Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM ASETAT DAN EDIBLE COATING EKSTRAK

BAWANG PUTIH TERHADAP KUALITAS FILLET IKAN NILA MERAH


(Oreochromis niloticus) SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN

EFFECT OF ACETIC ACID AND GARLIC EXTRACT EDIBLE COATING ON RED


TILAPIA (Oreochromis niloticus) FILLET QUALITY IN COLD TEMPERATURE STORAGE

Muhammad Luqman Al Hakim(1), Rofandi Hartanto(1), Edhi Nurhartadi(1)


(1)
Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret
Jalan Ir. Sutami 36A Surakarta
Email: muhammadluqman48@gmail.com

ABSTRACT
This research is aimed to investigate the effect of garlic extract on edible coating and acetic acid addition
to red tilapia quality and shelf life during cold storage and knowing the best concentration of garlic extract and
acetic acid. This research used Completely Randomized Design (CRD) with two factors, namely, variety of acetic
acid and garlic extract concentrations. The research is divided into two parts, garlic extract concentration
determination and fish quality analysis with Total Plate Count (TPC), pH, moisture, Thiobarbituric Acid (TBA),
Total Volatile Base (TVB), and colour assay (chromameter) during 12 days storage that is tested on day 0, 4, 8,
and 12. The result shows that garlic extract minimum inhibitory concentration (MIC) is 20% and the highest
concentration that is still accepted is 30%. Red tilapia fillet soaking into acetic acid solution and garlic extract
edible coating addition can inhibit physical, chemical, and microbiological damage until day 8 in storage
temperature 4±1ºC. The best treatment is acetic acid with 1% concentration and garlic extract with 20%
concentration.
Keywords: acetic acid, edible coating, garlic extract, red tilapia, low temperature
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak bawang putih pada edible
coating dan penggunaan pengawet asam asetat terhadap kualitas dan umur simpan fillet ikan nila merah selama
penyimpanan suhu dingin dan mengetahui konsentrasi ekstrak bawang putih pada edible coating dan konsentrasi
asam asetat yang terbaik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
dua faktor yaitu variasi konsentrasi asam asetat dan ekstrak bawang putih. Penelitian ini terbagi menjadi dua
bagian yaitu penentuan konsentrasi ekstrak bawang putih yang ditambahkan pada edible coating dan pengujian
kesegaran daging ikan dengan uji TPC (Total Plate Count), pH, kadar air, TBA (Thiobarbituric Acid), TVB (Total
Volatile Base), dan warna (chromameter) selama 12 hari yang diuji pada hari ke-0, 4, 8, dan 12. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak bawang putih adalah 20% dan konsentrasi
tertinggi yang masih diterima oleh panelis adalah 30%. Perendaman fillet ikan nila merah dalam asam asetat dan
pelapisan edible coating ekstrak bawang putih dapat menghambat kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis
sampai hari ke-8 pada suhu penyimpanan 4±1ºC. Perlakuan terbaik adalah asam asetat dengan konsentrasi 1%
dan ekstrak bawang putih 20%.
Kata Kunci : asam asetat, edible coating, ekstrak bawang putih, nila merah, suhu rendah

PENDAHULUAN dihimpun Solopos (2013) di Bidang


Perikanan Dinas Pertanian (Dispertan)
Ikan nila merah (Oreochromis Klaten, pada 2010 produksi ikan nila di
niloticus) merupakan salah satu jenis ikan air Minapolitan mencapai 2.752 ton. Jumlah
tawar potensial karena mudah dibudidayakan, produksi ikan tersebut meningkat hingga dua
rasanya yang enak digemari masyarakat luas kali lipat pada 2011, yakni mencapai 5.763
di Indonesia, dan produksinya melimpah. ton. Pada 2012 produksi ikan nila di
Budidaya ikan nila khususnya di daerah eks- Minapolitan mencapai 9.131 ton. Produksi
karesidenan Surakarta yang paling terkenal ikan nila yang menjadi ciri khas kawasan
adalah daerah Minapolitan, Klaten. Data yang Minapolitan, Klaten, terus meningkat dari

24 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016


tahun ke tahun. Hingga Juni 2013, produksi digabungkan dengan penambahan
ikan di kawasan Minapolitan telah menembus antimikroba seperti ekstrak bawang putih.
5.103 ton. Umumnya ikan nila merah Pada beberapa penelitian, antimikroba dari
disajikan dan dijual dalam bentuk ikan secara ekstrak bawang putih dapat menghambat
utuh ataupun potongan filet (daging tanpa pertumbuhan mikroba yang dapat
tulang). Nila merah berpotensi sebagai bahan menurunkan kualitas daging selama
baku fillet, karena memiliki daging tebal penyimpanan. Selain penggunaan
dengan sedikit duri dan warna daging putih antimikroba dalam edible coating, pada
bersih. Nila merah pertumbuhannya lebih penelitian ini diaplikasikan perendaman fillet
cepat, mudah dikembangbiakkan, efisien dalam pengawet asam asetat yang berfungsi
pakan, resisten terhadap hama, dan mudah untuk menurunkan pH, sehingga mikroba
beradaptasi dengan lingkungan (Djarijah, psikrofilik (umumnya tidak tahan pada pH
1995), sehingga fillet ikan nila merah sangat yang asam) pertumbuhannya akan terhambat.
potensial untuk dikembangkan terutama Asam asetat digunakan karena merupakan
untuk pasar ritel di Indonesia. antimikroba, aman bagi tubuh, dan tidak
Daging ikan pada umumnya cepat memiliki batasan maksimum. Penelitian ini
rusak. Kerusakan dapat terjadi secara fisik, menggunakan hurdle concept, yaitu
kimia, maupun secara mikrobiologis. Konsep penggabungan beberapa faktor untuk
pengawetan daging ikan yang paling mudah pengawetan bahan pangan. Antara lain
adalah dengan penggunaan suhu rendah penurunan pH (pengasaman), senyawa
selama penyimpanan. Konsep ini banyak antimikroba, kemasan edible coating, dan
diaplikasikan di supermarket yang menjual penyimpanan suhu dingin.
produk daging dingin yang dikemas dengan Penelitian ini bertujuan untuk
styrofoam dan plastik wrap. Daging ikan mengetahui pengaruh dan konsentrasi
hanya memiliki umur simpan kurang dari 1 penambahan ekstrak bawang putih pada
hari pada suhu 38 ºC, 1 hari pada suhu 22 ºC, edible coating dan penggunaan pengawet
dan 2-7 hari pada suhu 0 ºC (suhu dingin). asam asetat terhadap kualitas dan umur
Pada suhu dingin (0-10 ºC) pun mikroba simpan fillet ikan nila merah selama
psikrofilik masih dapat tumbuh sehingga penyimpanan suhu dingin.
dapat menjadi sumber kontaminasi.
Sementara menurut Buckle et al. (2010) METODE PENELITIAN
pada suhu beku 0 ºC sampai -20 ºC ikan dapat
bertahan lebih lama tetapi tidak mampu Bahan
mencegah dari denaturasi protein dan Ikan nila merah (didapatkan Polanharjo,
ketengikan lemak. Pemakaian suhu rendah Klaten), Asam asetat (teknis), tepung tapioka,
saja belum cukup untuk mempertahankan - gliserol -,Kemudian bawang putih (Allium
mutu fillet ikan, baik kerusakan secara sativum),bakteri Pseudomonas fluorescens
kimiawi maupun mikrobiologi. FNCC 0071, media Nutrient Agar (NA), dan
Penggunaan suhu rendah dapat Nutrient Broth (NB). Bahan Analisis TVB
digabungkan dengan metode pengemasan. (Total Volatile Base), TBA (Thiobarbituric
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk Acid), TPC (Total Plate Count). Akuades.
menghambat kerusakan denaturasi protein Buffer pH 4 dan 7.
dan ketengikan lemak. Pengemasan yang
mudah, aman, murah, dan dapat dikonsumsi Alat
adalah edible coating. Edible coating Pisau, juicer Miyako JE-507, gelas
merupakan cara pengemasan yang bersifat beker Pyrex 100 ml, 250 ml, 500 ml, dan 1000
biodegradable yang mampu mencegah ml, pengaduk, pemanas, magnetic stirrer,
daging ikan (fillet) kontak dengan udara bebas cawan petri, jarum inokulasi, kertas uji
yang mengakibatkan kerusakan lemak secara organoleptik, alat tulis, inkubator, wadah fillet
oksidatif. Penggunaan edible coating dapat (plastik wrap dan styrofoam), timbangan

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016 25


analitik kepekaan 0,1 mg, blender, blender ditentukan dengan pengujian aktivitas
jari kapasitas 100 ml, stopwatch, erlenmeyer antimikroba dengan metode Difusi Agar
250 ml, corong, kertas saring, gelas ukur 100 Kertas Cakram. Konsentrasi ekstrak bawang
ml, pipet Pyrex skala 1 ml, 5 ml, 10 ml, cawan putih (v/v) yang akan diuji adalah 0%, 15%,
Conway diameter 6 cm dan tutupnya, 20%, dan 25%. Pengujian menggunakan
inkubator, buret 2 ml skala 0,05 ml, bakteri Pseudomonas fluorescens FNCC
spektrofotometer Shimadzu, blender, labu 0071. Konsentrasi tertinggi/maksimum
destilasi, pipet volume, penangas air, tabung ditentukan dengan uji organoleptik metode
reaksi, pipet mikro, blender, petridish, vortex, kesukaan dan perbandingan jamak setelah
botol media, colony counter, pembakar KHM didapatkan. Uji ini mengamati
bunsen, inkubator, autoclave, dan penampakan fisik meliputi aroma, rasa, dan
refrigerator, pH meter, Konika Minolta CR- warna.
400/41 Chromameter, oven, cawan porselen,
Aplikasi Asam Asetat dan Edible Coating
penjepit, dan desikator.
Ekstrak Bawang Putih pada Fillet Ikan
Nila Merah
Tahapan Penelitian Fillet ikan nila merah direndam ke
dalam larutan asam asetat selama 15 menit,
Pembuatan Fillet Ikan Nila Merah
setelah itu dicelupkan ke dalam larutan edible
Ikan nila merah yang dipilih adalah ikan coating dua kali lalu dikeringkan-anginkan
dengan berat 500 – 600 gram per ikan. Ikan dengan pengering. Kemudian sampel
nila merah dihilangkan kulit sisiknya dan diletakkan ke dalam Styrofoam dan ditutup
daging dipotong secara vertikal tegak lurus dengan plastik wrap. Kemudian sampel
dengan tulang belakang ikan. Kemudian disimpan pada refrigerator dengan suhu 4ºC
dicuci dengan air mengalir. Daging ikan ±1 dan dianalisis pada waktu yang telah
(fillet) nila merah yang sudah dibersihkan ditentukan.
dengan air mengalir, lalu dipotong dengan
berat 25 – 30 gram per potong. Pengujian Kualitas dan Kerusakan Fillet
Ikan Nila Merah
Pembuatan Ekstrak Bawang Putih
Sampel fillet ikan nila kontrol dan
Ekstrak bawang putih didapatkan dari sampel telah diberi perlakuan perendaman
proses pengupasan kulit, pembersihan dengan variasi konsentrasi asam asetat dan variasi
alkohol 70%, penyinaran UV selama 30 konsentrasi ekstrak bawang putih pada edible
menit, kemudian penghancuran dan coating, disimpan pada suhu dingin (4ºC ±1)
penyaringan dengan juicer. kemudian dianalisis pada hari ke-0, 4, 8, dan
Pembuatan Larutan Edible Coating 12. Metode analisis antara lain uji TPC, pH,
Ekstrak Bawang Putih kadar air, TBA, TVB, dan warna.

Larutan edible coating dibuat dari Rancangan Percobaan


tepung tapioka (5% v/v), gliserol (2% v/v), Rancangan yang digunakan adalah
akuades, dengan pemanasan pada suhu 70°C Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua
selama 30 menit kemudian ditambahkan faktor, yaitu variasi konsentrasi asam asetat
ekstrak bawang putih dengan berbagai (A) dan variasi konsentrasi ekstrak bawang
konsentrasi. putih (B) pada edible coating dengan dua kali
Penentuan Konsentrasi Ekstrak Bawang ulangan sampel dan ulangan analisis.
Putih Pada Edible Coating Sedangkan sampel kontrol tidak diberi
ekstrak bawang putih pada edible coating
Penentuan konsentrasi dibagi dua yaitu maupun perendaman asam asetat. Data yang
konsentrasi terendah dan konsentrasi diperoleh dianalisis menggunakan One Way
tertinggi. Konsentrasi terendah atau Analysis of Variance (ANOVA) dengan
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

26 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016


α = 0,05. Jika terdapat perbedaan (α < 0,05) metilalin trisulfida, saltivine, dan minyak
maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple atsiri.
Range Test (DMRT) untuk mengetahui ada Tabel 1 Hasil Analisis Zona Bening Larutan
tidaknya perbedaan pada masing-masing Edible Coating Ekstrak Bawang Putih terhadap
sampel pada tingkat signifikasi α = 0,05. Mikroba Pseudomonas flourescens FNCC 0071
Konsentrasi (v/v) Zona Bening (mm)
0% (Kontrol) 0 ± 0a
HASIL DAN PEMBAHASAN 15% 0,81 ± 0,24a
Penentuan Konsentrasi Ekstrak Bawang 20% 4,38 ± 0,48b
25% 5,00 ± 0,91b
Putih pada Edible Coating
Keterangan : Nilai adalah rata-rata ± standar deviasi
Pengujian aktivitas antimikroba (n=4). Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama
dilakukan dengan metode Difusi Agar Kertas menunjukkan tidak beda nyata pada taraf signifikansi
Cakram untuk mengetahui ada tidaknya daya (α = 0,05)
penghambatan larutan edible coating ekstrak
bawang putih terhadap mikroba Uji Kesukaan
Pseudomonas flourescens FNCC 0071 yang
ditandai dengan adanya zona bening di sekitar Ringkasan hasil uji kesukaan dapat
cakram. Pseudomonas adalah bakteri dilihat pada Tabel 2. Pada parameter warna
psikrofilik yang menyebabkan kebusukan konsentrasi ekstrak bawang putih 0%
bahan pangan yang disimpan pada suhu (kontrol) pada edible film mendapat skor 5,92
rendah. yang berarti disukai. Kemudian pada
konsentrasi 20% terlihat berbeda nyata
Hasil analisis aktivitas antimikroba dengan sampel kontrol dengan skor 4,76 yang
menunjukkan bahwa sampel 0% (kontrol) berarti masih dalam rentang agak suka.
tidak memberikan daya hambat terhadap Sedangkan pada sampel 25% didapatkan hasil
mikroba (seperti yang terlihat pada Tabel 1). yang tidak berbeda nyata dengan sampel 20%
Pada sampel 15% menunjukkan zona dengan skor 4,12 yang berarti netral. Pada
penghambatan sebesar 0,81±0,24 mm, namun sampel 30% sudah berbeda nyata dengan 20%
dinilai tidak beda nyata dengan sampel dengan skor 3,68 atau masih dalam rentang
kontrol. Pada sampel 20% dan 25% secara netral atau mendekati skor kurang disukai
berturut-turut memberikan zona (3,5).
penghambatan sebesar 4,38±0,48 mm dan Pada parameter aroma, semua
5±0,91 mm yang pada keduanya tidak beda perlakuan yaitu 0% (kontrol), 20%, 25%, dan
nyata. Namun pada sampel 20% berbeda 30% tidak beda nyata oleh panelis dengan
nyata terhadap sampel kontrol sehingga skor berturut-turut 5,12; 5,08; 5,08; dan 4,84
konsentrasi 20% dipilih sebagai konsentrasi yang berarti semua perlakuan berada pada
terendah. Menurut Davis dan Stout (1971) rentang agak disukai panelis. Pada parameter
dalam Dewi (2010) kategori daya hambat overall (keseluruhan), perlakuan kontrol
bakteri kurang dari 5 mm adalah lemah, mendapat skor tertinggi secara signifikan
sehingga konsentrasi 20% termasuk kategori daripada perlakuan lain, yaitu 5,2 yang berarti
lemah. Senyawa pada ekstrak bawang putih agak disukai panelis. Sedangkan antar
yang dapat menghambat pertumbuhan perlakuan yang diberi tambahan ekstrak
mikroba adalah senyawa tiosulfinat seperti bawang putih 20%, 25%, dan 30% tidak
alisin. Alisin menghambat sintesis RNA dan berbeda nyata, masing-masing mendapat skor
sebagian sintesis DNA mikroba. Selain itu, 4,16; 3,76; dan 3,8 yang berarti masih dalam
menurut Sutomo (1987) dalam Rusdy (2009) rentang netral.
komponen bioaktif yang terdapat dalam
bawang putih adalah aliin, scordinin,

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016 27


Tabel 2 Hasil Uji Kesukaan Edible Film Ekstrak Bawang Putih
Konsentrasi Ekstrak
Warna Aroma Overall
Bawang Putih (v/v)
0% 5,92±1,15a 5,12±1,30a 5,20±1,04a
b a
20% 4,76±1,20 5,08±1,12 4,16±1,18b
bc a
25% 4,12±1,36 5,08±1,26 3,76±1,01b
c a
30% 3,68±1,46 4,84±1,34 3,80±1,32b
Keterangan: Nilai menunjukkan rata-rata ± standar deviasi (n=25). Notasi huruf kecil
yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf
signifikansi (α = 0,05). Tingkat uji kesukaan (1=Sangat Tidak Suka, 2=Tidak Suka,
3=Kurang Suka, 4=Netral, 5=Agak Suka, 6=Suka, 7=Sangat Suka).

dan 30% mendapat skor masing-masing 1,68;


Uji Perbandingan Jamak
1,60; dan 1,52 yang berarti masih dinilai sama
Ringkasan hasil uji kesukaan dengan sampel 0% (kontrol). Namun,
perbandingan jamak dapat dilihat pada Tabel ketiganya dinilai tidak berbeda nyata. Ini
3. Pada parameter warna, perlakuan 20%, menunjukkan bahwa pada tingkat
25%, dan 30% tidak saling berbeda nyata. penambahan ekstrak bawang putih dari 20%
Perlakuan 20% dan 25% mendapat skor 1,52 sampai 30% dinilai sama oleh panelis
dan 1,68 yang berarti masih dinilai sama terhadap parameter overall.
dengan sampel 0% (kontrol). Pada perlakuan
30% mendapat skor 1,4 yang berarti sudah
cenderung lebih buruk daripada sampel Penentuan Konsentrasi Terendah dan
kontrol, namun dinilai tidak beda nyata Tertinggi
dengan sampel 20% dan 25%. Ini Ringkasan konsentrasi yang terendah
menunjukkan bahwa pada tingkat dan tertinggi dapat dilihat pada Tabel 4.
penambahan ekstrak bawang putih dari 20% Konsentrasi terendah adalah ekstrak bawang
sampai 30% dinilai sama oleh panelis putih sebesar 20%. Konsentrasi ini dipilih
terhadap parameter warna. Pada parameter karena memberikan beda nyata ukuran zona
aroma, sampel 20% dan 25% mendapat skor bening dibandingkan dengan sampel kontrol.
masing-masing 2,40 dan 2,52 yang berarti Sedangkan konsentrasi tertinggi adalah
masih dinilai sama dengan sampel 0% ekstrak bawang putih sebesar 30%.
(kontrol). Sedangkan sampel 30% dengan Konsentrasi ini dipilih karena memberikan
skor 2,60 dinilai sedikit lebih baik daripada beda nyata parameter warna pada uji
sampel 0% (kontrol). Namun, ketiganya kesukaan dibandingkan sampel kontrol (0%)
dinilai tidak berbeda nyata. Ini menunjukkan dan konsentrasi terendah (20%) tetapi masih
bahwa pada tingkat penambahan ekstrak dalam rentang diterima oleh panelis (skor
bawang putih dari 20% sampai 30% dinilai netral).
sama oleh panelis terhadap parameter aroma.
Pada parameter overall, sampel 20%, 25%,

Tabel 3 Hasil Uji Perbandingan Jamak Edible Film Ekstrak Bawang Putih
Konsentrasi Ekstrak
Warna Aroma Overall
Bawang Putih (v/v)
20% 1,52±0,87a 2,40±0,87a 1,68±0,80a
25% 1,68±0,95a 2,52±0,71a 1,60±0,87a
30% 1,40±0,82a 2,60±0,65a 1,52±0,87a
Keterangan: Nilai menunjukkan rata-rata ± standar deviasi (n=25). Notasi huruf
kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf
signifikansi (α = 0,05). Tingkat uji perbandingan jamak (1=Lebih buruk daripada
kontrol, 2=Sama dengan kontrol, 3=Lebih baik daripada control)

28 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016


Tabel 4 Penentuan Konsentrasi Terendah pengaruh antara konsentrasi asam asetat 0,5%
dan Tertinggi dan 1% dalam menghambat pertumbuhan
mikroba. Pada hari ke-12, semua sampel
Jenis Konsentrasi Konsentrasi terpilih mengalami peningkatan pertumbuhan
Konsentrasi terendah 20% (v/v) mikroba dibandingkan hari ke-8 dan sudah
Konsentrasi tertinggi 30% (v/v)
tidak layak untuk dikonsumsi karena sudah
melewati batas maksimum 5,74 log CFU/g.
Hal ini disebabkan ekstrak bawang putih
Total Plate Count (TPC)
sebagai antimikroba lebih dari hari ke-10
Pada hari ke-0, jumlah koloni masih telah berkurang daya hambatnya terhadap
sekitar 2,41–3,36 log CFU/g (dapat dilihat mikroba (Durairaj et al., 2009) serta
pada Gambar 1). Pada hari ke-4, mikroba konsentrasi asam asetat yang kecil sudah
pada semua sampel tumbuh dengan cepat, tidak mampu menghambat pertumbuhan
sekitar 4,27–5,13 log CFU/g. mikroba. Pada pengujian TPC ini dapat
TPC disimpulkan bahwa perlakuan perendaman
10,00 asam asetat dan penambahan ekstrak bawang
9,00 putih pada berbagai kombinasi konsentrasi
8,00
hanya dapat menghambat pertumbuhan
7,00
K mikroba pembusuk sampai hari ke-8.
Log CFU/g

6,00
5,00 A
4,00 B
3,00 C Derajat Keasaman (pH)
2,00
1,00
D Menurut Munandar dkk (2009)
0,00 penurunan pH disebabkan menurunnya
0 4 8 12 jumlah cadangan glikogen pada daging ikan.
Hari Menurut Nugraheni (2013) glikogen terus
Gambar 1 Grafik Total Plate Count (TPC) Fillet diubah menjadi glukosa melalui proses
Ikan Nila Merah dengan Perendaman Asam glikolisis melalui proses anaerob yang
Asetat dan Penambahan Edible Coating Ekstrak menghasilkan energi dan asam laktat
Bawang Putih selama Penyimpanan pada Suhu sehingga daging lama-kelamaan akan lentur
4 ± 1°C. kembali dan pH menurun. Seperti yang dapat
Pada hari ke-4 ini belum ada sampel yang dilihat pada Gambar 2, pada hari ke-0, pH
melewati batas maksimum mikroba sebesar ikan masih dalam rentang 6,4–6,58 (dalam
5,5x105 CFU/g atau 5,74 log CFU/g (Utami rentang ini sampel K, A, B, dan C tidak
dkk, 2013). Pada hari ke-8, semua sampel berbeda nyata). Gabungan konsentrasi asam
mengalami peningkatan pertumbuhan asetat dan bawang putih yang lebih besar
mikroba. Sampel K sudah melewati batas dapat menurunkan pH secara signifikan yaitu
maksimum penerimaan yaitu 6,10 log CFU/g pada sampel D yang memiliki konsentrasi
lebih besar daripada 5,74 log CFU/g. Hal ini asam asetat dan ekstrak bawang putih paling
dikarenakan sampel kontrol tidak diberi besar secara berturut-turut yaitu 1% dan 30%.
perlakuan perendaman asam asetat dan Rendahnya pH sampel D disebabkan oleh
penambahan ekstrak bawang putih pada besarnya konsentrasi asam asetat dan ekstrak
edible coating yang dapat menghambat bawang putih. Asam asetat dikenal sebagai
pertumbuhan mikroba. Sampel A dan B pengawet dengan cara menurunkan pH bahan
menunjukkan jumlah koloni mikroba yang pangan (pengasaman). Sedangkan ekstrak
lebih sedikit dibandingkan sampel C dan D bawang putih memiliki pH yang bersifat
walaupun sampel C dan D memiliki sedikit asam sekitar 5,9. Semua sampel
konsentrasi asam asetat lebih besar, hal ini mengalami penurunan yang signifikan
mengindikasikan sangat kecil perbedaan dibandingkan pada hari ke-0. Pada hari ke-12,

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016 29


sampel K (kontrol) mengalami peningkatan Kadar Air
pH.
90,0%
Menurut Nugraheni (2013)
peningkatan pH merupakan titik awal 85,0% K

Kadar Air (%wb)


indikator bahwa mikroba dapat beradaptasi A
dengan lingkungan. Mikroba pembusuk 80,0% B
mengeluarkan enzim yang akan mencerna
bahan pangan seperti protein menjadi 75,0%
C
ammonia dan senyawa volatil lainnya yang D
bersifat basa. Tidak adanya penambahan
70,0%
asam asetat dan ekstrak bawang putih 0 4 8 12
merupakan penyebab kerusakan pada sampel Hari
K (kontrol) terjadi lebih awal daripada sampel
lain. Gambar 3 Grafik Kadar Air Fillet Ikan Nila
Merah dengan Perendaman Asam Asetat dan
Derajat Keasaman (pH) Penambahan Edible Coating Ekstrak Bawang
7,0 Putih selama Penyimpanan pada Suhu 4 ±1°C.

6,5 K Nilai Thiobarbituric Acid (TBA)


A
6,0 B Semua sampel mengalami kenaikan
pH
C nilai TBA sampai hari ke-12 (seperti yang
5,5 D diperlihatkan oleh Gambar 4). Sampel K
(Kontrol) memiliki nilai TBA yang paling
5,0
rendah secara signifikan dibandingkan
0 4 8 12 dengan sampel lain. Sampel K memiliki nilai
Hari TBA yang sangat rendah dibandingkan
sampel A, B, C, dan D karena kekuatan gel
Gambar 2 Grafik Nilai Derajat Keasaman (pH) dan konsistensi edible coating-nya lebih baik
Fillet Ikan Nila Merah dengan Perendaman Asam
daripada perlakuan yang diberi ekstrak
Asetat dan Penambahan Edible Coating Ekstrak
Bawang Putih selama Penyimpanan pada Suhu bawang putih. Hal ini menunjukkan bahwa
4 ± 1°C. semakin banyak kadar ekstrak bawang putih
yang ditambahkan pada edible coating, maka
Kadar Air semakin buruk kekuatan gelnya atau semakin
Secara keseluruhan, kadar air fillet renggang sehingga oksigen mudah berkontak
ikan nila merah fluktuatif selama dan bereaksi dengan lemak pada daging ikan.
penyimpanan sampai hari ke-12, sekitar Menurut Sari dkk (2013) semakin besar kadar
77,7% sampai 81,2% (seperti yang ekstrak bawang putih yang ditambahkan pada
diperlihatkan oleh Gambar 3). Hal ini edible film, semakin kecil tensile
menunjukkan bahwa perlakuan (larutan asam strength/daya kuat tariknya. Penambahan
asetat dan edible coating ekstrak bawang ekstrak bawang putih mengurangi kekuatan
putih), suhu pendinginan, kelembapan udara ikatan antar amilosa sehingga kekuatan
ruang pendingin, dan faktor lainnya tidak gelnya menurun. Hal ini menyebabkan
mempengaruhi kadar air selama pelapisannya kurang maksimal. Semua
penyimpanan. Sedangkan menurut Muchtadi sampel masih dalam batas yang
(2011) rata-rata ikan air tawar memiliki kadar diperbolehkan yaitu di bawah 2 mg
air daging 70–80%. Tingginya kadar air pada malonaldehid/kg kecuali sampel B. Sampel B
daging ikan merupakan peluang untuk sudah tidak layak karena sudah sedikit
mikroba pembusuk tumbuh dan merusak melewati angka ketengikan yaitu sebesar
daging sehingga tidak layak dikonsumsi. 2,049 mg malonaldehid/kg. Hal ini

30 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016


disebabkan gabungan perlakuan ekstrak senyawa amonia, trimetilamin, dan senyawa
bawang putih yang besar (30%) volatil.
mengakibatkan kekuatan gel edible coating-
nya rendah, juga konsentrasi asam asetat yang
lebih kecil (0,5%) kurang dapat menghambat
enzim mikroba yang merombak lemak.
TVB
35
TBA
30 K
Malonaldehid (mg/kg)

mg N/100 g
2,5 A
25
B
2,0 K 20
C
A 15 D
1,5
B 10
1,0 0 4 Hari 8 12
C
0,5 D
Gambar 5 Grafik Total Volatile Base (TVB)
0,0
Fillet Ikan Nila Merah dengan Perendaman Asam
0 4 8 12
Asetat dan Penambahan Edible Coating Ekstrak
Hari
Bawang Putih selama Penyimpanan pada Suhu
Gambar 4 Grafik Thiobarbituric Acid (TBA) 4 ± 1°C.
Fillet Ikan Nila Merah dengan Perendaman Asam
Asetat dan Penambahan Edible Coating Ekstrak Warna
Bawang Putih selama Penyimpanan pada Suhu Pengujian warna pada penelitian ini
4 ± 1°C. menggunakan alat Color Reader CR-400/410
Minolta. Sistem warna yang digunakan
Nilai Total Volatile Base (TVB) adalah Hunter’s Lab Colorimetric System.
Sistem notasi warna Hunter dicirikan dengan
Menurut Nugraheni (2013) batas nilai
tiga nilai yaitu L (Lightness), a* (Redness),
TVB maksimum adalah 35 mg N/100g. Pada
dan b* (Yellowness). Nilai L, a, dan b
penelitian ini, semua sampel mengalami
mempunyai interval skala yang menunjukkan
peningkatan nilai TVB dibawah batas
tingkat warna bahan yang diuji. Notasi L
maksimum (dapat dilihat pada Gambar 5).
menyatakan parameter kecerahan (lightness)
Pada hari ke-12 sampel C memiliki nilai TVB
dengan kisaran nilai dari 0-100 menunjukkan
paling rendah secara signifikan dibandingkan
dari gelap ke terang. Semakin tinggi nilai L
lainnya, sedangkan sampel A dan D tidak
maka sampel yang diuji menunjukkan
berbeda secara signifikan tetapi berbeda
kecenderungan warna lebih terang. Notasi a
dengan sampel K dan B. Sampel K memiliki
(redness) dengan kisaran nilai dari (-80)-
nilai TVB yang lebih tinggi secara signifikan,
(+100) menunjukkan dari hijau ke merah.
hal ini dikarenakan sampel kontrol tidak
Notasi b (yellowness) dengan kisaran nilai
diberi perlakuan apapun sehingga enzim
dari (-70) – (+70) menunjukkan dari biru ke
mikroba tidak terhambat dalam merombak
kuning. Pada notasi L (Lightness) atau
protein menjadi senyawa volatil. Hal ini
kecerahan dapat dilihat hari ke-0 sampai hari
menunjukkan bahwa adanya perlakuan asam
ke-12, pada hari ke-0 sampel yang diberi
asetat dan ekstrak bawang putih mampu
ekstrak bawang putih memiliki kecerahan
menghambat enzim yang dihasilkan mikroba
yang lebih tinggi secara signifikan daripada
dalam merombak protein yang menghasilkan
sampel K (kontrol).
Tabel 5 Warna Fillet Ikan Nila Merah dengan Perendaman Asam Asetat dan
Penambahan Edible Coating Ekstrak Bawang Putih selama Penyimpanan pada Suhu
4 ±1°C

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016 31


Lama Penyimpanan (Hari) / Nilai Warna
Perlakuan
0 4 8 12
K 49,52±3,26Aa 49,63±4,40Aab 50,52±2,44Aa 50,82±0,86Aa
A 58,63±0,70Ac 55,16±4,21Ab 57,16±1,44Ac 55,84±3,05Ab
L B 53,54±0,69 b 47,55±0,92 a 52,99±0,90 ab 52,78±0,26Aab
A B A

C 56,86±0,45Ac 52,26±4,03Bab 54,98±2,28ABbc 52,95±1,51ABab


D 61,80±0,08Ad 54,16±3,09Bb 59,78±4,33Ad 54,26±3,10Bb
K 1,15±0,45Ac 2,36±0,10Bb 0,40±0,83Ac 2,18±0,59Bc
A A A
A -1,07±0,00 b -0,84±0,27 a -1,60±0,72 ab -1,70±0,80Aab
a B -1,18±0,44Ab 1,50±0,56Bb -0,51±0,08Abc -0,75±0,61Ab
A A A
C 0,05±1,18 bc -0,16±1,11 a -0,81±0,55 b -1,07±0,69Aab
D -3,40±2,36Aa -1,13±0,48Ba -2,13±0,97ABa -1,90±0,39ABa
K -1,59±1,11Aa 1,89±0,31Cab -0,50±0,26Ba 2,69±0,17Cb
A C AB
A 1,50±0,85 ab 4,01±0,41 c 2,39±0,71 b 3,20±0,65BCb
b B -1,55±0,80Aa 2,96±0,17Cbc 1,20±0,23Bb -0,45±1,34Aa
BC AB A
C 4,08±4,37 b 0,61±1,84 a -0,81±0,55 a 4,69±0,96Cb
D 4,65±2,47Ab 2,03±0,83Aab 4,16±1,89Ac 3,32±2,39Ab
Keterangan: Nilai menunjukkan rata-rata ± standar deviasi (n=4). Notasi huruf kecil yang
sama pada kolom yang sama tiap parameter uji dan notasi huruf besar yang sama pada baris
yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf signifikansi (α = 0,05). Perlakuan
(Kadar asam asetat & ekstrak bawang putih) : K (0% & 0%), A (0,5% & 20%), B (0,5% &
30%), C (1% & 20%), D (1% & 30%).

Hal ini mengindikasikan ekstrak bawang putih, hal ini mengindikasikan sebab-akibat
putih menambah kecerahan daging karena yang sama dengan notasi L (lightness) yaitu
ekstrak bawang putih terlihat mengkilap dan edible coating pada sampel K lebih baik
terang. Namun sampel dengan penambahan dalam pelapisan sehingga dapat mengurangi
ekstrak bawang putih mengalami penurunan terjadinya oksidasi hemoglobin menjadi
kecerahan warna yang lebih besar daripada methemoglobin yang berwarna merah lebih
sampel K. Menurut Sari dkk (2013) semakin gelap. Pada notasi b (yellowness), semua
besar kadar ekstrak bawang putih yang sampel mengalami fluktuasi dari hari ke-0
ditambahkan pada edible film, semakin kecil sampai hari ke-12, namun terlihat nilai notasi
tensile strength/daya kuat tariknya. warna b pada hari ke-0 dibandingkan hari ke-
Penambahan ekstrak bawang putih 12 tidak berbeda nyata. Warna kekuningan
mengurangi kekuatan ikatan antar amilosa pada sampel fillet ikan nila merah
sehingga kekuatan gelnya menurun. Hal ini diperkirakan karena daging ikan memiliki
menyebabkan pelapisannya kurang pigmen karotenoid, pigmen karotenoid
maksimal, sehingga oksigen dapat berkontak bersifat larut lemak (Indrayati dkk, 2013).
dengan senyawa pada daging ikan seperti
Penentuan Perlakuan Kombinasi
hemoglobin menjadi methemoglobin yang
Konsentrasi Asam Asetat dan Ekstrak
mengubah warna darah tersisa dari cerah
Bawang Putih Terbaik
menjadi lebih gelap (Liviawaty dan Eddy,
2010). Pada notasi a (redness), semua sampel Hasil penelitian menunjukkan adanya
mengalami fluktuasi dari hari ke-0 sampai perbedaan pengaruh antar perlakuan (K, A, B,
hari ke-12, sampel K pada hari ke-12 warna C, dan D) dalam menghambat kerusakan
merahnya sedikit meningkat dibandingkan mikrobiologis dan fisikokimia fillet ikan nila
hari ke-0, sedangkan sampel A, B, C, dan D merah selama penyimpanan. Parameter yang
tidak berubah signifikan. Warna merah pada digunakan pada hari ke-8, karena pada hari
sampel K lebih tinggi secara signifikan ke-12 semua sampel sudah tidak layak
daripada sampel yang diberi ekstrak bawang menurut parameter TPC dengan jumlah

32 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016


mikroba yang telah melewati batas. Liviawaty, E. dan Eddy A. 2010. Penanganan
Berdasarkan hasil tersebut dipilih salah satu Ikan Segar. Penerbit Widya Padjajaran.
perlakuan yang terbaik yaitu perlakuan C. Bandung.
Muchtadi, T. R., Sugiyono, dan Fitriyono A.
2011. Ilmu Pengetahuan Bahan
KESIMPULAN Pangan. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Perendaman fillet ikan nila merah Munandar, A., Nurjanah, dan Mala N. 2009.
dalam asam asetat dan pelapisan edible Kemunduran Mutu Ikan Nila
coating ekstrak bawang putih dapat (Oreochromis niloticus) pada
menghambat kerusakan mikrobiologis dan Penyimpanan Suhu Rendah dengan
fisikokimia sampai hari ke-8 pada suhu Perlakuan Cara Kematian dan
penyimpanan 4±1ºC. Perlakuan terbaik dalam Penyiangan. Jurnal Teknologi
mempertahankan kualitas fillet ikan nila Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
merah adalah perlakuan C yaitu perendaman Vol XII Nomor 2 Tahun 2009.
fillet dalam asam asetat berkadar 1% dan Nugraheni, M. 2013. Pengetahuan Bahan
penambahan ekstrak bawang putih dalam Pangan Hewan. Penerbit Graha Ilmu.
edible coating dengan kadar 20%. Yogyakarta.
Sari, R. P., Septia T. W., Dyah H. W. 2013.
Pengaruh Penambahan Ekstrak
DAFTAR PUSTAKA Bawang Putih (Allium sativum)
terhadap Karakteristik Edible Film Pati
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan Ganyong (Canna edulis Kerr.). Jurnal
M. Wootton. 2010. Ilmu Pangan. Teknologi Kimia dan Industri, vol. 2,
Penerjemah Hadi Purnomo Adiono, no.3, tahun 2013, hal. 82-87.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Solopos, 2013. Produksi Ikan Nila di
Dewi, F. K. 2010. Aktivitas Antibakteri Kawasan Minapolitan Klaten Tembus
Ekstrak Etanol Buah Mengkudu 5.103 Ton.
(Morinda citrifolia, Linnaeus) terhadap http://www.solopos.com/2013/10/28/pr
Bakteri Pembusuk Daging Segar. oduksi-nila-di-kawasan-minapolitan-
Skripsi Jurusan Biologi, Fakultas klaten-tembus-5-103-ton-460117. [9
MIPA, Universitas Sebelas Maret Januari 2014]
Surakarta. Rusdy, A. 2009. Pengaruh Pemberian
Djarijah, A.S. 1995. Nila Merah : Ekstrak Bawang Putih terhadap
Pembenihan dan Pembesaran secara Mortalitas Keong Mas. J. Floratek 5:
Intensif. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 172 – 180.
Durairaj, S., Sangeetha S., and P. Utami. R., Kawiji, Edhi N., Muslika K., Dedy
Laksmanaperumalsamy. 2009. In vitro I. 2013. Pengaruh Minyak Atsiri Jahe
Antibacterial Activity and Stability of Merah dan Lengkuas Merah pada
Garlic Extract at Different pH and Edible Coating terhadap Kualitas Fillet
Temperature. Electronic Journal of Ikan Patin. Agritech, Hal 399-406, Vol.
Biology, 2009, Vol. 5(1): 5-10 33, No. 4, November 2013.
Indrayati, F., Rohula U., dan Edhi N. 2013.
Pengaruh Penambahan Minyak Atsiri
Kunyit Putih (Kaempferia Rotunda)
pada Edible Coating terhadap
Stabilitas Warna dan pH Fillet Ikan
Patin yang Disimpan pada Suhu Beku.
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4
Oktober 2013 Hal 25-31.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016 33

Anda mungkin juga menyukai