlodipin); fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem).
Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang merupakan
kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem
mempunyai efek kardiak dan digunakan untuk menurunkan heart rate
dan mencegah angina. Semua CCB dimetabolisme di hati.
Efek samping
Pemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan kaki
sering dijumpai, karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin. Nyeri
abdomendan mual juga sering terjadi.
Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh influks ion kalsium, oleh
karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastro‐intestinal,
termasuk konstipasi.
6. Alpha-blocker
Alpha‐blocker (penghambat adreno‐septor alfa‐1) memblok
adrenoseptor alfa‐1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena
merelaksaasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk
hipertensi yang resisten.
Efek Antihipertensi vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil)
menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos
pembuluh darah. samping
Alpha‐blocker dapat menyebabkan hipotensi postural, yang sering
terjadi pada pemberian dosis pertama kali. Alpha‐blocker bermanfaat
24
untuk pasien laki‐laki lanjut usia karena memperbaiki gejala
pembesaran prostat.
7. Golongan lain
Antihipertensi kerj a sentral (misalnya klonidin, metildopa,
monoksidin) bekerja pada adrenoseptor alpha‐2 atau reseptor lain pada
batang otak, menurunkan aliran simpatetik ke jantung, pembuluh
darah dan ginjal, sehingga efek ahirnya menurunkan tekanan darah.
Efek samping
Antihipertensi vasodilator dapat menyebabkan retensi cairan. Tes
fungsi hati harus dipantau selama terapi dengan hidralazin karena
ekskresinya melalui hati. Hidralazin juga diasosiakan dengan
sistemiklupus eritematosus. Minoksidil diasosiasikan dengan
hipertrikosis (hirsutism) sehingga kkurang sesuai untuk pasien wanita.
Obat‐obat kerja sentral tidak spesifik atau tidak cukup selektif untuk
menghindari efek samping sistem saraf pusat seperti sedasi, mulut
kering dan mengantuk, yang sering terjadi. Metildopa mempunyai
mekanisme kerja yang mirip dengan konidin tetapi dapat
menyebabkan efek samping pada system imun, termasuk pireksia,
hepatitis dan anemia hemolitik.
(National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006)
Angiotensin I
Angiotensin II
25
Sekresi urin menurun Mengurangi sekresi NaCl
Tekanan darah
5. Pemeriksaan Fisik
BB 60 kg, TB 168 cm
Tanda vital : TD 180/120 mmHg, RR 28x/menit, HR 120x/menit, Temp.
36,8oC
Leher : JVP 5 – 2 cm H2O
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis terlihat ICS VI linea axillaris anterior kiri
Palpasi : ictus cordis terlihat ICS VI linea axillaris anterior kiri
Perkusi : batas pekak jantung : sebelah kiri sampai ICS VI linea
axillaris anterior kiri, sebelah kanan sampai linea
26
parasternalis dextra, batas atas ICS II linea parasternalis
sinistra
Auskultasi : HR 120x/menit, mur-mur sistolik (+) di katup mitral,
gallops (+)
Pulmo : terlihat sesak, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Hepar tidak teraba, shifting dullness (-)
Ekstremitas : pitting edema (-)
a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik yang abnormal?
Jawab:
Intepretasi hasil pemeriksaan fisik:
BB 60 kg, TB 168 cm : IMT Normal
TD 180/120 mmHg : Hipertensi urgency
RR 28x/menit : Takipneu
HR 120x/menit : Takikardi
Temp. 36,8oC : Normal
JVP 5 – 2 cm H2O : Normal
Jantung :
Inspeksi : Abnormal terjadi cardiomegali
Palpasi : Abnormal terjadi cardiomegali
Perkusi : Abnormal terjadi cardiomegali
Auskultasi : HR 120x/menit : Takikardi
Mur-mur sistolik di katup mitral : Abnormal
Gallops (+) : Abnormal
Pulmo : terlihat sesak : Abnormal
27
gagal jantung curah jantung (suplai darah) hipoksia jaringan
denyut jantung dipercepat takikardi
2. Takipneu
Hipertensi tekanan darah sistemik resistenai pemompaan
darah dari ventrikel kiri ke aorta beban kerja jantung
kompensasi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi lama kelamaan terjadi dilatasi atau payah jantung atau
gagal jantung curah jantung (suplai darah) hipoksia jaringan
denyut jantung dipercepat elevasi ventrikel kiri dan tekanan
atrium tekanan kapiler pulmonal edema paru dispnea
(sesak napas) berkompensasi takipneu
3. Cardiomegali
Hipertensi tidak terkontrol tekanan darah sistemik resistenai
pemompaan darah dari ventrikel kiri ke aorta beban kerja
jantung kompensasi hipertrofi ventrikel kiri untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi cardiomegali
4. Mur-mur sistolik
Hipertensi tidak terkontrol tekanan darah sistemik resistenai
pemompaan darah dari ventrikel kiri ke aorta beban kerja
jantung kompensasi hipertrofi ventrikel kiri untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi penurunan kontraktilitas
miocard kekuatan otot jantung menurun kekuatan m. papilaris
yang menahan katup mitral menurun regurgitasi mitral mur-
mur sistolik.
5. Gallops
Hipertensi kronis tidak terkontrol meningkatkan beban kerja
jantung menyebabkan left hipertrofi ventrikel menyebabkan
lumen dari ventrikel mengecil (menyempit) stenosis pada katup
mitral dan aorta akan menyebabkan bendungan diatrium
kiri/ventrikel kanan menyebabkan regurgitasi katup dan
stenosis katup oleh karena itu satu menutup, satu baru menutup
lagi (tidak bersamaan) suara gallops (+)
28
6. Sesak Napas
Hipertensi tekanan darah sistemik resistenai pemompaan
darah dari ventrikel kiri ke aorta beban kerja jantung
kompensasi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan
kontraksi lama kelamaan terjadi dilatasi atau payah jantung atau
gagal jantung curah jantung (suplai darah) hipoksia jaringan
denyut jantung dipercepat elevasi ventrikel kiri dan tekanan
atrium tekanan kapiler pulmonal edema paru dispnea
(sesak napas)
29
3. ICS II LSS adalah thrill akibat bising aorta stenosis
4. Apex pada fase siastole menunjukkan mitral stenosis,
sedangkan pada fase systole menunjukkan mitral insufisiensi.
d. Denyut arteri di lokasi
1. Clavicula dan atau ICS II LSD menunjukkan aneurisma aorta
2. ICS II LSS menunjukkan petent ductus arteriosus, aneurisma
arteri pulmonalis, aneurisma arteri pulmonalis, aneurisma
aorta descending.
3. Perkusi
Menilai batas-batas paru dan jantung, serta kondisi paru (normal
resonan/sonor)
4. Auskultasi
a. Suara nafas dan suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing,
frction rub, crackles.
b. Bunyi jantung I, II, III/IV atau gallops rithme
c. Bising jantung: mitral, aorta, trikuspidalis, pulmonalis, defect
septal, friction rub/gesekan pericard
30
5. Sudut ketinggian dimana penderita berbaring harus diperhitungkan
karena ini mempengaruhi hasil pemeriksaan.
6. Pemeriksaan Laboratorium
31
Hb 12,3 g/dl, ureum 45 g/dl, creatinin 1,2 mg/dl, sodium 135 mEq/L,
potassium 3,5 mEq/L, total cholesterol 250 mg/dl, LDL 170 mg/dl, HDL 40
mg/dl, trigliserida 205 mg/dl.
a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal?
Jawab:
Pemeriksaan Lab Kasus Nilai normal Interpretasi
Hemoglobin ♂: 13-18 g/dl
12,3 g/dl Normal
♀: 12-16 g/dl
Ureum Ureum
45 mg/dl 20 – 40 mg/dl
meningkat
Kreatinin ♀:0,5-1,3 mg/dl
1,2 mg/dl Normal
♂: 0,7-1,5 mg/dl
Potassium 3,5 mEq/L 3,5-5,0 mEq/L Normal
Sodium 135
135 mEq/L Normal
mEq/L
Total Cholesterol 250 mg/dl < 200 mg/dl Kolesterolemia
LDL Nilai normal: < 130
mg/dl
Nilai batas: 130 – LDL
170 mg/dl
159 mg/dl Meningkat
Resiko tinggi: ≥
160mg/dl
HDL 40 mg/dl 30-70 mg/dl Normal
Trigliserid Usia 50-59 tahun 20- Trigliserid
205 mg/dl
190 mg/dl meningkat
7. Pemeriksaan Penunjang
Electrocardiogram: sinus rhythm, HR 120x/menit, aksis ke kiri, terdapat
gambaran left vebtrikel hipertropi
Chestt X-Ray: CTR > 50%
32
a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang yang abnormal?
Jawab:
1. Aksis ke kiri : Abnormal
Aksis kekiri menunjukkan terjadinya pembesaran pada jantung.
2. Left ventrikel hipertropi : Abnormal
Terjadinya pembesaran ventrikel kiri
3. Chest X-ray : CTR > 50% : Abnormal
CTR >50% : terjadi karena adanya hipertrofi ventrikel kiri akibat
peningkatan tahanan pembuluh darah perifer dan ↑ beban ventrikel kiri
2. CTR > 50 %
Hipertensi kronis beban ventrikel kiri ↑tekanan ventrikel kiri ↑ ↑
tegangan dinding jantung lama-kelamaan kontraktilitas jantung ↓
kegagalan sistolik volume sekuncup dan cardiac output ↓TD ↓
mekanisme kompensasi (↑ aktivasi saraf simpatis, ↑ system RAA, ↑
Aldosteron)beban volume ↑, denyut jantung ↑, vasokontriksi perifer,
kontraktilitas jantung ↑) jika ↑ beban volume berlangsung lama maka
terjadi hipertrofi serat otot ventrikel kiri secara kosentrik dan dilatasi
kardiomegaliCTR >50%
33
Urutan perekaman EKG:
1. Mencuci tangan
2. Melepaskan pakaian pasien serta aksesoris lain seperti jam tangan,
gelang dan logam lain.
3. Membersihkan kotoran dan lemak menggunakan kapas pada
daerah dada, kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai
dilokasi pemasangan manset elektroda.
4. Mengoleskan jeli EKG pada permukaan elektroda.
5. Memasang elektroda pada ekstremitas (lead I, II, III, aVR, aVF,
AVL) dengan cara sebagai berikut :
1. Warna merah pada tangan kanan
2. Warna kuning pada tangan kiri
3. Warna hitam pada kaki kanan
4. Warna hijau pada kaki kiri
5. Memasang elektroda pada dada untuk precordial lead :
a. V1 disela iga ke 4 pada garis sternal kanan
b. V2 disela iga ke 4pada garis sternal kiri
c. V3 terletak diantara V2 & V4
d. V4 di sela iga ke 5 pada garis tengah klavikula
e. V5 terletak di garis aksila anterior sejajar dengan V4
f. V6 terletak di garis aksila media sejajar dengan V4
6. Melakukan kalibrasi 10 mm dengan kecepatan 25
mm/volt/detik.
7. Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan pilihan lead
yang terdapat pada mesin EKG.
8. Memberi identitas pasien hasil rekaman : nama, umur, tanggal
dan jam rekaman serta nomor lead (elektroda).
9. Merapikan alat-alat.
10. Mencuci tangan kembali.
(Sundana, K. 2008)
34
Jawab:
Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca
mengikuti urutan petunjuk di bawah ini
1. Irama
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks
QRS didahului oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak,
maka berarti bukan irama sinus. Bukan irama sinus dapat berupa suatu
aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga, irama
jungsional, takikardia ventrikular, dan lain-lain.
2. Laju QRS (QRS RATE)
Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang
dari 60 kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia
sinus.
3. Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia
supraventrikular (kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular
(kompleks QRS lebar).
4. Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga
laju gelombang P (atrial rate).
5. EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada
fibrilasi atrium, atau pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol
(atrium maupun ventrikel), juga pada sick sinus syndrome.
6. Aksis.
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30°
disebut deviasi aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan
bila lebih dari +180° disebut aksis superior.
Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable,
misalnya pada EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS
di semua sandapan sama besarnya.
7. Interval-PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut
blok AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta
menunjukkan Wolff-Parkinson- White syndrome.
8. Morfologi
1. Gelombang P
35
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada
Ppulmonal atau P-mitral.
2. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction
(tentukan bagian jantung mana yang mengalami infark melalui petunjuk
sandapan yang terlibat).
Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial.
Gelombang R yang tinggi di sandapan V1 dan V2 menunjukkan
hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior). Gelombang R
yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan gelombang S yang dalam di
sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel kiri. Interval
QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle
branch block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
3. segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian
mana dari jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST
menandakan iskemia.
4. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T
terbalik (T-inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu
aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan hiperkalemia.
5. Gelombang U.
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi.
Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat
(Sundana, K. 2008)
36
Dalam satu gelombang EKG terdiri ada yang disebut titik (lihat gambar),
interval dan segmen. Titik terdiri dari titik P, Q, R, S, T dan U (kadang
sebagian referensi tidak menampilkan titik U) sedangkan Interval terdiri
dari PR interval, QRS interval dan QT interval dan Segmen terdiri dari
PR segmen, dan ST segmen.
Penjelasan gambar :
1. Titik P mempunyai arti bahwa terjadinya denyutan/kontraksi
pada atrium jantung (dextra & sinistra)
2. Titik Q, R dan S mempunyai arti bahwa terjadinya
denyutan/kontraksi(listrik) pada ventrikel jantung (dextra
& sinistra)
3. Sedangkan titik T berarti relaksasi pada ventikel jantung.
(Sundana, K. 2008)
37
2. Bila tidur menggunakan 3 bantal
3. Sesak nafas semakin memburuk dalam 2 hari terakhir, tidak hilang
meski sudah beristirahat
4. Perut terasa penuh dan mual setelah makan besar
5. Riwayat hipertensi kronis 12 tahun tidak control
Pemeriksaan fisik
Pada kasus terdapat
1. Tandavital : TD 180/120 mmHg,RR 28x/menit,HR 120x/menit
Jantung :
1. Inspeksi : iktus kordis terlihat ICS VI linea axilaris anterior kiri
2. Palpasi : iktus kordis teraba ICS VI linea axilaris anterior kiri
3. Perkusi : batas pekak jantung :sebelah kiri sampai ICS VI linea
axilaris anterior kiri, sebelah kanan sampai linea parasternalis
dextra,batas atas ICS II linea parasternalis sinistra
4. Auskultasi : HR 120x/menit , murmursistolik (+) dikatup mitral,
gallops (+)
Pemeriksaan penunjang
a. Ureum 45 mg/dl , total cholesterol 250 mg/dl,LDL 170 mg/dl,HDL
40 mg/dl ,trgliserida 205 mg/dl
b. Electrocardiogram :sinum rhytm , HR :120x/mnt, aksis kekiri,
terdapat gambaran left ventrikel hipertrofi
c. Chest X-ray : CTR > 50%
Berdasarkan kriteria Frangmingham tentang gagal jantung ada 2 kriteria
1. Kriteria mayor
a. Paroksimal noktural dispnea
b. Distensi vena leher
c. Kardiomegali
d. Edema paru akut
e. Gallop s3
f. Peningkatan JVP
g. Refleks hepatojugular
2. Kriteria minor
38
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnea de effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 normal
g. Takikardi
Berdasarkan kriteria tersebut, diagnosis gagal jantung ditegakkan
minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
(Sudoyo, 2009)
39
Jawab:
Prevalensi penyakit jantung hipertensi mungkin mengikuti pola
yang sama dan dipengaruhi oleh tingkat keparahan peningkatan tekanan
darah.
Umur dan jenis kelamin merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit jantung hipertensi, yang jika terus menerus
dibiarkan akan mengakibatkan terganggunya kerja jantung. Pada
umumnya tekanan darah akan naik dengan bertambahnya umur terutama
setelah umur 40 tahun. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan
umur dibawah 40 tahun masih berada kurang dari 10%, tetapi di atas 50
tahun angka tersebut terus meningkat mencapai 20-30%, sehingga sudah
menjadi masalah yang serius untuk diperhatikan.
Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar, seperti Jakarta, Padang,
Bandung, Yogya, dan Makasar terhadap umur lanjut didapatkan
prevalensi penyakit jantung hipertensi sebesar 52,5% (Kamso, 2000).
Dengan bertambahnya umur akan menurunkan kemampuan elastisitas
pembuluh darah yang penting dalam menjaga hemodinamik tekanan
darah dalam tubuh.(Kamso,2000)
Pria lebih banyak yang menderita penyakit jantung hipertensi
dibandingkan dengan wanita dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan
tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk kenaikan darah diastolik. Pria
diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki
menopause, prevalensi penyakit jantung hipertensi pada wanita
meningkat. Bahkan setelah umur 65 tahun terjadinya penyakit jantung
hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang
diakibatkan oleh faktor hormonal (Sudoyo, Aru, 2009).
40
Melakukan promosi kesehatan tentang pentingnya menjaga tekanan
darah dalam batas normal pada masyarakat. Misalnya dengan
mengadakan cek tekanan darah secara gratis, dan diimbangi dengan
olahraga aerobik secara rutin serta upaya konsumsi diet rendah
gamam, misalnya menghindari makan cepat saji.
2. Edukasi preventif
Kontrol tekanan darah secara rutin yaitu bila perlu secara mandiri
masyarakat terutama usia lanjut memiliki sfigmomanometer
dirumah. Karena gejala hepertensi asimpomatik sehingga dengan
adanya kontrol tekanan darah secara mandiri resiko terjadinya
hipertensi dapat dihindari.
3. Edukasi kuratif
4. Edukasi rehabilitatif
Memberikan terapi rehabilitatif pada pasien yang telah mengidap
hipertensi disertai penyulit yang telah terjadi, misalnya gagal jantung
kongesif akibat ketidak mampuan jantung memompa darah melawan
tekanan arteri yang treus-menerus tinggi, stroke akibat pecahnya
pembuluh darah otak, dan serangan jantung karena pacahnya
pembuluh darah koornaria.
Penatalaksanaan secara Farmakologis :
1. Pengelolaan lipid agresif dan pemberian aspirin sangat bermanfaat.
5. Pasien hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel mendapat
manfaat tinggi dengan pengobatan diuretic, ACE/ARB, penyekat
beta dan antagonis aldosteron (Syarif, dkk., 2007).
Penatalaksanaan secara Non-farmakologis :
1. Reduksi garam, < 5 gr Nacl/hari
2. Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, konsumsi makanan
rendah asam lemak jenuh dan kolesterol.
3. Latihan fisik secara teratur, seperti jalan cepat selama 30 menit/hari.
4. Tidak merokok dan konsumsi alcohol.
(Sudoyo,2009)
41
14. Apakah perlu intervensi pada kasus ini?
Jawab:
Iya, perlu dilakukan tindakan intervensi.
42
atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan (Konsil Kedokteran Indonesia. 2012).
2.6 Kesimpulan
Tn. Agus, 55 tahun mengeluh sesak napas berat, perut terasa penuh dan mual
karena mengalami Hypetensi heart disease NYHA 4 dan hipertensi urgency.
Hipertensi
Tidak terkontrol
Peningkatan beban
kerja ventrikel
Hipertrofi ventrikel
sinistra
Cardiomegali
Decompensasi cordis
Dorland, W.A. dan Newman. 2011. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta:
EGC.
Gilbert, G.D, Peter , P, Barbara. 2009. Patient Assessment Routine Medical Care
Primary and Secondary Survey. San Mateo County EMS Agency.
Isselbacher, Kurt. J . 2012. Harrison prinsip prinsip ilmu penyakit dalam VOL.3
E/13. Jakarta : EGC.
Price, S.. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol. 1 Ed. 6.
Jakarta: EGC.
Robbins & Kumar. 2012. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Vol. 2. Jakarta: EGC .
44
Sagala, LM. 2010. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah oleh Keluarga Suku
Batak dan Suku Jawa di Kelurahan Lau Cimba Kabanjahe.
http://www.repository.usu.ac.id [Diakses pada 30 Desember 2014].
Silbernagl, dkk.. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem E/6. Jakarta :
EGC.
Sudoyo,Aru dkk. 2009. Buku Ajar / Ilmu Penyakit Dalam edisi kelima. Jakarta:
Balai penerbit FKUI.
Stark, J. 1990. Manual Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Syarif, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FKUI.
45