Anda di halaman 1dari 27

HUBUNGAN DOKTER-PASIEN

• Tokoh kunci dalam proses pengobatan atau


penyembuhan suatu penyakit ialah petugas
kesehatan, atau lebih khusus lagi : dokter.
• Bagi masyarakat awam seorang dokter
danggap mempunyal pengetahuan dan
ketrampilan untuk mendiagnosa dan
menyembuhkan penyakit sehingga dia
berwewenang melakukan tindakan terhadap
diri si sakit demi pencapaian kesembuhannya
• Berdasarkan pandangan dan harapan si sakit
ini terhadap fungsi dan peran dokter
terjadilah interaksi dokter-pasien yang bersifat
profesional dan seringkali tidak seimbang,
artinya, dokter yang aktif memberikan
gagasan tindakan dan mengambil Inisiatif
bertindak, sedangkan pasien secara pasif
menerima saran dan mematuhi Instruksi
dokter.
PERAN DOKTER
lima fungsi utama dokter yang dikembangkan
oleh Parsons dan disebut ebagai yaitu patterns
variables:
1. Menerapkan peraturan umum atau khusus
yang harus ditaati oleh pasien (kriteria
universal versus khusus)
2. Membina interaksi dengan pasien secara luas
dan memba¬ur, atau terbatas pada fungsinya
sebagai dokter (membaur ver¬sus spesifik)
3. Melibatkan emosi/perasaannya atau bersikap
netral dalam hubungannya dengan sang
pasien (afektif versus netral)

4. Mengutamakan kepentingan diri sendiri atau


kepentingan bersama (orientasi diri versus
orientasi kelompok)

5. Memandang manusia berdasarkan


kualitasnya atau prestasinya (kualitas versus
prestasi).
• MODEL HUBUNGAN DOKTER-PASIEN
Hubungan antara dokter-pasien dapat dikategorikan
menurut Intesitas harmoni atau adanya konflik antara
kedua pihak.
• Parsons, meskipun keduanya mempunyai tujuan yang
sama, yaitu kesembuhan si pasien, hubungan dokter-
pasien bersifat asimetris.
• Dokter mempunyai kedudukan yang lebih kuat/tinggi
karena pengetahuannya di bidang medis, sedangkan si
pasien biasanya awam dalam bidang itu serta sangat
membutuhkan pertolongan dokternya.
• Oleh sebab itu kebanyakan pasien bersedia
bekerjasama dan tidak menentang kehendak dokter
sehingga konsensus dapat dicapai.
• Oleh sebab itu kebanyakan pasien bersedia
bekerjasama dan tidak menentang kehendak
dokter sehingga konsensus dapat dicapai.
• Parsons menanggap bahwa antara dokter
dan pasiennya sukar terjalin komunikasi yang
benar sebab biasanya sang pasien berada
dalam situasi emosional: sakit, bingung,
takut, depresif, atau bahkan pasien itu sudah
tidak dapat berkomunikasi lag! karena sudah
dalam keadaan tidak sadar.
• Gangguan emosi ini membuat pasien menjadi
sukar befikir secara rasional se¬hingga sikap
superior dokter lebih besar dampaknya.
Hubung¬an ini sifatnya sebanding dengan
hubungan orangtua – anak atau guru – murid.
• Berdasarkan jenis penyakit atau kondisi
kesehatan pasien. hubungan dokter-pasien
secara umum dapat dibedakan menjadi tiga
model, yaitu :
1. Aktif-pasif, pemimpin pengikut, atau hubungan
setara (Schepers & Nievaard, 1990).
hubungan aktif-pasif terjadi bilamana pasien
berada dalam kondisi yang tidak mungkin
bereaksi atau turut berperan serta dalam relasi
itu.
Dalam hal ini pasien benar-benar merupakan
obyek yang hanya menerima apa saja yang
diberikan kepadanya
2. Hubungan pemimpin-pengikut akan terjadi jika pasien
mengalami penyakit yang akut atau infeksi, di mana
dokter memberikan instruksi sedangkan pasien
mematuhi instruksi tersebut.
Model relasi ini sering dianggap sebagai model yang
menandai hubungan dokter-pasien pada umumnya.
3. Model yang ketiga (hubungan setara) terjadi jika dokter
membantu pasien untuk menolong dirinya sendiri.
Dalam hubungan ini dokter memberikan saran/nasihat
yang didiskusikan bersa-ma pasien dan pasien
diharapkan aktif memutuskan apa yang akan
dilakukannya demi kesembuhan dan kebaikan diri
sendiri.
Terjadi pada penyakit kronis (diabetes, misalnya) atau
dalam upaya mengatasi kebiasaan yang merusak
kesehatan (merokok atau alkoholisme).
• Freidson memberikan pandangan lain, yaitu bahwa
relasi itu justru ditandai oleh adanya konflik : antara
pandangan awam dan pandangan ahli, dan antara dua
kepentingan yang berbeda Bagi seorang dokter,
keluhan penyakit pasien hanyalah merupakan salah
satu dari beratus bahkan beribu kasus serupa yang
pernah dihadapinya.
Berdasarkan pengalamannya dia dapat menentukan
diagnosa dan memberikan pengobatan seperti yang
diberikan kepada pasien-pasien lain yang mempunyai
keluhan serupa.
Tetapi bagi diri si pasien, penyakitnya adalah sesuatu
yang luarbiasa dan memerlukan perhatian khusus.
Menurut Fredson, model hubungan dokter-
pasien, dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu
1. Tuntutan pekerjaan.
Misalnya, hubungan aktif-pasif sering
dilaksanakan oleh dokter anak dan ahli bedah.
Dokter umum dan ahli penyakit dalam
biasanya mengikuti model pemimpin-
pengikut, sedangkan hubungan setara
dltemukan dalam psikoterapi, revalidasi serta
konseling untuk penyakit-penyakit kronis.
2. Reaksi inidividu/masyarakat terhadap jenis
penyakit itu.
Reaksi masyarakat terhadap suatu penyakit juga
besar pengaruhnya terhadap hubungan dokter-
pasien.
Pada kasus-kasus yang “memalukan” atau
mengakibatkan stigma (penyakit kelamin, AIDS,
ataupun hamil di luar nikah) relasi dokter-paslen
cenderung akan berbentuk aktif-pasif, sedangkan
untuk penyakit-penyakit yang “normal” atau yang
diterima oleh masyarakat, hubungan tersebut
lebih bersifat pemimpin-pengikut.
3. Faktor struktur dan budaya.
Perbedaan sosio-budaya antara pasien dengan
dokternya juga menentukan sifat relasi mereka. Makin
besar perbedaan budaya itu, makin kuat
kecenderungan untuk mengikuti model aktif-pasif.
Hubungan setara lebih mungkin terjadi jika perbedaan
sosio-budaya antara keduanya kecil.
bentuk relasi ini juga dipengaruhi oleh struktur
orientasi praktek dokter. “Orientasi pasien”
memberikan peluang lebih besar kepada si pasien
untuk ikut serta menentukan diagnosa dan terapi
penyakitnya. Hal ini dapat dilihat dalam sistem praktek
kedokteran di mana pasien bebas menentukan dokter
yang akan dldatanginya dan bahkan dapat langsung
pergi ke dokter ahli, atas dasar diagnosanya sendiri
tanpa konsultasi dengan dokter umum
• Sistem yang lain, yaitu “tergantung kepada
kolega”, memberi¬kan kekuasaan yang besar
kepada dokter untuk menentukan diagnosa
dan terapi yang tepat. Pasien tidak dapat
memilih dokternya sendiri, apalagi langsung
ke dokter ahli. Semua orang harus pergi ke
dokter keluarga, sebelum dirujuk ke dokter
ahli bila dianggap perlu. Struktur yang
demikian Ini banyak ditemukan di negara-
negara Eropa danAmerika
KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
Unsur penting dalam hubungan dokter-pasien
ialah komunikasi.
Secara umum dikatakan bahwa dalam
berkomunikasi orang berusaha menyampaikan
pandangan, perasaan dan harapannya kepada
orang lain.
Komunikasi itu dapat terjadl antara dua individu,
antar kelompok atau antara Individu dan
kelompok.
Dalam hubungan dokter-pasien yang paling
penting ialah komunikasi antar Individu (antar
pribadi).
Dalam relasi Itu seringkali komunikasinya
bersifat pribadi (menyangkut hal-hal yang
pribadi atau intim) namun asimetris.
Komunikasi merupakan proses timbal balik yang
berkesinambungan yang menyangkut dua pihak.
Pihak-pihak yang bersangkutan secara
bergantian berperan menjadi pemberi informasi
(pembicara) dan penerima informasi
(pendengar).
• Pengamatan dan studi-studi menunjukkan
bahwa kebanyakan dokter ternyata bukanlah
pendengar yang baik.
• Mereka aktif mengarahkan jalannya
komunikasi dengan memberiikan berbagai
pertanyaan yang mendukung asumsi tentang
penyakit si pasien namun mereka jarang
mendengarkan jawaban sepenuhnya dart
pasien
• Hal-hal yang sering menghambat komunikasi
antara dokter-pasien ialah :
1. Penggunaan simbol (istilah-lstilah medis atau
ilmlah yang diartikan secara berbeda atau
sama sekali tidak dimengerti oleh pasien).
2. Pseudo-komunikasi (tetap berkomunikasi
dengan lancar padahal sebenarnya pasien
tidak sepenuhnya mengerti atau mempunyai
persepsi yang berbeda tentang apa yang
dibicarakan);
3. Komunikasi non¬verbal (mimik muka, nada
suara, gerakan, yang mempengaruhi pemahaman
pesan/lnformasi yang diberikan).
Seringkali dokter memberikan terlalu banyak
Informasi dan berbicara dengan gaya paternalistik
dan merendahkan pasien, terutama jika si pasien
berasal dari tingkat sosial/pendidikan yang
rendah.
Hal-hal ini dapat menimbulkan kerancuan dalam
proses komunikasi sehingga pesan yang ingin
disampaikan oleh kedua belah pihak tidak dapat
mencapai sasaran seperti yang diharapkan.
Ketrampilan berkomunikasi yang harus dimiliki oleh
dokter ialah :
1. Mendengarkan (listening)
Mendengarkan itu bukan sekedar mendengar
suara atau kata-kata, pasien, tetapi juga
mencoba membaca pesan paslen melalui gerak-
gerik, ekspresi wajahnya serta tanda-tanda non-
verbal lainnya.
Untuk membuktikan bahwa dokter
mendengarkan pasiennya maka sekali-sekali dia
perlu mengulang kata-kata pasiennya, terutama
yang menyangkut hal yang penting.
2. Mengulang (parroting) Pengulangan itu dapat
berbentuk pengulangan persls seperti yang
dikatakan oleh pasien, dapat pula berupa
ringkasan atau kesimpulan yang merupakan
refleksi dari pandangan dan perasaan pasien.
Dengan refleksi semacam Ini dokter dapat
melihat apakah yang ditangkapnya itu sesuai
dengan yang dimaksudkan oleh pasien, di
samping itu pasien pun merasa puas bahwa
dokternya mendengarkan dan memperhatikan
kata-katanya.
3. Menyimpulkan (paraphrasing).
Dalam kenyataan sehari-hari sekalipun dokter
dikenal bersikap otortter dalam relasi dengan
pasiennya, ternyata penelitian menunjukkan
bahwa 40 – 50 % pasien tidak sepenuhnya
mematuhi Instruksi dokter (Schepers &
Nievaard, 1990).
Misalnya, tidak meminum obat sesuai dengan
dosisnya atau malah menggunakan obat lain
di samping obat yang diberikan oleh dokter
Itu.
HUBUNGAN PETUGAS KESEHATAN-MASYARAKAT
Proses penyembuhan penyakit tidak hanya
ditangani oleh dokter.
Dengan makin meningkatnya variasi penyakit
dan kerumitan teknologi kedokteran, diperlukan
bantuan tenaga lain, seperti perawat, bidan,
penata rontgen, ahli gizi, ahli sanitasi, dan
sebagainya, yang kesemuanya bergabung
menjadi “tim petugas kesehatan”.
Ruang lingkup pelayanan dan pemeliharaan
kesehatan pun meluas.
Bukan hanya penyembuhan dan perawatan,
melainkan juga promosi kesehatan, pencegahan
penyakit dan rehabilitasi.
Yang dilayani tidak saja individu pasien,
melainkan juga keluarga si sakit dan masyarakat
luas.
Dengan demikian pendekatan petugas
kesehatan tidak lagi terbatas pada pendekatan
individual saja, melainkan juga pendekatan
kelompok
karakteristikpetugas kesehatan yang dapat
menghambat komunikasinya dengan masyarakat.
antara lain :
1. Perbedaan status sosial,
2. Harapan masyarakat terhadap kemampuan
petugas
3. Kecenderungan sikap otoriter, terutama dalam
rangka mengatasi penyebaran penyakit akut.
4. Selain itu, di Indonesia seringkali petugas
kesehatan dltempatkan di daerah yang keadaan
sosial budayanya tidak sama dengan latar
belakang sosial budaya petugas kesehatan itu.
• akibat dari penempatkan petugas kesehatan di
daerah yang keadaan sosial budayanya tidak
sama dengan latar belakang sosial budaya
petugas kesehatan maka kesulitan
berkomunikasi bertambah, sebab petugas
tidak menguasai bahasa setempat dan tidak
mengenal budaya di sana.
• Untuk itu diperlukan kemauan untuk
mempelajari bahasa dan budaya setempat,
agar petugas tidak dianggap orang asing oleh
penduduk asli, dan supaya komunikasi dengan
masyarakat dapat menjadi lebih lancar.

Anda mungkin juga menyukai