Anda di halaman 1dari 16

Nama : Imam Adi Nugroho

NIM : 122011101077

Judul Jurnal A Pilot Study of Perceptual-Motor Training for Peripheral Prisms


Studi Percontohan Pelatihan Perseptual Motor dengan
Penggunaan Prisma Periferal
Kevin E. Houston1, Alex R. Bowers1, Xianping Fu1,2, Rui Liu1,3,
Robert B. Goldstein1, Jeff Churchill1, Jean-Paul Wiegand1, Tim
Soo1, Qu Tang1, and Eli Peli1
1
Schepens Eye Research Institute, Massachusetts Eye and Ear,
Department of Ophthalmology, Harvard Medical School, Boston,
MA, USA.
2
Information Science and Technology College, Dalian Maritime
University, Dalian, China.
3
Ophthalmology Department, Eye and ENT Hospital of Fudan
University, Shanghai, China
Schepens Eye Research Institute, Massachusetts Eye and Ear,
Department of Ophthalmology, Harvard Medical School, Boston,
MA, USA.
Transl Vis Sci Technol. February 2016; 5(1): 9
Pendahuluan Prisma perifer (p-prism) menggeser bagian periferal bidang visual
satu mata, memberikan perluasan bidang visual pada pasien
hemianopia. Namun, pasien jarang menunjukkan adaptasi terhadap
pergeseran, yaitu dengan salah menempatkan objek yang dilihat di
dalam p-prisma. Sebuah studi percontohan dengan pelatihan motor
perseptual terkomputerisasi yang baru bertujuan untuk meningkatkan
adaptasi p-prisma telah dilakukan.
Material dan Tiga belas pasien dengan hemianopia dipasangi p-prisma 57D
Metode oblique menyelesaikan protokol pelatihan. Pasien menghadiri enam
kali kunjungan dengan waktu 1 jam, dilatih dengan menyentuh dan
meraih obyek stimulus berupa kotak catur yang disajikan di atas
video adegan mengemudi sembari memperbaiki target pusat. Kinerja
diukur pada setiap kunjungan dan setelah 3 bulan setelah.
Hasil Ada penurunan yang signifikan dalam kesalahan sentuh (P = 0,01)
untuk zona rangsangan p-prisma dari rata-rata sebelum pelatihan
yaitu 16,6˚ (IQR 12,1˚-19,6˚) hingga 2.7˚ (IQR 1.0˚–8.5˚) di akhir
pelatihan. Waktu reaksi zona p-prisma tidak berubah secara
signifikan dengan pelatihan (P=0,05). Deteksi pada zona p-prisma
meningkat secara signifikan (P=0,01) dari rata-rata 70% sebelum
pelatihan (IQR 50% -88%) hingga rata-rata 95% pada akhir pelatihan
(IQR 73% -98%). Tiga bulan setelah latihan, terjadi kemunduran
kinerja meskipun terdapat kemajuan saat pelatihan. Kinerja yang
menurun tersebut masih lebih baik daripada kinerja sebelum
pelatihan.
Diskusi Kami melakukan studi percontohan dari motor perseptual pelatihan
untuk mningkatkan adaptasi pada bidang ekspansi prisma pada
pasien lama HH lengkap, dengan memakai kacamata kekuatan
tinggi (57D), pprism satu sisi. Sebelum pelatihan, pprisme telah
dipakai selama 2 minggu, semua peserta kecuali dua peserta salah
menyentuh lokasi yang terlihat dari gambar prisma daripada lokasi
sebenarnya. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya,
mengkonfirmasi kebutuhan untuk latihan pada pemakaian p-prism.6
Meskipun gagal beradaptasi pada pemakaian sehari-hari mungkin
tampak bertentangan dengan laporan sebelumnya dengan p prisma
yang serupa secara optik,11,12 ada beberapa perbedaan metodologis
penting. Dalam studi split-prisma, waktu pakai jauh lebih lama
(semua bangun jam), split-prisma kurang dari setengah kekuatan
pprisms, simpang antara split-prisma berada pada penglihatan sentral
daripada periferal, dan peserta dalam studi split-prisma tidak
memiliki sejarah kelainan neurologis. Waktu pakai p-prism pada
penelitian kami tidak berkorelasi dengan kesalahan sentuhan saat
pretraining, meskipun waktu pemakaian p-prism dilaporkan sendiri
oleh peserta dan tidak diverifikasi. Selanjutnya, kami tidak
mendokumentasikan waktu pakai antara sesi latihan terakhir dan
penilaian 3 bulan sehingga hubungan antara waktu pemakaian dan
kesalahan sentuh di 3 bulan tidak bisa dievaluasi. Waktu pemakaian
terbatas mungkin masih terbukti sebagai faktor penting yang
membatasi adaptasi dan metode yang lebih baik untuk mengukur
pemakaian waktu akan bermanfaat dalam studi p-prisma masa depan.
Konsisten dengan hipotesis utama kami, sebagian besar pasien (13
dari 16 yang awalnya terdaftar) mampu untuk menyelesaikan
protokol pelatihan dengan mayoritas mampu untuk menyelesaikan
protokol pelatihan dengan mayoritas memenuhi kriteria untuk
keberhasilan pelatihan (8/13). Perbaikan dalam akurasi pada
penelitian pada sebagai suatu kelompok merupakan hal yang penting
secara statistik. Sehingga cukup layak untuk melakukan pelatihan
dengan visual tertuju pada tanda positif sebagai fiksasi sentral, hal
yang cukup penting ditemukan pada penelitian ini. Fiksasi sentral
pada tanda positif bidang visual daerah ekspansi dapat dipetakan
dengan tepat untuk memastikan target terlihat di prisma ketika itu.
Latihan p-prisma tidak dimaksudkan digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi mungkin penting dalam mencapai adaptasi
visuomotor ke p-prisma.
Akurasi yang lebih baik diamati setelah hanya dua kunjungan
pelatihan pada uji pertengahan sesi. Namun, untuk memiliki efek
berkelanjutan antara kunjungan, data kami menunjukkan empat
hingga enam kunjungan latihan diperlukan (Gbr. 7a). Sebagai
perbandingan, tidak ada perubahan signifikan dalam waktu reaksi
pada sisi-prisma setelah enam kunjungan (Gbr.7b). Bahkan, waktu
reaksi sisi-prisma hanya kira-kira 0,2 detik lebih lama daripada sisi
melihat baik pada awal maupun akhir pelatihan, menyisakan sedikit
ruang untuk perbaikan. Durasi pelatihan yang lebih lama dapat
diteliti pada studi masa depan untuk meningkatkan potensi
kelengkapan adaptasi dan efek lain yang dapat muncul berkelanjutan.
Perbaikan dalam kesalahan sentuh dengan pelatihan mungkin hanya
merupakan teknik strategis seperti sisi menunjuk (membidik lebih
jauh ke samping ke tempat peserta tahu target itu berada). hal
tersebut mungkin adaptasi motor-proprioseptif lokal dari lengan sisi
prisma atau adaptasi dalam visual (misalnya spatiotopic) koordinat.
Studi ini tidak dirancang untuk menentukan mekanisme peningkatan
akurasi (visual, motor-proprioseptif, atau strategis), tetapi
mekanismenya penting untuk dipertimbangkan berkaitan dengan
generalisasi efek pelatihan terhadap kerja tugas sehari-hari.20-22
Sebagai contoh, ketika adaptasi lengan proprioseptif motorik terlatih
(sisi prisma) dapat berguna saat membuat gerakan cepat yang
dipimpin oleh lengan tersebut. Sehingga adaptasi visual atau koreksi
strategis lebih cenderung menggeneralisasi ke tugas lain seperti
penghindaran rintangan.23,24 Sebagai perpanjangan dari penelitian
ini, yang akan dilaporkan dalam penelitian yang lain, kami
memeriksa efek dari pelatihan di dunia maya dan dunia nyata yaitu
perilaku mobilitas termasuk: deteksi pejalan kaki dalam simulator
mengemudi (Bowers AR et al. IOVS. 2014; 55: ARVO E-Abstrak
2155), penilaian tabrakan dalam simulator berjalan,25 dan perilaku
penglihatan selama berjalan di luar ruangan (Tomasi M, et al. IOVS.
2013; 54: ARVO E-Abstrak 2758).
Temuan sekunder dari penelitian ini adalah bukti awal bahwa
pelatihan meningkatkan deteksi rangsangan di visi prisma-diperluas.
Hal ini mungkin mewakili peningkatan perhatian pada lapang
pandang prisma, peningkatan kemampuan untuk menafsirkan /
menggunakan informasi dari lapang pandang prisma, atau posisi
kepala yang lebih baik oleh pasien untuk membawa citra prisma
lebih dekat ke garis pandang. Kami secara khusus melatih pasien
untuk memindahkan segmen prisma lebih dekat ke garis pandang
dengan menyesuaikan dagu (Tabel 2 level 4.3) untuk lapang pandang
prisma pada eksentrisitas yang lebih rendah/ daerah resolusi retina
lebih tinggi sehingga mungkin meningkatkan deteksi. Deteksi yang
lebih baik bermanfaat untuk tugas sehari-hari seperti berjalan atau
mengemudi. Hasil ini harus ditafsirkan dengan hati-hati sebagai efek
yang mungkin juga muncul dari pemosisian yang ditingkatkan pasien
atau penempatan zona pelatihan oleh eksperimen.
Perbaikan dalam kesalahan dan deteksi sentuhan hadir di akhir
pelatihan telah menurun secara substansial dalam 3 bulan. Bila
manfaat dari pelatihan ditujukan untuk menggeneralisasi tugas
mobilitas yang realistis, pelatihan di kantor pelatihan atau latihan-
latihan yang dilakukan di rumah yang bersifat sederhana perlu
diteliti.
Penelitian ini tidak dirancang untuk mengidentifikasi potensi
prediktor keberhasilan pelatihan, seperti usia, kognitif status, sisi
kehilangan lapangan, atau lokasi lesi otak. Hasil penelitian tidak
dapat digeneralisasi ke keseluruhan populasi orang dengan HH.
Sampel kami relatif muda dengan renntang umur menderita HH yang
cukup panjang (rata-rata 6 tahun; Tabel 1) dan tanpa mengabaikan
tes pembungkusan jalur Schenkenberg dan Bells sehingga
memungkinan bahwa populasi yang lebih tua dengan HH tidak akan
menunjukkan banyak perbaikan. Penelitian ini bukan uji klinis dan
tidak sham-controlled, sehingga besarnya efek plasebo tidak bisa
ditentukan. Penelitian tambahan diperlukan untuk rekomendasi
implementasi klinis.
Singkatnya, kami memenuhi tujuan dari penelitian awal ini. Semua
peserta yang memulai pelatihan berhasil menyelesaikan pelatihan
dengan kepatuhan dan hasil yang baik. Semua kecuali dua
menunjukkan peningkatan akurasi sentuh di akhir pelatihan. Total 8
dari 13 pasien memenuhi kriteria untuk keberhasilan pelatihan. Hasil
pelatihan juga menampakkan kemampuan deteksi yang lebih baik.
Terdapat kemungkinan bahwa jangkauan akurat, lokalisasi dan
deteksi hanya dapat diukur dengan pelatihan. Penelitian selanjutnya
akan meneliti efek pelatihan terhadap mobilitas di dunia nyata dan
simulasi tugas
Kesimpulan Peningkatan akurasi penunjuk untuk rangsangan yang terdeteksi
dalam lapang pandang prisma-diperluas pada pasien dengan
hemianopia yang memakai p-prism 57D adalah mungkin dan
pelatihan tampaknya lebih meningkatkan pendeteksian.
Pendahuluan

Kacamata prisma perifer (p-prisma; juga dikenal sebagai EP-glasses atau


Peli Lens) meningkatkan perluasan bidang visual hingga 40˚ untuk pasien dengan
hemianopsia homonimus (HH), yang terukur dengan perimetri standar (Gbr. 1)
.1–4 Pemasangan unilateral memungkinkan kacamata prisma perifer memiliki
area hemifield yang digantikan dengan pandangan shiftedprism sementara mata
lainnya terus melihat bagian-bagian dari bidang yang dikaburkan oleh prisma
karena scotoma apikal optik, 5 sehingga menghasilkan perluasan medan yang
sebenarnya di akibat penglihatan binokuler. Kacamata prisma perifer telah
dievaluasi dalam empat studi klinis terbuka, 1,6–8 uji klinis acak terkontrol (RCT)
, 9 dan sebuah studi percontohan yang tengah berjalan 10 menunjukkan hasil
positif ditunjukkan dengan peningkatan deteksi hambatan sisi buta saat berjalan
dan menyetir.

P-prisma meningkatkan deteksi objek meskipun objek yang tampak pada


sisi buta sebenarnya hanya secara optis bergeser ke sisi melihat (Gambar 2a).
Namun ketika diminta untuk menunjuk benda-benda yang terlihat prisma, pasien
hampir selalu menunjuk ke arah gambar prisma membuat kesalahan dalam
menunjukkan setara dengan daya prisma.6 Dalam mobilitas dunia nyata, hal ini
dapat mengakibatkan kesulitan untuk menafsirkan lapang pandang yang diperluas,
manuver menghindar yang tidak perlu, dan mungkin penolakan perangkat
meskipun deteksi ditingkatkan. Pemakaian P-prisma diharapkan akan
meningkatkan kemampuan pasien minimal dapat menampilkan adaptasi motor-
proprioceptive (menunjukkan penunjuk cepat dan akurat pada objek yang terlihat
melalui p-prisma), dan telah mengalami adaptasi visual-persepsi- perseptual (mis.,
melaporkan melihat objek di dalamnya arah yang benar), setelah satu atau dua
bulan pemakaian, 6 seperti yang telah dilaporkan beberapa dekade sebelumnya
untuk prisma split-field yang mirip secara optik.11,12 Namun, pasien memakai p-
prisma dalam jangka panjang gagal menunjukkan pointing yang akurat pada
percobaan tambahan setelah pemakaian.

Adaptasi seharusnya dapat menghasilkan tanggapan lebih cepat lebih tepat


terhadap bahaya dan lebih nyaman dalam pemakaian. Oleh karena itu kami
mengembangkan dan mengevaluasi sebuah rejimen pelatihan motorik perseptual
terkomputerisasi dan menguji paradigma yang bertujuan untuk meningkatkan
adaptasi. Latihan meliputi uji jangkauan berulang pada rangsangan dilihat melalui
p-prisma, mirip dengan paradigm tradisional adaptasi prisma (lihat Kornheiser13
untuk ditinjau), dan didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan itu
adaptasi terhadap prisma lebih cepat dan lebih baik bila dikombinasikan dengan
uji menjangkau.14,15 Sehingga secara keseluruhan tujuan penelitian ini adalah
untuk (1) mengembangkan protokol pelatihan motorik perseptual yang layak
untuk pasien dengan HH, dan (2) mengumpulkan data awal dalam sebuah studi
percontohan tentang kemanjuran pelatihan untuk meningkatkan lokalisasi sebagai
dasar untuk uji klinis di penelitian selanjutnya. Kami berhipotesis bahwa
mayoritas pasien akan dapat menyelesaikan protokol pelatihan dan menunjukkan
perbaikan signifikan dalam ketepatan sentuhan.

Metode

Studi percontohan ini dirancang untuk mengembangkan model pelatihan dan


mengumpulkan data awal. Penenilitian ini tidak dimaksudkan sebagai uji klinis
yang mengevaluasi kemanjuran pelatihan. Oleh karena itu, pasien tidak diacak
untuk pelatihan atau plasebo (semua pasien menerima pelatihan), kacamata sham
prism tidak digunakan, dan tidak ada masking dari eksperimen atau pasien. Desain
ini dimandatkan oleh yang utama lembaga pendanaan.

Peserta

Penelitian dilakukan sesuai dengan prinsip dari Deklarasi Helsinki. Persetujuan


diperoleh dari para peserta setelah mendapat penjelasan tentang sifat dan
konsekuensi yang mungkin terjadi dari penelitian. Protokol disetujui oleh dewan
peninjau institusional di Massachusetts Eye dan Rumah Sakit Telinga dan
Angkatan Darat Militer AS Komando Penelitian dan Material (USAMRMC),
Kantor Perlindungan Penelitian Manusia (HRPO).

Peserta direkrut dari spesialis ophthalmologi, optometri, dan praktek dokter


umum dalam wilayah Boston dan dari pencarian basis data di Massachusetts Eye
and Ear Infirmary untuk pasien dengan diagnosis cacat lapangan homonim.
Kriteria inklusi adalah: HH lengkap didefinisikan < 5˚ penglihatan sisa pada sisi
hemianopic dari meridian vertikal dalam 20˚ di atas dan di bawah fiksasi diukur
dengan Goldmann V4e˚; Usia setidaknya 14 tahun; lebih dari 3 bulan sejak
kehilangan penglihatan HH, Mini-Mental Status Examination (MMSE) lebih
besar dari atau sama dengan 24; dan tidak ada neglected hemispasial pada
Schenkenberg Line Bisection Test17 dan Bells test18; ketajaman visual dikoreksi
terbaik 20/50 atau lebih baik di masing-masing mata; tidak ada strabismus,
mampu bergerak sendiri baik dengan dua kaki atau kursi roda, tidak ada vertigo
berat atau disfungsi vestibular; dan tidak ada riwayat kejang dalam 3 bulan
sebelumnya.

Sebanyak 16 pasien yang terdaftar (Juli 2011 ke November 2013) dimana


tiga orang mengundurkan diri sebelum mulai pelatihan akibat kesehatan yang
menurun (n¼1) dan akibat terlalu banyak kunjungan (n ¼ 2). Karakteristik
populasi yang berhasil melaksanakan pelatihan (n ¼ 13) terdapat pada Tabel 1.
Penyebab kehilangan penglihatan adalah stroke (n = 7), aneurisma (n ¼ 3),
lobektomi temporal anterior (n ¼ 2), infeksi serebral (n ¼ 1). Para pasien
melaporkan kesulitan sedang terhadap mobilitas dan pendeteksian objek ke sisi
yang terkena ketika berjalan (secara keseluruhan Kesulitan yang dirasakan sendiri
dengan mobilitas berkisar dari paling kecil dan paling tinggi pada skala 5-point).
Pasien tidak ada yang memiliki atau sebelumnya menggunakan kacamata p-
prisma.

Kacamata Prisma dan Aklimatisasi

Semua peserta menerima kacamata permanen pprisma miring 57˚ dipasang


menggunakan metode yang dijelaskan secara rinci di bab lain.9 Setelah kacamata
diberikan pasien diberi petunjuk klinis tentang cara menggunakan p-prisms9
termasuk: menjangkau menyentuh jari penguji dalam visi prisma, cara untuk
melihat antaraprisma untuk menghindari diplopia sentral, demonstrasi diplopia
sentral ketika melihat ke p-prisma dan bagaimana menyesuaikan kepala untuk
mengurangihal tersebtu, dan sebuah cara berjalan dipandu termasuk posisi kepala
yang tepat untuk berjalan di tangga. Untuk menyesuaikan diri dengan p-prisma,
pasien memakainya mereka di lingkungan mereka selama 2 minggu sebelum
dimulainya sesi pelatihan di laboratorium. Rata-rata pelaporan waktu pakai harian
selama periode ini adalah 3 jam (kisaran interkuartil (IQR), 2.8–4.8).

Pengaturan Pelatihan

Alat pelatihan terdiri dari 70x40 cm Layar sentuh monitor LCD permukaan
Acoustic Wave (NEC, Tokyo, Jepang), komputer dengan sistem operasi Windows
(Microsoft, Redmond, WA) kamera pemantauan terfiksasi, operator monitor,
chinrest / headrest, dan meja dan kursi tinggi disesuaikan (Gbr. 3). Selama
pelatihan pasien terpaku pada tanda tambah pusat layar sementara targetnya
secara singkat diperlihatkan dalam lapang pandang periferal. Layar sentuh dan
perangkat lunak mengukur waktu munculntya target setuh ke posisi sentuh dan
sentuhan partisipan (x, y). Kepala pasien diposisikan pada jarak yang nyaman
untuk menjangkau layar sentuh, biasanya sekitar 45 cm dari layar (tetapi lebih
dekat atau lebih jauh dari jarak tersebut diperbolehkan sesuai kebutuhan). Jarak
mata-ke-layar yang sebenarnya dimasukkan ke dalam perangkat lunak, yang
dihitung dan disesuaikan sudut pandangnya. Target (rangsangan periferal yang
harus disentuh oleh pasien) adalah kotak motif catur ukuran 30-mm (3.82˚, 0.26
cpd, ~ 20/900), setara dengan pejalan kaki setinggi 6 kaki sejauh 90 kaki,
disajikan dari 5 hingga 0,2 detik, tergantung pada tingkat pelatihan. Latar
belakang layar yang paling sering ditampilkan diambil dari video sudut pandang
pengemudi mobil (diambil dari driver video pelatihan dari UK Hazard Perception
Test19 (Driving Test Success Hazard Perception: Imagitech Ltd., Swansea, UK)
dan horizon terbalik untuk mengemudi di sisi kanan jalan). Foto polos abu-abu
atau foto asli ketika berjalan atau foto adegan jalan juga bisa dipilih.
Stimulasi fiksasi adalah fiksasi tanda positif ukuran 15-mm atau file video
di jendela layar utama yang digunakan untuk meningkatkan beban kognitif sambil
membuat sesi lebih menyenangkan (lihat tugas menonton film, Tabel 2). Fiksasi
dipantau dengan webcam yang dipasang di meja dan diperiksa dengan menyajikan
uji coba tangkapan dalam daerah yang tidak dapat dilihat. Selain itu, penyelidik
kedua memantau visual dari pasien dan memberikan pengingat kepada pasien
menjaga fiksasi pada tanda positif.

Memetakan Bidang dan Zona Visual

Perangkat lunak pelatihan juga digunakan untuk mengukur pusat 90˚H x 42˚V
(Gbr. 4) dari bidang visual. Langkah pertama, bidang visual dipetakan secara
kinetik, menggunakan target papan catur ukuran 30 mm, tanpa dan kemudian
dengan pprisms (Goldmann perimetry dilakukan di penelitian awal). Selanjutnya,
zona (wilayah persegi panjang di mana target akan disajikan) diposisikan secara
manual, menggunakan layar operator, di dalam area perluasan medan. Satu zona
diposisikan dalam masing-masing daerah ekspansi prisma atas dan bawah, dan
sebuah ‘‘Catch zone ’’ ditempatkan di luar area ekspansi di sisi buta di mana tidak
diharapkan ada deteksi (Gbr. 4).Perbatasan Atas, bawah, dan luar (temporal) zona
prisma diatur menggunakan presentasi kinetic (nonseeing to seeing) dengan
menanyakan pasien ketika target muncul. Perbatasan dalam (di sisi yang dapat
melihat) ditentukan dengan memperlihatkan target ke zona prisma yang baru
ditetapkan, memindahkannya ke garis tengah, dan laporan pasien jika mereka
pernah melihat dua target. Target yang mendekati tengah layar (dekat perbatasan
hilangnya lapangan) dapat dilihat dalam dua arah berbeda tergantung pada posisi
kepala dan pengaturan kacamata pasien; satu oleh mata prisma dan yang lainnya
oleh mata nonprisma, menghasilkan diplopia perifer.3 Hal tersebut dapat
menyebabkan respons yang tidak menentu selama pelatihan; menyesuaikan
perbatasan zona prisma dalam lebih jauh ke dalam bidang buta mencegah.

Setelah zona prisma dipetakan dan diukur ukurannya, zona prisma dikonfirmasi
dengan presentasi statis ke empat sudut-sudut setiap zona. Selanjutnya, tiga zona
melihat-sisi diposisikan secara manual dalam area yang sesuai ke zona prisma
untuk total enam zona di mana target ditunjukkan selama pelatihan. Zona tersebut
diverifikasi pada awal setiap kunjungan, dan sesuai kebutuhan selama latihan.
Lokasi zona bisa berubah karena gerakan kepala yang menggeser posisi prisma
relatif terhadap mata dan target fiksasi. Jika ada perubahan di lokasi atau ukuran
ditemukan, setiap upaya dilakukan dibuat untuk mengatur ulang kacamata atau
chinrest dulu, saja mengubah lokasi zona sebagai alternatif terakhir.
Metode Pelatihan

Pandangan pasien terfiksasi pada tanda positif di pusat sentuhan layar dan target
sentuh kotak motif catur ukuran 30-mm muncul di prisma dan penglihatan yang
sesuai zona. pasien diajarkan untuk meraih sisi prisma target dengan tangan sisi
prisma, dan melihat-sisi target dengan tangan sisi-melihat. Metode secara fisik
lebih mudah bagi pasien dan juga memastikan bahwa fiksasi tanda positif tidak
dikaburkan oleh tangan ketika mencapai menyentuh layar. Sebelum pelatihan,
pasien biasanya menyentuh lokasi yang jelas, kira-kira 20˚ di sebelah kanan target
yang sebenarnya untuk HH kiri (dan sebaliknya untuk HH kanan; Gambar. 3) .4
padahal target tersebut berada di sisi berlawanan dari layar, tempat target
sebenarnya muncul. Sehingga tujuan utama pelatihan adalah melatih pasien
dengan cepat sentuh posisi sebenarnya dari target ketika itu muncul dalam prisma
tanpa menoleh. Hal ini bertentangan dengan cara bagaimana p-prisma digunakan
dalam kehidupan sehari-hari (Pasien diajarkan untuk melihat ke sisi yang buta
mengidentifikasi objek setelah deteksi melalui prisma7). Pentingnya menjaga
fiksasi sentral selama pelatihan dijelaskan dan diperkuat seluruhnya.

Protokol pelatihan eksperimental terdiri dari enam sesi, sekitar 1 jam


kunjungan selama 3 minggu (biasanya 2 kunjungan per minggu) berlanjut lima
tingkat kesulitan yang meningkat (Tabel 2). Lihat materi tambahan untuk uraian
rinci tentang setiap tingkat pelatihan. Selama pelatihan, umpan balik audio dari
perangkat lunak dan umpan balik lisan dari peneliti diberikan untuk menunjukkan
apakah sentuhan benar atau salah. Kriteria untuk sentuhan yang benar ditentukan
dalam percobaan awal di mana kesalahan sentuhan median untuk peserta dengan
penglihatan normal adalah 1,6˚ (IQR 1,4˚-1,9˚) dari kesalahan horizontal untuk
jangka waktu stimulus singkat. Karena itu, sebuah sentuhan akurat secara
konservatif didefinisikan sebagai sentuhan kesalahan tidak lebih besar dari 4˚ dari
pusat target. Tingkat akurasi ini ditemukan layak selama uji coba awal dengan
pasien HH. Pasien tidak menyadarinya bahwa sentuhan mereka salah bila tidak
diberi umpan balik karena tampak seolah-olah mereka menyentuh lokasi yang
benar, dan tidak ada umpan balik sentuhan kesalahan. Lihat video pelatihan dalam
Suplemen III.

Umpan balik audio yang diberikan oleh perangkat lunak itu terdiri dari tiga suara
berbeda untuk (1) sentuhan yang benar (< 4˚ kesalahan sentuh), (2) luput di sisi
yang sama (>4˚kesalahan sentuh, tetapi di sisi yang tepat pada layar), dan (3)
kesalahan pada sisi yang salah (meraih prisma gambar di sisi layar yang
berlawanan). Arti dari umpan balik audio dari perangkat lunak telah dijelaskan
kepada pasien. diukur dengan Statistik deskriptif kinerja ditampilkan pada akhir
setiap sesi pelatihan di layar operator, dan versi yang disederhanakan di layar
pasien dengan tingkat keberhasilan untuk akurasi target dan karakter animasi yang
memberikan umpan balik sebagai ‘‘ kerja bagus ’atau‘ ‘hampir di sana,’ ’dan
seterusnya. Dalam urutan untuk maju ke tingkat berikutnya dari pasien pelatihan
untuk memenuhi kriteria kinerja minimum (dirangkum pada Tabel 2 dan
Tambahan I.

Uji Kinerja dan Ukuran Hasil

Hasil diukur berdasarkan sebuah uji kinerja yang dikelola tanpa umpan balik apa
pun di awal (uji kinerja pra-sesi) dan pertengahan (uji kinerja pertengahan sesi)
setiap kunjungan pelatihan. Evaluasi retensi pelatihan, dilakukan 3 bulan setelah
akhir latihan dengan menggunakan tugas kerja. Selama pengembangan pelatihan,
tampak jelas bahwa pasien lelah pada akhir latihan sehingga ukuran kinerja
midvisit lebih mewakili pembelajaran dalam kunjungan dari ukuran akhir
kunjungan. uji kinerja menggunakan 10 tugas di setiap zona dan dua di masing-
masing zona tangkapan. Stimulus tetap di layar untuk 1500 ms dan waktu antara
munculnya stimulus bervariasi dari 1000 hingga 1950 ms. Pada uji kinerja
tersebut tidak ada umpan balik audio selain bunyi bip yang menunjukkan layarnya
telah disentuh. Pasien tetap tidak diberitahu tentang hasil kinerja mereka pada uji
kinreja. Hanya 11 positif palsu dari 300 uji coba prisma (3,7%) untuk seluruh uji
kinerja, mengkonfirmasi terdapat HH padat dan complete HH,dan fiksasi yang
konstan pada saat uji kinerja. (lihat juga video tatapan pelacakan selama pelatihan
dalam Suplemen III.

Kesalahan sentuh horizontal (jarak sudut horizontal dari pusat sentuhan ke pusat
target) merupakan ukuran hasil utama dari uji kinerja. Keberhasilan pelatihan
didefinisikan sebagai median horizontal akurasi > 4˚ pada kunjungan enam tugas.
Tingkat deteksi dan waktu reaksi adalah sekunder ukuran.

Analisis Statistik

Analisis awal tidak menemukan perbedaan dalam hubungan kesalahan,


waktu reaksi atau tingkat deteksi antara zona atas dan bawah di setiap sisi; oleh
karena itu, data untuk zona prisma atas dan bawah digabungkan, dan data untuk
zona lihat atas dan bawah adalah digabungkan.

Analisis utama hasil pelatihan menghasilkan analisis nonparametric


ANOVA (uji Friedman) sebagai tanggapan dari distribusi untuk primer dan
sekunder ukuran hasil di enam kunjungan. Data itu dianalisis secara terpisah
untuk sesi pra-dan pertengahan tugas kinerja. Uji Friedman menghasilkan hasil
signifikan sehingga uji perbandingan berpasangan post-hoc (peringkat Wilcoxon
tes sum) dilakukan dengan step-wise manner setiap kunjungan dibandingkan
dengan pretensi (kunjungan satu presesi tugas) untuk menentukan pada titik mana
dalam pelatihan perbaikan mencapai signifikansi. Tugas kinerja dari follow-up 3
bulan dibandingkan dengan mereka pada kunjungan satu dan enam. Semua
analisis statistik dilakukan dengan SPSS 11.5 2002 (IBM, Armonk, NY); Sebuah
α < 0,05 diambil untuk menunjukkan signifikansi statistik dengan koreksi untuk
beberapa perbandingan di mana sesuai. Karena ukuran sampel di masing-masing
kelompok relatif kecil, kami juga melaporkan signifikansi marginal, di mana 0,05
< α < 0,10

Hasil

Sebelum Pelatihan

Hasil uji kinerja pretraining pada kunjungan satu tugas pra-sesi (pretraining; uji
segera sebelum sesi pelatihan pertama), sebagian besar peserta tidak melokalisasi
sasaran secara akurat pada sisi prisma dengan kesalahan sentuhan horizontal
dengan rata-rata 16,6˚ (IQR 12,1˚-19,6˚), jauh lebih besar daripada median
kesalahan penglihatan sisi-sisi 0,8˚ (IQR 0,7˚-1,6˚), Wilcoxon, P = 0.002. Hanya
dua pasien (1 dan 9) yang memiliki sebuah kesalahan sentuh sisi-prisma median
yang mendekati atau berada dalam kesalahan sentuh 4˚ dianggap akurat (Gambar
5) menunjukkan bahwa mereka mungkin telah beradaptasi dengan prisma tanpa
pelatihan. Kedua pasien ini (berusia 32 tahun dan 50 tahun, masing-masing) tidak
memakai p prisma untuk lebih banyak jam per hari selama periode aklimatisasi
daripada yang lain pasien, tidak ada hubungan antara yang dilaporkan pakai waktu
dan akurasi (kesalahan sentuhan rendah) untuk prisma target yang terdeteksi pra-
pelatihan (Spearman rho = -0,08, P = 0,82).

Rata-rata tingkat deteksi prisma-sisi adalah 70% (IQR 50% -88%), jauh lebih
rendah daripada sisi bawah tingkat deteksi 100% [IQR 95%-100%], Wilcoxon.
pada, P = 0,001). Namun, meski tidak akurat menyentuh, waktu reaksi ke target
sisi prisma relatif cepat, 1,4 detik (IQR 1,3-1,5 detik), hanya 0,2 detik lebih
lambat daripada melihat waktu reaksi samping, 1,2 detik (IQR 1,0-1,3 detik), yang
kecil berbeda Wilcoxon yang signifikan secara statistik, P=0.001, n=13.

Kemajuan Melalui Pelatihan

Pasien berkembang dengan kecepatan mereka sendiri pelatihan dengan 10/13


(77%) melewati semua tingkat pelatihan (1–5) pada akhir kunjungan enam
(Gambar 6). Petak pelatihan menunjukkan ketepatan sentuhan dan kinerja waktu
respons di seluruh pelatihan untuk masing-masing dari 13 pasien tersedia di
Suplemen II, Gambar 1. Hasil grup diringkas di bagian selanjutnya.
Kepatuhan sangat baik pada pelatihan dan pasien menghadiri semua sesi pelatihan
yang diperlukan. Dua pasien (1 dan 11) dengan kinerja yang baik pelatihan
dihentikan lebih awal karena sepertinya tidak mungkin akan memperoleh manfaat
apa pun dari sesi selanjutnya. Pasien 1 menyelesaikan level satu sampai empat dan
memenuhi semua tujuan pelatihan pada kunjungan keempat, dan juga
menunjukkan pemeliharaan kinerja yang sangat baik antara sesi tiga dan empat
(lihat Suplemen II, Gambar. 1, plot pelatihan individu). Tingkat lima tidak
dikembangkan pada saat pasien selesai latihan. Pasien 11 juga selesai lebih awal,
membutuhkan hanya lima kunjungan untuk menyelesaikan semua level (lihat
Tambahan II, Gambar. 1).

Pengaruh Hasil Pelatihan pada Hasil Pengukuran

Uji kinerja pra-sesi dan midsession dianalisis secara terpisah. Data uji kinerja pra-
sesi dihubungkan dengan retensi pelatihan dari satu sesi ke sesi berikutnya,
sementara uji kinerja midsession memberikan ukuran efek pelatihan dalam setiap
sesi. Pada pasien 1 dan 11 yang pelatihannya diakhiri lebih awal, skor dari pra-
dan akhir mereka tugas pemasyarakatan dimasukkan sebagai poin data untuk
kunjungan berikutnya dianggap sebagai data “lepas” (bagian tengahnya)
kunjungan empat hingga enam untuk pasien 1, dan kunjungi enam untuk pasien
11). Selain itu satu-satunya titik data yang hilang lainnya berasal dari tiga tugas
pertengahan sesi (masing-masing untuk pasien 2, 7, dan 11) karena kelelahan dan
kendala waktu. Dalam setiap kasus, skor dari yang tugas mid-session sebelumnya
digunakan dalam analisis. Jadi, data hanya hilang pada 10 tes dari 156 tes kinerja
(6%), dengan 7 dari 10 poin data yang hilang terkait dengan terminasi dini akibat
kesuksesan awal pasien.

Efek Pelatihan Prism-Side

Untuk target yang disajikan dalam lapang pandang prisma, terdapat perbaikan
yang signifikan dalam kesalahan sentuh baik pada uji pre-sesi (Friedman, P =
0.01, n = 13) dan tugas tengah-sesi (Friedman, P = 0,001, n = 13; Gambar. 7a).
Untuk tugas pra-sesi, peningkatan tercapai signifikansi kunjungan keemam (Uji
Wilcoxon pebandingan kunjungan enam vs. kunjungan 1, P = 0,004, koreksi
Bonferroni untuk lima perbandingan P = 0,01). Perbaikan pada uji tengah-sesi
mencapai signifikansi dengan pada kunjungan kedua (Uji Wilcoxon perbandingan
kunjungan 2 vs. mengunjungi 1, P = 0,003) dan hasil yang menetap hingga akhir
pelatihan (semua P < 0,01, koreksi Bonferroni untuk lima perbandingan P < 0,01).
Peningkatan akurasi konsisten dengan tujuan tingkat dua (Tabel 2), yang sebagian
besar pasien (7/13) berhasil melaluinya pada kunjungan dua di uji kinerja mid sesi
(Gbr. 6, kunjungi 2 bar). Pada kunjungan pelatihan terakhir (kunjungan 6), hanya
ada sebuah perbedaan kecil dalam akurasi antara prisma dan lapamg pandang
perifer, tetapi perbedaan ini signifikan untuk tugas pra-sesi saja (pre-session
median 2,78 prisma sisi dibandingkan dengan 1,18 pada sisi penglihatan,
Wilcoxon, P = 0,007; pertengahan tugas sesi median 3,18 sisi prisma
dibandingkan dengan 1.08 di sisi penglihatan, Wilcoxon, P= 0,09).

Perubahan waktu reaksi di seluruh kunjungan pelatihan tidak signifikan


pada uji pre-sesi atau pertengahan sesi (Friedman, keduanya P > 0,10; Gambar
7b). Untuk uji tengah-sesi, waktu reaksi cenderung memburuk selama kunjungan
dua, tiga, dan empat; hal ini mungkin mewakili pasien yang melambat untuk
mendapat pencapaian akurat. Pola tersebut terlihat jelas pada plot pelatihan
individu (lihat Suplemen II, Gambar. 1, pasien 6 kunjungan 4 uji pertengahan sesi
dan pasien 7 kunjungan tiga uji tengah sesi). Pada kunjungan pelatihan terakhir
(kunjungan enam), waktu reaksi zona prisma hanya sedikit berubah tetapi secara
signifikan lebih buruk daripada lapang pandang yang dapat melihat (pra-sesi rata-
rata 1,3 detik pada sisi prisma versus 1,1 detik pada lapang pandang, P = 0.002;
rata- rata uji tengah sesi 1.4 detik di sisi prisma versus 1,1 detik saat sisi, P =
0,002) dan sangat berkorelasi (Gambar 8); pasien dengan waktu reaksi melihat-
sisi yang lebih lama waktu reaksi sisi-prisma yang lebih lama (uji pre-sesi
Spearman rho = 0,85, P < 0,001; uji tengah-sesi Spearman rho = 0,77, P = 0,002).

Terdapat peningkatan signifikan dalam tingkat pendeteksian dengan


pelatihan pada uji pre-sesi (Friedman, P = 0,01, n = 13), tetapi hanya perbaikan
marginal di tugas tengah-sesi (Friedman, P¼0.11, n¼13; Fig. 7c). Perbaikan
dalam uji pre-sesi mencapai hasil yang signifikansi pada kunjungan keempat
(kunjungan empat vs. kunjungan satu, Wilcoxon, P=0.01) dan menetap sampai
pada akhir pelatihan P < 0,01). Namun, pada kunjungan enam, deteksi sisi prism
tetap jauh lebih rendah daripada sisi yang dapat melihat (rata-rata pre-sesi dari
95% pada sisi prisma versus 100% di sisi penglihatan; Wilcoxon, P=0.007; rata-
rata uji pertengahan sesi 85% pada sisi prisma versus 100% di sisi melihat;
Wilcoxon, P = 0,002).

Lapang pandang perifer-Efek Pelatihan

Tidak ada efek pelatihan pada sisi lapang pandang sentuh, kesalahan
sentuh, waktu reaksi pandang perifer, atau tingkat deteksi lapang pandang perifer
pada uji pertengahan sesi (Friedman, semua P> 0,10, n =13). Namun ada
peningkatan yang signifikan pada uji deteksi pre-sesi penglihatan perifer dengan
beberapa kegagalan deteksi pada kunjungan pertama (median, 100%, jangkauan,
75% –100%) tetapi tidak ada kegagalan deteksi untuk semua kunjungan lainnya,
mungkin hal ini mewakili efek pembelajaran (Friedman, P =0,02, n = 13).
Kesuksesan Pelatihan

Keberhasilan pelatihan didefinisikan sebagai median kesalahan sentuh


zona prisma tugas pra-sesi enam kunjungan < 4˚. Terdapat delapan pasien yang
memenuhi kriteria ini, satu pasien mendapat nilai batas (pasien 12 dengan
kesalahan sentuhan median 5.5˚), tiga pasien menunjukkan beberapa perbaikan
(pasien 2, 3, dan 13 dengan rata-rata kesalahan sentuh masing-masing 8.9˚, 10.8˚,
dan 8.1˚), dan yang tidak perbaikan (pasien 5 dengan rata-rata kesalahan sentuh
18,4 ˚ Gambar. 5). Pasien 9 dan 1 memiliki jangkauan yang akurat dengan waktu
reaksi prisma dan yang setara, dan pasien sukses lainnya mendekati ini tingkat
kinerja (Gbr. 8). Gambar 9 merangkum perubahan dalam kesalahan sentuh, waktu
respons, dan tingkat deteksi selama pelatihan pada delapan pasien yang berhasil
dibandingkan dengan yang kurang dari lima pasien yang berhasil (didefinisikan
sebagai kunjungan 6 kesalahan sentuh < 4˚). Para pasien yang sukses mengalami
perbaikan yang lebih cepat dalam akurasi dan juga memiliki tingkat deteksi yang
lebih tinggi di semua kunjungan. Tidak terdapat perbedaan antara dua kelompok
dalam waktu reaksi.

Tingkat retensi pelatihan setelah 3 bulan pelatihan

Tingkat retensi pelatihan dilakukan dengan uji pada 3 bulan setelah latihan
dengan dua belas dari 13 pasien menyelesaikan ujian. Untuk kesalahan sentuh
(sisi prisma), grup rata-rata pada setelah 3 bulan adalah 8,5˚ (IQR 6,0˚-17,2˚),
yang sedikit lebih buruk daripada 3,3˚ (IQR 1,0˚-8,7˚) pada kunjungan enam, uji
pre-sesi (Wilcoxon, P=0.08, n = 12), dan juga sedikit lebih baik rata- rata 16,7˚
sebelum latihan (IQR 12.7˚–19.8˚) pada uji pre-sesi pada kunjungan pertama
(Wilcoxon, P = 0,06, n = 12). Namun, pada penilaian setelah 3 bulan, hanya dua
pasien (1 dan 12) yang masuk pada atau dalam kesalahan setuhan kurang dari 4˚
yang dianggap sebagai keberhasilan pelatihan. Pada tingkat deteksi, rata-rata
kelompok pada 3 bulan setelah pelatihan menunjukkan nilai deteksi 75%, yang
signifikan lebih buruk daripada 95% pada kunjungan enam uji pre-sesi (Wilcoxon,
P = 0,05, n = 12), tetapi masih sedikit lebih baik daripada 65% pada uji pre-sesi
kunjungan satu (Wilcoxon, P = 0,07, n = 12). Waktu reaksi zona prisma kali tidak
berbeda secara signifikan pada 3 bulan setelah pelatihan dibandingkan (P=0,27)
dengan uji pre sesi kunjungan 6 (P = 0,75), n = 12

Anda mungkin juga menyukai