Anda di halaman 1dari 8

APENDISITIS

DEFINISI
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien
berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan
omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

ETIOLOGI
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan penyebab
tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa
barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma
tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post
operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal.
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada
40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture
dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture. Penyebab lain yang diduga dapat
menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.
PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya
dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi
tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar
0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20.
Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan
sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan
pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam,
tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan
usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat
terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk
abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya
tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan
juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses
peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan
timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat
menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-
benar istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
MANIFESTASI KLINIS
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai
adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di
daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri
beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
kanan bawah akan semakin progresif.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan
bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum
maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa
nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot
psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan
tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan
menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada
waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala
awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi
lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah
perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

KELAINAN PATOLOGI KELUHAN DAN TANDA

Peradangan awal kurang enak ulu hati/daerah pusat,


mungkin kolik

Apenditis mukosa nyeri tekan kanan bawah


(rangsangan autonomik)

Radang di seluruh ketebalan dinding nyeri sentral pindah ke kanan bawah,


mual dan muntah
Apendisitis komplet
rangsangan peritoneum lokal (somatik)

Radang peritoneum parietale nyeri pada gerak aktif dan pasif, defans
apendiks muskuler lokal

Radang alat/jaringan yang menempel genitalia interna, ureter, m.psoas,


pada apendiks kantung kemih, rektum
demam sedang, takikardia,
Perforasi mulai toksik, leukositosis

s.d.a + demam tinggi, dehidrasi


Pendindingan (Infiltrat)
syok, toksik

Tidak berhasil massa perut kanan bawah, keadaan


umum berangsur membaik
Berhasil
demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat

Abses

Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang terlambat
diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang
perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah.
Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

Gambaran klinik apendisitis akut


 tanda awal
o nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual
dan anoreksi
 nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik McBurney
o nyeri tekan
o nyeri lepas
o defans muskuler
 nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
o nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
o nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg)
o nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan

Untuk appendicitis akut yang telah mengalami komplikasi, misal perforasi, peritonitis dan
infiltrat atau abses, gejala klinisnya seperti dibawah ini (Ellis, 1989).
Perforasi
Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dasyat dan mulai
dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3oC). Jumlah lekosit yang meninggi merupakan
tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.
Peritonitis
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang telah
mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak lanjut daripada
peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans musculer yang meluas, distensi
abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin
tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.
Abses / infiltrat
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah.
Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah “walling off” (pembentukan dinding) oleh
omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah massa (infiltrat) di regio abdomen kanan
bawah tersebut. Masa mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga
yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau
infiltrat ini, beberapa ahli menganjurkan anti biotika dulu, setelah 6 minggu kemudian dilakukan
appendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Kumar, V., Cotran, R. S., & Robbins, S. L. (2007). Buku Ajar Patologi (7 ed. Vol. 2).

Reksoprodjo, S. (2009). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.

Schrock, T. (1991). Ilmu Bedah (7 ed.). Jakarta: EGC.

Sjamsuhidayat, R., & Jong, w. d. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah (2 ed.): EGC.

Anda mungkin juga menyukai