Bab II
Bab II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindak Pidana
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang
lebih lanjut Moeljatno mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) hal yang perlu
diperhatikan :
a. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan
diancam pidana
b. Larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian
yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidana
ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
c. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena
antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan
erat pula. ”Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan
orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian
yang ditimbulkan olehnya”. 9
sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan
manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam suatu pergaulan
9
Moeljatno, 1985. Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,
hlm. 34
10
Ridwan A. Halim, 1982. Hukum Pidana dan Tanya Jawab. Ghalia Indonesia, Jakarta,
hlm. 31.
7
hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh
pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian
istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi
bahwa, pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti
khusus sebagai terjemahan dari Bahasa Belanda ”straf” yang dapat diartikan
sebagai ”hukuman”. 12
11
Lamintang, 1984. Dasar - dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung,
hlm. 172
12
Moeljatno, 1987. Asas-asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta. hlm. 37.
8
yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut
13
dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan. Sedangkan
pidana. 15
Simons ialah :
a. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan);
b. Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld );
c. Melawan hukum (onrechtmatig);
d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand);
e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar
persoon). 16
13
Ibid., hlm. 38.
14
Lamintang, 1984. Op.Cit . hlm. 173-174.
15
Ibid., hlm. 36.
16
Ibid., hlm. 32.
9
Bahwa yang dimaksud unsur obyektif adalah perbuatan orang, akibat yang
kelihatan dari perbuatan itu dan keadaan tertentu yang menyertai perbuatan
itu. Sedangkan yang dimaksud unsur subyektif adalah orang yang mampu
bertanggung jawab dan adanya kesalahan (dolus atau culpa). Menurut Van
d. Patut di pidana. 17
a. Moeljatno berpendapat:
1) Perbuatan manusia;
2) Yang memenuhi rumusan undang-undang (ini merupakan syarat
formil), dan
3) Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).
17
Ibid., hlm. 33.
10
ialah bersifat melawan hukum dan kesalahan itu belumlah lengkap untuk
harus ada unsur lain, sedangkan unsur dimaksud adalah ”unsur sub-sosial”
(ontwrichting) padanya;
adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan
18
Ibid., hlm. 34-35.
19
Ibid., hlm. 35-36.
20
Ibid., hlm. 39.
11
dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang
dilakukan. 21
KUHP;
e. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam
b. Kualitas si pelaku;
21
Lamintang, 1984. Dasar - dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung.
hlm. 183.
22
Ibid., hlm. 184.
12
penegak hukum mulai dari dari kepolisian sampai tahap pengadilan. Tahap
3. Tahap eksekusi, yaitu : tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh
aparat penegak hukum. Tahap ini dapat disebut tahap kebijakan eksekutif
atau administratif. 23
diuraikan di atas, proses hukum baru menyelesaikan satu tahap saja dari suatu
23
Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas
Diponegero, Semarang, hlm. 13-14.
24
Satjipto Rahardjo, Tanpa Tahun. Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan
Sosiologis, Sinar Baru, Bandung, hlm. 24.
13
mengatakan :
mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan menetapkan apa yang
menarik garis antara apa yang patuh hukum dan apa yang melawan hukum.
dengan hukum tidak merupakan masalah dan tidak perlu dipersoalkan; yang
diperhatikan dan digarap oleh hukum ialah justeru perbuatan yang disebut
25
Satjipto Rahardjo, 2000. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 181.
26
Soerjono Soekanto, 1983. Penegakan Hukum. Bina Cipta, Bandung. hlm. 13.
27
Sudarto, 1986. Op. cit. hlm. 111.
14
skematis, maka dapat dibedakan adanya tiga sistem penegakan hukum, ialah
sistem penegakan hukum perdata, sistem penegakan hukum pidana dan sistem
sendiri-sendiri pula. 28
merupakan suatu sistem aksi. Ada sekian banyak aktivitas yang dilakukan oleh
Akan tetapi kalau penegakan hukum itu diartikan secara luas, maka penegakan
peranan dalam aktivitas guna mencegah dan mengatasi perbuatan yang melawan
oleh alat perlengkapan dan peraturan yang relatif lebih lengkap dari penegakan
a. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut;
b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan;
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. 30
pidana”. Jadi pada dasarnya hukum pidana berpokok kepada 2 (dua) hal, yaitu :
b. Pidana.
ad. b. Pidana
Hukum pidana formil bisa juga disebut hukum acara pidana. H.I.R. memuat
31
Sudarto, 1990/1991. Hukum Pidana Jilid IA – IB. Fakultas Hukum, UNSOED,
Purwokerto. hlm. 5
32
Sudarto, 1990/1991. Loc. Cit.
33
Ibid., hlm. 6.
17
1. Teori Pemidanaan
est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu
of social defence). Menurut Nigel Walker teori ini lebih tepat disebut
Oleh karena itu teori inipun sering juga disebut teori tujuan
38
Ibid., hlm. 16.
20
itu berubah menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi
39
Ibid., hlm. 16-17.
21
pidana. 40
terbit masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu adalah menjadi dasar
40
Ibid., hlm. 17-18.
41
Ibid., hlm. 19.
22
(dua), yaitu :
itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup untuk
bahwa pidana tiada lain adalah pembalasan pada penjahat, tetapi juga
2. Tujuan Pemidanaan
Indonesia adalah sebagai tahap formulatif dalam penegakan hukum yang erat
satu upaya untuk mengetahui tujuan pemidanaan kita adalah dengan melihat
pembalasan atas tindak pidana yang terjadi atau merupakan tujuan yang layak
dari proses pidana sebagai pencegahan tingkah laku yang anti sosial.
Menentukan titik temu dari dua pandangan tersebut jika tidak berhasil
kejahatan agar di kemudian hari orang itu tidak melakukan lagi kejahatan”. 45
tujuan umum negara. Sehubungan dengan hal tersebut, maka politik hukum
yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu dan untuk sama-sama yang
adalah :
44
Zainal Abidin, 2005. Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP.
ELSAM, Jakarta. hlm. 10
45
Andi Hamzah, 1983. Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan di Indonesia.
Akademika Pressindo, Jakarta, hlm. 26.
24
a. Dengan pemidanaan maka si korban akan merasa puas, baik perasaan adil
bagi dirinya, temannya maupun keluarganya. Perasaan tersebut tidak dapat
dihindari dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh tidak menghargai
hukum. Tipe restributif ini disebut vindicative.
b. Dengan pemidanaan akan memberikan peringatan pada pelaku kejahatan
dan anggota masyarakat yang lain bahwa setiap ancaman yang merugikan
orang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak sah atau
tidak wajar, akan menerima ganjarannya. Tipe restributif ini disebut
fairness.
c. Pemidanaan dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kesebandingan antara
apa yang disebut dengan the grafity of the offence dengan pidana yang
dijatuhkan. Tipe restributif ini disebut dengan proportionality. Termasuk ke
dalam ketegori the grafity ini adalah kekejaman dari kejahatannya atau
dapat juga termasuk sifat aniaya yang ada dalam kejahatannya baik yang
dilakukan dengan sengaja maupun karena kelalainnya. 47
46
Sudarto, 1986. Op. cit. hlm. 83
47
Romli Atmasasmita, 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi. Mandar
Maju, Bandung. hlm. 83-84
48
Muladi, 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni, Bandung. hlm. 13
25
arti si penjahat membayar kembali hutangnya (the criminal pays back). Jadi
pengertiannya tidak jauh berbeda. Menurut John Kalpan, tergantung dari cara
orang berpikir pada saat menjatuhkan sanksi. Apakah dijatuhkannya sanksi itu
memuaskan hasrat balas dendam dari sebagian para korban atau orang-orang
KUHP adalah tindak pidana pencurian yang secara khusus diatur dalam Bab
XXII Pasal 362 – 367 KUHP. Mengenai tindak pidana pencurian ini ada salah
khususnya yang diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP. Pencurian secara
umum dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :
49
Ibid., hlm. 14
26
tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP, yang dibedakan atas 5 (lima)
macam pencurian :
penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh
rupiah”. 51
a) mengambil;
b) suatu barang;
a) dengan maksud;
50
Lamintang, 1989. Delik – delik Khusus Kejahatan - kejahatan Terhadap Harta
Kekayaan, Cetakan Pertama, Sinar Baru, Bandung, hlm. 1
51
Moeljatno, 1985. Op. cit. hlm. 128.
27
cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat
dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian
yang menyatakan :
”Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan pasal 363 ke-4, begitupun
perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ke-5, apabila tidak dilakukan
dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika
harga barang yang dicuri tidak lebih dari puluh lima rupiah, dikenai, karena
pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling
banyak enam puluh rupiah”. 52
Jenis pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP lazim disebut
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian
yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman
52
Ibid., hlm. 129.
29
(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :
ke-1 jika perbuatan dilakukan pada malam hari dalam sebuah rumah
atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dijalan umum, atau
dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;
ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu;
ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan merusak
atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah
palsu atau pakaian seragam palsu;
ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
(3) Jika perbuatan mengakibatkanmati, maka dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan
mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau
lebih dengan bersekutu, jika disertai oleh salah satu hal yang
diterangkan dalam point 1 dan 3. 53
korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal 367 KUHP
akan terjadi apabila seorang suami atau istri melakukan (sendiri) atau
membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda isteri atau suaminya.
isteri tersebut masih dalam ikatan perkawinan yang utuh, tidak terpisah meja
atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayannya, maka pencurian atau
53
Ibid., hlm. 130.
30
suami atau isteri terhadap harta benda isteri atau suami ada orang lain
pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 362
KUHP tersebut di atas itu terdiri dari unsur subyektif dan unsur obyektif.
a. Unsur subyektif
’met het oogmerk om het zich wederrehtelijk toe te eigenen’ atau dengan
maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum;
b. Unsur obyektif
1) ’hij’ atau barangsiapa;
2) ’wegnemen’ atau mengambil;
3) ’eenig goed’ atau sesuatu benda;
4) ’dat geheel of gedeeltelijk aan een ander toebehoort’ atau yang sebagian
atau seluruhnya kepunyaan orang lain. 55
KUHP. Seperti telah diketahui ’unsur obyektif pertama’ dari tindak pidana
yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu ialah ’hij’, yang lazim diterjemahkan
yang diatur dalam pasal tersebut maka karena bersalah telah melakukan tindak
mendengar kata ’mengambil’ maka pertama terpikir oleh kita adalah membawa
sesuatu barang dari suatu tempat ke tempat lain. Perbuatan ’mengambil’ tidak
cukup apabila si pelaku hanya memegang barangnya saja, akan tetapi si pelaku
dalam kekuasaannya. 57
57
Hermin Hediati Koeswadji, 1984. Op. Cit. hlm. 20.
58
Moch. Anwar, 1986. Hukum Pidana Bagian Khusus (Jilid I). Alumni, Bandung.
hlm. 17.
32
kekuasaannya yang nyata, dengan kata lain, pada waktu pelaku melakukan
Karena tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu
adalah merupakan suatu ’tindak pidana formil’, maka tindak pidana tersebut
harus dianggap telah selesai dilakukan oleh pelakunya yaitu segera setelah
’Unsur obyektif ketiga’ dari tindak pidana pencurian yang diatur dalam
Pasal 362 KUHP itu ialah ’eenig goed’ atau ’suatu benda’. Kata ’goed’ atau
’benda’ itu oleh para pembentuk Kitab Undag-undang Hukum Pidana yang
rumusan Pasal 362 KUHP saja melainkan juga di dalam rumusan-rumusan dari
59
Lamintang, 1989. Op. Cit. hlm. 12.
60
Ibid. hlm. 13.
61
Ibid. hlm. 15
62
Ibid. hlm. 16.
33
sesuatu yang berwujud, termasuk pula binatang (manusia tidak). Bukan barang
yang tidak bergerak (onroerend goed), tetapi yang dapat bergerak (roerend
goed), karena dalam pencurian barang itu harus dapat dipindahkan. Pencurian
tidak dapat terjadi terhadap barang – barang yang tidak bergerak seperti tanah,
Simons mengatakan bahwa ’Segala sesuatu yang merupakan bagian dari harta
kekayaan (seseorang) yang dapat diambil (oleh orang lain) itu, dapat menjadi
merupakan bagian dari harta kekayaan’ di atas dapat disimpulkan, bahwa dapat
63
Ibid. hlm. 17.
64
Moch. Anwar, 1986. Op. cit. hlm 18
65
R. Soesilo, 1984. Pokok - pokok Hukum Pidana Peraturan Umum Delik-delik Khusus.
Politea, Bogor. hlm. 118
34
menjadi obyek tindak pidana pencurian itu hanyalah benda-benda yang ada
pemiliknya saja. 66
hukum’, istilah ini terwujud dalam kehendak, keinginan atau tujuan dari pelaku
kekuasaan sendiri dari pelaku. Pelaku harus sadar, bahwa yang diambilnya
adalah milik orang lain. 67 Lebih lanjut mengenai pengertian ’memiliki barang
”Memiliki bagi diri sendiri adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang
tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya,
sedangkan ia bukanlah pemiliknya. Maksud memiliki barang bagi diri sendiri
itu terwujud dalam berbagai jenis perbuatan, yaitu menjual, memakai,
memberikan kepada orang lain, menggadaikan, menukarkan, merubahnya, dan
sebagainya. Pendeknya setiap penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku
seakan-akan pemilik, sedangkan ia bukan pemilik. Maksud untuk memiliki
barang itu tidak perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada. Meskipun
barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap dulu, karena
kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan selesainya perbuatan
mengambil barang. 68
bertindak sebagai orang yang punya, sedangkan ’melawan hukum’ berarti tidak
berhak, bertentangan dengan hak orang lain, tidak minta ijin terlebih
arti yang jauh lebih luas dari sekedar apa yang disebut ’zich toeeigenen’,
66
Lamintang, 1989. Op. cit. hlm. 21.
67
Moch. Anwar, 1986. Op. cit. hlm. 19.
68
Moch. Anwar, 1986. Loc. cit.
69
R. Soesilo, 1984. Op. cit. hlm. 119.
35
karena termasuk dalam pengertiannya antara lain ialah ’cara’ untuk dapat
Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dan Pasal 365 KUHP
tersebut dilakukan dengan cara tertentu. Istilah yang dirasa tepat adalah yang
sekaligus dapat dilihat, bahwa karena sifatnya maka pencurian itu diperberat
ancaman pidananya. 71
yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dan Pasal 365 KUHP tersebut mempunyai
arti yang sama dengan kata ”pencurian” sebagai pencurian dalam bentuk pokok
yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP, dengan demikian antara pencurian
yaitu :
a. Unsur subyektif
Dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum.
b. Unsur obyektif
1) barangsiapa
2) mengambil
c. Sebuah benda
d. Yang sebagaian atau seluruhnya kepunyaan orang lain. 72
70
Lamintang, 1989. hlm. 31.
71
Hermien Hediati Koeswadji, 1984. Op. cit. hlm. 25.
72
Lamintang 1989. Op. cit. hlm. 1.
36
pokok sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP adalah karena hanya
disebut nama kejahatannya saja yaitu pencurian, ditambah unsur lain yang
memberatkan”. 73
maksudnya suatu pencurian dengan cara-cara bersifat lebih berat dan diancam
dengan hukuman yang maksimalnya lebih tinggi, yaitu lebih dari hukuman
74
penjara lima tahun”.
itu dipandang sudah cukup diartikan sebagai ”pencurian dalam bentuk pokok”,
putusan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dan Pasal 365
KUHP itu oleh Van Bemmelen dan Van Hattum disebut sebagai ”objectief
secara obyektif”, yang berlaku bagi setiap ”peserta” dalam tindak pidana. 75
73
Moch. Anwar, 1989. Op. cit. hlm. 20.
74
Sudradjat Bassar, 1986. Op. Cit., hlm. 68.
75
Lamintang 1989. Op. cit. hlm. 48.
37
Tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP itu juga
memberatkan. Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP itu
orang, akan tetapi tidaklah perlu bahwa orang tersebut merupakan pemilik dari
77
benda yang akan dicuri atau telah dicuri. Menurut pendapat Simons,
kekerasan itu tidaklah perlu merupakan sarana atau cara untuk melakukan
”selama” dan ”sesudah” pencurian itu dilakukan dengan maksud seperti yang
yang diatur dalam Pasal 365 ayat (2) KUHP menurut Moch. Anwar adalah
sebagai berikut :
76
Ibid., hlm. 52.
77
Ibid., hlm. 55.
78
Lamintang, 1989. Loc. cit.
38
”Pencurian yang dirumuskan adalah Pasal 365 ayat (1) KUHP dengan disertai
masalah-masalah yang memberatkan yaitu :
ke-1 - pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup di
mana berdiri sebuah rumah:
- di jalan umum;
- di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;
ke-2 dilakukan bersama-sama oleh 2 orang atau lebih;
ke-3 yang bersalah memasuki tempat kejahatan dengan cara membongkar,
memanjat, anak kunci palsu,perintah palsu, pakaian jabatan palsu”. 79
Mengenai apa yang dimaksud dengan jalan umum sebagai salah satu
unsur yang terdapat dalam Pasal 365 ayat (2) sub 1 KUHP menurut R. Soesilo,
adalah sebagai berikut : ”Jalan umum adalah semua jalan, baik mlik
pemerintah maupun partikelir, asal dipergunakan untuk umum (siapa saja boleh
berjalan di situ). Dalam Pasal 365 ayat (3) KUHP disebutkan apabila
ayat ini matinya orang lain merupakan akibat yang timbul karena penggunaan
kematian itu dimaksud (diniati) oleh si pembuat maka ia dikenakan Pasal 339
80
KUHP. Alasan memberatkan hukuman terhadap pencurian di jalan umum,
dikereta api yang sedang berjalan, mobil atau bus umum seperti termuat dalam
Pasal 365 ayat (2) KUHP adalah karena pada tempat-tempat tadi korban ttidak
365 KUHP ini dapat dikatakan bahwa pasal tersebut merupakan pembatasan
antara delik harta benda (vermogens delict) dan delik terhadap nyawa (levens
79
Moch. Anwar, 1986. Op. cit., hlm. 27.
80
R. Soesilo, 1986. Op. cit., hlm. 254.
81
Sudradjat Bassar, 1986. Op. cit. hlm. 72.
39
15 tahun. 82
82
Hermien Hediati Koeswadji, 1984. Op. cit., hlm. 44.