Anda di halaman 1dari 20

KONSEP DAN TEORI MOTIVASI

Makalah ini di tujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah PERILAKU ORGANISASI

Di sususn

Oleh:

Nurwiah (15-320-011)
Ratu Faradiba Imran (15-320-013)
Sumiati A (15-320-026)
Ardi Kurniawan (16-230-001)
Suzul Marsinia (16-230-001)
Arini Kristianti (16-230-001)
Wiansari (16-230-001)
Mohd Rasid (16-320-007)
Azlan (16-230-001)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
2017/2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi tentang “Konsep dan Teori Motivasi”.
Makalah ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki makalah ini. Sehingga kedepannya saya dapat menyusun makalah dengan lebih
baik lagi.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Konsep dan Teori Motivasi ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

4
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II ISI
1. Definisi Motivasi
2. Teori Motivasi Klasik
3. Teori Mc Clelland
3.1. Konsep Teori Kebutuhan Mc Clelland
3.2. Bagaimana Kebutuhan” ini mempengaruh Perilaku?
3.2.1. Kebutuhan akan Pencapaian(nAch)
3.2.2. Kebutuhan Kekuatan(nPow)
3.2.3. Kebutuhan untuk memperoleh hubungan sosial yang Baik(nAff)
4. Teori Keadilan dan Teori Tujuan
4.1. Teori Keadilan Menurut Ahli
4.2. Teori Aristosteles
4.2.1.Keadilan Dalam Arti Umum
4.2.2. Keadilan Dalam Arti Khusus
4.3 John Rawls
4.4 Teori Tujuan
4.4.1.Implikasi Praktis Teori Tujuan dalam Perilaku Organisasi
5. Fungsi dan Peran Motivasi
5.1. Fungsi” Motivasi
5.2. Peran Motivasi
BAB III PENUTUP
Penutup
Kesimpulan

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Motivasi adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Tanpa motivasi,
manusia akan kehilangan kreativitas dan cita-cita atau semangat hidup. Bisa kita bayangkan
orang yang tidak memiliki motivasi apapun dalam kehidupannya, tentu ia tidak akan
bergairah lagi dalam menghadapi atau menjalani kehidupannya. Ia tidak tahu tujuan hidup,
untuk apa hidup, kemana setelah hidup didunia ini. Kehidupannya dipenuhi dengan rasa
putus asa dan tidah cita-cita kemasa depan yang lebih baik. Ia seperti buih dilautan yang
terombang-ambing oleh arus. Ia ikut suatu aktivitas tapi tidak tahu untuk apa dan mau
kemana ajakan dari aktivitas tersebut. Diajak kebarat ya kebarat, seperti orang yang tidak
punya acuan atau standar kehidupan. Singkatnya motivasi itu sangat penting bagi kehidupan
manusia. Tentu yang dimaksud disini adalah motivasi yang positif bukan motivasi yang
negatif.
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap
kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri
bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin
Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari
beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi
pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan
kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang
hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk
(out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi motivasi?
2. Apa yang dimaksud dengan Teori Motivasi Klasik?
3. Apa yang dimaksud dengan Teori Mc Clelland?
4. Apa yang dimaksud dengan Teori Keadilan dan Teori Tujuan?
5. Apa saja Fungsi dan Peran Motivasi?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi motivasi
2. Mahasiswa dapat mengetahui Teori Motivasi Klasik
3. Mahasiswa dapat mengetahui Teori Mc Clelland
4. Mahasiswa dapat mengetahui Teori Keadilan dan Teori Tujuan
5. Mahasiswa mengetahui apa saja Fungsi dan Peran Motivasi

3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Motivasi

Secara umum definisi atau pengertian motivasi dapat diartikan sebagai suatu tujuan
atau pendorong, dengan tujuan sebenarnya tersebut yang menjadi daya penggerak utama bagi
seseorang dalam berupaya dalam mendapatkan atau mencapai apa yang diinginkannya baik
itu secara positif ataupun negatif. Adapun istilah dalam pengertian Motivasi berasal dari
perkataan Bahasa Inggris yakni motivation. Namun perkataan asalnya adalah motive yang
juga telah digunakan dalam Bahasa Melayu yakni kata motif yang berarti tujuan atau segala
upaya untuk mendorong seseorang dalam melakukan sesuatu. Secara ringkas, Selain itu,
Pengertian Motivasi merupakan suatu perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang
muncul adanya gejala perasaan, kejiwaan dan emosi sehingga mendorong individu untuk
melakukan atau bertindak sesuatu yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan dan tujuan.

2. Teori Motivasi Klasik

Teori motivasi Frederick Winslow Taylor dinamakan teori motivasi klasik, Frederick
Winslow memandang bahwa memotivasi para karyawan hanya dari sudut
pemenuhankebutuhan biologis saja. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi melalui gaji atau
upah yang diberikan, baik uang ataupun barang, sebagai imbalan dari prestasi yang telah
diberikannya. Frederick Winslow dalam Hasibuan (2005) menyatakan bahwa : “Konsep
dasar teori ini adalah orang akan bekerja bilamana ia giat, bilamana ia mendapat imbalan
materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya, manajer menentukan bagaimana tugas
dikerjakan dengan menggunakan sistem intensif untuk memotivasi para pekerja, semakin
banyak mereka berproduksi semakin besar penghasilan mereka.” Sehingga dengan adanya
teori ini, maka pimpinan perusahaan dituntut untuk dapat menentukan bagaimana tugas
dikerjakan dengan sistem intensif untuk memotivasi para karyawannya, semakin banyak
karyawan berproduksi, maka semakin besar penghasilan mereka. Pimpinan perusahaan
mengetahui bahwa kemampuan karyawan tidak sepenuhnya dikerahkan
untuk melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan demikian karyawan hanya dapat
dimotivasi dengan memberikan imbalan materi dan jika balas jasanya
ditingkatkan maka dengan sendirinya gairah bekerjanya meningkat. Dengan demikian
teori ini beranggapan bahwa jika gaji karyawan ditingkatkan maka dengan sendirinya ia akan
lebih bergairah bekerja.

4
3. Teori Mc Clelland

Teori kebutuhan McClelland (McClelland’s Theory of needs) dikembangkan oleh David


McClelland dan rekan-rekannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan
pencapaian (need for achievement), kebutuhan kekuasaan (need for power), dan kebutuhan
hubungan (need for affiliation).

3.1 Konsep Teori Kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan McClelland menyatakan bahwa pencapaian, kekuasaan/kekuatan dan


hubungan merupakan tiga kebutuhan penting yang dapat membantu menjelaskan motivasi.
Kebutuhan pencapaian merupakan dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, dan
berjuang untuk berhasil. Kebutuhan kekuatan dapat membuat orang lain berperilaku
sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya, dan kebutuhan
hubungan merupakan keinginan antarpersonal yang ramah dan akrab dalam lingkungan
organisasi.

3.2 Bagaimana Kebutuhan-kebutuhan ini mempengaruhi Perilaku ?

McClelland menjelaskan bahwa setiap individu memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil.
Dorongan ini mengarahkan individu untuk berjuang lebih keras untuk memperoleh
pencapaian pribadi ketimbang memperoleh penghargaan. Hal ini kemudian menyebabkan ia
melakukan sesuatu yang lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Dorong pertama ini dapat
disebut sebagai nAch yaitu kebutuhan akan pencapaian.

Kebutuhan kekuatan (nPow) merupakan keinginan untuk memiliki pengaruh, menjadi yang
berpengaruh, dan mengendalikan individu lain. Dalam bahasa sederhana, ini adalah
kebutuhan atas kekuasaan dan otonomi. Individu dengan nPow tinggi, lebih suka
bertanggung jawab, berjuang untuk mempengaruhi individu lain, senang ditempatkan dalam
situasi kompetitif, dan berorientasi pada status, dan lebih cenderung lebih khawatir dengan
wibawa dan pengaruh yang didapatkan ketimbang kinerja yang efektif.

3
Kebutuhan ketiga yaitu nAff adalah kebutuhan untuk memperoleh hubungan sosial yang baik
dalam lingkungan kerja. Kebutuhan ini ditandai dengan memiliki motif yang tinggi untuk
persahabatan, lebih menyukai situasi kooperatif (dibandingkan kompetitif), dan
menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan tingkat pengertian mutual yang tinggi.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki dan menunjukkan kombinasi
tiga karakteristik tersebut, dan perbedaan ini juga mempengaruhi bagaimana gaya seseorang
berperilaku.

3.2.1. Motivasi pencapaian (n-Acc)

Orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi untuk pencapaian tidak selalu membuat
seseorang menjadi manager yang baik, terutama pada organisasi-organisasi besar. Hal ini
dikarenakan orang yang memiliki n-Acc yang tinggi cenderung tertarik dengan bagaimana
mereka bekerja secara pribadi, dan tidak akan mempengaruhi pekerja lain untuk bekerja
dengan baik. Dengan kata lain, n-Acc yang tinggi lebih cocok bekerja sebagai wirausaha,
atau mengatur unit bebas dalam sebuah organisasi yang besar (1).
Individu-individu dengan kebutuhan prestasi yang tinggi sangat termotivasi dengan bersaing
dan menantang pekerjaan. Mereka mencari peluang promosi dalam pekerjaan. Mereka
memiliki keinginan yang kuat untuk umpan balik pada prestasi mereka. Orang-orang seperti
mencoba untuk mendapatkan kepuasan dalam melakukan hal-hal yang lebih baik. Prestasi
yang tinggi secara langsung berkaitan dengan kinerja tinggi

3.2.2. Motivasi kekuasaan (n-Pow)

Individu-individu yang termotivasi oleh kekuasaan memiliki keinginan kuat untuk menjadi
berpengaruh dan mengendalikan. Mereka ingin pandangan dan ide-ide mereka harus
mendominasi dan dengan demikian, mereka ingin memimpin. Individu tersebut termotivasi
oleh kebutuhan untuk reputasi dan harga diri. Individu dengan kekuasaan dan kewenangan
yang lebih besar akan lebih baik dibanding mereka yang memiliki daya yang lebih kecil.
Umumnya, manajer dengan kebutuhan tinggi untuk daya berubah menjadi manajer yang lebih
efisien dan sukses. Mereka lebih tekun dan setia kepada organisasi tempat mereka bekerja.
Perlu untuk kekuasaan tidak harus selalu diambil negatif. Hal ini dapat dipandang sebagai

4
kebutuhan untuk memiliki efek positif pada organisasi dan untuk mendukung organisasi
dalam mencapai tujuan itu

3.2.3. Motivasi hubungan / affiliasi (n-Aff)

Individu-individu yang termotivasi oleh afiliasi memiliki dorongan untuk lingkungan yang
ramah dan mendukung. Individu tersebut yang berkinerja efektif dalam tim. Orang-orang
ingin disukai oleh orang lain. Kemampuan manajer untuk membuat keputusan terhambat jika
mereka memiliki kebutuhan afiliasi tinggi karena mereka lebih memilih untuk diterima dan
disukai oleh orang lain, dan hal ini melemahkan objektivitas mereka. Individu yang memiliki
kebutuhan afiliasi yang tinggi lebih memilih bekerja di lingkungan yang menyediakan
interaksi pribadi yang lebih besar. Orang-orang semacam memiliki kebutuhan untuk berada
di buku-buku yang baik dari semua. Mereka umumnya tidak bisa menjadi pemimpin yang
baik (3)

Orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan (n-Pow) dan kebutuhan afiliasi (n-Aff) memiliki
keterkaitan dengan keberhasilan manajerial yang baik. Seorang manajer yang berhasil
memiliki n-Pow tinggi dan n-Aff rendah. Meski demikian, pegawai yang memiliki n-aff yang
kuat yaitu kebutuhan akan afiliasi dapat merusak objektivitas seorang manajer, karena
kebutuhan mereka untuk disukai, dan kondisi ini mempengaruhi kemampuan pengambilan
keputusan seorang manajer. Di sisi lain, n-pow yang kuat atau kebutuhan untuk kekuasaan
akan menghasilkan etos kerja dan komitmen terhadap organisasi, dan individu dengan nPow
tinggi lebih tertarik dengan peran kepemimpinan dan memiliki kemungkinan untuk tidak
fleksibel pada kebutuhan bawahan. Dan terkakhir, orang n-ach yang tinggi yaitu motivasi
pada pencapaian lebih berfokus pada prestasi atau hasil.

4. Teori Keadilan dan Teori Tujuan

4.1. Teori Keadilan Menurut Ahli

4.2. Teori Aristoteles

Keadilan diuraikan secara mendasar oleh Aristoteles dalam Buku ke-5 buku Nicomachean
Ethics. Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas tiga hal utama

3
yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2) apa arti keadilan, dan (3)
diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak.

4.2.1. Keadilan Dalam Arti Umum

Keadilan sering diartikan sebagai ssuatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang
membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan
sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan adalah
ketidakadilan.

Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan terhadap obyek tertentu yang
bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku dua dalil, yaitu;

1. jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk juga diketahui;


2. kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi “baik”

Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan
yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih pula sisi yang lain. Jika
satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu.

Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap
hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah
orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair. Karena tindakan
memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh
legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk
mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk
memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.

Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial. Keadilan yang
lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga kebahagian orang
lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan
orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini
adalah sama tetapi memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang
lain adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi adalah nilai.

4
Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan sebagai ciri utama
tindakan yang tidak fair.

Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan pada suatu
titik bisa bertentangan dedengan hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan
yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal tersebut bukan merupakan
keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang
bukan merupakan kejahatan dapat menimbulkan ketidak adilan.

Sebagai contoh, seorang pengusaha yang membayar gaji buruh di bawah UMR, adalah suatu
pelanggaran hukum dan kesalahan. Namun tindakan ini belum tentu mewujudkan
ketidakadilan. Apabila keuntungan dan kemampuan membayar perusahaan tersebut memang
terbatas, maka jumlah pembayaran itu adalah keadilan. Sebaliknya walaupun seorang
pengusaha membayar buruhnya sesuai dengan UMR, yang berarti bukan kejahatan, bisa saja
menimbulkan ketidakadilan karena keuntungan pengusaha tersebut sangat besar dan hanya
sebagian kecil yang diambil untuk upah buruh. Ketidakadilan ini muncul karena keserakahan.

Hal tersebut di atas adalah keadilan dalam arti umum. Keadilan dalam arti ini terdiri dari dua
unsur yaitu fair dan sesuai dengan hukum, yang masing-masing bukanlah hal yang sama.
Tidak fair adalah melanggar hukum, tetapi tidak semua tindakan melanggar hukum adalah
tidak fair. Keadilan dalam arti umum terkait erat dengan kepatuhan terhadap hukum

4.2.2. Keadilan Dalam Arti Khusus

Keadilan dalam arti khusus terkait dengan beberapa pengertian berikut ini, yaitu:

1. Sesuatu yang terwujud dalam pembagian penghargaan atau uang atau hal lainnya
kepada mereka yang memiliki bagian haknya.

Keadilan ini adalah persamaan diantara anggota masyarakat dalam suatu tindakan bersama-
sama. Persamaan adalah suatu titik yang terletak diantara “yang lebih” dan “yang kurang”
(intermediate). Jadi keadilan adalah titik tengan atau suatu persamaan relatif (arithmetical
justice). Dasar persamaan antara anggota masyarakat sangat tergantung pada sistem yang
hidup dalam masyarakat tersebut. Dalam sistem demokrasi, landasan persamaan untuk
memperoleh titik tengah adalah kebebasan manusia yang sederajat sejak kelahirannya. Dalam
sistem oligarki dasar persamaannya adalah tingkat kesejahteraan atau kehormatan saat

3
kelahiran. Sedangkan dalam sistem aristokrasi dasar persamaannya adalah keistimewaan
(excellent). Dasar yang berbeda tersebut menjadikan keadilan lebih pada makna persamaan
sebagai proporsi. Ini adalah satu spesies khusus dari keadilan, yaitu titik tengah
(intermediate) dan proporsi.

1. Perbaikan suatu bagian dalam transaksi

Arti khusus lain dari keadilan adalah sebagai perbaikan (rectification). Perbaikan muncul
karena adanya hubungan antara orang dengan orang yang dilakukan secara sukarela.
Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila masing-masing memperoleh bagian
sampai titik tengah (intermediate), atau suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik
(reciprocity). Jadi keadilan adalah persamaan, dus ketidakadilan adalah ketidaksamaan.
Ketidakadilan terjadi jika satu orang memperoleh lebih dari yang lainnya dalam hubungan
yang dibuat secara sederajat.

Untuk menyamakan hal tersebut hakim atau mediator melakukan tugasnya menyamakan
dengan mengambil sebagian dari yang lebih dan memberikan kepada yang kurang sehingga
mencapai titik tengah. Tindakan hakim ini dilakukan sebagai sebuah hukuman.

Hal ini berbeda apabila hubungan terjalin bukan atas dasar kesukarelaan masing-masing
pihak. Dalam hubungan yang tidak didasari ketidaksukarelaan berlaku keadilan korektif yang
memutuskan titik tengah sebagai sebuah proporsi dari yang memperoleh keuntungan dan
yang kehilangan. Tindakan koreksi tidak dilakukan dengan semata-mata mengambil
keuntungan yang diperoleh satu pihak diberikan kepada pihak lain dalam arti pembalasan.
Seseorang yang melukai tidak diselesaikan dengan mengijinkan orang yang dilukai untuk
melukai balik Timbal balik dalam konteks ini dilakukan dengan pertukaran atas nilai tertentu
sehingga mencapai taraf proporsi. Untuk kepentingan pertukaran inilah digunakan uang.
Keadilan dalam hal ini adalah titik tengah antara tindakan tidak adil dan diperlakukan tidak
adil.

Keadilan dan ketidakadilan selalui dilakukan atas kesukarelaan. Kesukarelaan tersebut


meliputi sikap dan perbuatan. Pada saat orang melakukan tindakan secara tidak sukarela,
maka tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tidak adil ataupun adil, kecuali
dalam beberapa cara khusus. Melakukan tindakan yang dapat dikategorikan adil harus ada
ruang untuk memilih sebagai tempat pertimbangan. Sehingga dalam hubungan antara

4
manusia ada beberapa aspek untuk menilai tindakan tersebut yaitu, niat, tindakan, alat, dan
hasil akhirnya. Ketika (1) kecideraan berlawanan deengan harapan rasional, adalah sebuah
kesalahansasaran (misadventure), (2) ketika hal itu tidak bertentangan dengan harapan
rasional, tetapi tidak menyebabkan tindak kejahatan, itu adalah sebuah kesalahan. (3) Ketika
tindakan dengan pengetahuan tetapi tanpa pertimbangan, adalah tindakan ketidakadilan, dan
(4) seseorang yang bertindak atas dasar pilihan, dia adalah orang yang tidak adil dan orang
yang jahat.

Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama dengan melakukan sesuatu dengan
cara yang tidak adil. Tidak mungkin diperlakukan secara tidak adil apabila orang lain tidak
melakukan sesuatu secara tidak adil. Mungkin seseorang rela menderita karena ketidakadilan,
tetapi tidak ada seorangpun yang berharap diperlakukan secara tidak adil.

Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas, sebagian merupakan keadilan yang telah
ditentukan oleh alam, sebagian merupakan hasil ketetapan manusia (keadilan hukum).
Keadilan alam berlaku universal, sedangkan keadilan yang ditetapkan manusia tisak sama di
setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan oleh manusia inilah yang disebut dengan nilai.

Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas antara keadilan universal dan
keadilan hukum yang memungkinkan pembenaran keadilan hukum. Bisa jadi semua hukum
adalah universal, tetapi dalam waktu tertentu tidak mungkin untuk membuat suatu pernyataan
universal yang harus benar. Adalah sangat penting untuk berbicara secara universal, tetapi
tidak mungkin melakukan sesuatu selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus tertentu
tidak terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang universal, namun
kemudian suatu kasus muncul dan tidak tercantum dalam hukum tersebut. Karena itulah
persamaan dan keadilan alam memperbaiki kesalahan tersebut.

4.3. JOHN RAWLS

Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan
pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan munculnya pertentangan antara kepentingan
individu dan kepentingan negara pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan
adalah (1) jaminan stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi
dan kehidupan bersama.

3
Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar
masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan,
kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini
digunakan untuk:

1. menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak
2. melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.

Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situsi sosial sehingga
perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk
membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara
mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position).
Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement)
anggota masyarakat secara sederajat.

Ada tiga syarat suapaya manusia dapat sampai pada posisi asli, yaitu:

1. Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi
tertentu di kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya, intelegensinya,
kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.
2. Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk memegang
pilihannya tersebut.
3. Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individu dan baru
kemudian kepentingan umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia yang harus
diperhatikan dalam menemukan prinsip-prinsip keadilan.

Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah:

1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak;


2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah.

Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas
kesempatan.

4
Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu:

1. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas.


2. perbedaan
3. persamaan yang adil atas kesempatan.

Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai
kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini adalah untuk
mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian keadilan. Maka harus ada
kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun realitas masyarakat menunjukan bahwa
kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud karena adanya perbedaan kondisi dalam
masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar untuk memberikan keuntungan bagi mereka yang
lemah. Apabila sudah ada persamaan derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan
yang sama untuk memenuhi kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan,
bukan suatu masalah asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama.

4.4 Teori Tujuan

Teori tujuan (goal setting theory) yang di kemukakan oleh Locke (1968) merupakan salah
satu bentuk teori motivasi. . Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori
tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat tujuan-tujuan dengan
perilaku. Teori ini menekankan pada pentingnya hubungan antara tujuan yang di tetapkan dan
kinerja yang di hasilkan. Konsep dasar teori ini adalah seseorang yang mampu memahami
tujuan yang di harapkan oleh perusahaan, makan pemahaman tersebut akan mempengaruhi
perilaku kinerjanya.

Teori ini secara relatif lempang dan sederhana. Aturan dasarnya ialah penetapan dari tujuan-
tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang
pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja
yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai.
Teori tujuan, sebagaimana dengan teori keadilan didasarkan pada intuitif yang solid.
Penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori ini menggambarkan kemanfaatannya bagi
organisasi.

3
Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management By Objectives =MBO) menggunakan teori
penetapan tujuan ini. Berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan, disusun
tujuan-tujuan untuk divisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan
sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam kurun waktu tertentu.

4.4.1. Impikasi Praktis Teori Tujuan dalam Perilaku Organisasi

Karyawan memiliki motivasi kerja yang lebih sungguh-sungguh, pada saat ia diberi tugas
untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa
keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar. Karyawan juga harus
mengetahui harapan-harapan kedepan perusahaan supaya karyawan bisa memenuhi harapan
tersebut dan bisa memperbaiki kinerjanya.

Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat
seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan
oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan
ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan
yang telah ia tetapkan.

5. Fungsi dan Peran Motivasi

5.1. Fungsi - Fungsi Motivasi

Untuk dapat terla ksananya suatu kegiatan, pertama-tama harus ada dorongan untuk
melaksanakan kegiatan itu, begitu juga dalam dunia pendidikan, aspek motivasi ini sangat
penting. Peserta didik harus mempunyai motivasi untuk meningkatkan kegiatan belajar
terutama dalam proses belajar mengajar.

Motivasi merupakan faktor yang sangat penting di dalam belajar sebab motivasi berfungsi
sebagai:

 Pemberi semangat terhadap seorang peserta didik dalam kegiatan-kegiatan


belajarnya.
 Pemilih dari tipe-tipe kegiatan-kegiatan dimana seseorang berkeinginan untuk
melakukannya.
 Pemberi petunjuk pada tingkah laku.

4
Fungsi motivasi juga dipaparkan oleh Tabrani dalam bukunya “Pendekatan Dalam Proses
Belajar Mengajar”, yaitu:

 Mendorong timbulnya kelakuan atau perbuatan.


 Mengarahkan aktivitas belajar peserta didik
 Menggerakan dan menentukan cepat atau lambatnya suatu perbuatan.28

Sama halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman, bahwa ada tiga fungsi
motivasi:

 Mendorong manusia untuk berbuat.


 Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai
 Menentukan arah perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan29.

Disamping itu, ada juga fungsi-fungsi lain, motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong
usaha-usaha pencapaian prestasi. Seseorang melakukan sesuatu usaha karena adanya
motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula.
Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya
motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik.
Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi
belajarnya. Dengan demikian motivasi itu dipengaruhi adanya kegiatan.

5.2. Peran Motivasi

Motivasi ternyata sangat penting peranannya dalam meningkatkan kualitas seorang manusia.
Dengan motivasi orang bisa gemilang dan berhasil dalam menjalani hidup dan kehidupan.

Cita-cita atau tujuan hidup ini hanya bisa diraih jika anda memiliki motivasi yang kuat dalam
diri anda. Tanpa motivasi apapun, sulit sekali anda menggapai apa yang anda cita-citakan.
Tapi tak dapat dipungkiri, memang cukup sulit membangun motivasi di dalam diri sendiri.
Bahkan mungkin anda nggak tahu pasti bagaimana cara membangun motivasi di dalam diri

3
sendiri. Setiap orang mendambakan masa depan yang lebih baik, kesuksesan dalam karir,
rumah tangga dan hubungan sosial, namun seringkali kita terbentur oleh berbagai kendala.
Dan kendala terbesar justru ada pada diri kita sendiri.

Motivasi diri berawal dari dorongan keyakinan dalam diri sendiri untuk menang. Ini dibentuk
oleh cita-cita dan impian besar yang akan memotivasi orang untuk meraihnya. Kisah orang-
orang sukses bermula dari sebuah impian yang diimplementasikan dalam serangkaian
aktivitas sehari-hari. Impian pun akan bermanfaat juga untuk orang banyak. Nilai-nilai
spiritualitas memancar dengan baik dalam diri orang tersebut dan menambah keyakinan
bahwa Allah dekat dengan dirinya.

Selain itu, keyakinan untuk menang harus selalu tertanam dalam benak dan hati. Allah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kita meyakini bahwa selain
diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, juga diciptakan Allah untuk memberikan
kemakmuran, kesejahteraan dan kemaslahatan bagi orang lain. Oleh karena itu, akan
terbentuk optimisme terhadap target keberhasilan.

Seseorang harus mempunyai cita-cita besar yang disertai keyakinan bahwa Allah dekat dan
mendampingi melalui hati nurani. Dorongan hati nurani inilah akan mudah diketahui apabila
kita mempunyai hati yang bersih. Keyakinan bahwa Allah dekat dan sayang kepada kita akan
memberikan dorongan hati nurani yang sangat besar yang pada gilirannya lahir optimisme
kita untuk meraih cita-cita. Hati merupakan pembimbing terhadap apa yang harus dituju dan
apa yang harus diperbuat.

4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Motivasi adalah keadaan individu yang terangsang yang terjadi jika suatu motif telah
dihubungkan dengan suatu pengharapan yang sesuai. Sedangkan motif adalah segala daya
yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif tidak dapat dilihat begitu saja
dari perilaku seseorang karena motif tidak selalu seperti yang tampak, bahkan kadang-kadang
berlawanan dari yang tampak. Dari tujuan-tujuan yang tidak selalu disadariini, kita dipaksa
menghadapi seluruh persoalan motivasi yang tidak disadari itu. Karena teori motivasi yang
sehat tidak membenarkan pengabaian terhadap kehidupan tidak sadar.
Dari banyaknya pandangan yang berbeda mengenai motivasi yang mungkin
dikarenakanoleh penggunaan metode observasi yang berbeda-beda, studi tentang berbagai
kelompok usia dan jenis kelamin yang berbeda, dan sebagainya, terdapat model tentang
motivasi yang digeneralisasi yang mempersatukan berbagai teori yang ada.Ada macam-
macam motivasi dalam satu perilaku.
Suatu perbuatan atau keinginan yangdisadari dan hanya mempunyai satu motivasi
bukanlah hal yang biasa, tetapi tidak biasa. Karena suatu keinginan yang disadari atau
perilaku yang bermotivasi dapat berfungsi sebagai penyalur untuk tujuan-tujuan lainnya.
Apabila dapat terjadi keseimbangan, hal tersebut mencerminkan ”hasil pekerjaan” seseorang
yang berhadapan dengan potensinya untuk perilaku, yang dapat diidentifikasi sebagai
”kemampuannya”. Jadi, motivasi memegang peranan sebagai perantara untuk
mentransformasikan kemampuan menjadi hasil pekerjaan.

3
DAFTAR PUSTAKA

Luthans, F, 2012, Perilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta.


Gibson, James L., John M.Invancevich & J.M. Donnelly, 2012, Organisasi: Perilaku,
Struktur dan Proses, Erlangga, Jakarta.
Robbins, S. P., 2013. Perilaku Organisasi, Indeks, Jakarta
Fahmi, I, 2016,Perilaku Organisasi, Baandung
Sudrajad, akhmad. 2008. TEORI-TEORI MOTIVASI

Maslow, Abraham H. 1984. Motivasi dan Kepribadian. Jakarta : PT. Gramedia

Anda mungkin juga menyukai