Anda di halaman 1dari 26

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. YP
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Simpamg Tj Nan IV
Tanggal Masuk : 11 April 2018
Tanggal Anamnesis : 12 April 2018

ANAMNESIS (Autoanamnesis)
a. Keluhan Utama : Nyeri pada pinggang kanan sejak ± 8 jam
SMRS.
b. Keluhan Tambahan : Rasa tidak nyaman pada perut.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan PKM Simpang Tj Nan IV datang ke UGD RSUD

Arosuka dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan ± sejak 8 jam


SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul serta menjalar ke bagian perut dan
nyeri ini timbul 4 sampai 5 kali sehari sekitar 10 sampai 15 menit dan
paling dirasakan saat berbaring dan beristirahat dan berkurang apabila di
bawa beraktifitas. Nyeri tidak menjalar ke selangkangan.
Pasien mengaku juga pernah pernah mengalami hal serperti ini 2
bulan yang lau dan dirawat di RSUD Arosuka dan dirawat dengan
Diagnosis Nefroltiasis dan dirujuk ke Poli Bedah RSUP M Djamil
Padang dan direncankan untuk tindakan operasi dan saat ini pasien
menunggu antrian operasi.

1
Pasien mengaku sebelumnya jarang minum air putih dan pasien
mengaku suka meminum minuman extrajos. Satu minggu terakhir,
keluhan dirasakan semakin sering terjadi dan hampir setiap hari dengan
durasi nyeri yang lebih lama. Bahkan disertai rasa tidak nyaman pada
perut pasien. Hingga akhirnya pasien memeriksakan diri ke PKM, oleh
PKM pasien di rujuk ke RS.
Saat datang kerumah sakit, pasien tidak demam, pasien mengaku
merasa mual dan muntah 3 x, BAK berwarna merah, tidak ada berpasir,
dan tidak ada nyeri saat BAK. BAB lancar dan tidak ada keluhan.

d. Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat keluhan serupa : ada.
 Riwayat tekanan darah tinggi : ada.
 Riwayat kencing manis : disangkal.
 Riwayat penyakit ginjal : disangkal.
 Riwayat batu saluran kencing : disangkal.
 Riwayat asam urat : disangkal.
 Riwayat kencing berdarah : ada.
 Riwayat trauma di daerah pinggang, perut bagian atas: disangkal.
 Riwayat operasi di daerah pinggang, perut bagian atas: disangkal.

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat penyakit serupa : disangkal.
 Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal.
 Riwayat kencing manis : disangkal.
 Riwayat asam urat : disangkal.
 Riwayat penyakit ginjal : disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : Sedang.

2
Kesadaran : Compos mentis.
Vital sign : TD : 190/110 mmHg
N : 84 x/mnt
RR : 24 x/mnt
S : 37 °C

1. Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor cukup.


2. Kepala : Normochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut.
3. Mata Conjungtiva merah, sclera putih, pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
4. Telinga : Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
5. Hidung : bentuk biasa, septum di tengah, selaput mucosa basah.
6. Mulut : gigi lengkap, bibir tidak pucat, tonsil dbn.
7. Leher : trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar,
kelenjar tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis
tidak meningkat.
8. Thorax :
Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat, teraba di RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : S1- S2, regular, tidak ada suara
tambahan.
Paru-paru : Inspeksi : tidak ada ketinggalan gerak,
Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak
ada,
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru,
Auskultasi : suara dasar vesikuler seluruh lapang paru,
tidak ada suara tambahan.
9. Abdomen:
Inspeksi : datar
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal

3
Palpasi : nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba.
Perkusi : tympani, tes pekak beralih (-)

10. Ekstremitas
Superior : tidak ada oedema, tonus otot cukup.
Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-)
oedema (-), tonus otot cukup.

B. Status Lokalis
Kanan Kiri
Inspeksi Bulging (-) Bulging (-)
Palpasi Ginjal tidak teraba Ginjal tidak teraba
Nyeri tekan (+) nyeri tekan (-)
Ballotement (-) Ballotement (-)
Perkusi Nyeri ketok CVA (+) Nyeri ketok CVA (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium: (11-04-2018)
- Hb : 14,9 gr/dL
- Leukosit : 16.800 mm3
- Trombosit : 350.000 mm3
- Ht : 45%
- Ureum : 26 mg/dL
- Kreatinin : 1,4 mg/dL

2. Pemeriksaan radiologis :
BNO 03-02-20018
Kesan: Nefrolitiasis kanan

RESUME
Anamnesis :
- Pasien pria usia 27 tahun.
- Pasien mengeluh nyeri pada pinggang kanan sejak 2 bulan yang lalu dan
memberat sejak 8 jam SMRS.

4
- Sakit pinggang disertai rasa tidak nyaman pada perut.
- Pasien memiliki riwayat batu ginjal sejak 2 bulan yang lalu.
- Sakit pinggang timbulnya tiba-tiba dan dapat hilang dengan sendirinya.

- Sakit pinggang tidak ada menjalar ke bagian lain.

- Pasien juga mengeluhkan saat kencing, air kencing berwarna merah.

- Pasien jarang minum air putih, dan suka meminum ektrajos.


- Pasien tidak demam, tetapi mengeluhkan mual dan muntah.
- Pasien tidak pernah mengeluarkan butiran kecil seperti pasir saat
berkemih.
- Pasien buang air besar dengan lancar tidak ada keluhan.
- Pasien tidak ada riwayat operasi batu saluran kencing.
- Pasien tidak ada riwayat trauma abomen bagian atas, dada dan
punggung.

DIAGNOSIS BANDING
1. Kolik renal e.c Nefrolitiasis dekstra + hipertensi urgensi
2. Kolik renal e.c Urolithiasis dekstra + hipertensi urgensi

DIAGNOSIS KERJA
Kolik renal e.c Nefrolitiasis dekstra + hipertensi urgensi

TERAPI
Terapi di UGD :
O2 3 L / menit
IVFD RL 20 tetes / meit
Inj Raniditine 1 amp
Inj Ondansentron 1 amp
Inj Ketorolac 1 amp

5
Inj Omeprazole 1 vial
Amlodipine 1 x 5 mg
Pronalges Supp 1

PROGNOSIS :
Dubia ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kolik Renal


Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal,
pelvis renal atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan,
hiperperitalsis, dan spasme otot polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter
sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi. Istilah kolik sebetulnya mengacu kepada
sifat nyeri yang hilang timbul (intermittent) dan bergelombang seperti pada kolik
bilier dan kolik intestinal namun pada kolik renal nyeri biasanya konstan. Nyeri
dirasakan di flank area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian dapat menjalar
ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Nyeri
muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga digambarkan sebagai nyeri
terberat yang dirasakan manusia seumur hidup. Kolik renal sering disertai mual
dan muntah, hematuria, dan demam, bila disertai infeksi.1

2.2. Faktor Penyebab Kolik Renal


Faktor yang menyebabkan terjadinya kolik renal adalah batu ginjal
(nephrolithiasis). Batu ginjal umumnya tanpa gejala kecuali batu tersebut sudah
berada di kaliks, pelvis renal, atau ureter. Pembentukan batu ginjal diduga
berhubungan dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu ginjal pada seseorang yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari tubuh manusia itu sendiri, terdiri dari
faktor genetik, keturunan, usia, ras dan jenis kelamin. Faktor ekstrinsik, yaitu
faktor yang berasal dari lingkungan sekitar, antara lain adalah faktor geografi,
iklim, asupan air, diet dan pekerjaan.

2.3. Nefrolitiasis

7
Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal dan
salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih,
atau infeksi.

Gambar 1. Salah satu letak Batu Ginjal

2.3.1 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan sekitarnya.5
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :5
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:

8
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

2.3.2 Patofisiologi
Proses pembentukan batu saluran kemih. Secara batu dapat terbentuk
di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami
hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli.
Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis utero-pelvis), divertikel,
obstruksi infravasika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan
buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pemnbentukan batu.5
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut di dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada
dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-
keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal
yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang
kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, gregasi kristal
masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluan kemih. Untuk itu agregat

9
kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal) dan dari
sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.5
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis
urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin dan xantin. 6 Lebih dari 80% batu saluran
kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun
dengan fosfat, menmbentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat.5
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang
jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis,
dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk
lingkaran setan atau sirkulus visiosus.6

stasis

Batu Radang

Gambar 2. “Lingkaran setan” pada Nefrolitiasis


2.3.3 Nefrolitiasis dan kolik renal
Rasa nyeri akibat batu ginjal dan saluran kemih pada umumnya bersifat
kolik dimulai pada bagian tengah dari bagian belakang tubuh kita. Rasa nyeri
yang dihasilkan oleh batu ginjal dan saluran kemih disebabkan oleh pelebaran,
peregangan dan kejang otot dari ginjal dan saluran kemih yang disebabkan oleh
osbtruksi/sumbatan pada saluran ginjal dan saluran kemih. Pada ureter,
peningkatan gerak peristaltik dan kejang otot dapat berkontribusi dalam timbulnya
nyeri akibat batu.
Peradangan lokal, iritasi dan edema yang disebabkan oleh adanya batu di
lokasi obtruksi/sumbatan juga berkontribusi dalam timbulnya nyeri kolik melalui
aktivitas resptor kimia dan peregangan submukosa ginjal dan saluran kemih.
Nyeri kolik tergantung pada ambang nyeri individu, persepsi, kecepatan, dan
derajat perubahan tekanan hidrostatik dalam ureter proksimal dan renal pelvis.
Gerakan peristaltik dari saluran kemih dan saluran ginjal serta migrasi dari batu

10
menyebab perubahan posisi batu sehingga dapat menimbulkan kembuhnya nyeri
kolik dan perubahan posisi dari nyeri kolik.
Tingkat keparahan nyeri tergantung pada derajat dan lokasi
obstruksi/sumbatan, bukan pada ukuran batu. Pembengkakan dalam struktur ginjal
menyenbabkan peregangan kapsul ginjal, memperbesar ukuran ginjal dan
meningkatan permeabilitas kapiler ginjal. Dalam 24 jam setelah osbtruksi ureter
lengkap, tekanan hisdrostatis ginjal menurun karena pengurangan peristaltik
ureter, penurunan aliran darah afrteri ginjal, yang menyebabkan penurunan
produksi urin yang sesuai pada sisi yang terkena pada penimbunan cairan serta
pembengkakan ginjal.

2.4. Kolik Renal Pada Pekerja


Kolik renal yang diakibatkan oleh nefrolitiasis pada pekerja banyak
disebabkan oleh pekerja yang bekerja di lingkungan panas, pekerja yang terpapar
zat toxic, dan pekerja yang kerja nya banyak duduk.5,7,8
2.4.1. Faktor suhu lingkungan yang panas8
Tekanan panas atau heat stress adalah batasan kemampuan penerimaan
panas yang diterima pekerja dari konstribusi kombinasi metabolisme tubuh akilbat
melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (seperti temperatur udara,
kelembaban, pergerakan udara dan radiasi perpindahan panas) dan pakaian yang
digunakan. Keadaan heat stress ringan ataupun sedang dapat menyebabkan rasa
tidak nyaman dan berakibat buruk terhadap penampilan kerja dan keselamatan,
meskipun hal ini tidak menimbullkan kerugian dalam hal kesehatan pekerja. Pada
saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan
kesehatan menyangkut panas akan meningkat.
Banyak variabel yang berkontribusi terhadap heat stress menyangkut:8
 Lingkungan yang terdiri atas temperatur udara, pergerakan udara
kelembaban dan radiasi panas;
 Pekerja, termasuk terjadinya aklimatisasi, jumlah cairan tubuh, pakaian,
dan keadaan kesehatan pekerja;

11
 Pekerjaan, berupa beban keja dan waktu kerja. Untuk mencegah terjadinya
heat stress, pekerja dan majikan harus mampu mengidentifikasi semua
sumber panas dan memahami bagaimana tubuh memindahkan panas.
Pengukuran Heat Stress. Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51,
tahun 1999 tentang NAB faktor fisika di tempat kerja menggunakan parameter
ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola) dengan terminasi Inggris WBGT (Wet Bulb
Globe Temperature Index) atas ketentuan sebagai berikut:
 Iklim kerja : hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan
udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh
tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya.
 Nilai Ambang Batas (NAB) : standar faktor tempat kerja yang dapat
diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan
kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam
sehari atau 40 jam seminggu.
 Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) : parameter untuk menilai tingkat iklim
kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu
basah alami, dan suhu bola.
 Suhu udara kering (dry bulb temperature) : suhu yang ditunjukkan oleh
termometer suhu kering.
 Suhu Basah Alami (natural wet bulb temperature) : suhu yang ditunjukkan
oleh termometer bola basah alami. Merupakan suhu penguapan air yang
pada suhu yang sama menyebabkan terjadinya keseimbangan uap air di
udara, suhu ini biasanya lebih rendah dari suhu kering.
 Suhu Bola (globe temperature) : suhu yang ditunjukkan oleh termometer
bola. Suhu ini sebagai indikator tingkat radiasi.

ISBB untuk pekerjaan diluar ruangan dengan panas radiasi adalah :

ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu Bola + 0,1


Suhu Kering

ISBB untuk pekerjaan didalam ruangan tanpa panas radiasi adalah :

ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu Bola

12
NAB iklim kerja yang menggunakan parameter ISBB dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1. NAB Iklim Kerja
Pengaturan Waktu Kerja
ISBB (0C)
Setiap jam
Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Istirahat
Ringan Sedang Berat
Kerja terus 30.0 26.7 25.0
menerus (8
jam sehari)
75% 25% 30.6 28.0 25.9
50% 50% 31.4 29.4 27.9
25% 75% 32.2 31.1 30.0
Sumber: KepMenaker 51/1999 pasal 2
OSHA (Occupational Safety and Health Administration) dalam Technical
Manual nya mengatakan pekerjaan yang menyangkut temperatur udara yang
tinggi, radiasi sumber panasa atau aktivitas fisik yang berat memiliki potensi
tinggi dalam menimbulkan heat stress pada pekerja yang terlibat dalam kegiatan
kerja tersebut, seperti pada pekerjaan pengecoran besi, pengecoran logam lain,
pembakaran batu bata dan pabrik keramik, pabrik gelas atau kaca, pabrik
pengolahan bahan karet, perlengkapa listrik (terutama ruang ketel uap), dapur
(bakeries), pabrik gula-gula, dapur komersil, binatu, pengalengan makanan,
pabrik kimia, pertambangan, peleburan, dan terowongan uap.9
Heat strain merefleksikan perpanjangan seseorang dalam melindungi diri
untuk mempertahankan panas tubuh total dan temperatur tubuh inti dalam batasan
yang dapat bekerja dan hidup. Hal ini berupa karakteristik yang unik pada setiap
manusia, dan bahkan nantinya dapat merubah keadaan dalam berjalannya waktu.
Heat strain adalah sebagai akibat dari penyesuaian terhadap heat stress. Hal ini
bukanlah pengukuran atas keberhasilan penyesuaian yang terjadi. Pengukuran
kotor atas heat strain menyangkut temperatur tubuh inti, denyut jantung, dan
pengeluaran keringat. Respon penting lainnya adalah alokasi dari volume cairan
tubuh, konsentrasi elektrolit dalam ruang intra dan ekstra sellulea, tingkatan
hormon dan tekanan darah. Heat strain tidak dapat diprediksi dengan nyata dari
heat stress. Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan keadaan lingkungan tidak
dapat secara akurat memprediksi heat strain, tingkat ketidaknyamanan, ataupun

13
derajat bahaya yang tejadi atas individu pada waktu tertentu. Jarak yang dapat
dipediksi secara luas dapat diterangkan oleh faktor risiko masing-masing orang.
Hal ini merupakan kekuatan unik masing-masing manusia dan kelemahannya
dalam mendistribusi panas tubuh dan menyebarkan panas tersebut ke
lingkungannya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengaturan panas tubuh yaitu
kesehatan, umur dan ukuran kerja;10
 Ukuran kerja (work rate). merupakan faktor utama yang
menunjukkan berapa banyak panas yang dihasilkan pada
temperatur inti tubuh. Semakin kita menggunakan otot, maka
semakin banyak panas yang terjadi. Pada saat kita berhenti untuk
istirahat, kekuatan produksi panas akan turun secara drastis.
Namun begitu menyingkirkan panas yang telah tercipta yang
tersimpan di temperatur inti bergantung pada beberapa faktor dan
memerlukan beberapa waktu. Hal penting yang harus diingat
bahwa jalan tercepat untuk mnurunkan kecepatan produksi panas
adalah dengan mengurangi lama bekerja. Pengaturan waktu
istirahat adalah strategi penting dalam pengontrolan potential heat
stress.
 Umur, secara umum pekerja yang berumur 40 tahun ke atas dalam
ketidakberuntungan dibanding pekerja yang lebih muda dalam
bekerja rutin di lingkungan panas. Kekuatan maksimum
pemompaan jantung menurun dengan pertambahan umur, yang
akan membatasi kemampuan tubuh untuk menyalurkan panas dari
inti tubuh ke permukaan kulit. Efisiensi mekanisme pengeluaran
keringat yang biasanya penting dalam banyaknya panas yang
berpindah dari kulit selama bekerja berat juga berkuang dengan
bertambahnya umur. Pekerja yang lebih tua umumnya berkeringat
lebih lama dan berkeringat dengan kecepatan yang lambat
dibanding pekerja muda. Konsekuensinya, pekerja tua cenderung
meningkatkan panas inti tubuh selama bekerja di tempat panas dan
membutuhkan waktu istirahat yang lebih.

14
 Ukuran tubuh, produksi panas pada inti temperatur tubuh
berhubungan dengan berat badan dan massa tubuh. Penyebaran
panas melalui kulit merupakan fungsi yang terjadi dalam
mengeliminasi panas. Pekerja yang gemuk mungkin memiliki
risiko terjadinya kelainan akibat panas dari pada pekerja dengan
permukaan kulit yang lebih banyak terhadap perbandingan berat
badan. Meskipun seseorang yang sangat sehat, pekerja dengan
kondisi yang fit tetap dapat mengalami gejala heat strain apabila
baru bekerja pada kondisi heat stress. Gejala yang timbul dapat
berupa pening ringan, berdebar dan dehidrasi. Apabila pekerja
melanjutkan bekerja berhari-hari dalam kondisi heat stress, gejala
heat strain yang terjadi akan berkurang sebagai akibat terjadinya
proses aklimatisasi panas.
 Cairan dan Garam, oleh sebab pengeluaran keringat merupakan
proses pelepasan panas tubuh dalam paparan panas, diperlukan
penggantian cairan yang konstan atas keluarnya keringat. Apabila
pengeluaran cairan dan garam atas proses keringat tidak terganti,
dehidrasi yang berat dapat terjadi. Dehidrasi merupakan keadaan
yang terjadi pada tubuh apabila masukan cairan tidak cukup untuk
mengganti cairan yang keluar melalui urin, pernafasan dan proses
keluarnya keringat. Rasa haus saja tidak dapat menjadi patokan
atas jumlah kehilangan cairan akibat bekerja secara terus menerus
pada lingkungan panas, hal ini merupakan indikator buruk untuk
mengetahui tingkat dehidrasi yang terjadi. Penyaluran air dingin
yang banyak harus tersedia bagi pekerja yang berada di lingkungan
kerja panas. Mereka harus diingatkan untuk minum secara teratur
dari pada menunggu hingga adanya rasa haus. Minum segelas air
setiap 15 menit hingga 20 menit bekerja adalah cara yang baik
untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dalam kondisi
heat stress. Kebutuhan cairan bervariasi bergantung kepada
temperatur (heat stress), pakaian yang digunakan, tingkat
aklimatisasi, dan tingkat aktifitas fisik yang dilakukan. Kebutuhan

15
cairan sehari-hari bagi seorang yang beraktivitas pasif hingga yang
sangat aktif berkisar 2-4 liter per hari pada lingkungan yang
normal, dan 4-10 liter per hari pada lingkungan yang panas.
Jika suhu terlalu tinggi, yang disebut dengan lingkungan kerja panas,
selain mengganggu kenyamanan, juga mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh; jika jumlah cairan dan elektrolit yang masuk tidak cukup,
produksi urin akan menurun dan kepekatan urin meningkat (hipersatu-
rasi/supersaturasi). Keadaan ini bila berlangsung cukup lama dapat mendorong
terbentuknya antara lain kristal dan batu asam urat di saluran kemih.11
Keadaan supersaturasi adalah kekuatan energi yang diperlukan dalam
pembentukan phase padat dalam urin, dan jalan praktis untuk menguranginya
adalah dengan meningkatkan volume urin. Demikian juga penelitian yang telah
dilakukan Borghi, 1993 terhadap pekerja pabrik gelas yang terpapar panas dengan
suhu 29-310C WBGT di lingkungan kerja selama lebih dari 5 tahun menemukan
batu asam urat di saluran kemih pada sekitar 38,8 % pekerja yang mengeluh pegal
atau nyeri di daerah pinggang dan/atau rasa panas atau sakit saat buang air kecil.
Studi ini memastikan bahwa dehidrasi kronis menciptakan faktor risiko
berbahaya, terutama terhadap batu asam urat, dan masukan cairan yang adekuat
dianjurkan dalam pekerjaan yang terpapar panas.12
Telah banyak diketahui beberapa tahun ini prevalensi batu ginjal
menunjukkan peningkatan pada daerah dengan cuaca panas. Baru-baru ini dua
studi epidemiologi memastikan bahwa prevalensi batu ginjal di USA lebih tinggi
terjadi di daerah tenggara USA dari pada di bagian barat laut USA. Catatan
menyangkut jumlah penderita batu pada tentara ketika mereka dipindahkan ke
daerah yang beriklim panas jumlahnya meningkat nyata.12
Dalam penelitian yang mempelajari insiden urinary lithiasis (batu saluran
kemih) dan perubahan metabolik pada pekerja laki-laki di industri besi yang
terpapar panas pada lingkungan kerjanya memperoleh hasil dari 10.326 pekerja,
181 (1,75 %) telah mengalami sedikitnya sekali terjadi urinary stone. Dari yang
terkena, 103 orang yang bekerja di lingkungan panas (8,0 %) dan 78 bekerja pada
temperatur ruang (0,9 %; P<0,001). Sehingga kesimpulannya bahwa pekerja pada
temperatur panas sembilan kali kemungkinan memiliki risiko terjadinya lithiasis.

16
Perihal kristalisasi urin, kecuali kristal jenis cystine dan beberapa yang
lain, hampir semua kristal yang ditemui pada sedimen urin adalah melampaui nilai
klinis. Hal ini cenderung menghubungkan kristal urin dengan risiko terjadinya
batu saluran kemih, namun mayoritas pasien dengan kristalisasi urin tidak
memiliki dan tidak akan membentuk batu saluran kemih. Kristal yang
berhubungan dengan batu saluran kemih (urolithiasis) adalah terkecuali cystine,
sering dan mudah ditandai. Kalsium ditemui pada 80 hingga 95% batu ginjal,
kebanyakan sebagai Oksalat atau kristal Phosphate. Banyak batu yang tidak
terdiri dari satu jenis bahan (homogeneous). Beberapa memiliki inti yang terdiri
dari komposisi berbeda dari lingkungannya.
Hal yang tidak mungkin adalah melarutkan jumlah Kalsium, Phosphate,
dan Oksalat dalam spesimen urin 24 jam dengan 1 hingga 2 liter air. Oleh karena
itu dipastikan bahwa ada zat inhibitor (penghambat) pada saat kristalisasi terjadi.
Diketahui inhibitor kristalisasi urin adalah pyrophosphate, citrate, magnesium,
dan beberapa makromolekul tertentu. Protein Tamm-Horsfall dipercaya sebagai
inhibitor penting pada Kalsium Oksalat.
Terbentuknya kristal dapat terjadi oleh :
 Penambahan konsentrasi diluar kapasitas supersaturasi. Situasi ini sebagai
hasil penurunan kekentalan urin seperti pada kasus kurangnya masukan
cairan. Keadaan ini juga dapat disebabkan oleh pengeluaran cairan yang
berlebihan.
 Penurunan kapasitas supersaturasi. Situasi ini dapat disebabkan oleh
turunnya kepekatan (konsentrasi) inhibitor (zat penghambat), netralisasi
dari zat inhibitor oleh adanya elektrolit ataupun perubahan pH urin.
 Adanya jenis kristal sebagai promotor akan timbulnya kristalisasi jenis
lain. Kristalisasi Kalsium Oksalat dapat didukung oleh asam urat bentuk
amorphous merupakan contoh atas penomena ini. Situasi ini dianggap
sebagai hasil dari kompetisi inhibitor Tamm-Horsfall protein. Asam urat
dan Kalsium Oksalat yang melekat pada mucus adalah hal yang sering
terlihat.

2.4.2. Faktor paparan Zat Toxic

17
Beberapa penelitian di negara barat menunjukkan ada bukti pembentukan
batu ginjal pada pekerja baterai akibat tepapapr kadmium. Penyakit batu ginjal
merupakan penyebab penting di kalangan pekerja baterai di negara barat cuti dari
pekerjaan mereka. Sebuah survei kesehatan Swedia memberikan angka kejadian
kumulatif batu ginjal dari 8-9% pada pria dan 3-2% di wanita. Insiden tahunan
meningkat selama tahun 1960-an dan 70-an dan telah diperkirakan sekitar 1% di
pada laki-laki dan 0 - 4% pada wanita. Serupa angka prevalensi dan insiden telah
dilaporkan dari investigasi yang dilakukan di Norwegia, Denmark, dan Amerika
Serikat faktor usia, keluarga dan faktor gizi telah diperkirakan sebagai faktor
etiologi dan beberapa peneliti telah mencatat bahwa hiperkalsiuria merupakan
faktor risiko lain untuk penyakit batu ginjal. Studi eksposur pekerja yang mungkin
terkait dengan peningkatan prevalensi batu ginjal masih sedikit. Sebuah penelitian
di Jepang melaporkan lebih tinggi pada rata-rata kejadian batu saluran kemih
antara penambang dan penambang batu, namun tidak ada upaya lebih lanjut yang
dilakukan untuk membentuk tim yang bertanggung jawab terhadap paparan yang
dialami oleh pekerja. Sebuah penelitian di Swedia melaporkan bahwa riwayat
batu ginjal lebih umum terjadi pada pekerja dengan konsesntrasi cadimum yang
tinggi pada urin.7
Kesimpulan salah satu studi menegaskan laporan sebelumnya bahwa
terdapat prevalensi batu ginjal yang lebih tinggi pada pekerja yang terpapar
kadmium. Selain itu, Hasil yang ditemukan memperkuat temuan sebelumnya
dalam menunjukkan besarnya paparan cadmium dengan risiko urolitiasis. Hasil
demikian menunjukkan bahwa batu ginjal merupakan kondisi yang dapat terjadi
pada pekerja yang sering terpapar dengan cadmium.7

2.4.3. Faktor posisi kerja (posisi duduk)


Faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi,
statis urin, periode immobilisasi (drainase renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium). Salah satu faktor pembentukan batu ginjal yang berkaitan
dapat menimbulkan danya kolik renal adalah posisi kerja. Posisi duduk sering
dikaitkan dengan pembentukan batu pada ginjal.5 Posisi duduk membuat
terjadinya pembentukan batu akibat stasis urin semakin cepat. Pembentukan batu
ini juga dipercepat dengan dehidrasi akibat pekerja yang sedikit minum dan

18
terpapar suhu panas akibat mesin, misalnya pekerjaan pengendara (supir) mobil
dan pilot.
Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan rendah dan
juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau urin
statis, menyediakan sarang untuk pembentukan batu.

2.5. Penanganan Kolik renal Pada Pekerja


Penanganan kolik renal pada pekerja yang paling efektif adalah
pencegahan dan pengobatan terhadap batu ginjal sebagai pencetus terjadinya
gejala kolik renal.
Pemasukan cairan yang tinggi adalah pengobatan tertua dalam perawatan
batu ginjal, dan sejak beberapa dekade yang lalu, hal ini merupakan pencegahan
yang dilakukan para klinisi dalam penyembuhan kasus batu.
Volume urin yang rendah harus dianggap sebagai faktor risiko yang
sesungguhnya, menyangkut kedua hal terbentuknya batu ginjal dan pengulangan
batu. Peningkatan volume urin disebabkan masukan cairan yang tinggi
menghasilkan pengaruh menguntungkan dalam terjadinya kristalisasi kalsium
oksalat dan tidak menurunkan aktifitas zat inhibitor (penghambat) alami. Masukan
air yang mencukupi dan mungkin cairan lain seperti kopi, teh, bir, dan anggur
memiliki efek pencegahan terhadap terjadinya batu ginjal dan kejadian ulangan.
Namun masukan cairan yang banyak terutama air putih, adalah masih merupakan
hal terkuat dan terekonomis dalam pencegahan terjadinya batu ginjal, dan hal ini
selalu tidak digunakan oleh pasien-pasien yang pernah mengidap batu ginjal.
Pada penelitiannya Borghi menemukan peningkatan volume urin menjadi
1 sampai 2 liter per hari memperlihatkan keadaan tingkat kalsium urin pada
400mg/hari, oksalat pada 25 mg/hari, dan asam urat urin pada 700 mg/hari dan pH
5,8; menghasilkan beberapa variasi sebagai berikut : CaOx Relative Saturation
(RS) dari 12,87 menjadi 6,58, CaP RS dari 2,37 menjadi 0,86, Asam urat RS dari
4,02 menjadi 2,06.
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu
telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi

19
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan.5
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti
diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu
yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.5
Pilihan terapi konservatif antara lain untuk batu ureter mempunyai
diameter <5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar
spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin
dengan pemberian diuretikum, berupa NSAID. Batas lama terapi konservatif
adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat
ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik
berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga
dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap
obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy). Berbagai tipe mesin
ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya semua sama, terdapat
perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu
ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi
dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin generasi lama,
sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter sangat terbatas. Meskipun
demikian mesin generasi baru ini juga punya kelemahan yaitu kekuatan
tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk batu yang keras perlu
beberapa kali tindakan.

20
Gambar 3. Proses ESWL
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan
bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis. Pada Tahun
1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-vitro penghancuran batu
ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun 1974, secara resmi pemerintah
Jerman memulai proyek penelitian dan aplikasi ESWL. Kemudian pada awal
tahun 1980, pasien pertama batu ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich
menggunakan mesin Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian
lanjutan dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah mulai
tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di Jerman. Di
Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh Prof.Djoko Raharjo di Rumah
Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat generasi terbaru Perancis ini sudah
dimiliki beberapa rumah sakit besar di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent
Bandung dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-
anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya

21
Endourologi.Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal
untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui
insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan
energi laser. Beberapa tindakan endourologi antara lain:
 PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. PNL yang
berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis dapat digunakan sebagai
terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah
diambil alih oleh URS dan ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter
proksimal yang besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip
dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan.
Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid atau
fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara
utuh atau dipecah dulu. Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir
pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena
ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan
segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL
perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat
pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding
PNL.
 Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
 Ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa
untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat
pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan
jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing
operator dan ketersediaan alat tersebut. Pengembangan ureteroskopi sejak

22
tahun 1980 an telah mengubah secara dramatis terapi batu ureter.
Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan
pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter dapat
diekstraksi langsung dengan tuntunan URS. Dikembangkannya semirigid
URS dan fleksibel URS telah menambah cakupan penggunaan URS untuk
terapi batu ureter.
Bedah Terbuka. Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter
mungkin masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior.
Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih
tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan
anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
Pencegahan. Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan
selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau
kurang lebih 50% dalam 10 tahun. Pencegahan yang dilakukan adalah
berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih yang
diperoleh dari analisis batu. Pada umunya pencegahan itu berupa: (1) menghindari
dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine sebanhyak 2-3 liter
perhari, (2) diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu, (3)
aktivitas harian yang cukup dan (4) pemberian medikamentosa. Beberapa diet
yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah: (1) rendah protein karena
protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urin
menjadi lebih asam, (2) rendah oksalat, (3) rendah garam karena natriuresis akan
memacu timbulnya hiperkalsiuri dan (4) rendah purin. Diet rendah kalsium tidak
dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri absorbtif tipe II.5
Dampak dan Komplikasi. Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi
jangka panjang. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah
kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi
sekunder yang tidak direncanakan. Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal
yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan
atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.

23
Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu
ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang
signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah
avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau
pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan
perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK
dan migrasi stent.

BAB III

24
KESIMPULAN

Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal,
pelvis renal atau ureter oleh batu. Salah satu faktor risiko terjadinya batu ginjal
dan menyebabkan renal kolik adalah pekerjaan. Pekerjaan yang banyak duduk,
terpapar suhu panas, dan terpapr zat toxic seperti kadmium telah terbukti memicu
terbentuknya batu ginjal.
Penanganan kolik renal pada pekerja yang paling efektif adalah
pencegahan dan pengobatan terhadap batu ginjal sebagai pencetus terjadinya
gejala kolik renal. Pemasukan cairan yang tinggi adalah pengobatan tertua dalam
perawatan batu ginjal, dan sejak beberapa dekade yang lalu, hal ini merupakan
pencegahan yang dilakukan para klinisi dalam penyembuhan kasus batu.
Penanganan lebih lanjut apabila ukuran batu sdauh menyebabkan obstruksi dan
infeksi yang biasanya dialami pada pekerja yang sering duduk seperi pilot pesawat
terbang.

DAFTAR PUSTAKA

25
Bahdarsyam. Spektrum bakteriologik pada berbagai jenis batu saluran
kemih bagian atas. [online] 2003 [cited on Mei 14 2010]. Available from: URL:
http://www.USUdigitallibrary/patologiklinik/FKUSU.pdf

Cupisti A, Pasquali E, Lusso S, Carlino F, Orsitto E, Melandri R. Renal


colic in Pisa emergency department: epidemiology, diagnostics and treatment
patterns. [online] 2008 Apr 24 [cited on Mei 14 2010]. Available from: URL:
http://www.ncbi.literature/pubmed.htm

Glatter RD. Renal colic and dietary recommendation. [online] 2009 Oct 15
[cited on Mei 14 2010]. Available from: URL:
http://www.medscapeemergencymedicine. htm

Leslie SW. Nephrolithiasis, acute renal colic. [online] 2010 Feb 26 [cited on
Mei 14 2010]. Avalable from: URL:
http://www.emedicinespecialties/urology/stone.htm

Purnomo BB. Batu saluran Kemih. Dalam: Dasar-dasar urologi. Edisi


kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2007. p. 57-66.

Tidy C. Renal colic. [online] 2010 Apr 19 [cited on Mei 14 2010]. Available
from: URL: http://www.patientUK/home/patientplus/renalcolic.htm

Tanagho E.A., Mc Annich J.W., Smith’s General Urology 16 [15] th ed., Mc


Graw Hill 2004, hal. 77, 613, 620-623

26

Anda mungkin juga menyukai