Pada BAB IV ini peneliti memaparkan fokus dari penelitian ini yaitu
kualitatif. Metode kualitatif menurut Sugiyono (2013: 14) sering disebut metode
(natural setting). Pada penelitian kualitatif, peneliti dituntut dapat menggali data
berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan dan dilakukan oleh sumber data
yang dipikirkan oleh peneliti tetapi berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi
di lapangan, yang dialami, dirasakan dan dipikirkan oleh sumber data (partisipan).
Partisipan Studi Kasus yaitu Ny.D selaku anak dari Tn.N dan Tn.B selaku suami
dengan partisipan.
Pada BAB IV ini dibagi menjadi lima bagian agar lebih sistematis dan
4. Pembahasan
5. Keterbatasan Penelitian
4.1 Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Mei sampai 20 Juni 2018 di
Sananwetan terletak di Jl. jalan Jawa No. 7 Kota Blitar dan merupakan jenis
di Kota Blitar dengan luas wilayah 12,15 Km2 yang terbagi ke dalam 7 kelurahan,
Pustu Bendil, Pustu Gedog, Pustu Klampok, Pustu Plosokerep Dan Pustu
Rembang.
UPTD Puskesmas Sananwetan Kota Blitar ini dibagi menjadi dua bangunan
yaitu bangunan unit pelayanan kantor,unit pelayanan poli rawat jalan, unit
pelayanan gawat darurat (UGD), unit rawat inap dan PONED. Unit pelayanan
rawat jalan terdapat 9 pelayanan, yaitu poli umum, poli KIA, poli MTBS, poli gizi,
poli jiwa, poli TB, poli gigi, unit pelayanan laboratorium, dan farmasi. Ada
beberapa program pengelolaan kesehatan yang ada di puskesmas ini antara lain
sebagainya.
Poli Umum merupakan salah satu jenis pelayanan yang ada di Puskesma
klien atau masayarakat yang berobat. Dalam menjalankan tugasnya poli umum
terintegrasi dengan seluruh unit pelayanan lainya seperti poli KIA, poli MTBS,
poli gizi, poli jiwa, poli TB, poli gigi, unit pelayanan laboratorium, dan farmasi.
Petugas di poli umum Puskesmas Sananwetan terdiri dari 1 dokter dan 3 perawat.
masuk ke dalam gang dari jalan utama. Lokasi tempat tinggal partisipan cukup
luas dan terdapat toko disamping rumah. Tempat tinggalnya merupakan hunian
permanen dan cukup rapi dengan lantai keramik dan dinding tembok di bagian
depan dan dinding di bagian dalam dengan ventilasi yang cukup, bahan bakar
yang digunakan untuk memasak sudah menggunakan kompor gas dengan dapur
yang cukup bersih. Terdapat 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 4 buah kamar tidur
yang setiap kamar memiliki cendela, mushola, dapur, ruang makan, 1 kamar
mandi beserta toilet. Partisipan tinggal satu rumah bersama suami, ayah, dan
kedua anaknya. Jarak tempat tinggal menuju tempat pelayanan kesehatan 4-5 kilo
belakang rumah terdapat juga tempat untuk menjemur pakaian dan juga di bagian
tinggal ini terdiri dari ruang tamu, 3 buah kamar tidur dengan model ventilasi
minimalis, 1 ruang keluarga, kamar mandi, dapur, tempat ibadah, dan belakang
kurang baik. Tatanan di depan rumah cukup padat namun rapi. Lingkungan rumah
penduduk yang cukup padat. Jalan masuk ke lingkungan partisipan sekitar kurang
lebih ±600 meter dari jalan raya, jarak satu rumah dengan yang lain berdempetan.
rutin, senam, rekreasi lansia, arisan. Partisipan tinggal satu rumah dengan istrinya,
kedua anaknya tidak tinggal di rumah, anak pertama sudah bekerja dan anak
kedua masih kuliah di luar kota. Jarak temppat tinggal menuju tempat pelayanan
kepada partisipan sesuai dengan pedoman wawancara dan observasi yang telah
anak dari Tn.N, yang merawat langsung Tn.N yang terdiagnosis rheumathoid
Ny.D lahir pada tanggal 21 Juli 1978, bekerja di toko milik sendiri sekaligus ibu
rumah tangga (IRT). Latar belakang pendidikan partisipan Ny.D adalah Sekolah
Menengah Atas. Ny.D beragama Islam, suku bangsa jawa. Ny.D memiliki dua
anak, anak pertama masih berusia 9 tahun dan masih duduk di bangku Sekolah
Dasar, anak kedua masih berumur 2 tahun. Keluarga Ny.D mendapat penghasilan
dari pekerjaan suami yang bekerja sebagai tukang bangunan dan bertani di sawah
keluarga yang dimiliki terkadang di bantu oleh ayah Ny.D ketika kondisi
tubuhnya baik, selain itu Ny.D juga mendapat penghasilan dari hasil penjualan
barang yang ada di toko. Keluarga Ny.D mendapat jaminan kesehatan berupa
yaitu membersihkan rumah, mengurus anak, menjaga toko, dan merawat Tn.N.
Adapun anggota keluarga Ny.D (berdasarkan kartu keluarga), dapat dilihat pada
4. An. M 2 th P Anak - -
Keterangan:
: Partisipan
rheumathoid artritis). Ny.D sudah merawat ayahnya sejak 6 tahun yang lalu.
Keluarga partisipan yang pertama tidak mengetahui penyakit yang diderita oleh
ayahnya sebelum mendapat penjelasan dari dokter. Pada awalnya ayah partisipan
pertama mempunyai keluhan keju linu, nyeri dan bengkak pada setiap sendi kaki,
tangan dan sering dirasakan setiap waktu, sering tersa sangat nyeri pada pagi hari,
saat beraktifitas maupun istirahat, selain keju linu dan nyeri partisipan pertama
juga merasakan kesemutan pada setiap sendi. Ny.D memutuskan untuk membawa
spesialis tulang, Tn.N juga sering mendapatkan suntikan pada persendian yang
sakit dan juga sudah menjalani operasi. Keadaan T.N sekarang sudah membaik,
b. Karakteristik Partisipan 2
merupakan suami dari Ny.S, yang merawat langsung Ny.S yang terdiagnosis
Atas. Latar belakang pendidikan terakhir Tn.B adalah sarjana. Tn.B memiliki dua
anak, anak yang pertama berusia 25 tahun dan sudah bekerja, anak yang kedua
Pendapatan Tn.B didapat dari hasil mengajar di salah satu Sekolah Menengah
Atas di Kota Blitar, dan juga pendapatan sang istri sebagai guru di salah satu
Sekolah Dasar yang ada di Kota Blitar. Keluarga Tn.B memiliki jaminan
istri kerja, merawat istri, menjadi guru di SMAN 1 Blitar. Partisipan tinggal satu
rumah dengan istri nya, kedua anaknya tidak tinggal di rumah, anak pertama
sudah bekerja dan anak kedua masih kuliah di luar kota. Adapun anggota keluarga
Tn.B (berdasarkan kartu keluarga), dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Keterangan:
: Partisipan
Tn.B merawat Ny.S kurang lebih 15 tahun yang lalu, pada awalnya Ny.S
merasakan sakit dan linu di seluruh bagian sendi sejak kelahiran anak keduanya.
Beberapa bulan setelah kelahiran anak keduanya Ny.S mulai merasakan nyeri
disemua bagian persendian, awalnya Ny.S masih mampu untuk menahan rasa
nyeri yang diraskan tetapi semakin lama nyeri yang dialaminya semakin parah,
hasil Lab keluar Ny.S terdiagnosa rheumathoid artritis, tetapi karena keadaan
sudah parah, Tn.B meminta surat rujukan dari Puskesmas Sananwetan dan berobat
Keadaan Ny.S sekarang masih merasakan nyeri di bagian sendi-sendi dan juag
kakinya sulit untuk di tekuk setelah dilakukan operasi tersebut. Seabgian kegiatan
menggunakan metode Colaizzi (1978 dalam Streubert & Carpenter, 2003). Tema-
tema yang telah teridentifikasi dalam penelitian ini yaitu: 1) Patuh Terhadap
hari. 6) Makan dalam Jumlah Cukup Berikut ini dijelaskan hasil penelitian
konseling pemberian obat oleh petugas. Berikut kutipan wawancara dari kedua
partisipan :
“...iya, diajari mas, obat e berupa obat pil, ada 3 macam, biasane le
obat koyok leflunomide i di wehne 3x1 le kadaan e parah tapi le wes
mendingan yo di kurangi, le obat liane cuma 2x1 le ngewehne mas”
(Partisipan A)
“iya, diajari mas, obatnya berupa pil, ada 3 macam, biasanya seperti
obat leflunomide diberikan 3x1 kalau keadaannya parah tapi kalau
sudah mendingan di kurangi, kalau obat lainnya diberikan 2x1”
(Partisipan A)
artritis, kedua partisipan telah menyesuaikan dengan dosis yang dianjurkan oleh
...“uwes tak sesuaikan mas koyok anjuran dokter, onok seng diwehne
3x1,kambek 2x1...” (partisipan A)
“sudah saya sesuaikan mas seperti anjuran dokter, ada yang diberikan 3x1,
dan 2x1” (partisipan A)
... “yo le masalah dosis aku gak paham mas, Cuma e le ngongkon dokter yo
ngono kae mau...” (partisipan B)
“kalau masalah dosis saya tidak tau mas, Cuma kalau dokter menyarankan
seperti yang saya ucapkan tadi” (partisipan B)
obat dengan mematuhi anjuran yang ada yaitu memberikan obat dengan
memperhatikan petunjuk yang ada di kemasan obat. Jika pada etiket atau
petunjuk obat tertera 3 kali 1 dalam sehari partisipan memberikan 3 kali sehari
di rumah yaitu benar jenis obat yang diberikan, benar dosis obat yang diberikan,
benar cara pemberian obat dan benar waktu pemberian obat. Dari hasil wawancara
didapatkan bahwa bentuk sediaan obat yang diberikan oleh petugas kepada
keluarga yang terdiagnosis rheumathoid artritis ada 1 macam yakni berupa pil.
yang terdiagnosis rheumathoid artritis dengan cara yang berbeda, yaitu dengan
memberikan makanan dan minuman karena Tn.N meminum obat dengan cara
ditelan dengan makanan, dan Ny.S meminum obat dengan cara ditelan
bersamaan dengan air. Hasil observasi ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
partisipan:
“...le bapak i ngombe obat i kudu di barengi kambek panganan mas, soal e
lek nggak ngono nggak iso ngulu, hahahah...”(Partisipan A)
“kalau ayah mengkonsumsi obat harus dibarengi dengan makanan mas,
Karena kalau tidak begitu obatnya tidak bisa tertelan, hahaha” (Partisipan
A)
“... biasa mas, ya kambek air putih...”(Partisipan B)
“biasa mas, ya dengan air putih” (Partisipan B)
deangan frekuensi waktu yang berbeda- beda, ada obat yang di berikan 3 kali
dalam sehari dan ada obat yang di berikan 2 kali sehari, tetapi untuk waktu
pemberiannya tidak tetap hanya berpedoman pada waktu makan yaitu pagi, siang
kedua partisipan mengungkapkan belum tau pasti efek samping obat yang tidak
diharapkan atau dampak yang membahayakan tubuh jika diminum terus- menerus.
terdapat manfaat atau hasil positif yang dapat mendukung kesembuhan keluarga
partisipan:
Istirahat cukup sudah diterapkan salah satu partisipan yaitu Ny.D kepada
ayahnya, tetapi terkadang ayahnya sering melanggar dengan pergi kesawah untuk
mencangkul dan melakukan olah raga seperti pimpong bersama temannya. Tn.B
belum menerapkan pola istirahat cukup kepada istrinya dengan alasan kesibukan
dalam bekerja, sehingga jarang mengontrol pola istirahat istrinya. Hasil observasi
ini disesuikan dengan apa yang disampaikan oleh kedua partisipan sebagai
berikut:
“... Le masalah istirahat cukup i jane wes tak atur lo mas, tak gaekne
jadwal waktu tidur malahan, masalae kambek dokter e yo kon ngatur pola
istirahat e bene cukup, tapi yo bapak e kui le kadang due karep gak kenek
di pengeng, kadang yo ndek sawah, kadang yo olahraga pimpong kambek
kanca-kancane...”(Partisipan A)
“ kalau masalah istirahat cukup sebenarnya sudah saya atur mas, malah
saya buatkan jadwal waktu tidur, karena dengan dokter disarankan
mengatur pola istirahat yang cukup, tetapi apabila bapak tidak mau
istirahat sudah tidak bisa di cegah, kadang di sawah, kadang juga olahraga
pimpong dengan teman-temannya”(Partisipan A)
“...jujur le masalah istirahat e ibuk e aku gak eruh mas, masalah e aku yo
sibuk ngajar, muleh-muleh yowes sore, gek ibuk e dewe yo ngajar, tapi le
ibuk e ngono kae jane jam 2, tapi lek aku yo biasane jam 3, set 4 ngono
kae mas...”(Partisipan B)
“jujur kalau masalah istirahat istri saya, saya tidak tau mas, karena saya
sibuk mengajar, sampai rumah pulang sudah sore hari, dan istri saya
sendiri juga mengajar tapi kalau istri saya jam 2 siang sudah pulang,
berbeda dengan saya yang pulang kerja jam 3 sore, atau setengah 4 sore
mas”
minimal 10-20 menit selama sehari. Denag latihan fisik berupa senam
rheumathoid dan melakukan aktifitas sehari- hari seperti mencangkul dan olah
“...bapak le awak e sehat kambek ora ngrasakne nyeri nemen yo kui mas,
mesti macol-macol ndek sawah, kambek olahraga karo kancane, tapi le
lali waktu yo nyerine kumat eneh...”(Partisipan A)
“bapak kalau badannya sehat dan tidak merasakan nyeri ya gitu mas,
mencangkul di sawah, dan olahraga dengan temannya, tapi kalau lupa
waktu nyerinya kambuh lagi”(Partisiapan A)
“...bojoko le isuk mas, sak durunge kerjo mesti nglakoni senam rheumatik
lek wektune 10-20 menit. Soal e ndek puskesmas diajari ngono senam
rheumatik kui dan kon nerap ne setiap hari...”(Partisipan B)
“istri saya kalau pagi mas, sebelum kerja selalu melakukan senam
rheumatic kalau waktunya 10-20 menit. Karena di puskesmas diajari
seperti itu agar diterapkan setiap hari di rumah..”(Partisipan B)
4.3.6 Makan dalam jumlah yang cukup dengan mengurangi makanan yang
tidak baik
berdasarkan kebiasaan sehari – hari dalam mengontrol berat badan keluarga yang
tinggi badan, dan pengaturan pola makan. Hal tersebut dinyatakan oleh partisipan
badan dapat menurunkan tingkat nyeri yang dialami oleh penderita rheumathoid
“...bien i bapak lemu banget mas, masalah e le mangan ngono kae gak
diatur, tapi semenjak diomongi dokter yo maleh aku seng ngatur pola
makan e, pokok makanan e cukup gek gak berlebihan, dan sesuai menu
seimbang kambek ngurangi panganan koyo seng bersantan, jeroan,
alhamdulillah e berat badan e iso meduk sampek 6 kg...”(Partisipan A)
“ dahulu bapak gemuk sekali mas, masalahnya kalau makan tidak diatur,
tetapi semenjak disarankan dokter jadi saya yang mengatur pola makannya,
pokoknya makanannya cukup, tidak berlebihan, dan sesuai menu seimbang
serta mengurangi makanan yang bersantan, jeroan, Alhamdulillah berat
badannya biasa turun sampai 6 kg”(Partisipan A)
“...le masalah ngontrol mangan ben berat badan e gak nambah bahkan
turun bojoku wes sadar dewe mas, wes due kesadaran, masalah e de e
miker le berat badan e munggah de e mesti ngrasakne nyeri...”(Partisipan
B)
“kalau masalah mengontrol makan biar berat badannya tidak bertambah
bahkan turun istri saya sudah sadar sendiri mas, sudah punya kesadaran
karena istri saya berfikir kalau berat badannya naik dia selalu merasa nyeri”
4.4 Pembahasan
cara memberikan obat di rumah. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kedua
memberi petunjuk penggunaan obat kepada keluarga baik itu secara lisan
maupun tulisan.
penggunaan obat seperti benar jenis obat, benar dosis obat, benar cara pemberian
obat dan benar waktu pemberian obat, Menurut Aryani, et al. (2009, hlm 393)
yang sudah menjadi prosedur wajib sebelum memberikan obat, yaitu : benar
pasien, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu, dan benar dokumentasi.
Hal ini sesuai dengan Penerapan prinsip enam “benar” yang sangat di
tindakan yang dilakukan sudah sesui dengan prosedur yang sudah ditetapkan.
arahan kepada keluarga pasien dan jika sudah sesui dengan standar prosedur yang
sudah di tetapkan maka akan dapat meminimalkan terjadinya efek samping atau
mengerti bagaimana cara memberikan obat di rumah. Selain itu dengan konseling
partisipan atau bahkan masyarakat lebih faham tentang manfaat dan efek
samping obat itu sendiri karena dimasyarakat masih ditemukan penggunaan obat
harus sesuai dengan dosis yang disarakan oleh petugas kesehatan. Dari hasil
petugas.
Dalam hal ini Penerapan prinsip enam “benar” sangat di perlukan oleh
peran yang memberikan langsung kepada pasien serta memberikan arahan kepada
keluarga pasien tentang cara pemberian obat dan jika sudah sesuai dengan standar
prosedur yang sudah di tetapkan maka akan dapat meminimalkan terjadinya efek
samping atau kesalahan dalam memberikan obat (Lestari, 2009 : 4). Menurut
Aryani, et al. (2009, hlm 393) perawat dalam memberikan obat harus
sebelum memberikan obat, yaitu : benar pasien, benar obat, benar dosis, benar
enam benar dalam pemberian obat di rumah salah satunya benar dosis obat yang
diberikan agar tidak terjadi overdosis obat yang dapat mengakibatkan masalah
keluarga yang terdiagnosis rheumathoid artritis mampu dan mau meminum obat.
ditelan dengan makanan, dan Ny.S meminum obat dengan cara ditelan
Tindakan yang dilakukan keluarga sesuai dengan salah satu tugas keluarga
yang dapat menyebabkan perubahan dalam fungsi biologis tubuh, melalui proses
kimia. Hal yang penting dalam proses penyembuhan , pemulihan dan pencegahan
dari suatu penyakit salah satu bagian paling terpenting yaitu pemberian obat
artritis mampu dan mau untuk meminum obat, karena pemulihan dan
artritis kedua partisipan mengungkapkan belum tau pasti efek samping dari obat
yang tidak diharapkan atau dampak yang membahayakan tubuh jika obat diminum
terus- menerus. Tetapi partisipan mengungkapkan dari hasil pemberian obat yang
dirasakan terdapat manfaat atau hasil positif yang dapat mendukung kesembuhan
bengkak pada sendi mulai hilang, tatapi salah satu partisipan juga
merupakan kebutuhan yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala
sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumberdaya
dan dana keluarga habis. Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan
yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga.
Hal ini belum sesuai dengan Penerapan prinsip enam “benar” yang sangat
tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.
arahan kepada keluarga pasien dan jika sudah sesuai dengan standar prosedur
yang sudah di tetapkan maka akan dapat meminimalkan terjadinya efek samping
samping yang ditimbulkan oleh obat yang di berikan kepada keluarga yang
dengan berkurangnya nyeri dan hilangnya bengkak pada sendi, dan partisipan lain
efek samping yang berbeda- beda tergantung efek tubuh dalam merespon obat
tersebut.
Istirahat cukup sudah diterapkan salah satu partisipan yaitu Ny.D kepada
ayahnya, tetapi terkadang ayahnya sering melanggar dengan pergi kesawah untuk
mencangkul dan melakukan olah raga seperti pimpong bersama temannya. Tn.B
belum menerapkan pola istirahat cukup kepada istrinya dengan alasan kesibukan
artritis yaitu dengan pendidikan serta penerapan istirahat cukup kepada pasien
dan keluarga.
dengan istirahat cukup padahal, istirahat cukup sangat diperlukan oleh tubuh.
Selain itu kedua keluarga yang terdiagnosis rheumathoid artritis tidak terlalu
kategori sedang yang dilakukan sehari – hari dan dengan melakukan kegiatan
penderita rheumathoid artritis melakukan olah raga minimal 10-20 menit selama
sehari. Dengan latihan fisik berupa senam rheumathoid dan melakukan aktifitas
sehari- hari seperti mencangkul dan olah raga pimpong. Dari hasil penelitian
persendian.
aktivitas yang berlebih dalam menggunakan lutut seperti pedagang keliling, dan
pekerja yang banyak jongkok karena terjadi penekanan yang berlebih pada lutut,
sehari-hari. Senam rheumatoid merupakan salah satu terapi non farmakologi yang
(Soeroso, 2006).
Menurut peneliti latihan fisik yang dilakukan dan diterapkan oleh keluarga
yang terdiagnosis rheumathoid artritis sudah baik, tetapi ada salah satu latihan
fisik yang harus di kurangi seperti mencangkul, karena jika melakukan kegiatan
yang berat akan membuat kerja tubuh seperti otot dan persendian akan semakin
4.4.6 Makan dalam jumlah yang cukup dengan mengurangi makanan yang
tidak baik
berdasarkan kebiasaan sehari – hari dalam mengontrol berat badan keluarga yang
memberikan porsi makan yang cukup, dengan gizi seimbang dan menguri jenis
makanan yang bersantan serta jeroan. Hal tersebut dinyatakan oleh partisipan
badan dapat menurunkan tingkat nyeri yang dialami oleh penderita rheumathoid
sudah dapat mengontrol berat badan ideal. Pendapat ini sejalan dengan penelitian
Menurut Putri (2012) Pola makan yang salah menjadi salah satu pencetus
seperti produk kacang-kacangan, seperti susu kacang, kacang buncis, organ dalam
hewan seperti; usus, hati, limpa, paru,otak, dan jantung, makanan kaleng seperti
beberapa jenis buah-buahan seperti durian, air kelapa muda dan produk olahan
melinjo, minuman seperti alcohol dan sayur seperti kangkung dan bayam.
Menurut peneliti terdapat kolerasi antara fakta dan teori yang terjadi dalam
mempertahankan berat badan ideal pasien sudah sangat mendukung dan perlu
dipertahankan terbukti dengan turunnya berat badan pasien mendekati ideal dan
apabila terjadi kesalahan dalam diit pasien akan merasa nyeri pada bagian
persendiannya.
2. Waktu penelitian yang relatif pendek dan singkat juga menjadi keterbatasan