Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan


bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk
menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua
bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular
0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk.
Seborrhea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema
merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari
kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan
bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah
lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah
didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis
seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah
dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan
ketombe.1,2
DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan
pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling sering
pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan peningkatan
produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan
badan. Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak
percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan
mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia.
Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik
akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur
itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor
genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat
penyakit.1,2

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
 Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang
didasari oleh factor konstitusi dan bertempat predileksidi tempat-tempat
seboroik.1
 Dermatitis seboroik (DS) adalah penyakit kulit dengan peradangan
superfisialis kronis, dengan predileksi pada area seboroik, yang remisi dan
eksaserbasi.2
 Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar sebasea (kalenjar
lemak) yaitu: kepala (“Scalp”, telinga, saluran telinga, belakang telinga,
leher), muka (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan nasolabial, bibir,
kumis, pipi, hidung, janggut/ dagu), badan atas ( daerah presternum, daerah
interskapula, areolae mammae) dan pelipatan-pelipatan (ketiak, pelipatan
bawah mammae, umbilicus, pelipatan paha, daerah anogenital dan pelipatan
pantat).3
 Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak
mengandung kelenjar sebasea.3

B. Sinonim
 Seborrhea
 Seborrheic eczema

C. Epidemiologi
Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak terjadi
pada pria dibandingkan wanita.Hal ini mungkin disebabkan karena adanya aktifitas
kelenjar sebasea yang diatur oleh hormon androgen.1-4
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat
menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30
hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih sering terjadi
pada pria daripada wanita. Berdasarkan pada suatu survey pada 1.116 anak–anak, dari
perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan prevalensi dermatitis seboroik
menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi semakin

2
berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4
tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.1-4
Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat terlihat
pada hampir 35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit Parkinson,
paralisis fasial, pityriasis versicolor, cedera spinal, depresi dan yang menerima terapi
psoralen ditambah ultraviolet A (PUVA). Juga beberapa obat–obatan neuroleptik
mungkin merupakan faktor, kejadian ini sering terjadi tetapi masih belum dibuktikan.
Kondisi kronik lebih sering terjadi dan sering lebih parah pada musim dingin yang
lembab dibandingkan pada musim panas.1,3,5

D. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya adalah kelainan
konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan,
bagaimana caranya belum dipastikan. Ini merupakan dermatitis yang menyerang
daerah–daerah yang mengandung banyak glandula sebasea, bagaimanapun bukti
terbaru menyebutkan bahwa hipersekresi dari sebum tidak nampak pada pasien yang
terkena dermatitis seboroik apabila dibandingkan dengan kelompok sehat. Pengaruh
hormonal seharusnya dipertimbangkan mengingat penyakit ini jarang terlihat sebelum
puberitas. Ada bukti yang menyebutkan bahwa terjadi status hiperproliferasi, tetapi
penyebabnya belum diketahui.1,2,4
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula
tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 8-12
tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada
bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil
balik dan insidennya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang
pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya
dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara
keaktifan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis
seboroik. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang telah mempunyai faktor
predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan,
stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun.1,3,5
Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu jamur lipofilik, pleomorfik,

3
Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada kulit
kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang normal. Ragi dari genus ini
menonjol dan dapat ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid
sebasea, misalnya kepala dan punggung. Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat
mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke
dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T
dan sel Langerhans. Hubungan yang erat terlihat karena kemampuan untuk
mengisolasi Malassezia pada pasien dengan DS dan terapinya yang berefek bagus
dengan pemberian anti jamur.1-4
Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit
nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah
hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang
secara spontan, dan muncul kembali setelah puberitas. Pada bayi dijumpai hormon
transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik
bila kadar hormon ini menurun. Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di
kulit berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen,
asam lemak bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini diperparah dengan
peningkatan keringat. Stres emosional memberikan pengaruh yang jelek pada masa
pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat mencetuskan dermatitis
seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat nampak pada pasien defesiensi
nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan pada penyakit Parkinson. DS
juga terjadi pada defesiensi pyridoxine.1,3,5
Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik yaitu 1-4:
• Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan
• Infeksi Pityrosporum ovale
• Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus
• Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal
• Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson)
• Respon emosional terhadap stres atau kelelahan
• Proliferasi epidermal yang menyimpang
• Diet yang abnormal
• Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan neuroleptik)
• Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban)
• Imunodefisiensi

4
E. Patogenesis
Walaupun banyak teori yang disebutkan, tetapi penyebab pasti dari dermatitis
seboroik belum diketahui secara pasti. Dermatitis seboroik dihubungkan dengan
adanya kulit yang tampak berminyak (seboroik oleosa), walaupun peningkatan
produksi sebum tidak selalu didapatkan pada beberapa pasien. Pada anak-anak,
produksi sebum dan dermatitis seboroik saling berhubungan. Pada pemeriksaan
histologik, kelenjar sebasea berukuran besar. Selain itu didapatkan juga perubahan
komposisi lipid pada permukaan kulit yang menunjukkan adanya peninggian kadar
kolesterol, trigliserida dan parafin, yang disertai penurunan kadar squalene, asam
lemak bebas dan wax ester.1,2,3,6
Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale berkaitan dengan
reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-produk
metabolitnya di dalam epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui perantaraan
sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila Pityrosporum ovale telah berkontak
dengan serum, maka akan dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur
aktivasi langsung maupun alternatif. Pada anak, selain Pityrosporum ovale, sering
pula ditemukan Candida albicans pada lesi-lesi kulit .1,2,4
Peningkatan proliferasi epidermal pada dermatitis seboroik, menjelaskan mengapa
penyakit ini cukup responsif pada terapi dengan sitostatik. Selain itu, dermatitis
seboroik sering berkaitan dengan kelainan-kelainan neurologik seperti penyakit
parkinson pasca ensefalitis, epilepsi, trauma supraorbital, paralisis nervus fasialis,
polimielits, siringomielia, dan kuadriplegia. Kelainan pada sistem neurologik
menyebabkan abnormalitas pada neurotransmitter dan bermanifestasi sebagai
gangguan fungsi kelenjar sebum.Hal ini berdasarkan fakta, bahwa beberapa obat yang
dapat menginduksi parkinson ternyata juga dapat menginduksi dermatitis seboroik,
sementara pemberian L-dopa selain memperbaiki kondisi parkinson, juga lesi kulit
dengan dermatitis seboroik.

F. Klasifikasi
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga 2,5:
1.Seboroik kepala
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-
kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang
disebut Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan

5
berlapis-lapis dan sering lepas sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe). Pasien
mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan ketombe. Pasien berpikir bahwa
gejala-gejala itu timbul dari kulit kepala yang kering kemudian pasien menurunkan
frekuensi pemakaian shampo, sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut.
Inflamasi akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin memburuk.
Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia
dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat
sampai ke dahi, disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada
kepala bayi disebut Cradle cap.
Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar pada
wajah yang terkena. Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada orang dengan kumis
atau jenggot, dan menghilang ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika
dibiarkan tidak diterapi akan menjadi tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang
dapat terjadi infeksi bakterial.

2.Seboroik muka
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula
eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan.
Bila sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa
didapati di daerah berambut, seperti dagu dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis.
Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya.
Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe.

3.Seboroik badan dan sela-sela


Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus,
krural (lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada
permukaannya ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah
badan, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di
daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi
sekunder.

6
G. Gambaran Klinik
Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai variasi klinis.
Secara garis besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa. Pada bayi
ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan generalisata
(penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial. Sedangkan pada
orang dewasa, berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit kepala (pitiriasis sika
dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal, konjungtivitis, pada daerah lipatan
nasolabial, area jenggot, dahi, alis), daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus,
intergluteal, paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma,
eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa bercak
ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema ringan dan sedang, skuama
berminyak dan kekuningan.1,3,4
Lesi di kulit kepala dapat bermanifestasi menjadi dua tipe 1,2,5,6:
• Pityriasis sicca : tipe yang kering,biasanya berawal dari bercak yang kecil yang
kemudian meluas ke seluruh kulit kepala berupa deskuamasi kering, dan
dengan membentuk skuama halus (ketombe).
• Pytiriasis steatoides : tipe yang basah, ditandai oleh skuama yang berminyak
disertai eritema dan akumulasi krusta yang tebal. Pada tipe yang berat dapat
disertai dengan erupsi psoriasiformis, eksudat, krusta yang kotor serta bau
yang busuk. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok,
mulai di bagian verteks dan frontal. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang
hebat.
Pada anak sering dimulai dengan skuama eritem yang non eksematous pada kulit
kepala (cradle cap) atau di daerah selangkangan yang bermanifestasi sebagai skuama
kering atau bercak bulat/oval berbatas tegas dengan ukuran bermacam-macam yang
ditutupi oleh krusta berminyak berwarna coklat kekuningan. Dimana di daerah frontal
dan parietal tanpa disertai kemerahan. Cradle Cap ini biasanya muncul dalam 3
sampai 4 minggu setelah kelahiran, dan dapat meluas disertai eritema ke daerah
wajah, dada, selangkangan dan daerah-daerah flexural. Meskipun dermatitis seboroik
pada anak memiliki ciri yang mirip dengan dermatitis seboroik pada orang dewasa
tapi jarang dengan lesi folikular.1,2,4
Di daerah supra orbital, skuama berlapis tampak di alis dengan dasar yang eritema
dan gatal. Dapat terjadi marginal blepharitis bila sudut dari kelopak mata menjadi
eritem dan granular. Skuama halus berwarna merah muda kekuningan sering

7
menutupi kelopak mata.1,2,4
Lesi di bibir jarang ditemukan, tapi bila ada akan bermanifestasi sebagai Cheilitis
Eksfoliativa dimana bibir tampak menjadi kering, kemerahan, berskuama dan pecah-
pecah.1,2,4,6

Gambar : Dermatitis Seboroik Pada Tempat Predileksi

8
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi
tergantung dari stadium penyakit.1-5
Gambaran histopatologis dermatitis seboroik tidak spesifik berupa hiperkeratosis,
akantosis, fokal spongiosis dan parakeratosis. Dibedakan dengan psoriasis yang
memiliki akantosis yang regular, rete ridges yang tipis, eksositosis, parakeratosis dan
tidak dijumpai spongiosis. Neutrofil dapat dijumpai pada kedua jenis penyakit.
Secara umum terbagi atas tiga tingkat : akut, sub akut dan kronik. Pada akut dan sub
akut, terdapat sedikit infiltrat perivaskuler berupa limfosit dan histiosit, ada
spongiosis dan hiperplasia psoriasiformis. Dapat pula ditemukan folikel yang
tersumbat oleh proses ortokeratosis dan parakeratosis ataupun oleh krusta-skuama
yang mengandung neutropil yang menutupi ostium folikularis.1-5
Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai
pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut,
epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit
pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia
psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta
adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler.
Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai
sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler
dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas
yang hamper sama dengan gambaran psoriasis. 1,3,6
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain 1,2,5:
• Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis
maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
• Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.
• Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki karakteristik
yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai
penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.

9
I. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, riwayat
penyakit, gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan penunjang. Dari riwayat
didapatkan bahwa dermatitis ini terjadi pada bayi terutama yang berusia 1 bulan,
tampak sebagai peradangan yang mengenai kulit kepala dan lipatan-lipatan
intertriginosa yang disertai skuama berminyak dan krusta. Daerah-daerah lain seperti
seperti bagian tengah wajah, dada dan leher juga dapat terkena. Pada kasus yang berat
sering didapatkan bercak-bercak kemerahan berlapis dan tidak gatal di wajah, badan
dan tungkai.1,2,4,7

Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:


1. Karakteristik skuamanya khas. Kulit kepala di daerah frontal dan parietal akan
ditutupi dengan krusta yang berminyak, tebal dan sering dengan fissura ( crusta lactea
/ milk crust, cradle cap ). Rambut tidak rontok dan peradangan jarang. Dalam
perjalanannya, kemerahan semakin meningkat dan daerah dengan skuama akan
membentuk bercak eritem yang jelas dan diatasnya dilapisi skuama berminyak. Dapat
terjadi perluasan hingga ke frontal melampaui daerah yang berambut. Lipatan
retroaurikular, daun telinga dan leher juga sangat mungkin terkena. Otitis eksterna,
dermatitis intertriginosa maupun infeksi-infeksi oportunistik dari C. albicans, S.
aureus, dan bakteri-bakteri lainnya, sering muncul bersama-sama dengan dermatitis
seboroik.1,2,5,7
Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis
seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis, sehingga diagnosis
sangat sulit untuk ditegakkan oleh karena baik gambaran klinis maupun gambaran
histologi dapat serupa. Oleh sebab itu, perlu ketelitian untuk membedakan DS dengan
penyakit lain sebagai diferensial diagnosis. Psoriasis misalnya yang juga dapat
ditemukan pada kulit kepala, kadang disamakan dengan DS, yang membedakan ialah
adanya plak yang mengalami penebalan pada liken simpleks.1,2,4,7

2. Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis, spongiosis lebih jelas.


Pada epidermis dapat ditemukan parakeratosis fokal dengan abses Munro. Pada
dermis terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris disertai
sebukan sel-sel neutrofil dan monosit.1,2,7

10
3. Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.1,2,7

4. Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).1,2,7

J. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan umur
dari pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik, tinea kapitis
dan psoriasis.1,2,5

1. Psoriasis Vulgaris
Psoriasis vulgaris meskipun jarang pada bayi, memiliki ciri yang mirip dengan
dermatitis seboroik. Bedanya terdapat skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-lapis,
disertai tanda tetesan lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda,
psoriasis sering terdapat di ekstremitas bagian ekstensor terutama siku, lutut, kuku
dan daerah lumbosakral. Jika psoriasis mengenai scalp, maka sukar dibedakan dengan
DS. Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih, seperti mika. Psoriasis
inversa yang mengenai daerah fleksor juga dapat menyerupai DS. Selain itu, pada
pemeriksan histopatologis terdapat papilomatosis.2,3,7

2. Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai
dengan lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal berupa herald
patch, umumnya di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas eritema serta skuama
halus dan tidak berminyak di pinggir. Lesi berikutnya lebih khas yang dapat
dibedakan dengan DS, yaitu lesi yang menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat
predileksinya juga berbeda, lebih sering pada badan, lengan atas bagian proksimal dan
paha atas, jarang pada kulit kepala.2,3,7

3. Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
spesies dermatofit dan biasanya menyerang anak–anak. Kelainan pada tinea kapitis
dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi
gambaran klinis yang lebih berat, yaitu kerion. Bercak-bercak seboroik pada kulit

11
kepala yang berambut kadang-kadang membingungkan. Biasanya lesi DS pada kulit
kepala lebih merata dan mempunyai lesi kulit yang simetris distribusinya. Pada tinea
kapitis dan tinea kruris, eritema lebih menonjol di pinggir dan pinggirannya lebih
aktif dibandingkan di tengahnya. Pada pemeriksaan didapatkan KOH positif dimana
terlihat hifa yang bersekat, bercabang, serta spora. Untuk menyingkirkan tinea kapitis
dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit pada kultur jamur.2,3,7

4. Liken Simpleks Kronikus


Liken simpleks kronikus adalah peradangan kulit kronis yang gatal, sirkumskrip
ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenfikasi). Tidak
biasa terjadi pada anak tetapi pada usia ke atas, berbeda dengan DS yang sering juga
terjadi pada bayi dan anak-anak. Timbul sebagai lesi tunggal pada daerah kulit kepala
bagian posterior atau sekitar telinga. Tempat predileksi di kulit kepala dan tengkuk,
sehingga kadang sukar dibedakan dengan DS. Yang membedakannya ialah adanya
likensifikasi pada penyakit ini.2,3,7

5. Dermatitis Atopik
Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal.
Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda dengan
DS yang skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu, pada dermatitis atopik
dapat terjadi likenfikasi.
Ciri khas yang paling berguna sebagai pembeda dermatitis seboroik dari dermatitis
atopik adalah adanya lesi yang makin meningkat jumlahnya di daerah dahi dan dagu
pada tahap awal, dan di axilla pada tahap lebih lanjut. Selain itu dermatitis seboroik
biasanya hilang spontan dalam usia 6-12 bulan. Tes-tes dengan bahan-bahan allergen
dan pemeriksaan kadar IgE merupakan tanda khas dermatitis atopik.2,3,7

6. Systemic Lupus Erythematosus


SLE adalah penyakit yang basanya bersifat akut, multisistemik dan menyerang
jaringan konektif dan vaskular. SLE sulit dibedakan dengan DS, oleh karena pada
SLE juga dapat dijumpai skuama. Yang dapat membedakan ialah lesi SLE berbentuk
seperti kupu-kupu, tersering di area molar dan nasal dengan sedikit edema, eritema
dan atrofi. Terdapat gejala demam, malaise, serta tes antibodi-antinuklear (+).2,3,7

12
7. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada derah sentral wajah (yang menonjol/
cembung). Gambaran histopatologi terdapat daerah ektasia vaskular, edema dermis
dan diorganisasi jaringan konektif dermis. Ditandai dengan kemerahan pada kulit dan
talangiektasis, disertai episode peradangan yang memunculkan erupsi, papul, pustul
dan edema.2,3,7

8. Kandidosis
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida, biasanya
oleh Candida albicans.
Kandidosis kadang sulit dibedakan dengan DS jika mengenai lipatan paha dan
perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik dan basah.
Perbedaannya ialah pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas
tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya. Predileksinya juga bukan pada daerah-
daerah yang berminyak, tetapi lebih sering pada daerah yang lembab. Selain itu, pada
pemeriksaan dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi, blastospora atau hifa
semu.2,3,7

Beberapa penyakit kulit lainnya sebagai diferensial diagnosis dari dermatitis seboroik
pada anak 5:
· Dermatitis kontak iritan
· Dermatitis diaper iritan
· Kandidosis
· Dermatitis kontak alergi
· Dermatofita
· Pedikulosis kapitis

K. Penatalaksanaan
Dermatitis seboroik pada anak biasanya sembuh sendiri secara spontan dalam 6
hingga 12 bulan dan cenderung tidak rekuren hingga mencapai usia pubertas. Secara
umum, terapi bekerja dengan prinsip mengkontrol, bukan menyembuhkan, yakni
dengan membersihkan dan menghilangkan skuama dan krusta, menghambat
kolonisasi jamur, mengkontrol infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan

13
gatal.1,2,5,8
Khusus untuk perawatan kulit kepala dapat dilakukan berbagai terapi: skuama
dihilangkan menggunakan sisir yang lembut khusus untuk bayi, pembersihan krusta
menggunakan larutan asam salisilat 3-5% dalam minyak zaitun ataupun pelarut air,
pengkompresan kulit kepala dengan minyak zaitun hangat (untuk skuama yang tebal),
pengolesan kortikosteroid berpotensi rendah (hidrokortison 1%) dalam bentuk krim
atau lotion dalam beberapa hari, penggunaan sampo ringan khusus untuk bayi, dan
perawatan kulit kepala bayi lainnya yang cocok menggunakan emolien, krim ataupun
pasta lembut. Bila ada infeksi sekunder khususnya yang disebabkan oleh
staphylococcus, dapat diberikan anti biotik oral.1,2,5,8

Untuk dermatitis seboroik yang berlangsung sangat lama dan penggunaan steroid
telah memberikan efek samping yang merugikan, pertimbangan menggunakan obat-
obatan lain yang efektif terus dilakukan. Beberapa preparat seperti tacrolimus,
pimecrolimus dan inhibitor calcineurin yang efektif pada pengobatan dermatitis
atopik, ternyata juga efektif diberikan untuk mengatasi penyakit dengan inflamasi
lainnya, termasuk dermatitis seboroik. Sementara metronidazole, dilaporkan cukup
efektif dalam terapi dermatitis seboroik sebagai pengganti ketokonazole.1,2,9,12,13

Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan
sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur,
mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid
topikal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering
kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional, makanan berlemak,
dan sebagainya.1,2,9,10,13

Terapi dermatitis seboroik dapat meliputi:

1. Umum
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan
sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur,
mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid
topikal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering

14
kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional, makanan berlemak,
dan sebagainya. Perawatan rambut, dicuci dan dibersihkan dengan shampo.1,2,7,8,0,11,13
2. Khusus
a) Sistemik
· Antihistamin H1 sebagai penenang dan anti gatal.
· Vitamin B kompleks.
· Kortikosteroid oral dapat menurunkan insiden dermatitis seboroik. Misalnya
Prednison 20-30 mg sehari untuk bentuk berat. Jika telah ada perbaikan, dosis
diturunkan perlahan-lahan.1,2,6,8,13
· Antibiotik seperti penisilin, eritromisin pada infeksi sekunder (dermatitis
seboroik).1,2,6,8,13
· Preparat azol akhir-akhir ini sangat berpengaruh terhadap P. Ovale, juga dapat
memengaruhi berat ringannya dermatitis seboroik. Misalnya Ketokonazol 200 mg per
hari.
· Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi
aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%,
akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg per kg berat
badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis
pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk
mengontrol penyakitnya.1,2,8,10,12
· Narrow band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian
terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.

b) Topikal
Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruff kronik pada
stadium awal. Terapi yang dapat digunakan, contohnya fluocinolone, topikal steroid
solution. Pada orang dewasa dengan DS dalam keadaan tertentu menggunakan steroid
topikal satu atau dua kali seminggu, di samping penggunaan sampo yang
mengandung sulfur atau asam salisil dan selenium sulfide 2%, 2 – 3 kali seminggu
selama 5 – 10 menit. Atau dapat diberikan sampo yang mengandung sulfur, asam
salisil, zing pirition 1 – 2 %. Steroid topikal potensi rendah dapat efektif mengobati
DS pada bayi dan dewasa pada daerah fleksura maupun DS recalcitrant persistent
pada dewasa. Topikal golongan azol dapat dikombinasikan dengan regimen desonide
(satu dosis per hari selama dua minggu) untuk terapi pada wajah. Dapat juga

15
diberikan salap yang mengandung asam salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%. Pada bayi
dapat diberikan asam salisil 3% - 5% dalam minyak mineral. 1,2,6,8,10,13

c) Obat Alternatif
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah
minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif bila digunakan
setip hari dalam bentuk sampo 5 %. 8,13

M. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut 2,5,7,9,12,13 :
1. Hindari rangsangan gesek, lebih berhati -hati menggunakan sabun
dan handuk
2. Hindari sabun yang beraroma
3. Gunakan sabun yang tinggi kadar minyaknya
4. Hindari makanan pemicu radang gatal, batasi makanan berprotein
tinggi
5. Mandi dengan air hangat cenderung dingin jangan air panas
6. Hindari gosokan alkohol pada kulit yang meradang
7. Hindari kontak langsung dengan bahan/senyawa penyebab alergi,
bila bisa ditemukan
8. Menggunakan krim pelembab (moisturiser). Krim pelembab dapat
digunakan sesering mungkin
9. Menggunakan moisturiser atau bath oil untuk mandi

10. Menghindari faktor -faktor di lingkungan yang memicu atau


memperparah eksema, misalnya:
a. Mainan, air liur, atau makanan di sekitar mulut
b. Bahan seperti wol atau pelapis cat seat
c. Detergen, sabun, bubble bath, antiseptik
d. Kontak dengan bulu hewan
11. Mengatasi gatal. Garukan akan memperparah eksema dan berisiko
menyebabkan infeksi.
Beberapa cara untuk mengatasi gatal dan garukan:
• Mengalihkan perhatian anak saat ia mengaruk

16
• Menghindari kondisi yang terlalu hangat untuk anak
• Menggunakan krim pelembab (yang ditaruh di kulkas
sebelumnya) sebelum tidur
• Memakaikan sarung tangan pada anak saat tidur
• Jika perlu, berikan obat yang diresepkan dokter untuk mengurangi
gatal di malam hari
• Selalu memotong pendek kuku anak
• Jika gatal sangat berat, kompres dingin dan teknik balut basah dapat
digunakan untuk membantu anak tidur.

L. PROGNOSIS
Dermatitis seboroik pada anak memiliki prognosis yang baik. Dapat sembuh sendiri
secara spontan dalam 6 hingga 12 bulan dan mungkin dapat timbul kembali saat
memasuki usia pubertas. Meskipun demikian, bila terkena dermatitis seboroik pada
saat kanak-kanak , bukan berarti memiliki indikasi akan terkena dermatitis seboroik
tipe dewasa suatu saat nanti. Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi
penyakit ini agak sukar disembuhkan. 1,2,7,11,13

17
BAB III
KESIMPULAN

Dermatitis seboroik ialah kelainan kulit berupa peradangan superfisial dengan


papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di daerah-daerah seboroik
yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak
mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea.
Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta
skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai
ukuran disertai adanya krusta.
Dermatitis seboroik dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan
dan pada dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40
tahun. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya adalah
kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya
diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Dermatitis seboroik berhubungan
erat dengan keaktivan glandula sebasea. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh
proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang yang telah
mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh
faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun. Adanya suatu jamur
lipofilik, pleomorfik, Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien
dengan lesi pada kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang
normal. Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur,
defisit nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya
masalah hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada
bayi, hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah puberitas.
Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale berkaitan dengan
reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-produk
metabolitnya di dalam epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui perantaraan
sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila Pityrosporum ovale telah berkontak
dengan serum, maka akan dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur
aktivasi langsung maupun alternatif. Pada anak, selain Pityrosporum ovale, sering
pula ditemukan Candida albicans pada lesi-lesi kulit .

18
Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai variasi
klinis. Secara garis besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa.
Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan
generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi
tergantung dari stadium penyakit.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain kultur jamur
dan kerokan kulit, pemeriksaan serologis, pemeriksaan komposisi lemak pada
permukaan kulit
Diagnosis banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan
umur dari pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik, tinea
kapitis dan psoriasis.
Dermatitis seboroik pada anak biasanya sembuh sendiri secara spontan dalam 6
hingga 12 bulan dan cenderung tidak rekuren hingga mencapai usia pubertas. Secara
umum, terapi bekerja dengan prinsip mengkontrol, bukan menyembuhkan, yakni
dengan membersihkan dan menghilangkan skuama dan krusta, menghambat
kolonisasi jamur, mengkontrol infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal.
Untuk dermatitis seboroik yang berlangsung sangat lama dan penggunaan
steroid telah memberikan efek samping yang merugikan, pertimbangan menggunakan
obat-obatan lain yang efektif terus dilakukan. Beberapa preparat seperti tacrolimus,
pimecrolimus dan inhibitor calcineurin yang efektif pada pengobatan dermatitis
atopik, ternyata juga efektif diberikan untuk mengatasi penyakit dengan inflamasi
lainnya, termasuk dermatitis seboroik. Sementara metronidazole, dilaporkan cukup
efektif dalam terapi dermatitis seboroik sebagai pengganti ketokonazole. Dermatitis
seboroik dapat dicegah.
Dermatitis seboroik pada anak memiliki prognosis yang baik. Pada sebagian
kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhka

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A., 2007, Dermatosis eritroskuamosa dalam buku Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin Edisi Kelima, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
2. Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1. 7th
edition. United States of America : Mc Grow Hill ; 2008 : 219-44
3. 3. Naldi, Luigi., Rebora, Alfredo. 2009. Seborrheic Dermatitis. N Engl J Med,
vol.360 : 387-396.
4. Schwartz, R. A., Janusz, C. A., Janniger, C. K., 2006, Seborrheic Dermatitis:
An Overview, University of Medicine and Dentistry at New Jersey-New
Jersey Medical School, Newark, New Jersey, American Family Physician,
Volume 74, Number 10 July 1, 2006, diunduh dari www.aafp.org/afp
5. Boni E. Elewski, 2009. Safe and Effective Treatment of Seborrheic
Dermatitis. University of Alabama, Birmingham.
6. Scheinfeld, N. S., 2005, Seborrheic Dermatitis, SKINmed. 2005; 4 (1): 49-50.
Diunduh dari http://www.medscape.com/viewarticle/499706
7. Selden, S., 2005, Seborrheic Dermatitis, diunduh dari
http://www.emedicine.com
8. Gupta, A. K., Bluhm, R., 2004, Coclopirox Shampoo For Treating Seborrheic
Dermatitis, Skin Therapy Left 9(6):4-5, diunduh dari
http://www.medscape.com.
9. Ardhie, A. M, 2004, Dermatitis dan Peran Steroid dalam Penanganannya,
DEXA MEDIA, No. 4, Vol. 17, Oktober - Desember 2004
10. Anonim, “Seborrheic Dermatitis”, diunduh dari
http://www.aocd.org/skin/dermatologic_disease/seborrheic_dermatology.html.
, American Osteopasthic College of Dermatology, 2004
11. Siregar, R., S., “Dermatitis Seboroika”, dalam Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit, Edisi Kedua, Hal 104-106, Balai Penerbit EGC, Jakarta, 2002
12. Harahap, M., 2000, Dermatitis seboroik pada buku Ilmu Penyakit Kulit,
Hipokrates, Jakarta.
13. Johnson, B. A., Nunley, J. R., 2000, Treatment of Seborrheic Dermatitis,
American Family Physician Vol. 61/ No. 9 (May 1, 2000).

20

Anda mungkin juga menyukai