Anda di halaman 1dari 19

PORTOFOLIO KASUS

SEORANG LAKI-LAKI USIA 57 TAHUN DENGAN ABSES AT REGIO


COLLI DEXTRA DENGAN DM TIPE II

Oleh
dr. Agil Wahyu Wicaksono

DPJP
dr. Jeppri Bangun Sp.B

Pendamping
dr. HM. Suaidi

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA
INDRAMAYU
2016

1
Kasus

Topik: Abses at regio colli dextra + DMTipe II

Tanggal (kasus): 28 Desember 2016 Persenter: dr. Agil Wahyu Wicaksono

Tanggal presentasi: Pendamping: dr. HM. Suaidi

Tempat presentasi: RS Bhayangkara Indramayu

Obyektif presentasi:

 Keilmuan Keterampilan Penyegaran  Tinjauan Pus taka

 Diagnos tik  Manajemen Mas alah Is timewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewas a Lans ia Bumil

Deskripsi: pembengkakan di leher kanan sejak + 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pembengkakan tersebut disertai dengan
keluarnya nanah

Tujuan: menegakkan diagnosis dan melakukan penatalaksanaan

Bahan bahasan:  Tinjauan Pus taka Ris et  Kas us Audit

Cara membahas: Dis kus i Pres entas i dan dis kus i Email Pos

2
Data pasien: Nama: Tn. HR Nomor Regis trasi: 057549

Nama klinik: Telp:- Terdaftar s ejak: 03 Oktober 2016

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:


Pasien datang dengan keluhan adanya pembengkakan di leher kanan sejak + 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pembengkakan
tersebut disertai dengan keluarnya nanah. Menurut pasien pada mulanya pembengkakan tersebut hanya kecil seperti udun.
Kemudian membesar hingga menyebabkan pasien sulit menggerakkan leher ke kanan.

Keluhan pasien tersebut disertai dengan adanya nyeri dan rasa panas di leher kanan pasien. Keluhan ini juga dirasakan sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Sudah pernah diobati ke mantri dan ke pengobatan alternatif namun tidak kunjung membaik.
Demam (+) dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Demam tidak terlalu tinggi. Keluhan-keluhan pasien tersebut tidak didahului maupun
disertai adanya nyeri telan maupun sakit tenggorokan. Batuk (-). Pilek (-). Sakit gigi (-). Kesulitan membuka mulut (-). Nyeri telinga (-).
Sesak nafas (-) Bau mulut tidak ditemukan. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan menurun. Mual (+). Muntah (-). BAB dan BAK tidak
ada kelainan.

2. Riwayat
Padapengobatan:
pemeriksaan fisik ditemukan pasien kejang, dan suhu axial 38,3 0C. Dari data yang diperoleh keluhan yang dialami pasien
Pasien rutin berobat
menjurus kearahuntuk DM
kejang nya di mantri, namun lupa nama obat DM yang dikonsumsi.
demam

3
3. Riwayat kesehatan/ Penyakit:
Riwayat penyakit serupa sebelumnya : (-); Riwayat dirawat di RS: (-); Riwayat alergi obat/makanan: (-); Riwayat HT: (-); Riwayat
perdarahan: (-); Riwayat Trauma : (-); Riwayat DM : (+) Sejak 2 bulan yang lalu. Rutin berobat ke mantri namun tidak terkontrol

4. Riwayat keluarga:
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat keluhan serupa, riwayat tekanan darah tinggi, riwayat penyakit gula, riwayat sakit jantung,
riwayat asma

5. Riwayat pekerjaan:
Pasien merupakan wiraswasta. Pasien berobat dengan menggunakan fasilitas JKN-KIS

Daftar Pustaka:

a. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2015. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia. Jakarta.
b. Anonim. Ketorolac. http://reference.medscape.com/drug/ketorolac-343292#10 diakses pada 12 Desember 2016.

c. Anonim. Ceftriaxone. http://reference.medscape.com/drug/rocephin-ceftriaxone-342510 diakses pada 12 Desember 2016.

d. R. Sjamsuhidjat et al. 2010.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Abses dan DM Tipe II
2. Klasifikasi DM

4
4. Manajemen pasien Abses dan DM
5. Edukasi mengenai penatalaksaan non medikamentosa
6. Edukasi mengenai kemungkinan terjadinya komplikasi

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

5
Subyektif: Seorang laki-laki 57 tahun datang dengan keluhan adanya pembengkakan di leher kanan sejak + 2 minggu disertai
dengan keluarnya nanah. Mulanya kecil seperti udun namun membesar hingga menyebabkan pasien sulit menggerakkan leher
ke kanan. Nyeri (+), rasa panas (+). Sudah pernah diobati ke mantri dan ke pengobatan alternatif namun tidak kunjung
membaik. Demam (+) dirasakan sejak 1 minggu terakhir.. nafsu makan menurun. Mual (+). Riwayat Dm sejak 2 bulan yang lalu.

Objektif: Pembesaran kelenjar getah bening (+), tampak pembengkakan dengan ukuran d=10cm, kemerahan (+), nyeri
tekan(+),fluktuasi (+) di leher kanan. AL 20.900. GDS 273. S: 38,2 oC per aksiler, N : 96 x/menit, reguler, simetris, isi dan
tegangan cukup. RR :20x/menit,tipe thorakoabdominal, reguler, kedalaman cukup Tensi: 120/80 mmHg; BB: 70 kg; PB : 165
cm; IMT : 25,71 kg/m2; Kesimpulan: Status gizi overweight. AL 20.900. GDS 273
Assessment: Pasien didiagnosis abses karena dari anamnesis didapatkan adanya pembengkakan di leher kanan sejak + 2
minggu disertai dengan keluarnya nanah. Mulanya kecil seperti udun namun membesar hingga menyebabkan pasien sulit
menggerakkan leher ke kanan. Nyeri (+), rasa panas (+). Selain itu pasien juga mengeluh demam yang dirasakan sejak 1 minggu
terakhir. Dari pemeriksaan fisik didapatkan status lokalis pada regio colli dextra terdapat pembesaran kelenjar getah bening (+),
tampak pembengkakan dengan ukuran d=10cm, kemerahan (+), nyeri tekan(+),fluktuasi (+) di leher kanan. Pemeriksaan lain
yang mendukung adalah AL 20.900. Diagnosis DM tipe II ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis lanjutan dimana pasien
mengeluh sering haus dan sering kencing terutama pada malam hari, serta sering ingin mengemil, serta riwayat DM yang sudah
diderita pasien sejak 2 bulan yang lalu. Selain itu pada pemeriksaan penunjang didapatkan GDS 273 mg/dL..
Plan:
Diagnosis: untuk lebih mengetahui penyebab benjolan yang diderita pasien sebaiknya dilakukan pembedahan untuk

6
kemungkinan adanya limfadenitis dan juga perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk lebi h mengetahui patologi
penyebabnya. Perlu dilakukan pemeriksaan GDP/GD2PP untuk lebih memastikan diagnosis DM Tipe II dan kemungkinan
pemberian insulin.
Pengobatan: Pada pasien ini diberikan Inj ceftriaxone 2gr/24 jam sebagai terapi antibiotik agresif dengan indikasi AL 20.900.
Ceftriaxone merupakan sefalosporin generasi ketiga dengan aktivitas baik pada organisme gram negatif maupun gram positif
walaupun efeknya pada organisme gram negatif lebih luas daripada efeknya terhadap organisme gram positif namun efekti fitas
yang lebih tinggi terhadap organisme resisten; sangat stabil dengan adanya beta-laktamase (penisilinase dan sefalosporinase)
bakteri gram negatif dan gram positif. Inj metronidazole 3x500 mg diberikan sebagai terapi terhadap organisme anaerob yang
sering muncul pada pasien infeksi dengan DM. Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam diberikan sebagai prefentiv terhadap efek iritatif
ketorolac pada lambung. Inj ketorolac 1ampul/8 jam diberikan sebagai anti-nyeri. Sebagai NSAID, ketorolac menghambat
sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat setidaknya 2 isoenzim siklooksigenase (COX), COX-1 dan
COX-2.
Untuk tatalaksana DM tipe II diberikan inj novorapid 8-8-8 Unit, inj levemir 0-0-10 unit, Metformin 3x500mg. Pemberian insulin
dilakukan atas indikasi adanya Stres berat berupa infeksi sistemik dan kemungkinan akan dilakukannya operasi besar, serta
kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi.
Pendidikan: Dilakukan pada keluarga pasien, terkait dengan kondisi penyakit pasien, pembatasan asupan gula agar kadar gula
darah pasien dapat terkontrol, memberikan edukasi terkait pencegahan terjadinya kaki diabetic, serta edukasi terkait efek
samping pengobatan dan komplikasi lanjutan yang mungkin terjadi
Konsultasi: Konsultasi pada Sp.B dilakukan untuk kemungkinan insisi dan pembedahan lebih lanjut dan Sp.PD untuk
tatalaksana DM lebih lanjut dan toleransi operasi terkait kadar gula darah perioperatif dan kondisi kardiovaskular.

7
DPH Tanggal Keluhan Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Terapi
0 03/10/16 Bengkak,nyeri,pan KU : sakit sedang, CM,gizi kesan Lab Darah:  Abses Colli Dextra Bed rest
as,mual,demam baik Hb 13,7;  DM Tipe II Diet DM
VS : Hct 43;  Sepsis Infus RL 20 tpm
o
S : 38,2 C per aksiler AE 5,0 Juta; Inj ceftriaxone 2gr/24 jam
N : 96 x/menit, reguler, simetris, AL 28,9 ribu; Inj metronidazole 3x500 mg
isi dan tegangan cukup. AT 441 ribu; Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam
RR : 20 x/menit, tipe CT 7’; Inj ketorolac 1ampul/8 jam
thorakoabdominal, reguler, BT 2’; Inj Paracetamol 3x 500
kedalaman cukup Ur/Cr 40/0,6; Insisi drainase jika GDS
TD : 120/80 mmHg GDS 273. <200
Status Lokalis RegioColli Dextra: Inj novorapid 8-8-8Unit
Pembesaran kelenjar getah bening Inj levemir 0-0-10Unit
(+), tampak pembengkakan dengan (pukul 20.00)
ukuran d=10cm, kemerahan (+), Metformin 3x500mg
nyeri tekan(+),fluktuasi (+) di leher
kanan
1 04/10/16 Bengkak, nyeri KU : sakit sedang, CM,gizi kesan GDP: 303 mg/dL  Abses Colli Dextra Bed rest
berkurang, rasa baik  DM Tipe II Diet DM
panas berkurang, VS :  Sepsis Infus RL 20 tpm
o
mual, demam S : 37,8 C per aksiler Inj ceftriaxone 2gr/24 jam
turun N : 88 x/menit, reguler, Inj metronidazole 3x500 mg
simetris, isi dan tegangan cukup. Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam
RR : 20 x/menit, tipe Inj ketorolac 1ampul drip
thorakoabdominal, reguler, Inj tramadol 1 ampul drip
kedalaman cukup Insisi drainase jika GDS <
Tensi : 120/80 mmHg 200
Inj novorapid sliding scale
Status Lokalis RegioColli Dextra: Inj levemir 0-0-10 Unit
Pembesaran kelenjar getah bening (pukul 12.15)
(+), tampak pembengkakan dengan Metformin 3x500mg
ukuran d=10cm, kemerahan (+),
nyeri tekan(+),fluktuasi (+) di leher
kanan

8
2 05/10/16 Bengkak, nyeri KU : sakit sedang, CM,gizi kesan GDS: 184 mg/dL  Abses Colli Dextra Bed rest
berkurang, rasa baik  DM Tipe II Diet DM
panas berkurang, VS :  Sepsis Infus RL 20 tpm
o
mual, demam (-) S : 36,3 C per aksiler Inj ceftriaxone 2gr/24 jam
N : 90 x/menit, reguler, Inj metronidazole 3x500 mg
simetris, isi dan tegangan cukup. Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam
RR : 20 x/menit, tipe Inj ketorolac 1ampul drip
thorakoabdominal, reguler, Inj tramadol 1 ampul drip
kedalaman cukup Insisi drainase hari ini
Tensi : 110/70 mmHg Inj novorapid sliding scale
Inj levemir 0-0-10 Unit
Status Lokalis RegioColli Dextra: (pukul 20.00)
Pembesaran kelenjar getah bening Metformin 3x500mg
(+), tampak pembengkakan dengan
ukuran d=10cm, kemerahan (+),
nyeri tekan(+),fluktuasi (+) di leher
kanan

3 06/10/16 Nyeri post op KU : sakit sedang, CM,gizi kesan GDS: 212 mg/dL  Post Op Insisi Bed rest
baik Drainase + ND + Eksisi Diet Lunak DM
VS : KGB a.i. Abses regio Infus RL 20 tpm
o
S : 36,8 C per aksiler colli dextra e.c. Inj ceftizoxim 1gr/12 jam
N : 90 x/menit, reguler, susp.Limfadenitis TB Inj metronidazole 3x500 mg
simetris, isi dan tegangan cukup.  DM Tipe II Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam
RR : 20 x/menit, tipe Inj ketorolac 1ampul / 8
thorakoabdominal, reguler, jam
kedalaman cukup Inj levemir 0-0-15 Unit
Tensi : 120/70 mmHg (pukul 20.00)
Metformin 3x500mg
Status Lokalis RegioColli Dextra:
Tampak luka post op tertutup

9
4 06/10/16 Nyeri post op KU : sakit sedang, CM,gizi kesan GDS: 212 mg/dL  Post Op Insisi Bed rest
baik Drainase + ND + Eksisi Diet Lunak DM
VS : KGB a.i. Abses regio Infus RL 20 tpm
o
S : 36,8 C per aksiler colli dextra e.c. Inj ceftizoxim 1gr/12 jam
N : 90 x/menit, reguler, susp.Limfadenitis TB Inj metronidazole 3x500 mg
simetris, isi dan tegangan cukup.  DM Tipe II Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam
RR : 20 x/menit, tipe Inj ketorolac 1ampul / 8
thorakoabdominal, reguler, jam
kedalaman cukup Inj levemir 0-0-15 Unit
Tensi : 120/70 mmHg (pukul 20.00)
Metformin 3x500mg
Status Lokalis RegioColli Dextra:
Tampak luka post op tertutup

5 07/10/16 Nyeri post op KU : sakit sedang, CM,gizi kesan GDS: 124 mg/dL  Post Op Insisi Bed rest
berkurang baik Drainase + ND + Eksisi Diet Lunak DM
VS : KGB a.i. Abses regio Infus RL 20 tpm
o
S : 36,0 C per aksiler colli dextra e.c. Inj ceftizoxim 1gr/12 jam
N : 80 x/menit, reguler, susp.Limfadenitis TB Inj metronidazole 3x500 mg
simetris, isi dan tegangan cukup.  DM Tipe II Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam
RR : 20 x/menit, tipe Inj ketorolac 1ampul / 8
thorakoabdominal, reguler, jam
kedalaman cukup Metformin 3x500mg
Tensi : 130/80 mmHg Medikasi Luka Post OP
besok
Status Lokalis RegioColli Dextra:
Tampak luka post op tertutup
6 08/10/16 Nyeri post op KU : sakit sedang, CM,gizi kesan Lab Darah:  Post Op Insisi Bed rest
berkurang, baik Hb 12,9; Drainase + ND + Eksisi Diet Lunak DM
demam menggigil VS : Hct 42,2; KGB a.i. Abses regio Infus RL 20 tpm
o
S : 38,8 C per aksiler AE 4,5 Juta; colli dextra e.c. Inj ceftizoxim 1gr/12 jam
N : 88 x/menit, reguler, AL 16,9 ribu; susp.Limfadenitis TB Inj metronidazole 3x500 mg
simetris, isi dan tegangan cukup. AT 441 ribu;  DM Tipe II Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam
RR : 20 x/menit, tipe GDS 176. Inj ketorolac 1ampul / 8
thorakoabdominal, reguler, jam
kedalaman cukup Inj Paracetamol 3x500mg
Tensi : 120/80 mmHg Metformin 3x500mg

10
Medikasi luka post op
Status Lokalis RegioColli Dextra:
Tampak luka post op basah,pus (+)

7 09/10/16 Nyeri post op KU : sakit sedang, CM,gizi kesan GDS 196.  Post Op Insisi Bed rest
berkurang, baik Drainase + ND + Eksisi Diet Lunak DM
demam menggigil VS : KGB a.i. Abses regio Infus RL 20 tpm
o
S : 38,6 C per aksiler colli dextra e.c. Inj ceftizoxim 1gr/12 jam
N : 84 x/menit, reguler, susp.Limfadenitis TB Inj metronidazole 3x500 mg
simetris, isi dan tegangan cukup.  DM Tipe II Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam
RR : 20 x/menit, tipe Inj ketorolac 1ampul / 8
thorakoabdominal, reguler, jam
kedalaman cukup Inj Paracetamol 3x500mg
Tensi : 130/80 mmHg Metformin 3x500mg

Status Lokalis RegioColli Dextra:


Tampak luka post op tertutup
8 10/10/16 Nyeri post op KU : sakit sedang, CM,gizi kesan GDS 184.  Post Op Insisi Bed rest
berkurang, baik Drainase + ND + Eksisi Diet Lunak DM
demam menurun VS : KGB a.i. Abses regio Infus RL 20 tpm
o
S : 37,8 C per aksiler colli dextra e.c. Inj ceftizoxim 1gr/12 jam
N : 78 x/menit, reguler, susp.Limfadenitis TB Inj metronidazole 3x500 mg
simetris, isi dan tegangan cukup.  DM Tipe II Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam
RR : 20 x/menit, tipe Inj ketorolac 1ampul / 8
thorakoabdominal, reguler, jam
kedalaman cukup Inj Paracetamol 3x500mg
Tensi : 120/80 mmHg Metformin 3x500mg

Status Lokalis RegioColli Dextra:


Tampak luka post op tertutup

11
9 11/10/16 Demam (-), nyeri KU : sakit sedang, CM,gizi kesan GDS 155.  Post Op Insisi Bed rest
post op (-) baik Drainase + ND + Eksisi Diet Lunak DM
VS : KGB a.i. Abses regio Infus RL 20 tpm
o
S : 37,5 C per aksiler colli dextra e.c. Inj ceftizoxim 1gr/12 jam
N : 80 x/menit, reguler, susp.Limfadenitis TB Inj metronidazole 3x500 mg
simetris, isi dan tegangan cukup.  DM Tipe II Inj Ranitidin 50 mg/ 8 jam
RR : 20 x/menit, tipe Inj ketorolac 1ampul / 8
thorakoabdominal, reguler, jam (k/p)
kedalaman cukup Inj Paracetamol 3x500mg
Tensi : 110/70 mmHg (k/p)
Metformin 3x500mg
Status Lokalis RegioColli Dextra:
Tampak luka post op tertutup
10 12/10/16 (-) KU : sakit sedang, CM,gizi kesan GDS 124.  Post Op Insisi BLPL
baik Drainase + ND + Eksisi
VS : KGB a.i. Abses regio
o
S : 36,8 C per aksiler colli dextra e.c.
N : 80 x/menit, reguler, susp.Limfadenitis TB
simetris, isi dan tegangan cukup.  DM Tipe II
RR : 20 x/menit, tipe
thorakoabdominal, reguler,
kedalaman cukup
Tensi : 110/70 mmHg

Status Lokalis RegioColli Dextra:


Tampak luka post op tertutup

12
TINJAUAN PUSTAKA

LIMFADENITIS
I. DEFINISI
Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfa karena infeksi, merupakan suatu reaksi mikroorganisme yg terbawa oleh
limfa dari daerah yang terinfeksi ke kelenjar limfa regional yg kadang-kadang membengkak. Definisi lain menyebutkan bahwa
peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening. Peradangan tersebut akan menimbulkan hiperplasia kelenjar getah
bening hingga terasa membesar secara klinik. Kemunculan penyakit ini ditandai dengan gejala munculnya benjolan pada saluran
getah bening misalnya ketiak, leher dan sebagainya. Kelenjar getah bening yang terinfeksi akan membesar dan biasanya teraba
lunak dan nyeri. Kadang-kadang kulit diatasnya tampak merah dan teraba hangat.

Jenis limfadenitis ada dua yaitu limfadenitis akut dan limfadenitis kronis. Sedangkan jenis limfadenitis kronis sendiri masih dibagi
menjadi menjadi dua macam yaitu limfadenitis kronis spesifik dan non spesifik atau limfadenitis tuberkulosis. Cara menentukan
penyebab limfadenitis bisa melalui biopsi. Biopsi adalah pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
jaringan tersebut bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit atau mencocokkan jaringan organ sebelum melakukan transplantasi
organ. Resiko yang dapat ditimpulkan oleh kesalahan proses biopsi adalah infeksi dan pendarahan. Jenis biopsi yang dilakukan
untuk mendeteksi jenis penyakit ini adalah biopsi jarum yang dilakukan untuk mengetahui keadaan dibawah jaringan kulit.
II. MANIFESTASI KLINIK

Gejala untuk menganalisa apakah terkena penyakit ini adalah kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan membesar dan
jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya
terlihat merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging tumbuh atau biasa disebut dengan tumor. Dan
untuk memastikan apakah gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis maka perlu adanya pengangkatan jaringan
untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.

Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis. Limfadenitis ini terjadi ketika penderita mengalami infeksi kronis, misa l

13
pada kondisi ketika seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher (limfadenitis).
Pembesaran di sini ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik dan masih
banyak di Indonesia adalah akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening,
padat/keras, multiple dan dapat berhubungan satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga
kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri seperti abses banal. Apabila abses ini pecah kekulit, lukanya sulit sembuh oleh
karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula.
Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa, besar dan berhubungan sehingga leher
penderita itu disebut seperti bull neck. Pada keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dibedakan dengan limfoma malignum.
Limfadenitis tuberkulosa diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi, terutama yang tidak disertai oleh tuberkul osa
paru.

III. DIAGNOSIS

Diagnosis dilakukan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk membantu menentukan penyebabnya, bisa dilakukan biopsi
(pengangkatan jaringan untuk diperiksa di bawah mikroskop).
Biasanya, lymphadenitis bisa didiagnosa berdasarkan gejala-gejala dasar, dan hal itu menyebabkan infeksi sekitarnya yang nyata.
Ketika penyebab tersebut tidak dapat diidentifikasi dengan mudah, biopsi (pengangkatan dan penelitian pada contoh jaringan di
bawah mikroskop) dan kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang membiarkan
mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan diperlukan untuk memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasikan
organisme penyebab infeksi.

 Anamnesis

Dari anamnesis dapat diperoleh:


1. Lokasi pembesaran kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara mendadak biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran

14
pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila
berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh mikobakterium, toksoplasma, ebstein barr virus ata u
citomegalovirus.

2. Gejala-gejala penyerta (symptoms)


Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran pernapasan bagian atas. Demam,
keringat malam dan penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak
jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit serum
(serum sickness), ditambah riwayat obat-obatan.

3. Riwayat penyakit
Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan kepada infeksi oleh streptokokus. Adanya infeksi gigi dan
gusi dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob.

4. Riwayat pekerjaan dan perjalanan


Paparan terhadap infeksi / kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi saluran nafas atas, faringitis oleh
Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau
pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-daerah Afrika dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis. Orang yang
bekerja di hutan dapat terkena Tularemia.

 Pemeriksaan Fisik
Karakteristik dari kelenjar getah bening:
Kelenjar Getah Bening dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan
berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak
dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.

15
 Ukuran: normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal).
 Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
 Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma;
lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
 Penempelan: beberapa Kelenjar Getah Bening yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat
tuberkulosis, sarkoidosis keganasan.

Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela dan mononukleosis. Pada pembesara n KGB
oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri dan kanan), lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri,
kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya
kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya
abses. Bila limfadenitis disebabkan keganasan, tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan
(terikat dengan jaringan di bawahnya).
Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar berjalan mingguan-bulanan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi
fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah.
 Tanda-tanda penyerta (sign):
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-bintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi
oleh bakteri streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas
berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis,
ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi epstein barr virus. Adanya radang pada selaput mata dan
bercak koplik mengarahkan kepada campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan
penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada leukemia.

16
IV. PENATALAKSANAAN

a. Pengobatan
Pengobatan tergantung dari organisme penyebabnya. Untuk infeksi bakteri, biasanya diberikan antibiotik per-oral (melalui
mulut) atau intravena (melalui pembuluh darah). Untuk membantu mengurangi rasa sakit, kelenjar getah bening yang terkena
bisa dikompres hangat. Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar akan mengecil secara perlahan dan rasa sakit akan hilang.
Kadang-kadang kelenjar yang membesar tetap keras dan tidak lagi terasa lunak pada perabaan.

Pembesaran KGB biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri, walaupun pembesaran KGB dapat berla ngsung mingguan.
Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari
pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic golongan penicillin dapa t
diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali
sehari.

Bila penyebab limfadenopati adalah mycobacterium tuberculosis maka diberikan obat anti tuberculosis selama 9-12 bulan. Bila
disebabkan mycobacterium selain tuberculosis maka memerlukan pengangkatan KGB yang terinfeksi atau bila pembedahan
tidak memungkinkan atau tidak maksimal diberikan antibiotic golongan makrolida dan anti -mycobacterium

Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan seperti:

• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

17
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita

18
19

Anda mungkin juga menyukai