Kelas : IX IPA 2
Lima hari sebelum kawanku pindah jauh disana. Selepas makan siang, aku
langsung kembali beranjak ketempat aku bermain dengan sahabatku.
“hei, kemana saja kamu? Daritadi aku nungguin” Tanya sahabatku yang bernama Alvi.
“tadi aku makan siang dulu” jawabku sambil menahan perut yang penuh dengan makan
siang “ah ya sudah, ayo kita lanjutkan saja mainnya” sahut Alvi. Tidak lama saat aku
& Alvi sedang asyik bermain congklak, Rafid adiknya Alvi datang menghampiri kami
berdua.
“kak, aku pengen bilang” kata Rafid “bilang apa?” sahut Alvi penasaran “kata bapak,
sebentar lagi kita pindahan” jawab Rafid “hah? Pindah kemana?” tanyaku memotong
pembicaraan mereka “ke Bengkulu” jawab Rafid dengan singkatnya “ya udah kak, ayo
disuruh pulang sama ibu buat makan siang dulu” ajak Rafid ke Alvi “iya deh.. ehm..
Alma, aku pulang dulu ya aku mau makan siang” ujar Alvi “eh, iya deh aku juga mau
pulang kalau gitu” sahutku tak mau kalah.
Sesampainya dirumah aku langsung masuk kedalam kamar & entah kenapa
perkataan Rafid yang belum pasti tersebut, terlintas kembali ke pikiranku. “Andai
perkataan tersebut benar, tak terbayang bagaimana perasaanku nanti” ujarku pada
cermin yang menatapku datar “sudahlah daripada aku memikirkan yang belum pasti
lebih baik aku mendengarkan musik saja” ujarku kembali sambil beranjak mengambil
mp3. Tak lama kemudian aku mendengar sebuah pembicaraan, yang aku tau suaranya
sudah tak asing lagi bagiku yaitu orang tuaku & orang tua Alvi sahabatku. Aku
mencoba mendekati pintu kamar untuk mendengarkan pembicaraan itu. Tak lama
tanganku keringat dingin, aku sudah mendapatkan inti pembicaraan ternyata benar
apa yang dikatakan Rafid pada Alvi tadi siang bahwa mereka akan pindah kurang
lebih sebulan lagi.
Lemas sudah tubuhku setelah mendengar kabar itu, tiba-tiba ibu mengetuk
kamarku & mengagetkanku yang sedang bingung itu. *Tok3X… “Alma, kamu mengunci
pintu kamarmu ya” Tanya ibu sambil mencoba membuka pintu “enggak kok” jawabku
dengan lemasnya “kamu kenapa.. ayoo buka kamarmu!!” teriak ibu “iya.. sebentar”
sahutku sambil membuka pintu.
“ngapain kamu mengunci kamar?” Tanya ibu.
“gak knapa2… tadi aku memang lg duduk didepan pintu” jawabku sambil menoleh
keruang tamu yang berhadapan dengan kamar tidurku.
“ya sudah, tadi orang tuanya Alvi bilang kalau mereka ingin pindah bulan depan”
“iya, aku sudah tau” sahutku kembali ke kamar tidur.
“oh kamu tidak sedih kan?” Tanya ibu yang menghampiriku.
“…” tak kujawab pertanyaan ibu.
“hm.. sudahlah tak usah dibahas dulu.. sana tidur siang dulu biar nanti malam bisa
mengerjakan PR” ujar ibu sembari mengelus elus rambutku.
“iya…” jawabku singkat.
Kemudian, aku dan Alvi bermain games kesukaan kami berdua. Kami bermain
bergantian, besar besaran skor, dll tidak berapa lama ibunya Alvi memanggilnya
untuk pulang. “Assalamualaikum, ada Alvinya gak?” Tanya ibunya Alvi sambil
tersenyum denganku. “ada-ada.. Alvi! ibumu mencarimu” kataku kepada Alvi yang
sedang asyik bermain. “iya.. sebentar lagi, emangnya kenapa?” Tanya Alvi. “aku tidak
tau, sana kamu pulang dulu. Kasian ibumu” ujarku sambil mematikan permainan.
“huh… iya iya” sahut Alvi beranjak pulang kerumahnya.
Tak berapa lama, Alvi mengagetkanku saat aku sedang asyik melanjutkan
permainan yang sedang aku mainkan. “Alma!!” panggil Alvi sambil menepuk pundakku.
“Apa??” jawabku kaget. “aku pengen bilang sesuatu nih, hentikan dulu mainannya”
ujar Alvi. “iya!!” jawabku agak kesal. “jadi gini.. dengarkan ya… ternyata aku akan
pindah 3 hari lagi” cerita Alvi. “hah? Kok dipercepat??” sahutku memotong
pembicaraan Alvi. “aku juga tidak tau, kau sudah memotong pembicaraanku saja.
Sudah ya aku harus pulang ini.. bye!” ujar Alvi beranjak keluar rumah. “tunggu!! Kau
serius??” tanyaku dengan penuh ketidak percayaan. “serius.. dua rius malahan”
jawab Alvi sambil memakai sandal. “oh ok.. bye!!” sahutku kembali. Setelah Alvi
pulang kerumahnya, aku langsung lari masuk kedalam kamar & mengunci diri. Aku
tidak tau apa yang harus kulakukan sedangkan sahabatku sendiri ingin pindahan.
Terlintas dipikiranku untuk memberikan Alvi sahabatku sebuah kado yang mungkin
isinya bisa membuat Alvi mengingat persahabatan antara kita selamanya walaupun
sampai akhir hayat nanti kita tak akan dipertemukan lagi. Ku ambil buku diary &
kutuliskan cerita-cerita persahabatanku dengan Alvi. Tak lama kemudian ,
terpikirkan suatu hadiah yang akan kukasih dihari dia pindahan nanti lalu, aku ambil
uang simpanan yang kusimpan didompetku & ku piker-pikir uangnya cukup untuk
membelikan hadiah untuk Alvi.
Besoknya sehabis pulang sekolah, aku langsung berlari ke toko sepatu dekat
rumahku. Ku lihat-lihat sepatu yang cukup menarik perhatianku, tiba-tiba ada
seorang bapak-bapak yang menghampiriku.
“hai nak, kamu mencari sepatu apa?” Tanya seorang bapak yang menurutku adalah
pemilik took sepatu tersebut.
“i..iya pak, maaf ada sepatu futsal tidak?” tanyaku sambil celingak celinguk kesegala
rak sepatu.
“oh, ada kok banyak.. untuk apa? Kok perempuan nyari sepatu futsal?” Tanya pemilik
sepatu itu sambil tertawa melihatku yang masih polos.
“bukan untukku pak, tapi untuk sahabatku” jawabku dengan polosnya.
“teman yang baik ya, memangnya temanmu mau ulang tahun?” Tanya pemilik toko itu.
Entah kapan pemilik toko itu berhenti bertanyaku.
“iya” jawabku berbohong karena tak mau ditanya-tanya lagi.
“ok, sebentar ya. Bapak ambilkan dulu sepatu yang bagus untuk sahabatmu” ujar
pemilik toko sepatu itu sambil berjalan ke sebuah rak sepatu.
“sip, pak” sahutku.
Tak lama, si pemilik toko sepatu itu kembali sambil membawa sepasang sepatu
futsal.
“ini nak!!” kata pemilik toko sepatu itu.
“wah bagus sekali, berapa pak harganya?” tanyaku sambil melihat lihat sepatu yang
dibawa oleh si pemilik toko itu.
“bapak kasih murah nak untukmu.. ini aslinya Rp. 60.000 jadi kamu bayar Rp.20.000
saja nak” jawab si pemilik toko itu sambil tersenyum.
“terima kasih banyak pak, ini uangnya” sahutku.
“iya nak, sama-sama” ujar sipemilik toko tersebut.
Setelah itu, aku kembali kerumah & mulai membungkus kado untuk Alvi. Mungkin ini
hadiahya tidak seberapa, kutuliskan juga surat untuk Alvi.
Malamnya aku masih memikirkan betapa sedihnya perasaanku nanti jika sahabatku
pindah pasti tidak bisa bermain bersama lagi seketika air mataku menetes & tiba-
tiba ibu mengetuk pintuku. “Alma, ayo kerjakan dulu PRmu nanti kemalaman” ujar
Ibu dari depan pintu kamar tidurku. “i..iya” sahutku sambil mengelap tetesan air
mata yang membasahi buku yang sedang aku baca. Saat itu pikiranku masih campur
aduk entah harus senang, sedih atau apa. Aku tidak bias konsen mengerjakan PR
malam itu.
Esoknya, tepat dipagi hari. Suara mobil kijang mengagetkanku & bergegas aku
keluar. Ku lihat Alvi & keluarganya sudah bersiap-siap untuk berangkat, tubuhku
mulai lemas ibu pun mengagetkanku untuk segera bersiap siap sekolah. Sebenarnya
aku ingin tidak sekolah dulu hari itu tapi bagaimana juga pendidikan yang utama. Aku
bergegas kesekolah tapi sebelum itu, aku berpamitan dengan Alvi lagi.
“Alvi!!” panggilku dari jauh.
“Alma!!” jawabnya sambil mendekatiku.
“jaga dirimu baik baik disana ya kawan, semoga banyak teman-teman barumu disana
& jangan lupakan aku” ujarku mulai meneteskan air mata.
“iya, kamu tenang. Kalau kamu sedih kepergianku ini tidak akan nyaman” sahutnya
sambil memberiku tissue.
“iya… terima kasih” jawabku kembali sambil menghapus airmata dengan tissue yang
diberikan oleh Alvi.
“oh iya Alma, thanks ya buat kadonya itu bagus banget… aku juga udah baca
suratnya… terima kasih banyak ya… akan kujaga terus kado mu” ujar Alvi
menatapku.
“iya.. sama-sama karena mungkin itu kado terakhirku untukmu kawan” sahutku sambil
tersenyum tak menunjukkan kesedihan lagi.
“kau memang sahabat terbaikku selamanya” kata-kata terakhir Alvi yang ia ucapkan
kepadaku. Disitulah aku berpisah & disitulah aku harus menempuh hidup baru, juga
makna dari sebuah persahabatan tanpa menilai kekurangan seorang sahabat.
~Selesai~