Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinana
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil,
bahagia, sejahtera (Wiyono, 1997). Berbagai macam alat kontrasepsi yang disuguhkan
kepada para akseptor KB antara lain suntikan, alamiah, AKDR, implant, kontrasepsi mantab
(MOP dan MOW) dan pil KB.
Prevalensi KB menurut alat atau cara KB berdasarkan hasil mini survey peserta aktif
tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi KB di Indonesia adalah 66,2%. Alat atau cara KB
yang dominan dipakai adalah suntikan (34%), pil (17%) IUD (7%), implan (4%), MOW (2,6%),
MOP (0,3%) Kondom (0,6 ).
Pada dasarnya prinsip pemilihan KB ini sangat penting karena tidak hanya mencakup
pemakaian KB, tetapi juga metode pengendalian kelahiran yang paling sesuai dengan
kondisi khusus dari pasangan. Selain itu, untuk meningkatkan pengetahuan akseptor KB
yaitu dengan cara pemberian konseling, karena konseling dapat memberikan pengetahuan
akseptor KB suntik 3 bulan tentang efek samping KB suntik 1 bulan, keuntungan, kerugian,
efektifitas dan waktu pemakaiannya sehingga akseptor KB suntik dapat mengambil
keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi yang tepat dan sesuai.
Kontrasepsi injeksi adalah cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan
melalui suntikan hormonal. Kontrasepsi suntikan di Indonesia semakin banyak dipakai
karena kerjanya yang efektif, pemakaiannya yang praktis, harganya relatif murah dan aman.
Sebelum disuntik, kesehatan ibu harus diperiksa dulu untuk memastikan kecocokannya.
Suntikan diberikan saat ibu dalam keadaan tidak hamil.
Pada umumnya pemakai suntikan KB mempunyai persyaratan sama dengan pemakai
pil, begitu pula bagi orang yang tidak boleh memakai suntikan KB, termasuk penggunaan
cara KB hormonal selama maksimal 5 tahun. Suntikan KB merupakan salah satu metode
pencegahan kehamilan yang paling banyak digunakan di Indonesia. Secara umum, Suntikan
KB bekerja untuk mengentalkan lendir rahim sehingga sulit untuk ditembus oleh sperma.

1
Selain itu, Suntikan KB juga membantu mencegah sel telur menempel di dinding rahim
sehingga kehamilan dapat dihindari.

B. Tujuan Umum

Mahasiswa kebidanan diharapkan mampu untuk mengerti dan menjelaskan tentang


kontrasepsi suntik 3 bulan.

Tujuan Khusus

Pada akhir pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat Mengetahui dan
memahami definisi, efektifitas, cara kerja, keuntungan, kerugian, indikasi, kontra indikasi,
waktu mulai menggunakan kontasepsi dan efek samping dari suntik kb 3 bulan.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis

Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang molahidatidosa.

2. Bagi peneliti lain

Dapat sebagai referensi untuk di lakukan penelitian lebih lanjut.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Depo medroksi progesteron merupakan salah satu alat kontrasepsi suntikan yang
hanya mengandung progestin yaitu 150 mg Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA)
yang diberikan tiap 3 bulan dengan cara di suntik IM (didaerah bokong). (Syaifudin,
2003:MK-40)

2. Efektivitas

DMPA mempunyai efektifitas tinggi dengan 0,3 kehamilan per 100 perempuan
dalam 1 tahun, asal penyuntikan dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang
ditentukan. (Syaifuddin, 2003 : MK-41)

3. Cara kerja

1. Mencegah ovulasi

Kadar FSH dan LH menurun dan tidak terjadi sentakan LH (LH surge). Respon kelenjar
hipofise terhadap terhadap gonadotropin releasing hormon eksogenous tidak berubah,
sehingga memberi kesan berbeda dengan POK, yang tampaknya menghambat ovulasi
melalui efek langsung pada kelenjar hipofise. Penggunaan kontrasepsi suntikan tidak
menyebabkan hipo-estrogenik.

2. Implantasi

Pemberian progetseron eksogenus dapat menggangu kadar puncak FSH dan LH,
sehingga meskipun terjadi ovulasi, produksi progesterone yang berkurang dari corpus
luteum menyebabkan penghambatan dari implantasi. Pemberian esterogen secara sistemik
dan untuk jangka waktu lama menyebabkan endometrium mengalami keadaan “istirahat”
dan atropi.(Hartanto,2004:99)

3
3. Transpor gamet/ ovum

Pengangkutan ovum dapat diperlambat bila diberikan progesteron sebelum terjadi


fertilisasi yang dapat menyebabkan peninggian insidens implementasi ektopik (tuba), pada
wanita yang memakai kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron.(hartanto,2004:99)

4. Leteolysis

Pemberian jangka panjang progesteron dapat menyebabkan fungsi luteum yang


tidak adekuat pada siklus haid yang mepunyai ovulasi.(Hartanto,2004:99)

5. Lendir serviks yang kental

Dalam 48 jam setelah pemberian progesteron sudah tampak lendir serviks yang
kental, sehingga mobilitas dan daya penetrasi dari spermatozoa sangat terhambat. Lendir
servic yang “bermusuhan atau tidak ramah”untuk spermatozoa adalah lendir yang jumlahnya
sedikit, kental dan seluler serta kurang menunjukkan ferning danspinnbarkeit.
(Hartanto,2004:100)

4. Keuntungan

1. Mudah digunakan, tidak memerlukan aksi sehari-hari atau aksi senggama.

2. Aman, tidak mempunyai efek yang serius terhadap kesehatan.

3. Sangat efektif, sama efektifnya seperti sterilisasi dan kontrasepsi intrauterin dan
kontrasepsi impant.

4. Bebas dari masalah yang berkaitan dengan estrogen.

5. Meningkatkan laktasi

Pada DMPA tidak ditemukan efek terhadap laktasi, malah mungkin dapat
memperbaiki kuantitas ASI (memperbanyak produksi ASI). DMPA tidak mengubah komposisi
ASI. Juga tidak ditemukan efek imunologik (perubahan konsentrasi imunoglobulin) pada ASI
mantan akseptor DMPA atau NET EN. Memang ditemukan sejumlah kecil hormon didalam
ASI, tetapi tidak mempunyai efek pada bayinya misalnya berat badan atau perkembangan
bayi tidak terganggu. (Hartanto,2004:173)

4
5. Kerugian

1. Pola perdarahan tidak teratur

Apabila wanita mengalami perdaran tidak teratur, ia harus dianjurkan untuk kembali
sebelum dilakukan suntikan berikutnya sehingga suntikan dapat diberikan lebih awal.
Apabila tidak ada perbaikan pada pola perdarahan, ia harus diberikan esterogen pada saat
bersamaan, baik berupa pil kombinasi atau bila pil ini dikontraindikasikan dalam bentuk
terapi sulih hormon. Sebagian besar wanita mengalami perdarahan rembesan menemukan
bahwa keluhan ini membaik dengan sendirinya, biasanya pada suntikan keempat.
(Everett,2008:177)

2. Bertambahnya jerawat dan perubahan MOOD

Jerawat kadang-kadang disebabkan atau diperberat oleh progesteron yang


androgenik misalnya levonorgestel atau NET. perawatan yang baik biasanya dapat
membawa wanita yang menggunakan kontrasepsi bisa melewati masa penyesuaian dengan
metode baru walaupun kadang metode tersebut perlu dihentikan (Glasier dan
Gebie,2006:96). Beberapa wanita mungkin mengeluhkan bertambahnya jerawat dan
perubahan mood. Hal ini biasanya membaik, terapi vitamin B6 dan minyak evening primose
dapat bermanfaat untuk meredakannya. Apabila tidak ada perubahan gejala, hal ini harus di
bahas bersama wanita tersebut. Ia mungkin mengganti metodenya atau mengobati
jerawatnya. (Everret,2008:178).

3. Suntikan tidak dapat ditarik lagi

Wanita harus dapat menerimanya setelah suntikan diberikan, suntikan tidak dapat
ditarik kembali sehingga efek samping yang tidak diharapkan yang mereka alami, meskipun
berlangsung jangka pendek, akan berlanjut samapai suntikan kedaluwarsa setelah 12
minggu.(Eveerret,2008:174)

4. Pemulihan fertilitas tertunda

Ini hanya menjadi masalah bagi pemakai DMPA, yang mungkin mengalami interval
berkepanjangan sebelum ovulasi normal pulih. Penundaan ini mungkin disebabkan oleh
menetapnya MPA dalam sirkulasi, karena mikrokristal di depot yang disuntikkan tersebut

5
kadang-kadang larut sangat lambat. Penundaan pemulihan kesuburan rata-rata berlangsung
7-8 bulan setelah perhitungan efek 3-4 bulan dari suntikan terakir. Hal ini berarti bahwa
sebagian wanita akan memerlukan waktu lebih dari setahun untuk dapat hamil. Tidak
terdapat bukti bahwa DMPA menyebabkan sterilitas permanen. Net-EN menyebabkan
penundaan yang sangat singkat, tetapi kontrasepsi suntik kombinasi tidak diketahui dapat
menimbulkan efek berkepanjangan setelah dosis terakir. (Gleiser dan Gebbie,2006:103)

5. Diperlukan penyuntikan yang teratur

Harus dibahas evektivitas dan frekuensi penyuntikan dan berapa kali suntikan harus
diberikan. Kadang kala, wanita telah memiliki kesan bahwa DMPA dapat diberikan setiap 3
bulan. DMPA dapat diberikan lebih dari 12 minggu sehingga penting frekuensi interval
dalam hitungan minggu.(Everett,2008:174)

6. Tidak ada perlindungan terhadap penyakit menular seksual/ HIV. (Speroff, 2003:191)

6. Indikasi

1. Usia reproduksi (ramaja sampai wanita usia 40 tahun)

2. Nulipara dan yang telah mempunyai anak

3. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektifitas tinggi.

4. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai (setelah enam minggu


pascapartum). Salah satu keunggulan dari metode kontrasepsi progesteron yaitu tidak
adanya efek merugikan menyusui dan tidak adanya bukti pengurangan jumlah atau kualitas
ASI serta tidak adanya efek pada pertumbuhan dan perkembangan bayi (Anna Glasier dan
Alisa Gebbie,2006:89)

5. Telah banyak anak namun belum menghendaki tubektomi

Metode progesteron dapat digunakan sampai menoupose dan bahkan mungkin


meringankan gejala menoupose. Anna Glasier dan Alisa Gebbie,2006:92)

6. Perokok , bagi wanita yang berusia lebih tua dan perokok yang berumur lebih dari 35
tahun dipastikan resiko penyakit kardiovaskuler. Resiko ini tampaknya tidak meningkat oleh

6
metode progesteron. Metode progesteron dapat digunakan sampai menoupose dan bahkan
mungkin meredakan gejala perimenoupose.(Anna Glasier dan Alisa Gebbie,2006:92)

7. Tekanan darah < 180/ mmHg, dengan masalah gangguan pembekuan darah.
110

Timbulnya hipertensi sewaktu menggunakan progesteron jarang terjadi, dan biasanya tidak
berkaitan dengan pemakaian progesteron tersebut. Hipertensi ringan atau saat tekanan
atau saat tekanan darah terkontrol dengan baik, metode dapat diberikan dan dianjurkan
dengan dosis rendah dan harus diperiksa secara berkala. Untuk hipertensi berat atau sedang
progesteron dosis rendah dapat diberikan dengan pengawasan yang ketat.

8. Menggunakan obat epilepsy (fenitoin dan barbiturat) atau obat TBC (rifampisin).
Umumnya informasi mengenai metode progesteron masih jauh sedikit, obat-obat yang
menginduksi enzim hati seperti rimfapisin dan beberapa anti epilepsi kadang-kadang
menurunkan evektivitas progesteron namun ini nampaknya kurang menjadi masalah
dibandingakan dengan interaaksi obat pada pil kombinasi. Kontrasepsi suntik sangat cocok
untuk pengidap epilepsi karena frekuensi kejang sering berkurang oleh kadar hormon stabil
( Anna Glasier dan Alisa Gebbie:89-90)

9. Saat wanita menyatakan keinginannya untuk menggunakan kontrasepsi hormon,


tetapi esterogen dikontraindikasikan, esterogen tidak dapat ditoleransi dengan baik, profil
efek samping atau komplikasi esterogen tidak disukai.( Anna Glasier dan Alisa Gebbie:92)

10. Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil
kontrasepsi kombinasi. (Saifuddin, 2003:MK-42).

11. Penyakit sel sabit

7. Kontra Indikasi

1. Hamil atau dicurigai hamil.

2. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.

3. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid terutama amenorhoe. Amenore


sering terjadi pada pemberian DMPA dan NET-EN, tetapi juga dapat terjadi pada semua
metode lain. Kehamilan perlu disingkirkan, walaupun hal ini jarang terjadi pada metode-
metode jangka panjang, apabila ragu-ragu, maka haru selalu dilakukan uji kehamilan.
7
Amenore berkepanjangan pada pemberian progesteron tidak diketahui memahayakan, dan
banyak wanita yang merasa amenore tidak alamiah, dapat diambil analogi yang masuk akal
dengan amenore laktasi. Konseling sebelum terapi mengenai berbagai kemungkinan
kelainan menstruasi termasuk amenore, merupakan hal yang penting bagi semua metode
progesteron.

4. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.

Wanita dengan kanker payudara sebaiknya menghindari pemakaian progesteron,


kecuali bila pemakaian alternatif tidak cocok . mungkin sebagian kecil kanker payudara pada
wanita muda dipicu oleh pajanan progesteron, walaupun sebagian yang lain mungkin malah
dihambat.( Anna Glasier dan Alisa Gebbie:111)

8. Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntikan DMPA

1. Mulai hari pertama sampai hari ketujuh siklus haid.

2. Pada ibu yang tidak haid injeksi pertama dapat diberikan setiap saat asalkan saja ibu
tersebut tidak hamil, dalam 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan
seksual.

3. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti dengan
kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya
secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat segera diberikan.
Tidak perlu menunggu sampai haid berikutnya datang.

4. Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin menggantinya
dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi kontrasepsi suntikan yang akan
diberikan dimulai pada saat jadwal kontrasepsi suntikan yang sebelumnya.

5. Ibu yang menggunakan kontrasepsi nonhormonal dan ingin menggantinya dengan


kontrasepsi hormonal, suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang akan diberikan
dapat segera diberikan, asal saja ibu tersebut tidak hamil dan pemberiannya tidak perlu
menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu di suntik setelah hari ke 7 haid, ibu tersebut
selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual.

8
6. Ibu ingin mengganti AKDR dengan kontrasepsi hormonal. Suntikan pertama dapat
diberikan pada hari pertama sampai hari ke- 7 siklus haid, atau dapat diberikan setiap
saat setelah hari ke 7 siklus haid, asal saja yakin klien tersebut tidak hamil

7. Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur suntikan pertama dapat
diberikan setiap saat asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan selama 7 hari setelah
suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual. (Syaifudin, 2003:MK-43)

9. Efek Samping

1. Amenorhea

Amenorea merupakan perubahan umum yang terjadi pada beberapa titik dalam
sebagian besar siklus menstruasi wanita dewasa. Sepanjang kehidupan individu ,tidak
adanya menstruasi dapat berkaitan dengan kejadian hidup yang normal seperti
kehamilan, menopouse, atau penggunaan metode pengendalian tertentu.istilah
amenore secara tradisonal ditetapkan pada salah satu dari ketiga kondisi klinis di bawah
ini:

1. Masa remaja awal (usia 14 tahun atau lebih muda), yang belum pernah mens dan
belum menampakkan adanya tanda-tanda karakteristik seksual sekunder

2. Masa remaja (16 tahun atau lebih muda) yang belum pernah mens dan belum
menampakkan adanya tanda-tanda karakteristik seksual sekunder

3. Wanita yang sudaah pernah menstruasi, namun tidak mengalami menstruasi dalam
waktu yang berkisar antara 3 samapai 6 bulan

Dua kondisi pertama telah digambarkan sebagai amenore primer, sedangkan kondisi
yang ketiga ditetapkan sebagai amenore sekunder.sementara terdapat sejumlah
pendekatan yang berbeda dalam memahami, mendiagnosis, dan mengatasi amenore.
Penyebab amenore diperkirakan berasal dari empat area anatomis :1. Saluran genetal
(uterus dan vagina),2. Ovarium, 3. Kelenjar ovarium, 4.sistem saraf pusat (SSP). helen
varney,2007:339)

9
Penanganannya :

a) Hindarkan kemungkinan hamil dengan memeriksa ada tidaknya tanda-tanda


kehamilan. Lakukan pemeriksaaan dalam dan bila berlu periksalah dengan tes kehamilan.

b) Bila tidak hamil, pengobatan apapun tidak perlu, jelaskan bahwa darah haid tidak
terkumpul dalam rahim, penggunaan hormon progestin akan menyebabkan dinding rahim
tidak terlepas, sehingga perdarahan haid tidak terjadi .Jangan berikan terapi hormonal
untuk menimbulkan perdarahan karena tidak akan berhasil. Tunggu 3 – 6 bulan kemudian,
bila tidak haid juga rujuk ke klinik.

c) Bila tidak datangnya haid masih menjadi masalah beri nasehat pada klien untuk
kembali ke klinik dan anjurkan dengan metode kontrasepsi lain.

d) Bila telah terjadi kehamilan, rujuk klien, jelaskan bahwa hormon progestin tidak akan
menimbulkan kelainan pada janin.

e) Bila terjadi kehamilan ektopik, rujuk klien segera. (Saifuddin, 2003 : MK 46).

2. Perdarahan bercak ( Spotting )

Spotting adalah perdarahan bercak di luar siklus haid yang disebabkan ketidak
seimbangan hormon sehingga endometrium mengalami degenerasi. Gejala- gejala ini sering
menyertai terapi progesteron, terutama selama beberapa bulan pemakaian, damn
merupakan penyebab utama penghentian prematur. Penyebab patologis harus selalu
diingat apabila perdarahan abnormal menetap, terutama pada wanita yang lebih tua. Infeksi
panggul (terutama klamidia) dan kelainan saluran genetal (termasuk polip servic atau
endometrium, fibroid submukosa, kanker servic atau endometrium) sebaiknya
dipertimbangkan. Resiko kanker endometrium berkurang oleh sebagian besar, mungkin
semua, metode progesteron.

Apabila resiko patologi intrauterus dianggap signifikan, maka pemindaian


ultrasonografi transvagina dapat mengidentifikasikan penebalan “endometrium” akibat
polip atau kanker. Histeroskopi atau biopsi endometrium bahkan akan memberi informasi
yang lebih akurat mengenai kemungkinan patologi intrauterus dan endoserviks. Perlu

10
diingat bahwa penyebab perdarahan di luar siklus dan bercak darah yang berkaitan dengan
metode itu sendiri.(Anna Gleiser dan Alisa Gebbie,2006:95)

Penanganannya :

a) Lakukan pemeriksaan kehamilan, bila hamil hentikan penyuntikan dan rujuk klien,
jelaskan bahwa hormon progestin tidak akan menimbulkan kelainan janin.

b) Bila tidak hamil, jelaskan bahwa perdarahan yang terjadi merupakan hal yang biasa
dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.

c) Bila klien tidak menerima penjelasan tersebut dan ingin melanjutkan penyuntikan,
maka dapat diberikan pengobatan dengan siklus Pil kontrasepsi Kombinasi (30 – 35 g
ethinilestradiol), ibuprofen (sampai 800 mg, 3x/hari untuk 5 hari), atau obat sejenis lain.
Jelaskan bahwa selesai pengobatan Pil Kontrasepsi Kombinasi dapat terjadi perdarahan.
Bila terjadi perdarahan banyak selama pemberian suntikan ditangani dengan pemberian
2 tablet Pil kontrasepsi kombinasi/ hari selama 3 – 7 hari dilanjutkan dengan siklus Pil
kontrasepsi hormonal, atau diberi 50 g etinilestradiol atau 1,25 mg estrogen equin
konjugasi untuk 14 – 21 hari.

d) Bila perdarahan/ spotting terus berlanjut setelah tidak haid, namun kemudian terjadi
perdarahan, maka perlu dicari penyebabnya Perdarahan tersebut. Obatilah penyebab
terjadinya perdarahan, tanyakan pada klien masih ingin melanjutkan suntikan dan bila
tidak suntik jangan dilanjutkan lagi dan carikan kontrasepsi dan bila tidak, suntikan
jangan dilanjutkan lagi dan carikan kontrasepsi lain, bila perlu lakukan pemeriksaan
dalam dan inspekulo.

e) Perdarahan/ perdarahan bercak dapat menyebabkan anemia, periksalah adanya


tanda-tanda anemia conjungtiva yang puncat,ujung kuku pucat, rendahnya kadar
hemoglobin. Untuk mencegah anemia perlu preparat besi atau makanan yang banyak
mengandung zat besi. (Syaifudin, 2003:MK-45).

3. Keluhan subyektif (mual, pusing, sakit kepala, muntah)

a) Pastikan tidak terjadi kehamilan dengan pemeriksaan jasmani pemeriksaan dengan


spekulum, bimanual dan tes kehamilan bila perlu.

11
b) Bila hamil segera rujuk

c) Bila tidak hamil, informasikan bahwa hal ini bersifat sementara dan akan hilang dalam
waktu dekat

d) Bila keluhan tidak hilang maka bisa diberikan pengobatan simptomatis atau gejala.
(Depkes. RI, 2002).

4. Perubahan berat badan

a) Umumnya penambahan berat badan bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg


dalam tahun pertama.Penyebab pertambahan berat badan tidak jelas tampaknya terjadi
bertambanya lemak tubuh, dan bukan karena retensi cairan tubuh. Hipotesa para ahli:
DMPA merangsang pusat pengendali makan di hipotalamus yang menyebabkan peserta
makan banyak lebih dari biasanya. (Hanafi Hartanto, 2004:171)

Penanganannya :

1. Informasikan bahwa kenaikan atau penurunan berat badan sebanyak 1-2 kg dapat saja
terjadi.

2. Untuk mencegah perubahan berat badan yang terlalu mencolok, perhatikan diet klien.

3. Bila berat badan berlebihan, hentikan suntikan dan anjurkan metode kontrasepsi lain
(non hormonal). (Saifuddin, 2006:MK-48)

5. Leukore

Leukore (White discharge, Flour Albus, Keputihan) adalah nama gejala yang diberikan
kepada cairan yang dikeluarakan dari alat-alat genetalia yang tidak berupa darah.
(Mansjoer, 2001 : 376).

Penangannnya :

a) Berikan penjelasan penyebab terjadinya Leucorhea pada Peserta KB Suntik 3 bulanan.


Progesteron floro dan Ph vagina sehingga jamur mudah tumbuh dalam vagina dan
menimbulkan keputihan.

12
b) Motivasi klien untuk menjaga kebersihan daerah vagina agar mikroorganisme tidak
tumbuh dan berkembang.

c) Diberikan preparat antibytotik melalui oral atau vagina misal albothyl, bila tidak
menolong suntikan dihentikan.

6. Acne atau jerawat

Jerawat kadang-kadang diperberat atau disebabkan oleh progesteron yang sedikit


androgenik misalnya levonolgestrel atau NET. Perawatan kulit yang biasanya dap[at
membawa wanita yang menggunakan kontrasepsimelewati masa penyesuaian dengan
metode baru, walaupaun kadang kadang- kadang metode tersebut perlu dihentikan.

a) Berikan konseling pada klien bahwa penyebab jerawat karena pengaruh progesteron
yang dapat meningkatkan kadar lemak, untuk itu kurangi makanan yang berlemak dan
menjaga kebersihan muka.

b) Bila tidak hilang dan makin bertambah dianjurkan ganti cara kotrasepsi non hormonal.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kontrasepsi suntikan setiap 3 bulan adalah cara untuk mencegah terjadinya
kehamilan dengan melalui suntikan hormonal yang mengandung depo
medroksiprogesteron asetat(DMPA) 150 mg dan NET_EN(norethin drone enanathate)yang
diberikan secara IM.
Kontrasepsi hormonal jenis KB suntikan ini di Indonesia semakin banyak dipakai
karena kerjanya yang efektif, pemakaiannya yang praktis, harganya relatif murah dan aman.
Sebelum disuntik,kesehatan ibu harus diperiksa dulu untuk memastikan kecocokannya.
Salah satu tujuan utama dari penelitian konterasepsi adalah untuk mengembangkan suatu
metode kontrasepsi yang berdaya kerja panjang(lama),yang tidak membutuhkan pemakaian
setiap hari atau setiap akan bersenggama,tetapi tetap reversibel.

B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Dalam memberikan asuhan kebidanan keluarga berencana senantiasa disertai
pemberian KIE tentang metode kontrasepsi agar memudahkan pasien memahami
metode kontrasepsi yang diyakini.
2. Bagi pasien
Dapat melaksanakan kunjungan suntik selanjutnya tepat sesuai jadwal yang sudah
ditetapkan

14
DAFTAR PUSTAKA

 Hartanto Hanafi., 2002, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan

 Mochtar Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri Operatif, Obstetri Sosial. Jilid 2. Edisi 2.
Jakarta : EGC

 Saifudin, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo
 Wijono, Djoko. 1997. Manajemen Organisasi dan Kepemimpinan. Surabaya :
Airlangga University Press.
 Sarwono Prawirohardjo“Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 2”
Jakarta , 2006.
 http://andaliahutrinn.blogspot.com/2011/05/kontrasepsi-suntik-3-bulan.html

15

Anda mungkin juga menyukai