Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

A. DEFINISI
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status
kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun.
(Barbara C Long, 2011; 368)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir.
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogenlain
dalam darah (Price & Wilson, 2006).
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap (Doenges, 2006; 626)
Gagal ginjal kronik adalah perkembangan gagal ginjal yang progesif dan
lambat , biasanya berlangsung beberapa tahun (Aziz Roni, 2009).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 2011; 812)
Jadi dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
B. ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan
penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri
dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra.
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 2013, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal
dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai
meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar
normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10%
dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini
kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan
timbul oliguri. (Price, 2011: 813-814)
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik menurut Suyono (2006) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher
5) Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
1) Krekel
2) Nafas dangkal
3) Kusmaull
4) Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, mual dan muntah
2) Perdarahan saluran GI
3) Ulserasi dan pardarahan mulut
4) Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
1) Kram otot
2) Kehilangan kekuatan otot
3) Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
1) Warna kulit abu-abu mengkilat
2) Pruritis
3) Kulit kering bersisik
4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh
6) Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
1) Amenore
2) Atrofi testis
3)

F. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalsemia akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ionanorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2014), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat
dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan
membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui
beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia dan gangguan elektrolit.

H. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan
sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal.
Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian
terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan
pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang
menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada
pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang
pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2013)

I. PENATALAKSANAAN
Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara grafi, biopsi serta pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30 % dari normal terapi dari
penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
2. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah
hiperventilasi glomerulus yaitu :
a. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan
diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein.
b. Protein yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr diantaranya
protein nilai biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg
BB/hr dalam pemberian diit. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan
ketat, karena protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti
karbohidrat. Namun saat terjadi malnutrisi masukan protein dapat ditingkatkan
sedikit, selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen,
fosfor, sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain
itu pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat
danprotein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia.
c. Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian
obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko
komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti
penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim /
ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal initerjadi
akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti proteinuri.
3. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting,
karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit
komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan terapi
penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia, anemia,
hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua ini terkait
dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.
4. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan
derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan /tranfusi
eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun
dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi
fosfat.
5. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5.
Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan proses pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data
dan menganalisa sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan pada
seorang klien”. (Hidayat, A. Azis., 2001:12). Pengkajian dapat memudahkan
untuk menentukan perencanaan perawatan pada klien dengan tepat, cepat, dan
akurat. Adapun langkah-langkah pengkajian adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
1) Data Biografi
Nama, Jenis kelamin, umur, alamat, pendidikan dan pekerjaan klien dan
penanggung jawab klien.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi riwayat perjalanan penyakit sekarang dari mulai timbul gejala
yang mengakibatkan klien masuk rumah sakit, tindakan yang dilakukan
pada keluhan tersebut sampai klien datang ke rumah sakit serta
pengobatan yang telah dilakukan. Pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis pada awalnya
mengeluh adanya perubahan pada pola berkemih seperti kelemahan
atau penghentian urine, kesulitan untuk memulai dan mengakhiri proses
berkemih, sering berkemih terutama malam hari, nyeri terbakar saat
berkemih, darah dalam urine, tidak mampu berkemih, dan disertai
dengan keluhan bengkak-bengkak/edema pada ekstremitas, dan perut
kembung. (Gale, Danielle, 2011:153)
b) Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Keluhan Utama saat pengkajian menggambarkan keluhan yang
dirasakan oleh klien pada saat dikaji yang dikembangkan dengan
metode PQRST. Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal
ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri pada
umumnya mengeluh nyeri pada daerah yang diinsisi jika dilakukan
nefrostomi, neprolitotomi atau nefrectomi, nyeri tersebut dirasakan
bertambah apabila drain atau luka tertekan. Terdapat pula keluhan
merasa mual akibat dari peningkatan status uremi klien, mual dirasakan
klien secara terus menerus, bertambah jika klien makan ataupun minum,
dan berkurang jika klien dalam keadaan istirahat.
c) Riwayat Kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan atau
memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien pada saat ini
termasuk faktor predisposisi penyakit dan kebiasaan-kebiasaan klien.
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronis e.c
neprolithiasis perlu ditanyakan riwayat penyakit ginjal sebelumnya
seperti infeksi dan obstruksi saluran kemih, BAK keluar batu, riwayat
penggunaan obat-obatan nefrotoksik, dan riwayat diet pada klien.
Menurut Purnomo, Basuki.B., (2003 : 57), bahwa angka kejadian
neprolithiasis dipengaruhi oleh faktor diet banyak purin, oksalat dan
kalsium serta asupan air yang kurang dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit gagal ginjal kronik dan neprolithiasis seperti
hipertensi, adanya riwayat neprolithiasis, dan diabetes mellitus.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari
Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas
sehari-hari secara mandiri, seperti :
a) Nutrisi
Ditemukan penurunan nafsu makan berhubungan dengan perasaan mual
dan stomatitis, asupan nutrisi yang kurang, ketidaksesuaian dengan diet
yang dibutuhkan oleh klien tergantung dari pengetahuan dan
kedisiplinan klien.
b) Eliminasi
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan e.c neprolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri memiliki keterbatasan aktivitas
dimana menyebabkan menurunnya peristaltik usus sehingga timbul
konstipasi, disertai dengan adanya perubahan pola berkemih bila
terpasang drainase nefrostomi.
c) Istirahat Tidur
Klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c
neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung mengalami
ganguan istirahat tidur sehubungan dengan adanya kecemasan terhadap
penyakitnya, peningkatan status uremik yang menyebabkan pruritus,
ataupun karena adanya rasa nyeri yang berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan akibat nefrolitotomi, nefrostomi atau
tindakan bedah lainnya.
d) Personal Hygiene
Klien dengan gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri cenderung pemenuhan kebutuhan personal hygiene
seperti kebersihan kulit, gigi, rambut dan kuku terganggu karena adanya
keterbatasan gerak, kelelahan atau karena rasa nyeri yang dirasakan
oleh klien.
e) Aktifitas Sehari-hari
Keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari - hari
mengakibatkan klien dalam beraktivitas membutuhkan bantuan dari
keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
Menurut Denison, R.D., (2014:480) dan Doengoes, M., alih bahasa : Karyasa,
L.M., (2011:626) bahwa pada pemeriksaan fisik klien dengan gagal ginjal
kronik ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan ditemukan
hal-hal sebagai berikut :
1) Sistem Perkemihan
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri cenderung akan ditemukan adanya edema anasarka dan
keseimbangan cairan (balance) positif, nyeri tekan dan teraba pembesaran
pada saat palpasi ginjal, nyeri ketuk saat perkusi ginjal, perubahan pola
BAK, oliguri atau poliuri, dan pada tahap lanjut dapat ditemukan adanya
bunyi bruits sign pada percabangan arteri renalis bila terjadi gangguan
vaskularisasi.
2) Sistem Pernafasan
Pada sistem pernafasan cenderung ditemukan adanya pernafasan yang cepat
dan dangkal (kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas
yang meningkat diatas normal, adanya retraksi interkostalis, dan
epigastrium, sebagai upaya untuk mengeluarkan ion H+ akibat dari asidosis
metabolik, pergerakan dada yang tidak simetris, vokal fremitus cenderung
tidak sama getarannya antar lobus paru, terdengar suara dullness saat
perkusi paru sebagai akibat dari adanya edema paru, dan pada auskultasi
paru cenderung terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut akan
ditemukan adanya sianosis perifer ataupun sentral sebagai akibat dari
ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar karena adanya edema
paru.
3) Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya anemis pada
konjungtiva palpebra, denyut nadi yang menurun sebagai akibat dari
adanya edema anasarka, tekanan darah meningkat, CRT (Cafilari Refilling
Time) menurun, terdapat pelebaran pulsasi jantung, dan irama jantung
cenderung terdengar irregular yang dapat diketahui dari gambaran EKG
(Elektro Kardiografi).
4) Sistem Persyarafan
Pada sistem persyarafan cenderung ditemukan adanya penurunan tingkat
kesadaran akibat dari peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam plasma
darah, dan pada tahap lanjut cenderung terjadi koma uremia. Selain itu juga
dapat ditemukan adanya penyakit hipertensi yang beresiko terjadinya
penyakit serebrovaskuler berupa stroke TIA (Transient Ischemic Attack).
5) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya mual, muntah,
kembung dan diare serta perubahan mukosa mulut sebagai akibat dari
tingginya kadar ureum dan kreatinin dalam darah atau karena tidak
adekuatnya oksigen yang masuk ke saluran cerna yang akan merangsang
refleks vasovagal berupa peningkatan asam lambung (HCL), atau bahkan
konstipasi sebagai akibat hal tersebut diatas, motilitas usus akan menurun.
Penurunan berat badan (malnutrisi) atau peningkatan berat badan dengan
cepat (edema).
6) Sistem Integumen
Pada sistem integumen cenderung ditemukan adanya rasa gatal sebagai
akibat dari uremi fross, kulit tampak bersisik, kelembaban kulit menurun,
turgor kulit cenderung menurun (kembali > 3 detik). Pada tahap lanjut
cenderung akan terjadi ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan akral
teraba dingin.
7) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi seksual
berupa penurunan libido dan impotensi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suyono (2014), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat
dilakukan cara sebagai berikut:
1) Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan
membantu menetapkan etiologi.
2) Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk
mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit

2. ANALISA DATA
Analisa data merupakan suatu proses dalam pengkajian dimana data yang
menyimpang dikelompokkan kemudian dianalisa dan diinterpretasikan sehingga
diperoleh masalah-masalah keperawatan yang klien perlukan.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Lynda Juall (2014), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
CKD adalah:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O 2 ke jaringan
menurun.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan.
4. INTERVENSI
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi
jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian kapiler.
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2) Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-
10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O).
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
1) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan
dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
2) Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
4) Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output.
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil
Intervensi:
1) Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2) Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah
atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
3) Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
5) Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai
dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:


kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3) Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
4) Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
3) Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
4) Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
5) Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
6) Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
7) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
8) Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
1) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
2) Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4) Pertahankan status nutrisi yang adekuat
5. EVALUASI
a. Diharapkan penurunan curah jantung tidak terjadi
b. Diharapkan pasien dapat mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan
cairan
c. Diharapkan pasien dapat mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
d. Diharapkan pola nafas kembali normal / stabil
e. Diharapkan integritas kulit dapat terjaga
f. Diharapkan pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
DAFTAR PUSTAKA

A.Price, Sylvia & M.Wilson, Lorrance. 2006. Edisi 6.Vol.2. Gagal Ginjal Kronik.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakaerta: EGC
Ani W Sudogo,dkk. 2009. Jilid 3.Edisi v.Penyakit Ginjal Kronis.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta : Internal Publishing
A.Aziz Rani,dkk. 2009.PanduanPelayanan Medik.Jakarta:EGC
Long, B C. (2011). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2011). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Suyono, Slamet. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai