Anda di halaman 1dari 13

1.

Serumen ada di oseus atau di cartilago nest nya


Serumen adalah hasil dari produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa yang
terdapat dibagian kartilago liang telinga luar dan epitel kulit yang terlepas dan
pertikel debu, yang berguna untuk melicinkan dinding liang telinga dan mencegah
masuknya serangga kecil kedalam liang telinga. Dalam keadaan normal serumen
terdapat disepertiga luar liang telinga karena kelenjar tersebut hanya
ditemukan didaerah ini dan keluar dengan sendirinya dari liang telinga
akibat migrasiepitel kulit yang bergerak dari arah membrane timpani menuju keluar
serta dibantu oleh gerakanrahang sewaktu mengunyah.

2. Beda difteri sm tonsilitis biasa

Tonsilitis Difteri
Etio Kuman kokkus Corynebacterium diphteriae
MK Gejala sakit tidak berat, disfagia Gejala Sakit Berat, disfagia
Suhu Demam tinggi Subfebris
KGB Tidak membesar Membesar di submandibular
bisa smpai trbentuk bullneck
Pmx Hiperemi Hiperemi disertai
Tonsil pseudomembran

3. Anatomi 2/3 posterior dan anterior telinga


 1/3 luar MAE : pars kartilago.
o Merupakan lanjutan dr aurikula,
o Mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar seruminalis
o Kulit melekat pada perikondrium
 1/3 dalam MAE: pars osseus
o Bagian dr Os temporal
o Tidak berambut, tidak mobile terhadap sekitarnya

4. Tuba membuka menutup saat mengunyah dan menelan, menguap


Dalam keadaan biasa tertutup. Terbuka saat mengunyah dan menelan

5. Tuba eustachius dibagi menjadi cartilago sm oseus, 2/3 anterior posterior yg


mana?
Anatomi tuba eustachius terdiri dari beberapa organ. Tuba Eustachius adalah
saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Tuba
Eustachius pada orang dewasa panjangnya berkisar 36 mm dan terletak inferoanterior
di medial telinga tengah. Terdiri dari dua bagian, 1/3 lateral (sekitar 12 mm) yang
merupakan pars osseus, berada pada dinding anterior kavum timpani, 2/3
medial sekitar 24 mmm adalah pars fibrokartilagineus yang masuk ke dalam
nasofaring. Ostium tuba terletak sekitar 1,25 cm di belakang dan agak di bawah
ujung posterior konka inferior. Lumen tuba berbentuk segitiga dengan ukuran vertikal
2-3 mm dan horizontal 3-4 mm. Pars osseus selalu terbuka, pars kartilagineus pada
saat istirahat akan tertutup dan akan terbuka pada saat menelan, menguap atau
meniup keras. Mukosa tuba Eustachius dilapisi oleh epitel respiratorius berupa sel-sel
kolumnar bersilia, sel goblet dan kelenjar mukus. Epitel ini bergabung dengan
mukosa telinga tengah di pars osseus tuba.
Muara tuba Eustachius yang terletak di telinga tengah berada pada dinding
anterior dan dari sini akan memanjang ke arah depan, medial, dan ke bawah hingga
memasuki nasofaring.
Tuba Eustachius terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Bagian yang memiliki struktur tulang, terletak pada bagian sepertiga
mendekati telinga tengah
2. Bagian yang memiliki struktur kartilaginosa, terletak pada bagian dua
pertiga yang mendekati nasofaring
Secara umum, tuba Eustachius cenderung selalu menutup. Dengan adanya
kontraksi dari m. tensor veli palatini, tuba Eustachius dapat terbuka pada saat
menelan, menguap, atau membuka rahang sehingga terjadi keseimbangan tekanan
atmosfer antara kedua ruang diantara membran timpani (Levine dkk, 1997).
Pada daerah inferolateral tuba Eustachius terdapat bantalan lemak Otsmann
yang mempunyai peranan penting dalam penutupan tuba dan proteksi tuba Eustachius
dan telinga tengah dari arus retrograde sekresi nasofaring. Otot-otot yang
berhubungan dengan tuba Eustachius yang berperan penting dalam penutupan dan
pembukaan tuba Eustachius adalah m.tensor velli palatine, m.levator veli palatine,
m.salpingopharyngeus dan m.tensor timpani.

6. Macem tuli dan perbedaan rhinee weber swabach


 Ada tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan uji
pendengaran yakni: gangguan konduktif, gangguan sensorineural dan
gabungan keduanya atau tipe campuran.
o Tuli konduktif terjadi akibat tidak sempurnanya fungsi organ yang
berperan menghantarkan bunyi dari luar ke telinga dalam. Gangguan
telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif.
o Tuli sensorineural disebabkan oleh kerusakan pada koklea atupun
retrokoklea. Tuli sensorineural dapat bersifat akut (acute sensorineural
deafness) yakni tuli sensorineural yang terjadi tiba-tiba dimana
penyebab tidak diketahui dengan pasti dan chronic sensorineural
deafness tuli sensorineural yang terjadi secara perlahan
o Tuli gabungan/ campuran : Tuli konduktif + sensorineural
 Rinne, Weber, Swabach
o Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran melalui udara dan tulanh pada
telinga yang diperiksa.
Cara : penala digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus
mastoideus, setelah tidak terdengar, penala dipegang di depan telinga
± 2 1/2 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif, bila tidak
disebut Rinne negatif.
Normal: +, Tuli sensorineural: +, Tuli konduktif -
o Tes Weber
Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.
Cara : penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah
dahi/kepala. Bila bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga
disebut lateralisasi ke telinga tersebut.
Normal: Bila terdengar sama keras atau tidak terdengar disebut tidak
ada lateralisasi.
Tuli konduktif: lateralisasi pada telinga yang sakit)
Tuli sensorineural: lateralisasi pada telinga yang sehat
o Tes Schwabach
Tujuan : membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya dianggap normal.
Cara : penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada proseus
mastoideus sampai tidak terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke
proseus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya dianggap
normal. Bila masih dapat mendengar, disebut memendek atau tuli
saraf, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang
denhan cara sebaliknya. Bila pasien masih dapat mendengar, disebut
memanjang atau terdapat tuli konduktif. Jika kira-kira sama
mendengarnya disebut sama dengan pemeriksa.

7. Ngitung audiometri
Audiometri adalah suatu metode pemeriksaan fungsi pendengaran dengan
menggunakan suatu alat yang dapat menghasilkan suara dengan berbagai frekuensi
dan kekuatan.Pemeriksaan ini kurang akurat jika digunakan pada seorang anak atau
orang yang tidak mengerti perintah, karena penggunaan alat ini mengharuskan pasien
untuk mengerti perintah saat mendengar suara. Pada orang yang tidak mengerti
perintah akan kebingungan sehingga hasilnya kurang baik. Pemeriksaan audiometri
ini penting untuk mengetahui penurunan ambang pendengaran karena biasanya orang
tidak akan mengeluh sampai ambang pendengarannya menurun drastis. Bagi orang-
orang yang bekerja pada daerah dengan tingkat kebisingan tinggi sebaiknya periksa
audiometri secara rutin, dan perusahaan yang mempekerjakan orang pada tingkat
kebisingan yang tinggi juga wajib memberikan pemeriksaan audiometri pada
karyawannya, karena penurunan ambang pendengaran pekerja semacam ini termasuk
dalam penyakit akibat kerja.
Sebenarnya ada 2 macam audiometri yakni audiometri nada murni(pure tone)
dan audiometri tutur. Audiometri nada murni hanya menggunakan nada yang telah
direkam dalam alat, sedangkan audiometri tutur dengan menggunakan suara tutur
kata-kata yang telah ditentukan. Saat ini audiometri nada murni yang paling banyak
dikerjakan diberbagai tempat karena lebih mudah dan objektif. Pada kesempatan ini
saya hanya akan membahas audiometri nada murni saja.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien masuk di dalam ruang kedap suara
dan mengenakan headset khusus, kemudian diminta menekan tombol jika mendengar
suara. Pada beberapa alat audiometri terbaru yang portable tidak memerlukan ruang
kedap suara headsetnya sudah cukup untuk menahan suara dari luar.

Hasil dari alat audiometri akan muncul berupa kertas dengan grafik yang
disebut audiogram. dari pembacaan audiogram inilah kita tahu apakah fungsi
pendengaran masih baik atau sudah berkurang bahkan hingga tuli. Audiogram
berbentuk seperti berikut:
Audiogram dasar yang paling sederhana berbentuk tabel untuk membentuk
grafik. Axis vertikal menunjukkan frekuensi suara yang diperdengarkan. Jika anda
bayangkan sebuah piano atau alat musik lain, tuts untuk nada terendah adalah suara
dengan frekuensi terendah. Axis horizontal adalah kekuatan suara yang
diperdengarkan dengan satuan desibel. Semakin keras suaranya semakin tinggi nilai
desibelnya. Sehingga jika suara-suara disekitar kita dimasukkan ke dalam audiogram
kurang lebih seperti ini:

Gambar di atas menunjukkan beberapa hal yang dapat menimbulkan suara


dengan frekuensi dan kekuatan tertentu. Misal kicauan burung frekuensinya tinggi
dengan kekuatan rendah, suara pesawat frekuensi tinggi dengan kekuatan yang sangat
kuat. Pada hasil audiogram setiap kali orang yang diperiksa menekan tombol saat
mendengar frekuensi tertentu akan muncul titik-titik di dalam audiogram yang
nantinya akan menjadi garis batas ambang pendengaran. Orang tersebut hanya dapat
mendengar suara dengan kekuatan desibel lebih besar dari garis tersebut. Pada
gambar sebelah kiri dibawah, area putih adalah area yang tidak bisa didengar orang
tersebut, sedangkan area berwarna kuning adalah area suara yang dapat didengar
orang tersebut. Sehingga jika kita bandingkan orang tersebut tidak akan bisa
mendengar suara burung, tetapi masih bisa mendengar ucapan orang atau suara-suara
yang lebih keras.

Namun, dalam pembacaan secara medis tentunya tidak sesederhana itu,


terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan dan dihitung agar hasil diagnosis
objektif. Sebelum masuk dalam pembacaan audiogram secara medis, mari kita simak
terlebih dahulu simbol-simbol dan istilah yang akan muncul dalam audiogram ini.
 Hertz : Standar pengukuran untuk frekuensi suara. Pada audigram
biasanya berkisar antara 250 Hz - 8000Hz
 Desibel(dB HL) : Standar pengukuran untuk amplitudo atau
kekerasan(intensitas) suara. Pada audiogram biasanya berkisar antara 0-110 dB
HL
 warna merah dan biru : jika yang diperiksa adalah telinga kiri maka titik dan
garisnya berwarna biru, sebaliknya jika telinga kanan yang diperiksa maka
titik dan garis berwarna merah.
 o dan x : Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran udara(air
conduction/AC), o untuk telinga kanan, dan x untuk telinga kiri.
 < and > : Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran tulang (bone
conduction/BC), < untuk telinga kanan dan > untuk telinga kiri
 AC : Air conduction, suara yang dihantarkan melalui udara
 BC : Bone conduction, suara yang dihantarkan melalui tulang, pemeriksaan
dengan bagian headset khusus yang dipasang di belakang daun telinga.
Simbol dan istilah diatas adalah yang paling sederhana, pada pemeriksaan yang lebih
detail terdapat lebih banyak simbol seperti untuk masking, adanya implan, dsb.
Setelah mengerti simbol-simbol tersebut sekarang kita bisa membaca sebuah
audiogram dengan beberapa aturan:
1. Berdasarkan tingkat desibel terendah yang mulai dapat didengar, maka gangguan
pendengaran dapat dibagi menjadi:
a. -10 dB - 25 dB : Normal
b. 26 dB - 40 dB : Ringan (Mild impairment)
c. 41 dB - 55 dB : Sedang (Moderate impairment)
d. 56 dB - 70 dB : Sedang-berat (moderate to severe impairment)
e. 71 dB - 85 dB : Berat (Severe impairment)
f. > 85 dB : Sangat berat (Very severe impairment)
*beberapa sumber ada yang berbeda sekitar 5 dB pada pengelompokan diatas.
Cara menghitung derajat ketulian dg indeks fletcher
Ambang dengar (AD)= (AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD2000Hz + AD 4000 Hz) :
4
Tapi ada juga yg Cuma pake 3 parameter jd (AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD
2000) :3
2. Penentuan tipe gangguan pendengaran
Untuk menentukan tipe gangguan pendengaran apakah gangguan
konduksi, sensorineural atau campuran, kita harus membandingkan hasil
audiometri bagian AC dan BC. Sebelum masuk ke pembandingan kita ingat
dulu bahwa proses suara bisa diterima otak adalah melalui telinga bagian luar,
tengah dan dalam. Pemeriksaan AC dengan hantaran udara memeriksa semua
bagian telinga karena suara akan dihantarkan melalui semua bagian telinga.
Sedangkan pada pemeriksaan BC, suara dihantarkan langsung melalui tulang
tengkorak sehingga menyingkat langsung menuju telinga bagian dalam dan
tidak memeriksa telinga luar maupun telinga tengah. Telinga luar dan telinga
tengah berperan dalam hantaran suara, sedangkan telinga dalam terdapat saraf
yang menerima rangsang suara. Dari teori tersebut dapat kita simpulkan jika:
a) Hasil AC terdapat peningkatan, dan BC dalam batas normal berarti ada
gangguan pada telinga luar atau telinga tengah, sedangkan telinga
dalam normal sehingga dapat disimpulkan gangguan pendengaran tipe
konduksi.
b) Hasil AC dan BC terdapat peningkatan dengan hasil yang hampir
sama, berarti terdapat gangguan di telinga dalam, sehingga
disimpulkan gangguan pendengaran tipe sensorineural.
c) Hasil BC terdapat peningkatan ambang pendengaran, dan hasil AC
juga meningkat lebih jauh berarti terdapat gangguan baik di telinga
luar atau tengah dan telinga dalam, sehingga disimpulkan terdapat
gangguan pendengaran tipe campuran.
Ringkasan:
1. Pemeriksaan pendengaran bisa dilakukan dengan alat audiometri.
2. Pada pemeriksaan audiometri akan didapatkan hasil audiogram yang harus
diinterpretasi.
3. Dengan interpretasi hasil audiogram bisa diketahui adanya gangguan pendengaran
jika ambang pendengaran terendah >25 dB
4. Dengan perbandingan hasil audiometri AC dan BC maka dapat diketahui jenis
gangguan pendengaran: konduksi, sensorineural, atau campuran

8. Batas batas hidung


Batas kavum nasi:
Med: septum nasi
Lat: konka dan meatus
Ant: introitus kavum nasi (nares)
Post: koana
9. Batas batas faring

10. Ring of waldeyer

Gambar 2.1 Anatomi Tonsil


Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin
Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang
terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal
(Ruiz JW, 2009).
a) Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenalsebagai fosa supratonsilar. Tonsil
terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:  Lateral – muskulus konstriktor
faring superior  Anterior – muskulus palatoglosus  Posterior – muskulus
palatofaringeus  Superior – palatum mole  Inferior – tonsil lingual (Wanri A,
2007)
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat
dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan
ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting
mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur
pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan
pusat germinal
b) Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau
kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di
bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai
kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di
nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid
bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai
ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi
(Hermani B, 2004).
c) Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata
(Kartosoediro S, 2007).
Vaskularisasi, Sist limfatik, Inervasi, Sist Imunologi Tonsil
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu
1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan
arteri palatina asenden;
2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden;
3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal;
4) arteri faringeal asenden.
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan
bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal
asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang
bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar
kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal (Wiatrak BJ, 2005).
Aliran getah bening Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju
rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di
bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya
menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada (Wanri A, 2007).
Persarafan Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke
IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.
Imunologi Tonsil Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel
limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan
limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang
(Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin
(IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin
berakumulasi di jaringan tonsilar (Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang
immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area
ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel
ilmfoid Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi
dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ
utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

11. Macam macam tonsil


Sama seperti no 10

12. Beda ca tonsil ambek tonsillitis


Ca tonsil : pembesaran unilateral, permukaan berbenjol2 (tdk rata), disfagia, nyeri,
pnurunan BB, pmbesaran KGB

13. Ca tonsil pembesaran unilateral

Anda mungkin juga menyukai