Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KEGIATAN

F.5 Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Menular


dan Tidak Menular

Servisitis Non GO dan Bakterial Vaginosis

Disusun Oleh:

dr. Ulfa Elsanata

Puskesmas Cebongan
Program Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
Periode Maret 2018 – Juli 2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)


F.5 Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak Menular

Topik:
Servisitis Non GO dan Bakterial Vaginosis

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip sekaligus
sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia
di Puskesmas Cebongan

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Juli 2018

Mengetahui,
Dokter Internsip, Dokter Pendamping

dr. Ulfa Elsanata dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Servisitis pada wanita memiliki banyak kesamaan dengan uretritis pada pria dan
banyak kasus disebabkan oleh infeksi penyakit menular seksual. Gangguan ini
mempengaruhi sekitar 60% perempuan karena infeksi bakteri seperti gonore atau infeksi pra
dan pasca persalinan. Faktor risiko untuk pengembangan servisitis termasuk mulai
hubungan seksual pada usia dini, risiko tinggi perilaku seksual, riwayat penyakit menular
seksual, dan memiliki banyak pasangan seks.1,2
Sedangkan Infeksi Bakterial Vaginosis (BV) juga merupakan masalah kesehatan
yang sering dihadapi oleh wanita yang berada dalam masa reproduksi dimana terjadi
ketidak seimbangan flora normal yang terdapat di vagina. Kejadian BV cukup sering terjadi
di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Beberapa penelitian telah melaporkan
adanya risiko prevalensi yang tinggi, berkisar antara 20-49% diantara wanita yang
berkunjung ke klinik penyakit menular seksual yang biasanya mengeluh adanya discharge
vagina. Prevalensi BV di Indonesia, pada wanita secara nasional belum pernah dilaporkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ocviyanti et al., (2010) dan Joesoef et al., (2001) cit. Pratiwi
(2014), prevalensi BV pada wanita berkisar antara 30,7%- 32,5%. (Schmid et al., 2000).

B. Permasalahan
Servisitis dan BV sering terjadi bersamaan pada wanita yang aktif secara
seksual, namun terkadang tidak menimbulkan gejala. Jika servisitis dan BV
menimbulkan gejala, kebanyakan pasien tidak langsung mengunjungi pelayanan
kesehatan untuk berobat. Namun justru memakai pengobatan sendiri, seperti memakai
sabun kewanitaan atau air rebusan sirih. Hal tersebut justru memperburuk penyakit yang
diderita. Hal tersebut terjadi karena masih banyak wanita yang menganggap tabu atau
malu jika memeriksakan diri ke petugas kesehatan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Servisitis Non Gonore


1. Definisi
Servisitis adalah peradangan pada selaput lendir canalis cervikalis. Peradangan
ini disebabkan epitel selaput canalis cervikalis yang hanya terdiri dari satu lapisan
silindris sehingga dengan mudah terjadi infeksi (Harnawatiaj, 2008).
2. Etiologi
Penyebab cervicitis sangat bervariasi, paling sering disebabkan oleh:6
 Infeksi Chlamydia trachomatis
 Infeksi trichomonas vaginalis
 Trikomoniasis asosiasi dengan Kandidiasis
 Gonorrheae Neisseria(Gonore)
 Herpes simplex virus
 Human papilloma virus (HPV)
 Penyebab kurang umum lainnya adalah: mikosis, sifilis , tuberkulosis , Mycoplasma.
Beberapa kasus servisitis disebabkan oleh: Penggunaan kondom wanita (cervical
cap dan diafragma), penyangga uterus (Pessarium), alergi spermisida pada kondom pria,
paparan terhadap bahan kimia, infeksi vagina-serviks, trauma obstetrik-terjadi selama
kelahiran (trauma leher rahim), trauma lokal sekunder untuk kontak seksual, penggunaan
buffer internal, intrauterine device (IUD), cacat ektopik bawaan (epitel kelenjar pada
saluran serviks), lokal manuver seperti kuretase, histeroskopi, dll.1,5
Servisitis sering terjadi dan mengenai hampir 50% wanita dewasa dengan faktor
5,7
resiko:
 Perilaku seksual bebas resiko tinggi
 Riwayat IMS
 Memiliki pasangan seksual lebih dari satu
 Aktivitas seksual pada usia dini
 Pasangan seksual dengan kemungkinan menderita IMS

4
 Servisitis juga dapat disebabkan oleh bakteri (stafilokokus dan streptokokus)
atau akibat pertumbuhan berlebihan bakteri normal flora vagina (vaginosis
bakterial).

3. Diagnosis Servisitis Non Gonore


Servisitis dapat dicurigai setelah dilakukan pemeriksaan klinis dengan melihat
adanya perubahan inflamasi, lesi ulseratif, cacat atau sekret dari leher rahim. Diagnosis
servisitis selanjutnya ditentukan oleh pemeriksaan kolposkopi dan Pap
smear. Pemeriksaan sitologi bakteri berguna untuk mendeteksi etiologi infeksi
serviks.5Gejala klinis servisitis berupa:4
a) Flour hebat, biasanya berlangsung lama, warna putih keabu-abuan atau kuning
yang kental atau purulent dan biasanya berbau.
b) Sering menimbulkan erusio (erythroplaki) pada portio yang tampak seperti
daerah merah menyala.
c) Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour yang purulent
keluar dari kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak ada ectropion, maka
harus diingat kemungkinan gonorhoe.
d) Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis.
e) Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput
lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan oleh
ovulonobothi dan akibat retensi kelenjer-kelenjer serviks karena saluran
keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau karena peradangan.
f) Gejala-gejala non spesifik seperti dispareuni (nyeri saat senggama), nyeri
punggung, rasa berat di panggul dan gangguan kemih.
g) Perdarahan uterus abnormal:
 Pasca sanggama
 Pasca menopause
 Diantara haid

4. Pengobatan Servisitis Non Gonore


Pengobatan medika mentosa bertujuan untuk membasmi infeksi, tergantung
pada agen etiologi dan kepekaan agen etiologi yang ditemukan, dengan memberikan
antibiotik spesifik dan jika perlu diberikan pengobatan dengan antibiotik atau anti

5
jamur oral. Untuk servisitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Chlamydia,
Gonorrhoea) diberikan antibiotika. Pada infeksi herpes dapat diberikan antiviral.
Terapi hormonal (dengan estrogen atau progesterone) dapat diberikan pada pasien
menopause.4,5,6

5. Pencegahan Servisitis
Pencegahan servisitis dapat dilakukan dengan beberapa tindakan yaitu :
a. Hindari bahan kimia iritan seperti sabun intravaginal atau tampon dengan deodoran
b. Pastikan bahwa benda asing yang dimasukkan kedalam vagina (seperti pembalut
wanita khusus) digunakan secara tepat dengan mengikuti petunjuk pemakaian
c. Tidak melakukan senggama untuk mencegah IMS atau tidak melakukan senggama
dengan sembarangan orang.
d. Gunakan pengaman (kondom) setiap melakukan aktivitas seksual bebas.
e. Berlatih perilaku seksual yang aman, seperti monogami, adalah salah satu cara
menurunkan prevalensi servisitis. Selain itu, wanita yang memulai aktivitas seksual
pada usia lanjut telah terbukti memiliki insiden lebih rendah terhadap
servisitis. Rekomendasi lain adalah dengan menggunakan kondom secara rutin
selama hubungan seksual. Jika servisitis disebabkan oleh penyakit menular seksual,
pasien disarankan untuk memberitahu semua pasangan seksualnya.
f. Jika rentan terhadap infeksi, kenakan celana dalam katun. Hindari celana dalam
yang terbuat dari bahan non-ventilasi. Bahan sintetis dalam keadaan vagina yang
basah dan hangat, yang dapat memicu infeksi vagina atau serviks.

6
g. Menghindari tertularnya gonore atau penyakit menular seksual dengan membatasi
pada satu pasangan seksual.

B. Bakterial Vaginosis
1. Definisi
BakterialVaginosismerupakan infeksi vagina yang paling sering pada wanita usia
produktif.1,2,3BV ditandai dengan gangguan flora normal vagina, dengan hilangnya H2O2
yang diproduksi spesies Lactobacillus dan peningkatan jumlah kokus dan basil, organisme
anaerob dan mycoplasma genital menggantikan Lactobacillus.2-5 Bakteri yang sering
terdapat pada BV yaitu Gardnerella vaginalis, Mobiluncus,prevotella sp., Mycoplasma
hominis6dan Bacteroides sp.7
2. Epidemiologi
BV terjadi hampir 30% pada populasi. Evaluasi pada wanita umur 14-49 tahun
pada tahun 2001-2004 oleh National Health and Nutrition Examination Survey,
didapatkan 29% menderita BV, dengan prevalensi 3.13 lebih besar pada ras Afrika
Amerika dibandingkan dengan ras kulit putih.8 Sekitar 50-70% dari wanita yang
terinfeksi VB tidak mengalami gejala.1,9 Data dalam penelitian yang diadakan selama 2
tahun menyebutkan bahwa 50% wanita yang menggunakan alat kontrasepsi intrauterine
paling tidak pernah sekali terinfeksi BV, begitu pula dengan 20% wanita yang
mengkonsumsi kontrasepsi oral.
3. Gambaran Klinis
Sebanyak 75% dari wanita yang terinfeksi BV dapat tidak bermanifestasi klinis.
Sebagian lain dari wanita dengan BV biasanya mengeluh adanya duh tubuh vagina yang
ringan hingga sedang dan berbau tidak enak (amis). Bau akan dirasakan lebih menusuk
setelah senggama dan mengakibatkan darah menstruasi berbau abnormal. Iritasi
didaerah vagina atau sekitar vagina dapat terjadi (gatal, rasa terbakar dan disuria),
namun jarang, jika ditemukan maka gejalanya lebih ringan jika dibandingkan dengan
yang ditemukan di Trichomonas vaginalis atau C. albicans. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan gejala khas yaitu duh tubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogen,
berbau dan jarang berbusa. Duh tubuh dapat melekat di dinding vagina sehingga tampak
seperti lapisan tipis yang difus, pH sekret vagina berkisar > 4,5. Pada pemeriksaan

7
kolposkopi tidak terlihat adanya dilatasi pembuluh darah dan tidak ditemukan
penambahan densitas pembuluh darah pada dinding vagina. Gambaran serviks biasanya
normal.1,5,8,10

4. Diagnosis
Bakterial vaginosis dapat didiagnosis berdasarkan kriteria klinis (kriteria klinis
Amsel) atau pengecatan Gram. Pengecatan Gram (merupakan gold standart laboratorium
untuk diagnosis BV) digunakan untuk menentukan konsentrasi rata-rata dari Lactobacillus
(batang Gram positif), Gram negative dan kokus serta batang (seperti G. vaginalis,
Prevotella, Porphyromonas, danpeptostreptococci) dan batang Gram negative melengkung
(seperti Mobiluncus).3 Menurut kriteria Amsel, diagnosis BV tegak jika ada 3 dari 4 kriteria
berikut: (1) secret tipis dan homogen berwarna putih (konsistensi seperti susu), yang
terkadang melekat di dinding vagina, (2) bau amis dari secret vagina sebelum dan setelah
diberi KOH 10% (whiff test) (3) pH cairan vagina > 4.5 (4) ada clue cell (sel epitel yang
dikelilingi koloni bakteri) pada pemeriksaan mikroskopis (Gambar 2).1,3,8

Gambar 1. Clue cell merupakan sel epitel yang besar dan dikelilingi oleh bakteri.1
5. Penatalaksanaan
Menurut CDC, penatalaksanaan terhadap BV (Tabel 1)direkomendasikan untuk
wanita dengan gejala dari vagiosis bakterial. Keuntungan dari terapi pada wanita yang
tidak hamil adalah untuk menghilangkan gejala vagina dan tanda dari infeksi.

8
Keuntungan lainnya yaitu menurunkan resiko terjadinya infeksi lain dari C.
trachomatis, N. gonorrhoeae, T. vaginalis, HIV dan herpes simplek tipe 2.3
Konsumsi alkohol harus dihindari selama pengobatan dengan nitromidazol.
Pasien yang sedang menjalani pengobatan sebaiknya diedukasi agar tidak melakukan
aktivitas seksual selama pengobatan atau boleh melakukan dengan menggunakan
kondom.3

Tabel 1. Penatalaksanaan Vaginosis Bakterial1,3,9


Bakterial Vaginosis
Rekomendasi Obat
Metronidazol 500 mg per oral dua kali sehari selama 7 hari
atau
Metronidazol gel satu takar penuh aplikator (5g) per vagina satu kali sehari
selama 5 hari
atau
Klindamisisn 2% cream satu takar penuh aplikator (5 g) per vagina saat
akan tidur selama 7 hari
Alternatif Obat
Tinidazol 2 g per oral satu kali sehari selama 2 hari
atau
Tinidazol 1 g per oral satu kali sehari selama 5 hari
atau
Klindamisin 300 mg per oral dua kali sehari selama 7 hari
atau
Klindamisin ovules 100 mg per vagina satu kali sehari sebelum tidur
selama 3 hari
Pada wanita hamil
Metronidazol500 mg per oral dua kali sehari selama 7 hari
atau
Metronidazol250 mg per oral tiga kali sehari selama 7 hari
atau
Klindamisin 300 mg per oral dua kali sehari selama 7 hari

9
Alternatif Obat
Metronidazol 2 mg dosis tunggal
Atau
Klindamisin ovules 100 mg per vagina satu kali sehari sebelum tidur
selama 3 hari

3. Pencegahan
a. Tidak menggunakan celana dalam dari bahan sintetis atau celana ketat
b. Sesudah mandi/BAB/BAKkeringkan daerah vulva dengan baik sebelum
memakai pakaian dalam
c. Cebok dari arah depan ke belakang setiap BAK/BAB dapat membantu
mengurangi kontaminasi mikroorganisme dari rektum
d. Jangan membersihkan bagian dalam vagina dengan cara
menyemprot (douching), menggunakan sabun kecantikan, atau dengan
pembersih berbahan antiseptik.
4. Komplikasi
Vaginosis bakterial merupakan faktor resiko dari bayi lahir premature. BV juga
berhubungan dengan penularan dari human immunodeficiency virus (HIV), infeksi C.
trachomatis dan gonoroe. Pada seuatu penelitian didapatkan hubungan BV dengan
resiko tinggi terjadinya neoplasma intraepitel serviks. Beberapa penelitian juga
mengemukakan adanya hubungan BV dengan terjadinya demam postpartum,
komplikasi setelah operasi ginekologi, penyakit inflamasi pelvis, abortus, sistitis dan
infertilitas.1,7,8,9
5. Prognosis
Prognosis bakterial vaginosis baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih
sepertiga kasus. Dengan pengobatan metronidasol dan klindamisin memberi angka
kesembuhan yang tinggi (84-96%).

10
BAB III
DESKRIPSI KASUS

1. ANAMNESIS
a. Identitas
Nama : Ny. M
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Salatiga
Tanggal Periksa : 5 Juni 2018
b. Keluhan Utama
Keputihan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan pasien kontrol dengan keluhan keputihan yang
dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Keputihan berwana putih,
kadang kekuningan, kental, berbau amis, dan terasa gatal di daerah kemaluan.
Pasien juga sering mengeluh nyeri perut sejak 2 bulan yang lalu dan nyeri saat
BAK.
Sekitar 1 bulan yang lalu pasien sudah memeriksakan diri ke Puskesmas
Cebongan, dan diberi 3 macam obat (azitromycin tab 500 mg 1x2 tab dosis

11
tunggal, cefixime tab 100 mg 1x4 tab dosis tunggal, metronidazol tab 500 mgm
1x4 tab dosis tunggal). Keluhan saat ini dirasakan sudah berkurang, namun
kadang masih terasa gatal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


R. penyakit serupa : disangkal
R. alergi obat dan makanan : disangkal
R. IMS lainnya : disangkal
e. Riwayat Keluarga
R. sakit serupa : disangkal
R. alergi obat dan makanan : disangkal
R. IMS lainnya : disangkal
f. Riwayat menstruasi
- Menarche : 11 tahun
- Siklus haid : 28 hari
- Lama haid : 7 hari
- Dismenore : (-)
g. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah satu kali dengan suami sekarang.
h. Riwayat hubungan seksual
Pasien pertama kali melakukan hubungan seksual setelah menikah.
Pasien mengatakan bahwa suami tidak mengalami keluhan yang sama.Saat
berhubungan seksual suami menggunakan kondom sejak pengobatan. Hubungan
seks terakhir sekitar 5 hari yang lalu.
i. Riwayat kebiasaan
Pasien sering menggunakan sabun cuci vagina sejak kurang lebih 2 bulan
yang lalu. Pasien kadang-kadang menggunakan pakaian dalam yang ketat.

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
a. Keadaan Umum : compos mentis, gizi kesan cukup
b. Tanda Vital

12
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 20x/ menit
Suhu : 36,5ºC

c. Status Internus
- Kepala : Mesocephale
- Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
- Hidung : discharge (-), septum deviasi (-), napas cuping hidung (-)
- Telinga : sekret (-), tragus pain (-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
- Tenggorok : uvula ditengah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
- Leher : normocolli, limfonodi tidak membesar
- Thoraks : bentuk normochest
Cor
Inspeksi :iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I–II int. normal, reguler, bising (-).
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus dada kanan = kiri
Perkusi : sonor // sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : datar, sikatrik(-)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskuler (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
- Ekstremitas
Akral dingin - - edema - - sianosis - -

13
- - - - - -
- Genitalia:
Mukosa vagina dan serviks tampak agak hiperemis, tampak sekret
bewarna putih kental, berbau amis. Introitus vagina dan vulva dalam
batas normal.

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium darah
 PITC : (-)
 VDRL : (-)
Pemeriksaan gram dari sekret di serviks dan vagina
 PMN serviks : (-)
 Diplokokus intrasel serviks : (-)
 Clue cells : (+)
Pemeriksaan dengan kertas lakmus
 PH : 4,4
Pemeriksaan whiff test
 Bau amis (-) setelah ditetesi KOH 10-20%

4. DIAGNOSIS
1. Servisitis Non GO
2. Bakterial Vaginosis

5. TATA LAKSANA
a. Medikamentosa
a. Cefixime 400 mg per oral single dose
b. Metronidazol 2 gram per oral single dose
c. Azitromycin 1 gram per oral single dose
b. Non Medikamentosa
Edukasi :
 Menghentikan penggunaan sabun cuci vagina.

14
 Membersihkan daerah genital (cebok) dari arah depan ke belakang untuk
menghundari kontaminasi kotoroan dari anus.
 Mengeringkan daerah genital setelah BAK/BAB.
 Menggunakan celana dalam berbahan katun yang tidak ketat.
 Rajin mengganti pakaian dalam jika dirasa lembab (minimal 3x/hari).
 Mengganti pembalut tiap 3-4 jam/hari saat haid.
 Menggunakan kondom jika ingin berhubungan seksual.
 Menyarankan pasangan seksual untuk diperiksa jika memiliki keluhan yang
sama agar dapat mencegah infeksi lebih jauh dan mencegah penularan.
 Kontrol setelah 1 minggu.

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat


disimpulkan bahwa pasien mengalami servisitis non gonoroe dan bakterial vaginosis.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya Servisitis Gonore dan Bakterial Vaginosis pada
pasien :
1. Pemakaian sabun cuci vagina yang dapat mematikan flora normal vagina.
2. Higenitas alat genital yang kurang baik.
3. Kemungkinan adanya perilaku seksual beresiko dari pasien atau pasangan
seksualnya.
Pelaksanaan klinik IMS di puskesmas Cebongan sudah baik dan memenuhi syarat
standar minimal klinik IMS yaitu memiliki ruang tunggu dan registrasi, ruang
pemeriksaan, laboratorium, serta ruang pengobatan dan konseling. Penanganan kasus
IMS yang dilakukan di Puskesmas Cebongan juga sudah paripurna, yaitu meliputi:
anamnesis, pemeriksaan klinis, diagnosis yang tepat, pengobatandini dan efektif,
edukasi pasien, penyediaan dan anjuran untuk menggunaan kondom,notifikasi dan
penanganan pasangan seksnya. Namun pada saat pengobatan, pasangan seks pasien

15
biasanya tidak ikut serta saat konseling. Selain itu petugas mengetahui jika pasangan
seks pasien tidak ada keluhan hanya melalui alloanamnesis dari pasien, sehingga kurang
akurat.
Untuk alur diagnosis di klinik IMS kurang lebih sama dengan pedoman IMS tahun
2011, sebagai berikut:

16
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Dari hasil anamnesis, pemeriksaan genital, dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis Servisitis Non Gonore dan Bakterial Vaginosis.
 Pasien sebelum dilakukan konseling, masih belum mengetahui tentang
bagaimana menjaga kebersihan bagian genital.
 Pasien biasanya tidak datang dengan pasangan, sehingga tidak bisa dilakukan
anamnesis dan konseling terhadap pasangan seksual pasien.

B. Saran
 Penyuluhan mengenai IMS, terutama yang sering terjadi pada wanita.
 Memberikan pengertian kepada masyarakat jika mengalami keluhan penyakit
seksual, segera memeriksaan diri ke pelayanan kesehatan.
 Menyarankan pada pasien untuk memeriksakan diri bersama pasangan

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A et al. Fitpatrick’s
Dermatology in general medicine, edisi 7. Philadelpia: Mc GrawHill, 2008; h :
1999-2000.

2. Fethers K, Fairley C, Hocking J, Gurrin L, dan Bradshaw C. Sexual Risk Factors


and Bacterial Vaginosis: A Systematic Review and Meta-Analysis. CID, 2008;
47.

3. CDC. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. MMWR, 2015; 64:


69-71.

4. Holzman C, Leventhal J, Qiu H, Jones N, Wang J, dan BV Study Group. Factors


Linked to Bacterial Vaginosis in Nonpregnant Women. Am J PublicHealth,
2001; 91.

5. Klebanoff M, Schwebke J, Zhang J, Nansel T, Yu K, dan Andrews W. Obstet


Gynecol, 2004;104.

6. Wilson J . Managing recurrent bacterial vaginosis. Sex Transm Infect; 2003, 80.

7. Morrisa M, Nicoll A, Simms I, Wilson J, Catchpole M. Bacterial vaginosis: a


public health review. RCGO, 2001;108.

8. Livengood C. Bacterial Vaginosis: An Overview for 2009. Rev Obstet Gynecol,


2009; 2(1).

9. Joesoef M dan Schmid G. Bacterial vaginosis. Clinical Evidence, 2005; 04:1601.

10. Judarsono J; Djuanda A, Hamzah M, Aisah S (ed). Vaginosis Bakterial dalam


Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI, 2010

18

Anda mungkin juga menyukai