Anda di halaman 1dari 7

MATERI TREATMENT

TOILET TRAINING

Toilet training yaitu suatu usaha melakukan latihan buang air besar dan buang air kecil.
Toilet training dapat dilakukan pada anak usia 1-3 tahun (Thompson, 2006).

Riset yang dilakukan di Amerika menunjukkan usia rata-rata anak mampu melakukan
latihan buang air saat anak usia 35 bulan untuk perempuan dan 39 bulan untuk laki-laki. Hampir
90% anak dapat mengendalikan kandung kemihnya pada siang hari saat usia 3 tahun. Sekitar
90% anak bisa berhenti mengompol pada usia 5-6 tahun (Gilbert, 2006).

Berdasarkan penelitian Dr. T. Berry Brazelton anak mulai dilatih melakukan toilet training
pada usia 28 bulan dan hampir semua dilatih pada usia 3 tahun (Zweiback, 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 267 orang tua yang mempunyai anak
berusia 15 sampai 24 bulan di Eropa menyebutkan bahwa 31% orang tua memulai pengajaran
tentang toilet training pada saat anak berumur 18 sampai 22 bulan, 27% memulai pada saat
anak berumur 23 sampai 27 bulan, 16% memulai pada saat anak berumur 28 sampai 32 bulan,
dan 2% memulai pada saat anak berumur lebih dari 32 bulan (Ford, 2008).

Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30 % dari 250 juta jiwa penduduk
Indonesia. Menurut survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional diperkirakan jumlah
balita yang susah mengontrol BAB dan BAK di usia sampai prasekolah mencapai 75 juta anak.
Fenomena ini dipicu karena banyak hal, pengetahuan ibu yang kurang tentang melatih anak
BAB dan BAK, pemakaian popok sekali pakai, hadirnya saudara baru dan masih banyak
lainnya (Pusparini & Arifah, 2010).

Masalah yang terjadi pada anak ketika melakukan toilet training adalah anak merasa takut
dengan toilet. Sebagian orang tua tidak membangunkan anaknya pada malam hari untuk buang
air sehingga anaknya mengompol. Anak menolak untuk pergi ke kamar mandi dan memilih
menggunakan popok. Orang tua yang sibuk bekerja membiarkan anaknya menggunakan popok
daripada membiarkan anak pergi ke kamar mandi (Gilbert, 2006).
A. DEFINISI
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar
mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar.
Menurut Supartini (2004), toilet training merupakan aspek penting dalam
perkembangan anak usia toddler yang harus mendapat perhatian orang tua dalam
berkemih dan defekasi. Dan toilet training juga dapat menjadi awal terbentuknya
kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk melakukan hal-hal yang
kecil seperti buang air kecil dan buang air besar.
Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan sfingter uretra
untuk mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin
defekasi mulai berkembang. Sedangkan sekitar 90 persen bayi mulai mengembangkan
kontrol kandung kemihnya dan perutnya pada umur 1 tahun hingga 2,5 tahun. Dan
toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan
sampai 24 bulan.

B. TAHAPAN TOILET TRAINING


Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan seperti
membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan membiasakan
anak masuk ke dalam WC anak akan cepat lebih adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk
duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan
toilet. Lakukan secara rutin kepada anak ketika anak terlihat ingin buang air.
Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu – waktu tertentu setiap hari, terutama
20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan agar anak dibiasakan
dengan jadwal buang airnya. Anak sesekali enkopresis (mengompol) dalam masa toilet
training itu merupakan hal yang normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet
training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan menyalahkan apabila
anak belum dapat melakukan dengan baik ( Pambudi, 2006).
Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat kesiapan
anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri:
1. Melihat kesiapan anak
Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu
yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak
patokan umur anak yang tepat dan baku untuk toilet training karena setiap anak
mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses biologisnya. Orang tua harus
mengetahui kapan waktu yang tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan
benar. Para ahli menganjurkan untuk melihat beberapa tanda kesiapan anak itu
sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet
training. Bukan orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses
toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet
training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang tidak diinginkan
seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma melihat toilet.
2. Persiapan dan perencanaan
Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal yang
perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut gunakan istilah yang mudah
dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku buang air besar (BAB) /
buang air kecil (BAK) misalnya poopoo untuk buang air besar (BAB) dan
peepee untuk buang air kecil (BAK). Orang tua dapat memperlihatkan
penggunaan toilet pada anak sebab pada usia ini anak cepat meniru tingkah laku
orang tua. Orang tua hendaknya segera mungkin mengganti celana anak bila
basah karena enkopresis (mengompol) atau terkena kotoran, sehingga anak akan
merasa risih bila memakai celana yang basah dan kotor. Meminta pada untuk
memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya apabila ia ingin buang air
kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dan bila anak mampu mengendalikan
dorongan buang air maka jangan lupa berikan pujian pada anak (Farida, 2008).
Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang lain seperti:
a. Mendiskusikan tentang toilet training dengan anak
Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil
memakai popok dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang tua
juga bisa membacakan cerita tentang cara yang benar dan tepat ketika
buang air.
b. Menunjukkan penggunaan toilet
Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak (ayah dengan
anak laki – laki dan ibu dengan anak perempuan). Orang tua juga bisa
meminta kakaknya untuk menunjukkan pada adiknya bagaimana
menggunakan toilet dengan benar (disesuaikan juga dengan jenis
kelamin).
c. Membeli pispot yang sesuai dengan kenyamanan anak
Pispot ini digunakan untuk melatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa
untuk duduk di toilet. Anak bila langsung menggunakan toilet orang
dewasa, ada kemungkinan anak akan takut karena lebar dan terlalu tinggi
untuk anak atau tidak merasa nyaman. Pispot disesuai dengan kebutuhan
anak, diharapkan dia akan terbiasa dulu buang air di pispotnya baru
kemudian diarahkan ke toilet sebenarnya. Orang tua saat hendak
membeli pispot usahakan untuk melibatkan anak sehingga dia bisa
menyesuaikan dudukan pispotnya atau bisa memilih warna, gambar atau
bentuk yang ia sukai.
d. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak
Suatu proses panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini,
seringkali dibutuhkan suatu bentuk reward atau reinforcement yang bisa
menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak dengan sistem
reward yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa
melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah terjadi
tuntutan untuknya sehingga hal ini akan menambah rasa mandiri dan
percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta serta pujian
di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan
sesuatu atau mungkin orang tua bisa menggunakan sistem stiker /
bintang yang ditempelkan dibagian ” keberhasilan” anak.
3. Proses toilet training ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu :
a. Membuat jadwal untuk anak
Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu
dengan tepat kapan anaknya biasa buang air besar (BAB) atau buang air
kecil (BAK). Orang tua bisa memilih waktu selama 4 kali dalam sehari
untuk melatih anak yaitu pagi, siang, sore dan malam bila orang tua tidak
mengetahui jadwal yang pasti BAK (buang air kecil) atau BAB (buang
air besar) anak.
b. Melatih anak untuk duduk di pispotnya
Orang tua sebaiknya tidak memupuk impian bahwa anak akan segera
menguasai dan terbiasa untuk duduk di pispot dan buang air disitu.
Awalnya anak dibiasakan dulu untuk duduk di pispotnya dan ceritakan
padanya bahwa pispot itu digunakan sebagai tempat membuang
kotoran. Orang tua bisa memulai memberikan reward nya ketika anak
bisa duduk dipispotnya selama 2 – 3 menit misalnya ketika anak bisa
menggunakan pispotnya untuk BAK maka reward yang diberikan oleh
orang tua harus lebih bermakna dari pada yang sebelumnya.
c. Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang
diperlihatkan oleh anak .
Misalnya anak hari ini pukul 09.00 pagi anak buang air kecil (BAK) di
popoknya maka esok harinya orang tua sebaiknya membawa anak ke
pispotnya pada pukul 08.30 atau bila orang tua melihat bahwa beberapa
jam setelah buang air kecil (BAK) yang terakhir anak tetap kering,
bawalah dia ke pispot untuk buang air kecil (BAK). Hal yang terpenting
adalah orang tua harus menjadi pihak yang pro aktif membawa anak ke
pispotnya jangan terlalu berharap anak akan langsung mengatakan pada
orang tua ketika dia ingin buang air besar (BAB) atau buang air kecil
(BAK).
d. Buatlah bagan untuk anak supaya dia bisa melihat sejauh mana
kemajuan yang bisa dicapainya dengan stiker yang lucu dan warna –
warni, orang tua bisa meminta anaknya untuk menempelkan stiker
tersebut di bagan itu. Anak akan tahu bahwa sudah banyak kemajuan
yang dia buat dan orang tua bisa mengatakan padanya orang tua bangga
dengan usaha yang telah dilakukan anak (Dr Sears, 2006).

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG TOILET TRAINING PADA ANAK


1. Kesiapan Fisik
a. Usia telah mencapai 18-24 bulan
b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam
c. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan
d. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian
2. Kesiapan Mental
a. Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi
b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih
c. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain
3. Kesiapan Psikologis
a. Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu
b. Mempunyai rasa ingin tahu dan penasarsan terhadap kebiasaan orang dewasa
dalam BAK dan BAB
c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan
ingin segera diganti
4. Kesiapan Anak
a. Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan devekasi
b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan devekasi
pada anaknya
c. Tidak mengalami koflik tertentu atau stress keluarga yang berarti (perceraian)

D. TANDA ANAK SIAP UNTUK MELAKUKAN TOILET TRAINING


1. Tidak mengompol dalam waktu beberapa jam sehari minimal 3-4 jam
2. Anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol
3. Anak mengetahui saat merasa ingin BAK dan BAB dengan menggunakan kata-
kata pup
4. Sudah mampu memberi tahu bila celana atau popok sekali pakainya sugah basah
dan kotor
5. Bila ingin BAK dan BAB anak memberi tahu dengan cara memegang alat
kelamin atau minta ke kamar mandi
6. Bisa memakai dan melepas celana sendiri
7. Memperlihatkan ekspresi fisik misalnya wajah meringis, merah atau jongkok
saat merasa BAB dan BAK
8. Tertarik dengan kebiasaan masuk ke kamar mandi seperti kebiasaan orang
sekitarnya
9. Minta diajari menggunakan toilet
10. Mampu jongkok 5-10 menit tanpa berdiri dulu

E. MASALAH YANG MUNGKIN TIMBUL DALAM PELATIHAN TOILET


TRAINING
a. Rasa takut akan siraman air toilet adalah biasa, namun dapat mengganggu
latihan memakai toilet
b. Bagi beberapa anak rasa takut akan toilet membuatnya menahan trauma buang
air besar
c. Anak yang sudah dilatih dapat mengalami kemunduran dan mulai buang air lagi
ditempat yang tidak seharusnya
d. Anak bisa tertarik dengan fesesnya sendiri(anak tidak rela apabila fesesnya di
siram). Baginya prestasi buang air besar adalah prestasi menakjubkan dan anak
sangat bangga bisa melakukannya.
e. Ada tahap ketika anak merasa tertarik dengan bagaimana anak yang jenis
kelaminnya berbeda buang air kecil.

F. KEMAMPUAN TOILET TRAINING ANAK USIA 1-3 TAHUN


Anak yang telah mampu melakukan toilet training dapat dilihat dari kemampuan
psikologi, kemampuan fisik dan kemampuan kognitif.
1. Kemampuan psikologi anak mampu melakukan toilet training sebagai berikut :
anak tampak kooperatif, anak memiliki waktu kering periodenya antara 3 – 4
jam, anak buang air kecil dalam jumlah yang banyak, anak sudah menunjukkan
keinginan untuk buang air besar dan buang air kecil dan waktu untuk buang air
besar dan kecil sudah dapat diperkirakan dan teratur.
2. Kemampuan fisik dalam melakukan toilet training yaitu anak dapat duduk atau
jongkok tenang kurang lebih 2 – 5 menit, anak dapat berjalan dengan baik, anak
sudah dapat menaikkan dan menurunkan celananya sendiri, anak merasakan
tidak nyaman bila mengenakan popok sekali pakai yang basah atau kotor, anak
menunjukkan keinginan dan perhatian terhadap kebiasaan ke kamar mandi,
anak dapat memberitahu bila ingin buang air besar atau kecil, menunjukkan
sikap kemandirian, anak sudah memulai proses imitasi atau meniru segala
tindakan orang, kemampuan atau ketrampilan dapat mencontoh atau mengikuti
orang tua atau saudaranya dan anak tidak menolak dan dapat bekerjasama saat
orang tua mengajari buang air.
3. Kemampuan kogitif anak bila anak sudah mampu melakukan toilet training
seperti dapat mengikuti dan menuruti instruksi sederhana, memiliki bahasa
sendiri seperti peepee untuk buang air kecil dan poopoo untuk buang air besar
dan anak dapat mengerti reaksi tubuhnya bila ia ingin buang air kecil atau besar
dan dapat memberitahukan bila ingin buang air.

Anda mungkin juga menyukai