Anda di halaman 1dari 9

14,5 MODEL KESELARASAN STRATEGIC

Model keselarasan strategik yang mengaitkan antara strategi SI?TI dan strategi bisnis di
kemukakan oleh handerson dan Venkatraman (1990) dengan nama Model keselarasan
Strategic (Strategic Aligment Model/SAM). Model ini melibatkan empat kuadran yaitu
strategi bisnis, strategi TI, infastruktur organisasi dan proses, dan infrastruktur sistem
informasi dan proses (gambar 14.4). Model ini didasarkan atas dua kelompok utama : 1
kesesuaian strategi (Strategic Fit) integrasi fungsional (function integration). kesesuaian
strategi meliputi eksternal internal, sedangkan integrasi fungsional di bedakan menjadi
bisnuiis dan teknologi informasi.

Gambar 14.4 Model Keselarasan strategi

 Strategi bisnis mencakup kebijakan-kebijakan perusahaan terhadap pasar (faktor


eksternal).
 Strategi teknologi informasi melibatkan semua kebijakan TI yang membuat
perusahaan dapat mengangani pasar.
 Infrastruktur perusahaan dan proses berisi kebijakan yang menentukan pengaturan
di lingkup internal perusahaan untuk mengeksekusi strategi bisnis.
 Infratstruktur TI danproses berisi kebijakan yang terkait dengan pengaturan
terhadap TI serta eksekusi terhadap strategi TI.
Model keselarasan strategik berikutnya di usulkan oleh oleh Luftman (2000), yang dikenal
dengan sebutan Startegic Alligment Mature model (SAMM). Tujuannya adalah memudahkan
organisasi dalam menilai kematangan keselarasn antara bisnis dan SI/TI. Melalui
pendekatan model tersebut, di harapkan oraginasasi bisa mengetahui posisi keberadaanya
dan sekaligus dapat melakukan perbaikan keserasan bisnis SI/TI. Modelnya didasarkan pada
SAM,

Berikut adalh penjelasan singkat setiap komponen.


1. Lingkup bisnis : Komponen ini mencakup pasar, produk, jasa, pelanggan, dan lokasi
perusahaan.
2. Kompetensi Khusus : Komponen ini merupakan kunci sukses kritis dan kompetensi
utama yang membuat perusahaan memiliki sisi komptitif, yang mencakup merk,
riste, pengembangan produk dan manufakturing, struktur harga dan biaya, saluran
distribusi dan penjualan.
3. Tata kelola bisnis : Komponen ini berkaitan dengan hubungan anatara perusahaan,
pemilik saham, dan dewan direksi. Selain itu, komponen ini juga mencakup pengaruh
regulasi pemerintah terhadap perusahaan dan pengelolaan hubungan kerja antara
perusahaan dengan mitra kerja strategik.
4. Strukutur Administratif : Komponen ini menyatakan car perusahaan mengorganisasi
bisnis.
5. Proses (Infarastruktur dan proses organisasi) : Komponen ini berhubunagan dengan
operasional kegiatan-kegiatan bisnis dik perusahaan.
6. Keterampilan (Infarastruktur dan proses organisasi) : Komponen ini berkaitan
dengan penangan sumber daya manusia yang mencakup perekrutan dan pemutusan
hubungan kerja, pemotivasian, dan pelatihan.
7. Lingkup teknologi : Komponen ini berhubungan dengan aplikasi dan teknologi yang
terkait dengan informasi.
8. Kompetensi sistemik : Komponen ini berkaitan dengan kemampuan layanan TI
(misalnya pengaksesan informasi ynag berguna untuk pencapaian strategi
perusahaan).
9. Tata kelola TI ; Komponen ini berhubungan dengan penanganan otoritas sumber
daya, risiko, resolusi konflik, dan tenggung jawab untuk TI yang digunakan bersama
mitra bisnis, pengelolaan TI, penyedia layanan. Selain itu, komponen ini juga
mencakup pemilihan dan penentuan prioritas proyek.
10. Arsitektur : Komponen ini mencakup prioritas, kebijakan dan pilihan teknologi yang
memungkinkan aplikasi, perangkat lunak, jeringan, perangkat keras, dan menejemen
data diintegrasikan dalam platform yang kohesif.
11. Proses (Infrastruktur dan proses TI) : Komponen ini berkaitan dengan aktivitas untuk
mengembangkan dan memalihara aplikasi dan mengelola infrastruktur TI.
12. Keterampilan (Infastruktur dan proses TI) : Komponen ini secara khusus
berhubungan dengan penanganan sumber daya manusia di departemen TI, yang
mencakup perekrutan/pemutusan hubungan kerja hingga pada motivasi dan
pelatihan.

Model SAMM digunakan untuk penaksiran kematangan keselarasan strategik. Kelima


tingkat kematangan yang di usulkan adalah sebagai berikut :
1. Initial/Ad Hoc ;
2. Commited ;
3. Established ;
4. Improved/Managed ;
5. Optimized ;

Model itulah yang bnayak diunakan untuk mengevaluasi keselrasan bisnis dan teknologi
informasi, sebagimana terdapat pula pada Control Objectives for Information and related
technology (COBIT), salah satu kernagka kerja yang di gunakan untuk pengelolaan teknologi
informasi dan tata kelola TI.
TIngkat kematangan keselarasan strategik menurut Luftman didasarkan pada enam kriteria
(Gambar 14.6), yaitu :
1. Kematangan komunikasi
2. Kematangan komptensi/pengukuran nilai
3. Kematangan tata kelola
4. Kematangan kemitraan
5. Kematangan lingkup dan arsitektur
6. Kematangan keterampilan

Penjelasna kriteria masing-maisng adalah seperti berikut :


1. Komunikasi
Komponen komunikasi digunkan untuk mengukur efektivitas komunikasi antara
domain bisnis dan domain TI dalam hal pertukran ide, informasi, strategi, rencana,
risiko, prioritas dan cara untuk mencapainya. Sebagai contoh, butir A1 menyatakan
tingkat pemahaman bisnis oleh orang-orang TI. Pada saat Luftman menulis artikel
tersebut, ditemukan bahwa banyak orang TI yang mempunyai pengetahuan terbatas
terhadap bisnis. Sebaiknya, banyak orang bisnis yang kurang menghargai TI
(mewakili butri A2). Tentu saja, hal in bisa menghambat proses komunikasi antara
orang TI dan orang bisnis.
2. Komptensi/Nilai
Komponen kompensasi/nilai digunakan untuk mengukur pemahaman antara orang
TI dan bisnis dalm mengukur kinerja. ketika suatu model pengukuran akan
digunakan sebelum proyek dimulai, kriteria-kriteria yang jelas akan memudahkan
dalm memonitor kinerja. Sebaliknya, kriteria-kriteria yang tidak jelas akan
menyulitkan pengukuran.
3. Tata kelola
Komponen ini digunakan untuk mengukur proses dan otoritas pengambil keputusan,
baik bisnis maupun TI.
4. Kemitran (Partnerdhip)
Komponen ini akan menilai tingkat hubungan oragnisasi bisni dan TI, kepercayaan
dan tingkat akomodatif antara keduanya.
5. Lingkup dan Arsitektur
Komponen ini menilai tingkat kematangan TI.
6. Keterampilan (Skills)
Komponen ini di gunakan untuk mengukur hal-hal yang terkait dengan sumber daya
manusia, yang mencakup kemampuan berinovasi dan beriwirausaha, lokus
kekuasaan, gaya manajemen, kesiapan SDM terhadap perubahan, edukasi dan
pelatihan, dan lingkunagn kepercayaan, politik, serta sosial.

Penilaian terhadap kriteria dilakukan orang-orang TI maupun bisnis dengan rentang nilai 1
hingga 5. Penentuan tingkat kematangan didasarkan pada rata-rata pengukuran kriteria
setiap komponen. Penetapan level di dasarkan pada ketentuan yang tercantuk di Tabel 14.1.
Semakin tinggi nilai rata-ratanya. semakin tingkat keselarasan antara TI dan bisnis. Gambar
14.7 memperlihatkan rigkasan kematangan strategik.
14.6 Ada Kesuksesan, Ada Kegagalan
Penggunaan SI/TI di dalam suatu organisasi banyak yang memberikab kesuksesan. namun
tidak jarang pula yang menuai kegagalan. Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan
adalah hal yang perlu untuk dikaji sehingga antisipasi agar kegagalan tidak terulang dapat di
lakukan.
Studi yang dilakukan Wateridge di tahun 1997 (Fortune dan Peters, 2005) menyebutkan
bahwa ada enam kriteria untuk mengukur kesuksesan : 1) memenuhi kebutuhan pemakai,
2) Mencapai tujuan yang telah ditetapkan, 3) dapat dioperasionalkan dam waktu yang telah
direncanakan, 4) sesuai dengan anggaran, 5) membuat pemakai senang, 6) memenuhi
standar kualitas. Menurut Yeo (2002), Flower di tahun 1996 telah mendefinisikan arti
kegagalan dalam sistem informasi kalau situasi-situasi berikut terjadi : 1) Sistem secara
keseluruhan tidak beroperasi seperti yang diharapkan dan kenierja keseluruhan tidak
optiomal, 2) Jikan dalam implementasi tidak seperti yang diharapkanatau di tolak oleh
pemakai, 3) Jika biaya pengembangan melebihi manfaat yang akan diberikan oleh sistem, 4)
Jika karena suatu masalah sistem di hentikan sebelum selesai dibuat.

Lyytinen dan Hircshheim (Wara\d dan Peppard, 2002) menyebutkan bahwa kegagalan
sistem informasi dapat dikategorikan ke dalam empat domain : !) Kegagalan teknis, 2)
Kegagalan Data, 3) Kegagalan Pemakai, 4) Kegagalan organisasi.
 Kegagalan Teknis adalah kegagalan di wilayah orang TI, yang bertanggung jawab
terhadap kualitas teknik sistem dan teknologi yang di gunakan. Kegagalan ini
berkecenderungan menurun dari waktu ke waktu.
 Kegagalan data adalah jenis kegagalan yang menjadi tanggung jawab bersama
anatara profesional TI dan pemakai yang memasukkan data. Desain yang bagus dan
penanganan integritas data merupakan tanggung jawab orang TI, sedangkan
kedisplinan pemakai dalam memasukkan data sesuai dengan prosedur yang telah di
tentukan adalah tanggung jawab pemakai.
 Kegagalan Pemakai adalah jenis kegagalan yang di akibatkan oleh pemakai yang
gagal dalam mengoperasikan sistem. Kegagalan seperti ini acap kali terjadi karena
ketidakcukupan waktu untuk melakukan pelatihan kepada pemakai sebelum sistem
dioperasikan.
 Kegagalan organisasi adalah kegagalan yang di akibatkan oleh sistem yang tidak
dapat memuaskan organisasi secara menyeluruh. Hal ini seringkali diakibatkan oleh
ketidakpahaman terhadap interaksi antarproses di dalam sistem bahwa
sesungguhnya suatu proses akan bergantung pada proses lain.

Kegagalan proyek sistem informasi dapat terjadi ketika sistem sedang dikembangkan
ataupun setelah melalui masa produksi (opreasional). Menurut Richard Heeks (Nauman, et
al, 2010), status sistem informasi dapat dibedakan menjadi : 1) Kegagalan Total, 2)
kegagalan parsial, 3) Sukses.

 Kegagalan Total adalah jenis kegagalan yang terjadi ketika sistem tidak di wujudkan
atau dibatalakan setelah diwujudkan.
 Kegagalan Parsial adalah jeis kegagalan yang terjadi karena sistem dihentikan akibat
setelah digunakan ternyata tidak memnuhi sasaran utama walaupun telah
memenuhi sebagian sasaran.
 Sukses adalah status yang menyatakan bahwa sistem teleah memenuhi sasaran
seluruh pemakai yang berkepentingan.

Menurut Lyytinen dan Hircshheim pada tahun 1987 (Nauman, et al 2010; Avison, 2002),
kegagalan selama pengembangan sistem informasi dapat dibedakan menjadi :

1. Kegagalan korespondensi adalah jenis kegagalan karena sistem tidak bersesuaian


dengan spsesifikasi yang ditentukan di depan.
2. Kegagalan proses adalah kegagalan didalm pengembangan sistem karena biaya
membengkak atau ketidakmampuan untuk menyelesaikan pengembangan sistem.
3. Kegagalan interaksi adalah kegagalan yang diakibatkan oleh pemakai yang gagal
menggunakan sistem. Pemakai yang tidak puas terhadap sistem atau sebagian fitur
di sistem menyebabkan pemakai kurang perhatianterhadap sistem. Akibatnya sistem
menjadi jarang digunakan atau malah di tinggalkan
4. Kegagalan Harapan adalah kegagalan yang di akibatkan sistem tidak dapat
memenuhi harapan pemakai. Seringkali, hal ini terjadi karena harapan yang terlalu
tinggi oleh orang-orang yang berkepentingan.

Beberapa peneliti seperti Laudon (2012) dan PArr, dkk (Aviosn, 2010) menyebutkan bahwa
kegagalan SI/TI umunya diakibatkan oleh kombinasi faktor SI/TI dan orang. Laudon dan
menyarankan unutk menggunakan pendekatan sosioteknologi. HAl ini desebabkan sistem
tidak sekadar masalh teknis tetapi juga berkaitan dengan masalah sosial. Parr, dkk
menyebtkan sejumlah faktor yang menjadi kunci sukses kritis proyek-proytek TI :

 ketersediaan tenaga terampil


 sponsor yang mendukung sistem
 dukungan manajemen
 kepuasan pemakai
 pertisipasi pemakai
 pemahamn kultur perusahaan
 penyelesaian perubahan proses
 komunikasi
 manajer proyek yang mempunyai multi-keterampilan
 tim yang seimbang
 komitmen untuk berubah
 kustomisasi minimal
 pemberdayaan tim proyek
 penggunaan perangkat pemodelan.

Perlu juaga diketahui, Penelitian pada tahun 1994 yang dilakukan Standish (G=Frese dan
Suater, 2003) menyebutkan bahwa lima besar penyebab keberhasilan proyek sistem
informasi :
1. keterlibatan pemakai
2. dukunagan manajemen eksekutif
3. pernyataan kebutuhan jelas
4. perencanaan tepat
5. harapan yang realistik

Penelitian yang dilakukan oleh Standish Group (2005), hal-hal berikut adalah faktor yang
menyebabkan kegagalan sistem informasi :

 tidak ada atau sedikit keselarasan dengan strategi bisnis


 ketidak lengkapan kebutuhan
 kurang perhatian pada isu-isu organisasi (orang, sistem bisnis, dll)
 manajemen proyek yang buruk
 komitmen pemangku kepentingan (stakeholder) kurang
 pelatihan yang tidak efektif
 pemakai kurang patuh pada pemasukan data
 proses-proses tidak di rancang ulang
 waktu yang tidak realistik
 ukuran kinerja yang lemah.

Anda mungkin juga menyukai