DISPENSASI PERNIKAHAN
batasan (batasan umur) didalam melakukan ikatan antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
yang diberikan Pegadilan Agama kepada calan mempelai yang belum cukup
umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria yang belum mencapai usia
19 (sembilan belas) tahun dan wanita belum mencapai usia 16 (enam belas)
tahun.
Dispensasi usia nikah diatur dalam pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 Undang-
minimum usia nikah yang telah ditetapkan oleh undang-undang yaitu minimal
19 tahun untuk pria dan 16 tahu untuk wanita. Oleh karena itu, jika laki-laki
oleh kedua belah pihak dapat memberikan penetapan dispensasi usia nikah
1
R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, 1996),
hlm.36.
18
19
yang berperkara tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan maka pihak
pejabat dalam hal ini Pengadilan Agama tidak memberikan dispensasi untuk
perkawinan.
ketentuan ayat (1) mengenai batas usia minimal untuk menikah, dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan Agama atau pejabat lain yang ditunjuk oleh
perkawinan hanya boleh dilakukan oleh calon mempelai yang telah mencapai
umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No.1 Tahun 1974
1. Menurut fiqih
kedua belah pihak calon mempelai pria dan wanita telah mencapai
kitab fiqih memperbolehkan kawin antara laki-laki dan perempuan yang masih
kecil, baik kebolehan tersebut dinyatakan secara jelas, seperti ungkapan “boleh
terjadi perkawinan antara laki-laki yang masih kecil dan perempuan yang
masih kecil” atau “boleh menikahkan laki-laki yang masih kecil dan
tahun kebawah, karena susuan yang menyebabkan hukum haram itu ialah bila
berlangsung selagi yang menyusu masih berumur dua tahun atau kurang. Hal
masih bayi.
Kebolehan tersebut karena tidak ada ayat Al-Qur‟an yang secara jelas
dan terarah menyebutkan batas usia perkawinan dan tidak pula ada hadits Nabi
yang secara langsung menyebutkan batas usia, bahkan Nabi sendiri mengawini
Siti Aisyah pada saat umurnya baru 6 tahun dan menggaulinya setelah berumur
9 tahun.
Dasar pemikran tidak adanya batas umur pasangan yang akan kawin
itu kiranya sesuai dengan pandangan umat ketika itu tentang hakikat
perkawinan. Menurut pandangan mereka perkawinan itu tidak dilihat dari segi
mushahara. Nabi mengawini Aisyah anak dari abu bakar dalam usia 6 tahun
Nabi, karena disitu terdapat anaknya sendiri. Namun pada waktu ini
4
Ibnu Al-Humam, kitab Syarh Fath Al-Qadir, terj.Moh. Tolehah Mansor, (Menara, kudus
hlm. 274
21
demikian, tidak adanya batas umur sebagaimana yang berlaku dalam kitab-
hadis Nabi tentang batas usia perkawinan, namun ada ayat Al-Qur‟an dan
begitu pula ada hadits Nabi yang secara tidak langsung mengisyaratkan batas
usia tertentu.
Adapun Al-Qur‟an adalah firman Allah dalam surat an-Nisa‟ ayat 6:5
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kawin itu mempunyai batas umur
dan batas umur itu adalah baligh. Hal-hal disebutkan di atas memberi isyarat
bahwa perkawinan itu harus dilakukan oleh pasangan yang sudah dewasa.
Tentang bagaimana batas dewasa itu dapat berbeda antara laki-laki dan
Baligh berarti sampai atau jelas. Yakni anak-anak yang sudah sampai
pada usia tertentu yang menjadi jelas baginya segala urusan atau persoalan
5
Moh. Rifai, Rosihin Abdul Ghoni, Al-Qur‟an & Terjemahnya Lengkap dengan Transliterasi
Arab Latin, Terj. Mazmur Sya‟roni, H.M. Shohib Tahar, (Semarang: Wicaksono), hlm.683
6
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan di Indonesia, Antara Munakahat dan Undang-undang
Perkawinan, (Jakarta: Pranada Media Group, 2006), hlm. 66-68
22
Para Ulama‟ sepakat bahwa masa baligh pada anak laki-laki dan
lainnya. Masa baligh laki-laki adalah dimulai dengan ihtilam yaitu keluar air
mani, baik karena persetubuhan maupun yang lainnya, baik disaat terjaga
maupun ketika tidur (mimpi). Tapi para ulama‟ sepakat bahwa tidak ada
pengaruh bagi persetubuhan yang terjadi saat mimpi kecuali bila keluar air
mani.
Abu Hanifah berkata, “batas usia baligh adalah 19 atau 18 tahun untuk
ulama‟ madzhab Maliki berpendapat bahwa batas usia baligh pada laki-laki dan
perempuan adalah 17 atau 18 tahun. Imam syafi‟i, Ahmad, Ibnu Wahab dan
sempurna 15 tahun. 8
masih di bawah umur, kecuali setelah baligh dan mendapatkan izin darinya.
kecil dan juga yang sudah besar, baik gadis maupun janda meskipun keduanya
diperbolehkan untuk menikahkan putrinya yang belum baligh baik itu masih
gadis ataupun sudah janda karena jika putrinya sudah mencapai usia baligh,
maka ia boleh menikahi siapa saja yang dikehendaki tanpa harus meminta izin
orang tuannya. Posisi orang tua pada saat itu sama seperti posisi wali, yaitu
tidak boleh menikahkannya dengan izinnya baik yang masih gadis maupun
janda. 9
syarat dalam perkawinan, kecuali jika dilakukan oleh wali mempelai. Dan akad
harus dilaksanakan secara suka rela kecuali Imam Hanafi tidak sepakat dengan
hal ini. 10
pernikahan kecuali yang menikah adalah walinya berarti dalam pandangan ini
konsekuensi argumen semacam ini logis karena seorang yang masih di bawah
dengan hal ini, dikenal adanya konsep hak ijbar dalam fiqih madzhab Syafi‟I,
Maliki dan Hambali, hak ijbar ialah hak wali. (dalam madzhab Syafi‟I, ayah
tersebut, asal saja dia bukan berstatus janda menurut madzhab Maliki, Syafi‟I
dan Hambali, hak ijbar diberlakukan baik kepada perempuan yang sudah
9
Syaikh kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, (jakarta : Pustaka Al-kautsar, 1998),
hlm. 381.
10
M. jawad muggniyah, Fiqh Lima Madzhab, Ja‟fari, Hanafi, Maliki, Syafii, Hambali
(ttp:lentera, 200), hlm. 315
24
dewasa. Namun demikian rupanya hak ijbar ini tidak dengan kehendaknya saja.
Hak ijbar dapat dilakukan oleh ayah atau kakeknya dengan syarat memang
b. Tidak ada permusuhan (kebencian) yang nyata antara dia dengan calon
suaminya.
berlakunya hak ijbar kepada perempuan yang masih belia ataupun perempuan
perempuan. Dalam kaitannya hal di atas ada muatan penting yang ingin penulis
sampaikan kaitanya dengan hal di atas yaitu bahwa pada dasarnya seseorang
yang akan menikah seyogyanya dia memenuhi persyaratan berakal sehat serta
11
Husen Muhandid, Fiqh Perempuan (Refleksi Kyai atas Wacana Agama & Gender,
Yogyakarta: kerta.LKIS, 2001), hlm. 70-71
25
Sedangkan dalam fathul Mu‟in usia baligh yaitu setelah sampai batas
tepat 15 tahun Qomariyah dengan dua orang saksi yang adil, atau setelah
menegeluarkan air mani atau adar haid. Kemudian mengalami dua hal ini
adalah setelah usia sempurna 9 tahun. Selain itu tumbuhnya rambut kelamin
yang lebat sekira memerlukan untuk dipotong dan adanya rambut ketiak yang
tumbuh melebat.12
sangat menentukan pola hidup dan rasa tanggung jawab dalam berumah tangga
untuk menghadapi kehidupan yang penuh dengan probelma yang tidak pernah
rahma.
Pasal 6 :
12
Aliy As‟ad, Fathul Mu‟in jilid 2, terj.Moh. Tolehah Mansor, Menara, kudus,t.t. hlm. 232-233
13
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional.cet II. (Jakarta:PT.RinekaCipta.1994), hlm.209
26
(dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
(3) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu menyatakan kehendaknya, mak izin yang dimaksud ayat (2)
pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang
Pasal 7 :
(1) Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (Sembilan
belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta dispensasi
kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunju oleh kedua orang tua
umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat ijin dari orang tuanya. Namun
perkawinan antara laki-laki atau perempuan yang belum baligh, apabila batasan
usia baligh ditentukan dengan hitungan tahun, maka perkawinan belia adalah
14
Husen Muhammad, Fikih Perempuan Refleksi Kyai Atas Agama dan Gender,
(Jogyakarta:LKIS,2000), hlm 68
27
perkawinan yang dilakukan oleh pasangan pengantin yang salah satunya atau
keduanya belum berumur 19 (sembilan beas) tahun bagi laki-laki dan 16 (enam
mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai
usia tersebut dapat terjadi jika ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan
ataupun pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak pria
maupun wanita.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga memuat aturan yang kurang lebih
sama. Pada pasal 15 KHI menyebutkan bahwa batas usia perkawinan sama
15
R.subekti dan R.Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: PT Pradnya Paramitha, 1996) hlm
36-37
28
tahun. 16
ayat 9:17
dapat melakukan aktivitas belajar dan bekerja serta berpestasi dengan tetap
menjaga diri dari pergaulan bebas. Dengan adanya batas usia yang jelas
beban tanggung jawab yang harus diembannya karena telah berubah statusnya
16
Amir Syarifudin, Hukum Perkainan di Indonesia Antara Munakahat dan Undang-undang
perkawinan, (Jakarta: Pranada Media Group, 2006), hlm. 68
17
Moh. Rifai, Rosihin Abdul Ghoni, Al-Qur‟an & Terjemahnya Lengkap dengan Transliterasi
Arab Latin, Terj. Mazmur Sya‟roni, H.M. Shohib Tahar, (Semarang: Wicaksono), hlm.684
18
Lukman A. Irfan, Seri Tuntutan Praktis Nikah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm 97
29
banyak berujung pada perceraian. Disamping itu, ada dampak lain yang lebih
luas, seperti meningkatnya angka kematian ibu saat hamil atau melahirkan
kaum perempuan. Hal ini bisa dibuktikan dengan beberapa indikasi, pertama,
alasan pembenaran. Suami yang berusia lebih “tua” cenderung merasa lebih
nikah yang relatif muda kemudian langsung hamil, akan beresiko tingginya
Dari pendapat di atas dapat disimpukan bahwa usia pernikahan itu ada
walaupun kita sadari bahwa usia sudah ditetapkan dalam Undang-undang No. 1
tahun 1974 adalah relatif masih muda, namun, sudah diperbolehkan dengan
19
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqih Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: El Kahfi,2008),
hlm 221.
30
2. Kematangan ekonomi
3. Kematangan pendidikan
4. Kematangan bermasyarakat
pernikahan yang muda dapat meningkatkan resiko kematian ibu dan anak pada
masa kehamilan dan persalinan. Menurut reproduksi yang paling ideal untuk
kesesatan. Hal ini disebabkan, banyaknya remaja yang lata dalam menerima
melihat dahulu mana yang baik dan berguna serta mana yang buruk dan
sekarang.
Pacaran sudah menjadi gaya hidup remaja. Jika tidak berpacaran takut
20
Haryono Suyono, Manfaat Pendewasaan Usia, (Bandung : Mizan, 1983), hlm. 17
31
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.
Hal ini didukung dengan banyaknya media masa maupun media sosial
yang belum cukup umur sudah melaukan hubungan seks bebas tanpa
pengaman. Seks bebas ini sudah bukan hal yang tabuh lagi untuk dilakukan
oleh baik orang dewasa maupun para remaja di negara Indonesia. Ini menjadi
contoh yang buruk bagi anak yang belum cukup umur. Dimana rendahya
agama mereka yang disertai nafsu syahwat yang selalu muncul ketika dua
seperti inilah yang dapat membuat anak yang belm cukup umur dapat hamil
terlebih dahulu dan perkawinanlah satu-satunya jalan keluar demi menutup aib
21
H. Moh. Rifai, Rosihin Abdul Ghoni, Al-Qur‟an & Terjemahnya Lengkap dengan
Transliterasi Arab Latin, Terj. Mazmur Sya‟roni, H.M. Shohib Tahar, (Semarang: Wicaksono),
hlm.167
32
seorang anak yang belum cukup usia untuk melakukan perkawinan. Bagi
tidak diperbolehkan tatapi jika telah terjadi hal seperti hamil terlebih dahulu
maka ini meruapakan hal yang sangat kasuistis yang sangat mendesak atau
a. Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
mengahamilinya.
b. Perkwinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
yang menjalin hubungan terlalu jauh yang dapat memicu terjadinya dosa, serta
bagi keluarga.
tua. Dapat dikatakan, setiap hari anak bepergian kesana kemari dimulai dari
22
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Bahan Penyuluhan Hukum,
(Jakarta:Departemen Agama, 2001), hlm. 17
33
pagi hingga malam membuat orang tua cemas dan khawatir karena hubungan
seperti si anak perempuan telah hamil terlebih daluhu dapat menjadi aib bagi
keluarga. Dan kalaupun si anak perempuan belum hamil orang tua lebih
memilih jalan aman dengan cara menikhakan mereka sebelum hal yang
dari segi ekonomi, perkawinan usia muda terjadi karena keadan orang tua yang
hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak
faktor adat, perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya
remaja dan pemuda yang sehat dalam perjalanan hidupnya. Suasana kehidupan
keluarga yang rukun, sejahtera dan berbahagia lahir dan batin menjadi cita-cita
laki dan perempuan harus mampu bekerjasama dan hidup harmonis itu adalah
diantara kedua belah, baik dalam hubungannya dengan mereka sendiri, dengan
berikut:24
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami istri yang telah
mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut timbul
usia muda juga berdampak pada anak-anaknya. Karena bagi wanita yang
23
M. Quraish Shihab, Fiqh Perempuan, (Jakarta : lentera Hati, 2005), hlm. 13
24
Syafiq Hasyim, Menkar Harga Perempuan : Ekporasi Lanjut atas Hak-Hak Reproduksi
Perempuan dalam Islam. Hlm. 143-150
35
Namun apabila sebaliknya keadaan rumah tangga mereka tidak bahagia dan
bertambahnya biaya hidup mereka dan yang paling parah lagi akan
merasakan ketentraana yang tidak pernah bisa dirasakan oleh orang yang
belum menikah. Rumah bagi mereka adalah tempat yang menyejukkan, tiap-
tiap anggota keluarga insya Allah memperoleh ketentraman dan terjalin ikatan
kasih sayang.25
dampak yang positif dari sebuah perkawinan. Apabila kawin itu dapat lebih
karena dengan begitu ia dapat melakukan hubungan biologis secara halal, maka
demikian pula halnya bagi remaja putri. Dan sebagaimana halnya kawin itu
25
Muhammas Fauzi Adhim, Kupinang Engkau dengan Hamdalah, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 1997,), hlm. 188
36
dapat menjadikan ketenangan dan persahabatan yang baik ini akan melahirkan
berumur 19 (sembilan belas) tahun dan calon pengantin wanita belum berumur
Tahun 1974 bahwa Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur
19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun
terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau
pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak
adalah penetapan yang berupa dispensasi untuk calon suami yang belum
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan atau calon istri yang belum
Agama. Permeneg No.3 Tahun 1975 pasal 1 ayat 2 sub g, Apabila seorang
calon suami belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan calon istri
26
Abdul Halim Abu Syuqqoh, Kebebasan Wanita, Jilid 2, (Jakarta: Rajawali Press), hlm. 29
37
Permohonan dispensasi nikah bagi mereka tersebut pada ayat (1) pasal
ini, diajukan oleh orang tua pria mupun wanita kepada pengadilan agama yang
dengan suatu penetapan; (permeneg No.Tahun 1975 pasal 13 ayat 3). Dalam
hal permohonan dispensasi perkawinan ini harus dari orang tua atau wali calon
pengantin, jadi bukan calon pengantin itu seperti pada permohonan izin kawin
(2) Surat permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan pada sub
akan menaksir besarnya panjar biaya perkara dan menuliskanya pada surat
yang berdasarkan pasal 193 R.Bg atau pasal 182 ayat (1) HIR atau pasal 90
menetapkan hari dan tanggal serta jam kapan perkara itu disidangkan serta
memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk datang menghadap pada hari,
tanggal, dan jam yang telah ditentukan. Kepada para pihak diberitahukan pula
untuk umum oleh ketua majelis, maka para pihak berperkara dipanggil ke
tentang sebab akibatnya apabila pernikahan dilakukan belum cukup umur dan
pertanyaan yang diajukan kepada pemohon, anak pemohon dan calon anak
Foto copy surat kelahiran atas nama anak pemohon yang dikeluarkan
oleh kepala desa atau kelurahan, oleh ketua majelis diberi tanda P.1. Surat
ke luar dari ruang persidangan. Setelah musyawarah selesai, skors dicabut dan
penetapan.27
Tahun 1975 mengatur secara jelas apa saja yang dapat dijadikan sebagai alasan
agar diberikannya dispensasi kawin. Oleh karena itu, tiap-tiap keadaan dalam
27
http://www.makalah-mekanisme-pengajuan-dispensasi-nikah, diakses pada hari jumat
tanggal 06 Juni 2013
40
diberikan atau tidak, bukan hanya berdasarkan atas dasar-dasar yuridis namun
kepercayaannya.
4. Bila dilihat dari fisik, calon mempelai dapat dikatakan telah dewasa.
dan berkeinginan untuk hidup berumah tangga tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
6. Bahwa pihak laki-laki telah bekerja dan telah memiliki penghasilan sendiri
pernikahan telah mengerti dan memahami mengenai apa saja hak dan
kawin.
41
1. Pakistan
yaitu pada masa rezim Agha Mohamed Yahya Khan, dan digulirkan dalam
bentuk “the Muslim family law ordinance of 1961”. Bahwa ketentuan didalam
ordinasi tersebut diatur tentang usia perkawinan yang mapan. Usia perkawinan
tahun. Di dalam ordinasi itupun diatur bahwa seorang wali boleh menikahkan
2. Irak
bahwa usia perkawinan di Irak adalah 18 (delapan belas) tahun untuk laki-laki
dan 18 (delapan belas) tahun pula untuk wanita. Anak kecil yang mumayyiz
3. Maroko
42
Usia perkawinan di negara Maroko adalah 18 (delapan belas) tahun baik laki-
pengadilan.
4. Yordania
yang sama tahun 1951 dengan nama Undang-undang hukum status perorangan
1977 diatur bahwa batas usia perkawinan untuk laki-laki 16 (enam belas) tahun
5. Mesir
perempuan dan 18 (delapan belas) tahun bagi laki-laki. Dan pengadilan berhak
28
Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011, cet I), hlm. 98-99