Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Vertigo merupakan persepsi gerakan yang salah, baik persepsi dalam diri
pasien terhadap keadaan sekitarnya, sebagai akibat dari ketidakseimbangan input
vestibuler. Pasien mengeluh bahwa dunia sekitar seolah berputar disekeliling mereka,
dan disertai dengan mual , muntah, dan hilangnya keseimbangan.vertigo memiliki
banyak istilah awam sebagai pusing, pening, rasa berputar - putar, seempoyongan,
rasa melayang, atau merasakan badan atau sekelilingnya berputar - putar dan jungkir
balik.

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, dan berkaitan


erat dengan pola perilaku hidup masyarakat itu sendiri. Selama kurun waktu
kehidupannya, penderita hipertensi bisa mengalami peningkatan tekanan darah yang
mendadak yang disebut sebagai krisis hipertensi. Keadaan ini dapat menyebabkan
kerusakan organ target yang pada akhirnya akan meningkatkan angka kematian akibat
hipertensi.

Menurut beberapa sumber , 1% dari penderita hipertensi akan mengalami krisis


hipertensi dengan gangguan kerusakan organ seperti infark serebral (24,5%),
ensefalopati (16,3%), dan perdarahan intraserebral atau subaraknoid (4,5%), gagal
jantung akut dengan edema paru (36,8%), miokard infark akut atau angina tidak stabil
( 12%), diseksi aorta ( 2%), dan eklampsia (4,5%), ginjal (1%).

Kejadian krisis hipertensi diperkirakan akan meningkat pada masyarakat sejalan


dengan meningkatnya data hipertensi, seperti dikemukakan oleh majalah the Lancet
dan WHO, dari 26% (tahun 2000) menjadi 29% (tahun 2025) sehingga diperkirakan
kejadian hipertensi krisis akan meningkat dari 0,26% menjadi 0,29% penduduk
dewasa di seluruh dunia pada masa yang akan datang.

Untuk mencegah timbulnya kerusakan organ akibat krisis hipertensi di


Indonesia, perlu dilakukan upaya pengenalan dini dan penatalaksanan krisis hipertensi
yang disepakati bersama sehingga dapat dilaksanakan oleh para dokter di pelayanan
primer ataupun di rumah sakit.

1
BAB II
KASUS

ANAMNESIS
I. Identitas
Nama : Tn.H
Usia : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Panjang
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Status pernikahan :Menikah

II. Pengambilan Anamnesis


Keluhan Utama

Sakit kepala terasa berputar-putar sejak 1 hari SMRS

III. Keluhan Tambahan


Mual, muntah

IV. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sakit kepala terasa berputar-putar sejak 1
hari SMRS, Keluhan ini dirasakan setiap kali terjadi perubahan posisi dari posisi
tidur menjadi posisi duduk. Sakit kepala disertai mual dan muntah Muntah 1
kali dan isi apa yang dimakan dan diminum, kira-kira ½ gelas aqua. Rasa telinga
berdenging disangkal oleh pasien. Keluhan tuli atau rasa tertutup pada telinga
disangkal oleh pasien. Riwayat trauma disangkal oleh pasien. Pasien mengaku
tidak memliki riwayat maag.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, tetapi tidak
rutin minum obat. Pasien mengaku tidak pernah pingsan maupun lemah separuh
badan. Nyeri dada, sesak nafas, penglihatan kabur disangkal oleh pasien. BAB

2
lancar, 1x sehari. Konsistensi padat, warna kuning kecoklatan, tidak ada darah,
tidak ada lendir.BAK lancar. Warnanya kuning jernih. Tidak ada darah, pasir.
Nyeri saat berkemih dan nyeri pinggang disangkal. Riwayat air kencing seperti
cucian daging tidak ada.. Riwayat kaki bengkak (-).

V. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya :
- Hipertensi (+) sejak 1 tahun yang lalu
- DM (-).
- Alergi obat (-)
- Asma (-)

VI. Riwayat Penyakit keluarga


Hipertensi (+) pada ayahnya, DM(-), Alergi(-) , asma (-), sakit jantung (-).

VII. Riwayat Kebiasaan


Merokok enam - sepuluh batang per hari. Pasien menyangkal suka makan
makanan berlemak. Pasien tidak sedang minum obat-obatan dalam jangka
panjang. Pasien mengaku jarang berolahraga.

PEMERIKSAAN FISIK

I. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan sakit : sakit sedang
BB : 50 kg
TB : 160 cm
BMI : 21,53
Kesan gizi : cukup

II. Tanda Vital


Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 100 X/menit
Pernapasan : 18 X/menit
Suhu : 36,8 ºC

III. Pemeriksaan Fisik

3
Kepala : normocephali, rambut hitam bercampur putih, distribusi merata
Mata : cekung -/-, pupil bulat isokor, konjunctiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik
Mulut : lidah normal, sianosis (-)
THT : sekret -/-, mukosa tidak hiperemis
Leher : KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thorak
Cor : S1-S2 murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, sedikit membuncit, nyeri tekan epigastrium (-), hepar
dan lien tidak teraba membesar, bising usus (+) normal, turgor kulit baik
Ekstremitas : Akral hangat, Oedem tungkai -/-

DIAGNOSIS
Vertigo + Hipertensi stage II

RENCANA PEMERIKSAAN
DL, UL, SGOT, SGPT, Ureum, Creatinin, GDS, Profil lipid, Asam urat, EKG,
Thoraks PA

PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa :
 Diet rendah garam dan lemak

Medikamentosa :
 IVFD RL 20 tpm + drip Neurobion 1amp
 Ranitidine 2 x 1 iv.
 Ondancentron 2 x 1 iv.
 Betahistin 3 x 1 tab
 Captopril 3 x 25mg tab
 Spironolakton 1 x 25 mg tab

PROGNOSIS

 Ad vitam : dubia ad bonam


 Ad sanasionam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam

4
BAB III

FORMAT PORTOFOLIO

Kasus 1
Topik: Vertigo + Hipertensi stage II
Tanggal (kasus): 08-10-2013 Persenter: dr. Anniza Komalasari
Tangal presentasi: Pendamping: dr.
Tempat presentasi: RS DKT Bandar Lampung
Obyektif presentasi:

5
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan
pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: Tn.H, 60 tahun, Vertigo + Hipertensi stage II
□ Tujuan: mengatasi gejala dan mencegah komplikasi lebih lanjut
Bahan bahasan: □ Tinjauan □ Riset □ Kasus □ Audit
pustaka
Cara □ Diskusi □Presentasi dan □ E‐mail □ Pos
membahas: diskusi

Data pasien: Nama: Tn. H No registrasi: 020797


Nama klinik: RS DKT Telp: - Terdaftar sejak: -
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis: Vertigo + Hipertensi stage II

2. Riwayat Pengobatan: Pasien pernah mendapatkan pengobatan

3. Riwayat kesehatan/ Penyakit: Hipertensi (+)

4. Riwayat keluarga/ masyarakat: Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa

5. Riwayat pekerjaan: PNS

6. Lain‐lain : -

Daftar Pustaka:

1. Skorecki K, Green J, Brenner BM, Chronic Renal Failure. Dalam : Braunwald


E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, penyunting.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-17. New York : McGraw
Hill.2001.h.1551-1611
2. Sibernagl, Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,2007.h.30-33

3. Suyono, Slamet, Sarwono Waspadji, Laurentius Lesmana, Idrus Alwi. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2003

4. Mark S Sabatine. Pocket Medicine Third Edition. USA: Lippincott Williams


and Wilkins, 2008.

6
5. Stephen J. McPhee, Maxine A. Papadakis, et.al. Current Medical Diagnosis
and Treatment 2009. Forty Eighth edition. USA: The McGraw-Hill
Companies, 2009.

6. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. United States of


America: The McGraw-Hill Companies, 2003.

7. Sylvia A Price. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume


2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006; hlm 912.
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Vertigo + Hipertensi stage II
2. Patogenesis Vertigo + Hipertensi stage II
3. Penatalaksanaan Vertigo + Hipertensi stage II
4. Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, dan penatalaksanaan yang tepat.

Subyektif
Pasien datang dengan keluhan sakit kepala terasa berputar-putar sejak 1
hari SMRS, Keluhan ini dirasakan setiap kali terjadi perubahan posisi dari posisi
tidur menjadi posisi duduk. Sakit kepala disertai mual dan muntah Muntah 1
kali dan isi apa yang dimakan dan diminum, kira-kira ½ gelas aqua. Rasa telinga
berdenging disangkal oleh pasien. Keluhan tuli atau rasa tertutup pada telinga
disangkal oleh pasien. Riwayat trauma disangkal oleh pasien. Pasien mengaku
tidak memliki riwayat maag.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, tetapi tidak
rutin minum obat. Pasien mengaku tidak pernah pingsan maupun lemah separuh
badan. Nyeri dada, sesak nafas, penglihatan kabur disangkal oleh pasien. BAB
lancar, 1x sehari. Konsistensi padat, warna kuning kecoklatan, tidak ada darah,
tidak ada lendir.BAK lancar. Warnanya kuning jernih. Tidak ada darah, pasir.
Nyeri saat berkemih dan nyeri pinggang disangkal. Riwayat air kencing seperti
cucian daging tidak ada. Riwayat kaki bengkak (-).
Memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dan berobat tidak
teratur. Ayah pasien menderita hipertensi. Pasien merokok 6 - 10 batang per
hari. Pasien menyangkal suka makan makanan berlemak. Pasien tidak sedang
minum obat-obatan dalam jangka panjang. Pasien mengaku jarang berolahraga.

7
Obyektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
TD 180/100 mmHg. Pemeriksaan lain dalam batas normal.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :


EKG dalam batas normal, pemeriksaan laboratorium, foto thoraks belum
dilakukan.

“Assesment”
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan mendukung kesimpulan diagnosa Vertigo + Hipertensi stage II.

“Plan”
Diagnosis : Vertigo + Hipertensi stage II

Pengobatan :
Penatalaksanaan Pengobatan vertigo terdiri dari: pengobatan kausal, pengobatan
simptomati dan pengobatan rehabilitatif. Pengobatan kausal merupakan pilihan utama
namun kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui sebabnya. Pengobatan simtomatik
bertujuan untuk menghilangkan dua gejala utama yaitu rasa vertigo (berputar
melayang) dan gejala otonom (mual, muntah). Obat yang sering dipakai antara lain
golongan calcium entry blocker, antihistamin, antikolinergik, monoaminergik fenotiasin
(antidopaminergik) dan histaminik. Dosis pengobatan simtomatik diberikan sebaiknya
secara bertahap supaya tidak mendepresi berlebihan proses adaptasi yang dilakukan
oleh organ keseimbangan. Pengobatan rehabilitatif bertujuan untuk menimbulkan dan
meningkatkan kompensasi sentral, seperti contohnya metoda Brandt-Daroff dan latihan
visual vestibuler.
Penatalaksanaan pengobatan hipertensi yaitu dengan obat antihipertensi.

KIE :
Pasien perlu diberikan edukasi tentang gejala vertigo yang berulang dan
komplikasi dari hipertensi.

8
Rujukan :
Pasien dikonsulkan ke dokter spesialis saraf untuk vertigo dan spesialis jantung
pembuluh darah untuk penatalaksanaan hipertensi.

Kontrol :
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
 Kepatuhan meminum  Bila tekanan darah  Tidak terjadi
obat hipertensi dan stabil bisa control 1 komplikasi dari
mencegah stress agar bulan sekali hipertensi.
vertigo tidak kambuh
 Edukasi gejala klinis,  Setiap kali kontrol  Timbul kewaspadaan
penyebab, faktor risiko, di poli pasien jika terjadi
pengobatan, dan komplikasi dari
komplikasi penyakit hipertensi dan vertigo
yang terus menerus.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
VERTIGO

ANATOMI

Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya sindroma vertigo antara lain:

1. Reseptor alat keseimbangan tubuh, berperan dalam proses transduksi, yaitu


mengubah rangsangan menjadi bioelektrokimia, terdiri dari:
 Reseptor mekanis di vestibulum
 Reseptor cahaya di retina
 Reseptor mekanis di kulit, otot, dan persendian
2. Saraf aferen, berperan dalam proses trasmisi, mengantarkan impuls ke pusat –
pusat keseimbangan di otak, terdiri dari:
 Saraf vestibularis

9
 Saraf optikus
 Saraf spino vestibuloserebelaris
3. Pusat – pusat keseimbangan, berperan dalam proses modulasi, komparasi,
integrasi/koordinasi dan persepsi.terdiri dari:
 Inti vestibularis
 Serebelum (vestibuloserebeli)
 Korteks serebri
 Hipotalamus
 Inti okulomotorius
 Formasio retikularis

MANIFESTASI KLINIK

Vertigo bisa merupakan gejala yang mandiri, namun bisa juga timbul bersama
dengan gejala lainnya, misalnya:

 Peluh dingin, mual, muntah, dan gejala dari jalur vestibulo otonomik yang lain
 Jalan sempoyongan, jalan membelok, berdiri dan atau duduk tidak bisa tegak,
tidak stabil, posisi kepala terfiksasi kearah tertentu, dan gejala lain dari jalur
vestibulospinal.
 Gerakan mata ulang alik di luar kemauan(nistagmus atau nystagmoid
jerks).Oscillopsia (keluhan melihat objek yang diam nampak bergoyang),
bahkan bisa diplopia(meliaht objek nampak ganda), dan gejala lain dari jalur
vestibulovisual.

Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular


Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Non Vestibular
Sifat vertigo rasa berputar melayang, hilang
Serangan episodik
keseimbangan
Mual/muntah +
kontinu
Gangguan pendengaran +/-
-
Gerakan pencetus gerakan kepala
-
gerakan obyek visual
Situasi pencetus -
keramaian, lalu lintas

Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Gejala Vertigo Perifer Vertigo Sentral

10
Bangkitan vertigo lebih mendadak lebih lambat
Derajat vertigo berat ringan
Pengaruh gerakan kepala ++ +/-
Gejala otonom (mual,++ +
muntah, keringat)
Gangguan pendengaran
(tinitus, tuli) + -

ETIOLOGI

I. Penyakit sistem vestibuler perifer:


A. Telinga bagian luar : serumen, benda asing
B. Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media
purulenta akut, otitis media efusi, labirinitis, kolesteatoma, rudapaksa
dengan perdarahan.
C. Telinga bagian dalam :labirinitis toksik akut, trauma, serangan
vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus meniere).
D. Nervus VIII : infeksi, trauma, dan tumor
E. Inti vestibularis : infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteri serebeli
posteroinferior, tumor, sklerosis multipleks.
II. Penyakit susunan saraf pusat
A. Hipoksia – Iskemia otak: hipertensi kronis, arteriosklerosis, anemia,
hipertensi kardiovaskuler, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis aorta
dan insufisiensi, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik.
B. Infeksi : meningitis dan ensefalitis
C. Trauma kepala/labirin
D. Tumuor
E. Migren
F. Epilepsi
III. Kelainan endokrin :
Hipoglikemi, hipotiroid, hipoparatiroid, tumor medula adrenalis, keadaan
menstruasi, hamil, monopause
IV. Kelainan psikiatri:
Depresi, Cemas, sindroma hiperventilasi, fobia
V. Kelainan mata : kelainan propioseptik
VI. Intoksikasi

11
KLASIFIKASI VERTIGO

1. Vertigo sentral
Gangguan di batang otak atau serebelum biasanya merupakan
penyebab vertigo jenis sentral, untuk menentukan apakah gangguan di batang
otak maka kita selidiki dahulu apakah ada gejala yang khas untuk kelainan
batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi
motorik.Pada penderita gangguan serebelar biasanya memiliki gangguan
dalam koordinasi sehingga mungkin tidak lancar dalam melaksanakan gerak
supinasi dan pronasi tangannya secara berturut – turut (Disdiadokokinesia),
percobaan telunjuk hidung (finger point test) dilakukan dengan buruk.pada
penderita vertigo perifer dapat melakukan dengan normal.
2. Vertigo perifer
Dapat dibedakan menurut lamanya berlangsung:
a. Berlangsung beberapa detik
Vertigo yang paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna
(serangan vertigo dapat disebabkan karena perubahan posisi
kepala).vertigo posisional benigna paling sering penyebabnya ialah
idiopatik (tidak diketahui), namun dapat pula karena trauma di kepala,
pembedahan ditelinga, atau neuritis vestibular.Prognosis baik dan gejala
akan menghilang spontan.
b. Berlangsung bebebrapa menit atau jam
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati
berulang.penyakit meniere mempunyai trias, yakni ketajaman pendengaran
menurun (tuli), vertigo, dan tinitus.perjalanan khas dari penyakit meniere

12
ini adalah kelompok serangan – serangan vertigo yang diselingi masa
remisi.
c. Berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu
Neuritis vestibular merupakan kelainan yang sering datang ke UGD, pada
penyakit ini mulainya vertigo dan nausea (mual) serta muntah yang
menyertainya mendadak, dan gejala berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu.Sering penderita merasa lega namun sama sekali tidak
bebas dari gejala.fungsi pendengaran tidak terganggu pada neuronitis
vestibular.Penyebab penyakit ini kemungkinan disebabkan oleh virus.Pada
pemeriksaan fisik mungkin dujimpai nistagmus, yang menjadi lebih besar
amplitudonya bila pandangan dilirikkan menjauhi telinga yang kena.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pengungkapan kata – kata pasien mengenai vertigo beraneka ragam,
sehingga kita harus samakan persepsi terlebih dahulu.setelah itu perlu
ditanyakan intensitas dan interval serangan.pada penderita vertigo harus
ditanyakan juga apakah ada pengaruh sikap atau perubahan posisi.pada
vertigo posisional benigna, vertigo muncul bila penderita berbaring pada
satu sisi atau sisi lainnya dan berlangsung singkat.selain itu pengaruh
terhadap lingkungan psikis, misalnya tempat yang ramai, tempat
ketinggisn, berkendaraan, stres psikis, dll.

13
Keluhan telinga berpotensi menimbulkan vertigo maka dari itu perlu
ditanyakan, antara alain: tinitus (berdenging), tuli, rasa tertutup telinga,
ataupun rasa nyeri pada telinga jika mendengar suara keras.Keluhan
lainnya yang bersifat umum perlu juga untuk ndicari seperti : penurunan
kesadaran, kelumpuhan, disfagia, disfonia (pada stroke), drop attack,
kejang, osilopsia, ataupun intoksikasi.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan
darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama
(denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
3. Pemeriksaan Neurologi

Fungsi vestibuler/serebeler

a. Uji Romberg: penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula


dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan
posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada
kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan
penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

Gambar Uji Romberg

14
b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.Pada kelainan
vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger.:Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.
Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah
lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan
berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada
sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan
fase lambat ke arah lesi.

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata
terbuka dan tertutup.Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan

15
lengan penderita ke arah lesi.

e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan
lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler
unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis


Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral
atau perifer.

a. Uji Dix Hallpike

16
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis
horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini
dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul
setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan
berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali
(fatigue).Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung
lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis
lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air

17
dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak
setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak
permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut
dapat dianalisis secara kuantitatif.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan vertigo terdiri dari: pengobatan kausal, pengobatan simptomati


dan pengobatan rehabilitatif. Pengobatan kausal merupakan pilihan utama namun
kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui sebabnya. Pengobatan simtomatik bertujuan
untuk menghilangkan dua gejala utama yaitu rasa vertigo (berputar melayang) dan
gejala otonom (mual, muntah). Obat yang sering dipakai antara lain golongan calcium
entry blocker, antihistamin, antikolinergik, monoaminergik fenotiasin
(antidopaminergik) dan histaminik. Dosis pengobatan simtomatik diberikan sebaiknya
secara bertahap supaya tidak mendepresi berlebihan proses adaptasi yang dilakukan
oleh organ keseimbangan. Pengobatan rehabilitatif bertujuan untuk menimbulkan dan
meningkatkan kompensasi sentral, seperti contohnya metoda Brandt-Daroff dan
latihan visual vestibuler.

18
HIPERTENSI

DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas


pengobatan, sebagai berikut :
1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau

19
lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan
timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu
dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive
care unit (ICU).
2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan
dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :


1. Hipertensi refrakter: respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110
mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada
penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan
kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase
maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik >
120 – 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema,
peninggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal
ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan.
Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi
essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya
mempunyai TD normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan
keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat
menjadi reversible bila TD diturunkan.

Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat )


TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
1 􀂙 Pendarahan intrakranial, trombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid.
2 􀂙 Hipertensi ensefalopati.
3 􀂙 Aorta diseksi akut.
4 􀂙 Oedema paru akut.
5 􀂙 Eklampsi.
6 􀂙 Feokromositoma.

20
7 􀂙 Funduskopi KW III atau IV.
8 􀂙 Insufisiensi ginjal akut.
9 􀂙 Infark miokard akut, angina unstable.
10 􀂙 Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
11 - Sindrom withdrawal obat anti hipertensi.
0 - Cedera kepala.
1 - Luka bakar.
2 - Interaksi obat.

Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak )


􀂙 Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau
tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
􀂙 KW I atau II pada funduskopi.
􀂙 Hipertensi post operasi.
􀂙 Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah TDS(mm hg) TDD(mmhg)

Normal <120 <80

Prahipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 -99

Hipertensi derajat 2 >/ 160 >/100

TDS : Tekanan Darah Sistolik, TDD : Tekanan Darah Diastolik


Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari
tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD,
bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolerir kenaikan
TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita
hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan
kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya
pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan
penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga
pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg.

21
PATOFISIOLOGI
Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi ensefalopati yaitu
:
1. Teori “Over Autoregulation”
Dengan kenaikan TD menyebabkan spasme yang berat pada arteriole
mengurangi aliran darah ke otak (CDF) dan iskemi. Meningginya
permeabilitas kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding kapiler, edema di
otak, petekhie, pendarahan dan mikro infark.
2. Teori “Breakthrough of Cerebral Autoregulation” bila TD mencapai threshold
tertentu dapat mengakibatkan transudasi, mikroinfark dan oedema otak,
petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole.

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga
perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat
timbulnya oedema otak.

DIAGNOSA
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah
dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.

Anamnesa :

22
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :
1 􀂙 Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
2 􀂙 Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
3 􀂙 Usia: sering pada usia 40 – 60 tahun.
4 􀂙 Gejala sistem syaraf (sakit kepala, perubahan mental, ansietas).
5 􀂙 Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang).
0 􀂙 Gejala sistem kardiovaskular (adanya payah jantung, kongestif dan oedem
0 paru, nyeri dada)
2 􀂙 Riwayat penyakit : glomerulonefritis, pyelonefritis.
3 􀂙 Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD (baring dan berdiri) mencari
kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah jantung
kongestif, aorta diseksi). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan
kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu
dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.

Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
0 a. darah : rutin, BUN, creatinin, elektrolit, AGD.
2 b. urine : Urinalisa dan kultur urine.
3 c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
0 d.Foto dada : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
1 terlaksana).
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama) :
a. sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography (kasus tertentu), biopsi
renal (kasus tertentu).
b. menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT
Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma: urine 24 jam untuk Katekholamine,
0 metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).

23
Faktor presipitasi pada krisis hipertensi
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dapat dibedakan
hipertensi emergensi urgensi dan faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi.
Keadaan-keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi,
antara lain :
1 􀂙 Hipertensi yang tidak diobati
􀂙 Hipertensi yang tidak terkontrol
2 􀂙 Penderita hipertensi yang minum obat: MAO inhibitor, dekongestan,
kokain.
3 􀂙 Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis essensial (tersering).
4 􀂙 Hipertensi renovaskular.
5 􀂙 Glomerulonefritis akut.
6 􀂙 Sindroma withdrawal anti hypertensi.
7 􀂙 Cedera kepala dan ruda paksa susunan syaraf pusat.
8 􀂙 Renin-secretin tumors.
9 􀂙 Pemakaian prekusor katekholamine pada pasien yang mendapat MAO
0 Inhibitors.
1 􀂙 Penyakit parenkhim ginjal.
2 􀂙 Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depressant trisiklik, MAO Inhibitor,
0 simpatomimetik ( pil diet, sejenis Amphetamin ), kortikosteroid, NSAID,
0 ergot alk.
2 􀂙 Luka bakar.
3 􀂙 Progresif sistematik sklerosis, SLE.

Diferensial diagnosa
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi
seperti :
1 - Hipertensi berat
2 - Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
3 - Ansietas dengan hipertensi labil.
4 - Oedema paru dengan payah jantung kiri.

PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI


Dasar-dasar penanggulangan krisis Hipertensi :

24
Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena penundaan
akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi
dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya
perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal. Untuk
menurunkan TD sampai ke tingkat yang diharapkan perlu diperhatikan berbagai
faktor antara lain keadaan hipertensi sendiri (TD segera diturunkan atau bertahap,
pengamatan problema yang menyertai krisis hipertensi perubahan dari aliran darah
dan autoregulasi TD pada organ vital dan pemilihan obat anti hipertensi yang efektif
untuk krisis hipertensi dan monitoring efek samping obat.

PENANGGULANGAN HIPERTENSI EMERGENSI :


Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
􀂙 Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila
ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmoner dan status volume
intravaskuler.
􀂙 Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
1 - tentukan penyebab krisis hipertensi
2 - singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
3 - tentukan adanya kerusakan organ sasaran
􀂙 Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya,
cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan
usia pasien.
- penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang
dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam
pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic
aneurysm ). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang
didapat.
- Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan
dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini
harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu,
misal : dissecting aneurysma aorta.
- TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.

25
Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika
hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita
dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti
hipertensi intravena ( IV ).

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direk kuat baik arterial maupun


venous. Secara i. V mempunyai onset of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1
– 6 ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif,
hipotensi.
2. Nitroglycerin: merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila
dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5
menit, duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i.
V.
Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i.
V bolus.
Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4
– 12 jam.
Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5
menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual,
muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri.
Onset of action : oral 0,5 – 1 jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 –
12 jam.
Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m
Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker
untuk mengurangi refleks takikardi dan diuretik untuk mengurangi volume
intravaskular.
Efek samping : refleks takikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac
output, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodilator golongan ACE inhibitor. Onset on action
15 – 60 menit.

26
Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine (regitine) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.
Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan katekholamin.
Dosis 5 – 20 mg secara i.v bolus atau i.m.
Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi
sistem simpatis dan parasimpatis.
Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v.
Onset of action : 1 – 5 menit.
Duration of action : 10 menit.
Efek samping : obstipasi, ileus, retensi urine, respiratori arrest, glaukoma,
hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.
Dosis : 20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus
i.v.
Onset of action 5 – 10 menit
Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll.
Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of
action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa: termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem
syaraf simpatis.
Dosis: 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.
Onset of action: 30 – 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.
Efek samping: Coombs test (+) demam, gangguan gastrointestinal, with
drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa tak terduga dan
khasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug
dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis.
Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam.

27
Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada
parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus
obat.

PROGNOSIS
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif ,survival penderita
hanyalah 20% dalam 1 tahun.Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung
kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%),payah jantung kongestif disertai
uremia (48%), infark Mio Card (1%), diseksi aorta (1%).
Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan
penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi ginjal.
Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1
tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%. Tidak dijumpai hasil perbedaan
diantara retinopati KW III dan IV. Serum creatine merupakan prognostik marker yang
paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan
creatinine <300 umol/l memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan penderita
yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %.

28
BAB V
KESIMPULAN

1. Vertigo merupakan persepsi gerakan yang salah, baik persepsi dalam diri pasien
terhadap keadaan sekitarnya, sebagai akibat dari ketidakseimbangan input
vestibuler. Pasien mengeluh bahwa dunia sekitar seolah berputar disekeliling
mereka, dan disertai dengan mual , muntah, dan hilangnya keseimbangan.vertigo
memiliki banyak istilah awam sebagai pusing, pening, rasa berputar - putar,
seempoyongan, rasa melayang, atau merasakan badan atau sekelilingnya berputar
- putar dan jungkir balik.
2. Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, dan berkaitan erat
dengan pola perilaku hidup masyarakat itu sendiri. Selama kurun waktu
kehidupannya, penderita hipertensi bisa mengalami peningkatan tekanan darah
yang mendadak yang disebut sebagai krisis hipertensi. Keadaan ini dapat
menyebabkan kerusakan organ target yang pada akhirnya akan meningkatkan
angka kematian akibat hipertensi.
3. Penatalaksanaan Pengobatan vertigo terdiri dari: pengobatan kausal, pengobatan
simptomati dan pengobatan rehabilitatif, sedangkan prinsip pengobatan hipertensi yaitu
pengaturan pola makan dan obat antihipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

29
1. Skorecki K, Green J, Brenner BM, Chronic Renal Failure. Dalam : Braunwald
E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, penyunting.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-17. New York : McGraw
Hill.2001.h.1551-1611
2. Sibernagl, Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,2007.h.30-33

3. Suyono, Slamet, Sarwono Waspadji, Laurentius Lesmana, Idrus Alwi. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2003

4. Mark S Sabatine. Pocket Medicine Third Edition. USA: Lippincott Williams


and Wilkins, 2008.

5. Stephen J. McPhee, Maxine A. Papadakis, et.al. Current Medical Diagnosis


and Treatment 2009. Forty Eighth edition. USA: The McGraw-Hill
Companies, 2009.

6. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. United States of


America: The McGraw-Hill Companies, 2003.

7. Sylvia A Price. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume


2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006; hlm 912.

30

Anda mungkin juga menyukai

  • Huhu
    Huhu
    Dokumen7 halaman
    Huhu
    Winda P Suherman
    Belum ada peringkat
  • Huhu
    Huhu
    Dokumen7 halaman
    Huhu
    Winda P Suherman
    Belum ada peringkat
  • Status Kesadaran
    Status Kesadaran
    Dokumen8 halaman
    Status Kesadaran
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Rhinitis Akut
    Rhinitis Akut
    Dokumen2 halaman
    Rhinitis Akut
    Rima Putri Hastri
    Belum ada peringkat
  • Kasus Solok
    Kasus Solok
    Dokumen7 halaman
    Kasus Solok
    Tharshini Anbalakan
    Belum ada peringkat