Anda di halaman 1dari 32

PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN

INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Perencanaan Geometrik Jalan Raya


2.1.1. Perencanaan Trase Jalan
Dalam perencanaan jalan raya harus direncanakan sedemikian rupa sehingga jalan
raya itu dapat memberikan pelayanan optimum kepada pemakai jalan sesuai dengan
fungsinya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam perencanaan alinyemen pada
tikungan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengendara,maka perlu
dipertimbangkan hal- hal berikut :

a. Ketentuan- ketentuan dasar

Pada perencanaan geometrik jalan, ketentuan- ketentuan dasar ini tercantum pada
daftar standar perencanaan geometrik jalan merupakan syarat batas, sehingga
penggunaannya harus dibatasi sedemikian agar dapat menghasilkan jalan yang cukup
memuaskan.

b. Klasifikadi medan dan besarnya lereng (kemiringan)

Klasifikasi dari medan dan besar kemiringan adalah sebagai berikut :

Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU


Gambar. Tabel Klasifikasi Medan dan Besar Kemiringan
2.2. Alinemen Horizontal
1) Alinemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan).
2) Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk mengimbangi gaya
sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada kecepatan Vr.
3) Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas samping jalan
harus diperhitungkan.
2.2.1. Panjang Bagian Lurus
1) Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi
kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus
ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai Vr).
2) Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel berikut:

Saedi Saputar Siagian – 14101160 1


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Tabel. Panjang Bagian Lurus Maximum


Panjang Bagian Lurus Maximum (m)
Fungsi
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3,000 2,500 2,000
Kolektor 2,000 1,750 1,500
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU
2.2.2. Tikungan
1) Bentuk bagian lengkung dapat berupa:
(a) Spiral-Circle-Spiral (SCS);
(b) full Circle (fC); dan
(c) Spiral-Spiral (SS).
2) Superelevasi
(a) Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan
melalui tikungan pada kecepatan rencana Vr.
(b) Nilai superelevasi (e) daerah antar kota ditetapkan 10%.
(c) Nilai superelevasi (e) daerah perkota ditetapkan 8%.
(d) Angka Superelevasi e : 0% ≤ e ≤ 12%
e terbaik ialah 0%, tetapi kemungkinan ada genangan air dijalan . Jadi e normal
ialah 2% disebut juga “Normal Crown”
(e) Gaya gesek samping melintang (F) atau koefisien gesek
Fmaks   0,000625V  0.19
Fmaks ialah koefisien gesek melintang antara roda kendaraan dengan permukaan
jalan.
3) Jari-Jari Tikungan
(a) Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:
2
Vr
Rmin 
127(emax . f )

Dimana:
Rmin : Jari jari tikungan minimum (m)
VR : Kecepatan rencana (km/jam)
emax : Superelevasi Maksimum (%)
F : Koef. Gesek untuk perkerasan aspalt (0.14 – 0.14)

(b) Penetapkan Rmin.

Saedi Saputar Siagian – 14101160 2


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Tabel. Panjang jari – Jari minimum (dibulatkan)


VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jari jari Minimum, 600 370 210 110 80 50 30 15


Rmin (m)
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU

2.3. Jenis- jenis Lengkungan Peralihan

Dalam suatu perencanaan alinyeman horizontal kita mengenal ada 3 macam


bentuk lengkung horizontal antara lain :

1. Full Circle

Bentuk tikungan full circle disebut juga bentuk busur lingkaran sederhana. Bentuk
ini dipergunkan hanya pada lengkungan yang mempunyai radius yang besar dan besaran
sudut tangen yang kecil. Diindonesia penggunaan bentuk full circle mempunyai batasan
batasan tertentu seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel. Jari- jari Lengkung Minimum dan kecepatan rencana

Kecepatan Jari - jari lengkungan


Rencana (Km/jam) minimum (m)
120 > 2000
100 > 1500
80 > 1100
60 > 700
40 > 300
30 > 180
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya

Gambar. Full Circle

Saedi Saputar Siagian – 14101160 3


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Sumber : Buku Teknik Sipil, Ir. Sunggono KH.


Keterangan :

PI = Nomor Station ( Point of Interaction )


R = Jari- jari tikungan ( meter )
Δ = Sudut tangen ( o )
TC = Tangent Circle
CT = Circle Tangen
T = Jarak antara TC dan PI
L = Panjang bagian tikungan
E = Jarak PI ke lengkung peralihan
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, PEDC Bandung

Rumus rumus untuk full circle menentukan T,L dan E adalah sebagai berikut:
1 T
tg  
2 R
Sehingga diperoleh :
1
 T  R.tg 
2
1
 E = T .tg 
4
R
 E= R
cos 1
2

 L= 2 . . R
360
 L  0,01745.  . R

Syarat Pemakaian :
a. Tidak semua kurva tikunga boleh berbentuk Full Circle, hal ini bergantung pada
besarnya rencana serta radius (jari jari) circle tersebut.
b. Batasan yang disesuaikan /diperkenankan/diperbolehkan menggunakan Full Circle
c. Untuk radius circle (R) dibawah nilai pada tabel tersebut, bentuk tikungan harus
menjadi spiral – circlr – spiral (s-c-s)

2. Spiral – Circle - spiral ( S – C – S )


Ketika kendaraan memasuki atau meninggalkan lengkungan horizontal melingkar,
maka penambahan atau pengurangan gaya sentrifunggal tidak dapat tercapai karena
faktor keselamatan dan kenyamanan. Dalam hal ini menyisipkan lingkunga transisi

Saedi Saputar Siagian – 14101160 4


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

antara tangen dan lengkungan melingkar memerlukan pertimbangan (Jotin


Khisty,2003). Lengkungan transisi yang dirancang dengan baik mempunyai
keuntungan antara lain:
1. Sebuah rute alamiah dan mudah diikuti oleh pengemudi segingga gaya sentry
fungal meningkat atau berkurang secara bertahap.
2. Superelevasi dapat diatur sesuai keinginan dan lebih mudah.
3. Fleksibel dalam pelebaranlengkungan tajam
4. Tampilan jalan raya yang lebih baik.
Lengkung spiral merupakan lengkung peralihan dari bagian lurus kebagian circle.
Panjang lengkung peralihan (spiral) di perhitungkan dengan mempertimbangkan
bahwa perubahan gaya sentrifunggal dari nol (pada bagian lurus) sampai besar:
M .V 2
K
R.Ls
Menurut Bina Marga 1997 lengkungan spiral dapat ditentukan dengan 3 rumus :
1. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifunggal
V3 V .K
Ls min  0,022 .  2,727.
R.C C
Dimana:
Ls = panjang spiral (m)
V = Kecepatan Rencana
R = Jari – jari
C = perubahan kecepatan
K = Superelevasi
2. Berdasarkan waktu tempuh maksimum dilengkung peralihan
V
Ls  .T
3,6
Dimana:
T = Waktu tempuh lengkung peralihan,(3 detik)
V = Kecepatan (km/jam).
3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian
(e  e )V
Ls  m n
3,6 re
Dimana:
em = Superelevasi maksimum
en = Superelevasi normal
Re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang jalan (%/detik)
Vr ≤ 70 km/jam, re-max = 0,035 % /detik

Saedi Saputar Siagian – 14101160 5


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Vr ≥ 70 km/jam, re-max = 0,025 % /detik

Gambar. Spiral Circle Spiral


Sumber : Perencanaan Geometrik Raya, PEDC. Bandung Jalan
Keterangan:

Ts = Titik perubahan dari tangen ke spiral


SL = Titik Perubahan dari spiral ke Lingkaran
L = Panjang Bagian spiral ke Tengah
TC = Tangen Circle
ST = Perubahan dari spiral ke tangen
Ls = Panjang total spiral dari Ts sampai SL
Δ = Sudut lengkungan
Tt = Panjang tangen total yaitu jarak antara RP dan ST
Et = Jarak tangen total yaitu jarak antara RP dan titik tangen busur lingkaran.
M = Massa (Kg/g)

Rumus:

Ts  ( R  P) tg 1   K
2

( R  P)
Es  R
1
cos 
2

    2s

Saedi Saputar Siagian – 14101160 6


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

C
Lc  x 2 r
360
Ls 2
Yc 
6 Rc

L3
Y
6 Rc Ls

Ls 3
Xc  Ls 
40 Rc 2

( L5 )
X  L
40 Rc 2 Ls 2

P  Yc  Rc (1  cos s )

K  Xc  Rc sin 

L  Lc  2.Ls

Catatan :
 Untuk jalan antar kota, kemiringan tikungan maksimumnya (Rural Highway) :10 %
 Untuk jalan kota, kemiringan maksimumnya (Urban Hightway) : 8 %
 Apabila Lc < 20 m, maka bentuk tikungannya adalah spiral-spiral (S-S)

3. Spiral – Spiral ( S – S )

Bentuk tikungan spiral spiral disebut juga lengkung horizontal berbentuk spiral
adalah lengkungan busur lingkaran (circle) sehingga titik SC berimpit dengan titik
CS. Panjang besar lingkaran LC = 0,dan θs = ½ ∆ yang dipilih harus sesuai sehingga
Ls yang di butuhkan lebih besar dari Ls yang dihasilkan dari landari relatif minimum
yang disyaratkan.

Saedi Saputar Siagian – 14101160 7


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Gambar. Spiral-Spiral
Sumber : buku teknik sipil,Ir. Sunggono KH
Perhitungan Data Kurva:

C  0

  2 .s

Lc  0
L  2 Ls
s .
Ls 
28,648
2 R
Ls 
360 0
P  Ls . P *
K  Ls . K *
Ts  ( R  P) tg 1 / 2   K
( R  P)
Es  R
Cos 1 / 2 

2.4. Jarak Pandang

Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saatmengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut
dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (JPH) dan Jarak
Pandang Mendahului (JPM).

1) Jarak Pandang Henti ( JPH )

Saedi Saputar Siagian – 14101160 8


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Jarak pandang henti adalah jarak tertentu pada bagian dihadapan pengemudi, yang
diperlukan agar pengemudi dapat menghentikan kendaraan secara aman, dalam
menghindari rintangan/halangan pada kecepatan maximum.

Tabel. Jarak Pandang Henti Minimum

VR (Km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20

Jh minimum 250 175 120 75 55 40 27 16

Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU

Ada 2 komponen jarak pandang henti (JPH) yang harus dipenuhi:

a. Jarak selama pengemudi mengawali rintangan/halangan yang ada didepan sampai


sampai saat pengemudi mulai menginjak pedal rem yang kerap disebut sebagai
waktu PIEV (Perception, Intelection, Emotion,Volition).
Waktu piev merupakan kumpulan dari JPH disebut juga waktu reaksi pengereman
(break reaction time), yaitu suatu periode waktu saat pengemudi melihat suatu objek
didepan yang dianggap membahayakan,sampai saat ia mulai melakuka pengereman.
b. Jarak pengereman adalah jarak yang diperlukan pada saat pengemudi melakukan
pengeraman sampai kendaraan tersebut berhenti secara aman.
Pengereman yang mengakibatkan terjadinya gesekan antara roda kendaraan dengan
permukaan jalan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan kecepatan atau
penurunan laju kendaraaan.
Faktor factor yang mempengaruhi besar gesekan
a. Kecepatan kendaraan
b. Besar tekanan angina dari ban
c. Pola serta kedalaman bunga ban
d. Tekstur permukaan jalan

2) Jarak Pandang Mendahului ( JPM )

Jarak pandang mendahului adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul


kendaraan lain yang digunakan pada jalan dua lalur atau lebih. Jarak pandang mendahului
dihitung berdasarkan panjang yang diperlukan untuk melakukan penyiapan secara normal
dan aman.
Tabel Jarak Pandang Mendahului

VR (Km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Jd minimum 800 670 550 350 250 200 150 100
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU

Saedi Saputar Siagian – 14101160 9


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

2.5. Daerah Bebas Samping


Pada saat mengemudikan kendaraan pada kecepatan tertentu, ketersediaan jarak
pandang yang baik sangat dibutuhkan apabila suatu kendaraaan saat menikung atau
membelok. Keadaan ini seringkali tergantung oleh bangunan perumahan, pohon pohon,
tebing galian, hutan kayu maupun perkebunan dan sebagainya. Oleh karena ini perlu
adanya daerah bebas samping ditikungan untuk menjaga keamanan pemakai jalan
(Jotin Khisty,2003).
Jarak ini diperlukan untuk memenuhi syarat jarak pandang yang besarnya
tergantung jari jari (R), Kecepatan rencana (V) dan Keadaan lapangan. Terdapat 2
kemungkinan keadaan, yaitu :
 Jarak pandang < Panjang Tikungan (JPH < Panjang Tikungan)
90 0.Jph
E  R {1  cos( )}
 .R
Dimana:
c

Gambar. Jarak pandang henti < Panjang tikungan (Jph < Lt)
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota, Ditjen Bina Marga 1997

 Jarak Pandang > Panjang Tikungan (JPH > Panjang Tikungan)


90 0 Jph 1 90 0 Jph
E  R (1  cos( ))  ( Jph  Lt ) sin ( )
R 2 R
Dimana:
R = Jari jari tikungan (m)
Jph = Jarak pandang henti (m)
Lt = Panjang tikungan (m)

Saedi Saputar Siagian – 14101160 10


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Gambar. Jarak Pandang > Panjang Tikungan (Jph-Lt)


Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota, Ditjen Bina Marga 1997

2.6.Persyaratan Alinemen
2.6.1. Allinemen Vertikal
1. Umum
Alinemen vertical adalah proyeksi dari sumbu jalan pada suatu bidang vertikal
yang melalui sumbu jalan tersebut. Alinemen vertikal terdiri atas bagian landau
vertical dan bagian lengkung vertical (Sukimin,1994). Ditinjau dari titik awal
perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), atau
landai negatif (turunan) atau landai nol (datar).
2. Landai Maksimum
Landai maksimum adalah landai vertikal maksimum dimana truk dengan muatan
penuh masih mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari
setengah kecepatan awal tanpa penurunan gigi rendah (Sony Sulakno, 2001)

Tabel. Kelandaian Maksimum


VR (Km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40

Kelandaian
3 3 4 5 8 9 10 10
Maksimum (%)

Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU

3. Panjang Kritis
Panjang kritis adalah panjang landau maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatan sedemikian rupa sehingga kecepatan
tidak lebih dari kecepatan rencana (Sonu Sulaksono, 2001). Lama perjalanan
tersebut tidak boleh lebih dari satu menit. Berikut dilampirkan tabel panjang kritis:

Saedi Saputar Siagian – 14101160 11


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Tabel Panjang Kritis


Kecepatan pada awal Kelandaian (%)
tanjakan km/jam 4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU

4. Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan
kelandaian dengan tujuan mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan
menyediakan jarak pandang henti. Lengkung vertikal terdiri atas lengkung vertikal
cembung dan lengkung vertikal cekung (Sony Sulaksono,2001).
Panjang lengkung vertikal (LV) ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
 jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cembung.
AS 2
L
405
 jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung.
405
L  2S 
A
 Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus:
L  A .Y

S2
L
405
Dimana :
L = Panjang lengkungan vertikal (m)
A = Perbedaan grade (m)
Jh = Jarak pandang henti (m)
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm dan tinggi
mata 120 cm.
 Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan penampilan.
Y ditentukan sesuai tabel berikut:
Tabel Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan
Kecepatan Rencana Faktor penampilan
(km/jam) kenyamanan,Y
< 40 1.5
40 - 60 3
> 60 8
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU

Saedi Saputar Siagian – 14101160 12


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

 Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai tabel yang


didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang.
Tabel. Panjang Minimum Lengkung Vertikal
Perbrdaan
Kecepatan Rencana Panjang
Kelandaian
(km/jam) Lengkung (m)
Memanjang (%)
< 40 1 20 -30
40 - 60 0.6 40 - 80
> 60 0.4 80 - 150
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU

2.6.2. Alinemen Horizontal


1. Umum
Alinemen horizontal adalah proyeksi sumbu pada bidang horizontal. Alinemen
horizontal juga dikenal dengan nama situasi jalan atau trase jalan, yang terdiri dari
garis garis lurus yang dihubungkan dengan garis garis lengkung.Alinemen
horizontal terdiri dari bagian lurus dan bagian lengkung (tikungan). Perencanaan
geometri pada bagian lengkung dimaksud untuk mengimbangi gaya sentrifunggal
yang diterima oleh kendaraan yang berjalan dengan kecepatan VR.
2. Jari Jari Tikungan
Bagian yang sangat kritis pada alinemen horizontal adalah bagian tukungan karena
terdapat gaya yang akan melempar kendaraan keluar dari tikungan(gaya
sentrifunggal), hal ini harus diimbangi oleh komponen berat kendaraan yang
diakibatkan oleh superelevasi dari jalan dan oleh gesek samping(side friction)
antara ban dan permukaan jalan.
Dalam hal ini terdapat 3 keadaan keseimbangan, yaitu:
1. Gaya sentrifunggal diimbangi gesekan ban dengan perkerasan.

Dimana :
G = Masa Kendaraan
R = Jari–jari Tikungan (m)

Saedi Saputar Siagian – 14101160 13


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

V = Kecepatan Rencana (km/jam)


Fm = Koefisien Gesek Melintang
g = Gravitasi (m/detik2), untuk rumus diambil 9,7999

Penurunan Rumusan:
F  Fm ( N L  N R )
F  Fm (G )

GV 2
Untuk mencapai suatu keseimbangan, maka besarnya gaya sentrifunggal
gR
harus sama dengan besarnnya gaya gesek F.
GV 2
Fm (G ) 
g .R
V2
Fm 
gR
Dengan melakukan penyederhanaan satuan (unit) yang digunakan msaks
persamaan tersebut menjadi :
V2
Fm 
127 R

2. Gaya sentrifunggal diimbangi dengan kemiringan melintang jalan

Penurunan rumus :
Y1  G sin 
GV 2
Y2  ( ) / cos 
gR
Jika melihat detail A, dengan menetapkan satu dan sebelah e, dan dengan
menganggap bahwa sudut  adalah sangat kecil, maka akan diperoleh :

Saedi Saputar Siagian – 14101160 14


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

sin   tan   e
Cos   1
Vektor gaya Y1 dan Y2 yang bekerja berlawanan arah untuk mencapai
keseimbangan gaya maka besarnya Y1 yaitu gaya vector gaya akibat massa
kendaraan G, yang bekerja kearah tikungan, mempunyai potensi menahan gaya
sentrifunggal dan besar harus sama dengan Y2 yaitu gaya yang berpotensi
mendukung kendaraan kearah luar tikungan akibat gaya sentrifunggal. Dengan
demikian gaya tersebut dapat dijawab sebagai berikut :
Y1  Y2
GV 2
G sin   ( ) /cos 
gR
GV 2
G tan  
gR
V2
tan  
gR
V2
e
gR
Dengan penyederhanaan unit – unit;
V2
e
127 R
3. Gaya sentrifunggal diimbangi dengan gaya gesek dan kemiringan lemintang
jalan.

Penurunan rumus:
Gv 2
( ) cos   G sin   F
gR
F adalah, besar gaya yang mengimbangi gaya atau beban kendaraan (G).
Gaya F tersebut mengulangi gaya G, bekerja pada roda kendaraan yang besarnya
terbagi menjadi NR dan NL. Karena sudut  relatif kecil, maka cos  dianggap sama
dengan 1 dan sin  dianggap sama dengan e, sehingga persamaan diatas menjadi:

Saedi Saputar Siagian – 14101160 15


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

GV 2
 G . e  ( N R  N L ) Fm
gR
Karena NL + NR besarnya sama dengan G, maka menyeimbangai besaran G persamaan
menjadi seperti berikut:

V2
e  fm 
127 R
Dimana:
e = kemiringan superelevasi (8% dalam kota, 10% luar kota)
Fm = koefisien gesek melintang antara roda kendaraan dengan permukaan perkerasan
R = jari jari minimum (m)
V = Kecepatan rencana (km/jam)

2.6.3. Lajur Pendakian


1) Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk yang bermuatan berat
atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan kendaraan lain pada
umumnya, agar kendaraan kendaraan lain dapat mendahului kendaraan lambat
tersebut tanpa harus berpindah lajur atau menggunakan lajur arah berlawanan.
2) Lajur pendakian harus disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian
yang besar, menerus, dan volume lalu lintasnya relatif padat.
3) Penempatan lajur pendakian harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) disediakan pada jalan arteri atau kolektor,
b) apabila panjang kritis terlampaui, jalan memiliki VLHR > 15.000 SMP/hari, dan
persentase truk > 15 %.
4) Lebar lajur pendakian sama dengan lebar lajur rencana.
5) Lajur pendakian dimulai 30 meter dari awal perubahan kelandaian
denganSerongansepanjang 45 meter dan berakhir 50 meter sesudah puncak
kelandaian dengan serongan sepanjang 45 meter
6) Jarak minimum antara 2 lajur pendakian adalah 1,5 km

Saedi Saputar Siagian – 14101160 16


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Gambar. Lajur Pendakian Tipikal

Gambar. Jarak Antara Dua Lajur Pendakian

2.7. Desain Pondasi Jalan

Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang
(capping), tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan bahan strip (wick drain) atau
penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan landasan pendukung struktur
perkerasan lentur dan perkerasan kaku dan sebagai akses untuk lalu lintas konstruksi pada
kondisi musim hujan.

Saedi Saputar Siagian – 14101160 17


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Tiga faktor yang paling berpengaruh pada desain perkerasan adalah analisis lalu
lintas, evaluasi tanah dasar dan penilaian efek kelembaban.Analisis lalu lintas. Pada
perkerasan berbutir dengan lapisan permukaan aspal tipis (≤ 100 mm), kesalahan dalam
evaluasi tanah dasar dapat menyebabkan perbedaan daya dukung lalu lintas sampai 10 kali
lipat (contoh : perkiraan CBR 6% namun kenyataan hanya 4%). Masalah tersebut tidak
akan memberikan perbedaan yang begitu besar pada perkerasan dengan lapisan aspal yang
tebal (≥ 100 mm), tetapi perbedaan tersebut masih tetap signifikan. Artinya penetapan nilai
kekuatan tanah dasar yang akurat dan solusi desain pondasi jalan yang tepat merupakan
persyaratan utama untuk mendapatkan kinerja perkerasan yang baik. Persiapan tanah dasar
yang baik sangatlah penting terutama pada daerah tanah dasar lunak.
Berdasarkan kriteria tersebut, CBR untuk timbunan biasa dan tanah dasar dari tanah
asli di Indonesia umumnya 4% atau berkisar antara 2,5% - 7%. Desainer sering berasumsi
bahwa dengan material setempat dapat dicapai CBR untuk lapisan tanah dasar sebesar 6%,
yang seringkali hal ini tidak tercapai. Karena itu perlu dilakukan pengambilan sampel dan
pengujian yang memadai.
Perkerasan membutuhkan tanah dasar yang :
- Memiliki setidaknya CBR rendaman minimum desain
- Dibentuk dengan baik
- Terpadatkan dengan benar
- Tidak sensitif terhadap hujan
- Mampu mendukung lalu lintas konstruksi.
Musim hujan yang cukup panjang serta curah hujan yang tinggi membuat pekerjaan
pemadatan tanah dasar relatif lebih sulit.Oleh sebab itu, BaganDesain 1 dan BaganDesain2
memberikan solusi konservatif yang sesuai, Untuk semua kasus kecuali yang
membutuhkan lapis penopang, maka tingkat pemadatan yang disyaratkan harus dapat
dicapai baik untuk tanah dasar atau pada timbunan. Pemadatan tanah dasar sering kali
diabaikan di Indonesia.Kontraktor dan Supervisi harus memberikan perhatian lebih pada
masalah ini.
Bagan Desain1: Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar
(tidak dapat digunakan untuk tanah alluvial jenuh atau tanah gambut)

Saedi Saputar Siagian – 14101160 18


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Catatan dalam kasus 2,3,4 atau 6 nilai digunakan untuk desain perlu disesuaikan dengan faktor penyesuaian
Bagan Desain 2: Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum3

2.8. Modulus Bahan


Modulus lapisan aspal telah ditetapkan berdasarkan kisaran temperatur udara
umumnya antara 24 0C sampai 340C dan Temperatur Perkerasan Tahunan Rata-rata
(MAPT) 410C. Jika iklim lokal memberikan nilai MAPT yang berbeda maka faktor
penyesuaian tebal lapis beraspal dalam Tabel 2.23 dapat digunakan.
Tabel. Karakteristik modulus bahan berpengikat yang digunakan untuk pengembangan bagan
desain dan untuk analisis mekanistik

Besarnya modulus bahan berbutir lepas tergantung dari tegangan yang bekerja.
Dengan alasan tersebut modulus yang tercantum di dalam tabel berikut menurun apabila
ketebalan dan kekakuan lapisan aspal diatasnya membesar.

Saedi Saputar Siagian – 14101160 19


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Tabel. Karakteristik modulus bahan berbutir lepas yang digunakan untuk pengembangan
bagan desain dan untuk analisis mekanistik

Tabel. Parameter Kelelahan (Fatigue) K yang digunakan untuk pengembangan bagan


desain dan untuk analisis mekanistik

2.9. Desain Perkerasan Lentur


1. Struktur Perkerasan
Salah satu solusi perkerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada
pembebanan dan pertimbangan biaya terkecil diberikan dalam Bagan Desain3 Perkerasan
Lentur, Solusi lain dapat diadopsi untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat tetapi
disarankan untuk tetap menggunakan bagan sebagai langkah awal untuk semua desain.

Bagan Desain 3: Desain Perkerasan Lentur opsi biaya minimum termasuk CTB)1

Saedi Saputar Siagian – 14101160 20


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur Alternatif

Alternate Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis Pondasi Berbutir

2.10. Bagian-Bagian Jalan


2.10.1. Rumaja, Rumija,Ruwasja
1. Rumaja (Ruang Manfaat Jalan)
Merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman
ruang bebas tertentu, dimana ruang tersebut meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi
jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong,
perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya.
[ Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 1985 ]

Saedi Saputar Siagian – 14101160 21


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Gambar. Tipikal Rumaja, Rumija dan Ruwasja


2. Rumija (Ruang Milik Jalan)
Merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang
diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur
lalu lintas di kemudian hari, serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. [Peraturan
Pemerintah RI No. 26 tahun 1985]
3. Ruwasja (Ruang Pengawasan Jalan)
lajur lahan di luar Damija yang berada di bawah pengawasan penguasa jalan,
ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi dan untuk
konstruksi jalan, dalam hal ruang daerah milik jalan tidak mencukupi.
[ Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 1985 ]

Gambar. Tipikal potongan melintang jalan 2-lajur-2-arah tak terbagi,


yang dilengkapi jalur hijau, jalur sepeda, trotoar dan saluran
samping yang ditempatkan di bawah trotoar

Saedi Saputar Siagian – 14101160 22


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

2.11. Ketebalan Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan adalah lapis-lapis material yang dipilih dan dikerjakan menurut
peraturan tertentu sesuai dengan macam dan fungsinya untuk menyebarkan beban roda
kendaraan sedemikian rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar sesuai daya
dukungnya.
Bagian-bagian umum perkerasan jalan terdiri dari :
1. Tanah dasar (sub grade)
2. Lapisan pondasi bawah (sub base course)
3. Lapisan pondasi atas (base course)
4. Lapisan permukaan
Toleransi tebal untuk tiap lapisan campuran beraspal
1. Latasir tidak boleh lebih dari 2 mm.
2. Lataston lapis aus (HRS-WC) tidak lebih dari 3 mm.
3. Lataston lapis pondasi (HRS-Base) tidak lebih 3 mm.
4. Laston lapis aus (AC-WC) tidak lebih 3 mm.
5. Laston lapis antara (AC-BC) tidak lebih dari 4 mm.
6. Laston lapis pondasi (AC-Base) tidak lebih 5 mm.
Tebal Nominal minimum campuran beraspal
1. Latasir kelas A (SS-A). tebal nominal minimum 1,5 cm.
2. Latasir kelas B (SS-B). Tebal nominal minimumnya adalah 2 cm
3. Lataston lapis aus (HRS-WC). Tebal nominal minimumnya adalah 3 cm
4. Lataston lapis pondasi (HRS-Base). Tebal nominal minimumnya adalah 3,5 cm
5. Laston lapis aus (AC-WC). Tebal nominal minimumnyaadalah 4 cm.
6. Laston lapis antara (AC-BC). Tebal nominal minimumnya 6 cm.
7. Laston lapis pondasi (AC-Base). Tebal nominal minimumnya 7,5 cm.

Gambar . Bagian perkerasan jalan


Ketebalan konstruksi perkerasan jalan, direncanakan :
A. Berdasarkan kuat izin tanah (σt’)
B. Berdasarkan CBR (California Bearing Ratio)
Dalam menentukan tebal konstruksi perkerasan jalan, tentu saja berhubungan dengan
kepadatan lalu lintas. Untuk memenuhi faktor keamanan yang baik dalam perencanaan
tebal konstruksi prkerasan jalan harus memperhitungkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Koefisien kejut (γ); yang ada hubungannya dengan keadaan lalu lintas
2. Kuat geser tanah (σt) ; yang berhubungan dengan klasifikasi tanah dasar dan jenis
tanah
3. Tekanan gandar tunggal maximum yang akan terjadi (P) yang berhubungan dengan
kelas jalan.
Ketiga faktor tersebut ditunjukkan pada tabel-tabel sebagai berikut:

Saedi Saputar Siagian – 14101160 23


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Tabel . Nilai koefisien kejut (γ)

Keadaan Lalulintas Koefisien Kejut (γ)


Lalu lintas sangat padat 4
Lalulintas padat 3,085
Lalulintas sedang 2,170
Lalulintas jarang 1,25
Tabel. Kuat geser tanah dasar yang diizinkan (σt’)kg/cm2

Klasifikasi Tanah Dasar Jenis Tanah Kuat Geser Tanah yang


Diizinkan (σt’) kg/cm2
Tanah sangat baik Pasir berkerikil 9
Tanah baik Pasir 2,7
Tanah sedang Lempung,lanau anorganik 1,75
Tanah jelek Lempung, lanau organic 1,25
Tanah sangat jelek Tanah rawa/lumpur -
Tabel . Tonase kelas jalan (standar tekanan gandar tunggal) P0 (Ton)

Kelas Jalan Tekanan Gandar Tunggal P0 (Ton)


Kelas I 7
Kelas II 5
Kelas IIIA 3,5
Kelas IIIB 2,75
Kelas IV 2
Kelas V 1,5
A. Ketebalan Konstruksi Jalan Berdasarkan Kuat Izin Tanah Dasar (σt’)

𝛾. 𝑃 𝛾. (2. 𝑃0 ) 𝛾. 𝑃0
ℎ= √ = √ ′ = √
2𝜋. 𝜎𝑡 2𝜋. (2. 𝜎𝑡 ) 2𝜋. 𝜎𝑡′

Dimana : h = ketebalan konstruksi perkerasan jalan (cm)


P = tekanan gandar tunggal maksimum (ton)
P0 = tonase kelas jalan (standar tekanan gandar) (ton)
σt = kuat geser tanah dasar (kg/cm2)
σ’t = Kuat geser tanah dasar izin (kg/cm2)
γ = koefisien kejut

B. Ketebalan Konstruksi Jalan Berdasarkan CBR


Perkerasan dari batu pecah yang berbutir rapat kekuatannya dinilai 100%, sedang
lumpur memiliki kekerasan 0%, yang selanjutnya variasi nilai kekerasan dari jenis tanah
lainnya.
Hubungan kuat geser tanah terhadap CBR

Saedi Saputar Siagian – 14101160 24


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

HK.HOOK : σt’ = Σ E
Dimana : Σ = konstanta rey (yeuffrey) = 0.008
E = modulus elastisitas bahan/tanah berkisar antara 50-200CBR,
rekomendasi Darmon 100%CBR
Untuk tanah E=100 CBR serta Σ = 0,008
Jadi σt = 0,8 CBR
Artinya: kuat geser tanah 4/5 CBR tanah tersebut.

𝛾. 𝑃0 𝛾. 𝑃0 𝛾. 𝑃0
ℎ= √ = √ =√
2𝜋. 𝜎′𝑡 2𝜋. 0,8𝐶𝐵𝑅 1,6𝜋. 𝐶𝐵𝑅

karena 1 ton=1000kg, maka;

1000. 𝛾. 𝑃0 𝛾. 𝑃0
ℎ=√ = 14√
1,6𝜋. 𝐶𝐵𝑅 𝐶𝐵𝑅

Dimana : h = ketebalan konstruksi perkerasan jalan (cm)


P0 = tonase kelas jalan (standar tekanan gandar tunggal) (ton)
σ’t = Kuat geser tanah dasar izin (kg/cm2)
γ = koefisien kejut
CBR = California bearingratio (%)
Tabel. Tabel minimum perkerasan

Kepadatan Lalulintas Maximum


Perjalur Perhari Tebal Tebal Aspal
Klasifikasi Minimum Beton yang
Lalulintas Kendaraan Base + Dianjurkan
Kendaraan
Ringan Aspalan (cm) (cm)
Berat (≥3 ton)
(<3 ton)
Lalulintas
῀ ῀ 25 10
sangat padat
Lalulintas
῀ 250 20 7,5
padat
Lalulintas
500 25 15 7,5
sedang
Lalulintas
25 5 12,5 5
jarang
Faktor Beban Berulang Terhadap Ketebalan Perkerasan Jalan
- Pengaruh kepadatan lalulintas terhadap ketebalan perkerasan hanya berdasarkan
klasifikasi kepadatan lalulintas, sedangkan beban kibat kendaraan (n) yang
berulang tidak diperhitungkan.
- Rekomendasi KERKHOVEN DARMON,
Beban berulang kendaraan n kali.

Saedi Saputar Siagian – 14101160 25


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

𝛴𝐸 𝛴𝐸
𝜎𝑡 = = 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎; 𝛴𝐸 = 0,8 𝐶𝐵𝑅
1 + 0,7 𝑙𝑜𝑔𝑛 𝛾
- Menentukan ketebalan konstruksi jalan

𝑝 (1 + 0,7 log 𝑛)
ℎ= √
1,6𝜋. 𝐶𝐵𝑅

- Nilai kejut; γ = (1 +0,7 Log n)


- DPL ; dapat dinyatakan dalam Standart Axle Load atau Tonase Kelas Jalan P0 ; P =
2 P0.
1,25𝑃0 (1+0,7𝐿𝑜𝑔 𝑛)
- Maka : ℎ = √ 𝜋.𝐶𝐵𝑅

1 Ton = 1000 kg maka;

1250. 𝑃0 (1 + 0,7𝐿𝑜𝑔 𝑛) 𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛)


ℎ=√ = 20√
𝜋. 𝐶𝐵𝑅 𝐶𝐵𝑅

Dimana : h = ketebalan konstruksi perkerasan jalan (cm)


P0 = tonase kelas jalan (standar tekanan gandar tunggal) (ton)
N = jumlah beban berulang
CBR = California Bearing Ratio (%)
Tabel 2.26. Klasifikasi lalulintas berdasarkan beban berulang (n)

Beban Berulang
Klasifikasi Lalulintas
(n)
Lalulintas sangat padat > 1000
Lalu lintas padat 100 - 1000
Lalulintas sedang 10 - 100
Lalulintas jarang 1 − 10

Catatan : karena n dari jenis kendaraan dalam satuan waktu tidak sama ; maka perlu
setiap jenis kendaraan di ekivalen kan terhadap kelas jalan P0 yang ditetapkan.

Nilai Equivalen Lalulintas

- Berat kendaraan yang melewati suatu ruas jalan, berat gandarnya bervariasi:
- Kondisi permukaan jalan (service ablelity) ρ ;mempengaruhi kecepatan dari laju
kendaraan.

Kondisi Jalan Service Ablelity ρ


Sangat baik 5
Baik 4
Sedang 3
Jelek 2
Sangat jelek 1

Saedi Saputar Siagian – 14101160 26


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Tabel 2.27. Kondisi permukaan jalan (service ablelity) ρ

Catatan :* permukaan jalan sangat baik dan rata serta aspalan baru service ablelitynya
bernilai 5 sesuai umumnya; nilai ini mungkin lama makin berkurang.
*jalan raya lalulintas cepat (jalan utama) :ρ = 2,5
*jalan raya lalulintas sedang (jalan biasa); ρ = 2

Penyetaraan berat itu, kita sebut EKIVALEN LALULINTAS

𝑃 𝑋 𝑃 𝑋
𝑒= ( ) 𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎𝑛 𝑛=( )
𝑃0 𝑃0

Dimana : e = nilai equivalen lalulintas

n = nilai jumlah beban berulang

P = tekanan gandar tunggal (maximum dalam ton)

P0 = tonase kelas jalan (ton) standar tekanan gandar tunggal

ρ = service ablelity

x = Nilai yang tergantung dari kondisi permukaan jalan (service ablelity)


Catatan : * Untuk jalan raya biasa service ablelity diambil batas ρ=2 , nilai x = 3,5
* Untuk jalan raya utama service ablelity diambil batas ρ=2,5 , nilai x = 3

Berat Kendaraan (Tonase) n Gandar Tunggal n Gandar Kembar


Mobil penumpang 0,002 -
0,90 – 3,60 0,006 -
3,60 – 7,25 0,18 0,02
7,25 – 9,00 1,0 0,08
9,00 – 11,0 2,35 0,17
11,0 – 13,5 5,8 0,42
13,5 – 15,4 12 0,83
Tabel 2.28. nilai n merdasarkan tonase kendaraan untuk jalan raya biasa

Berat Kendaraan (Tonase) n Gandar Tunggal n Gandar Kembar


Mobil penumpang 0,002 -
0,90 – 3,60 0,006 -
3,60 – 7,25 0,20 0,02
7,25 – 9,00 1,0 0,09
9,00 – 11,0 2,20 0,21
11,0 – 13,5 9,00 0,50
13,5 – 15,4 9,20 0,87
Tabel 2.29. nilai n merdasarkan tonase kendaraan untuk jalan raya utama

C. Ketebalan Perkerasan Jalan Denga Metode Tanpa Bahan Pengikat (Unbound


Method)

Saedi Saputar Siagian – 14101160 27


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

- Perhitungan tebal perkerasan dengan mengasumsikan bahwa seluruh konstruksi


perkerasan terdiri dari butiran lepas seperti pasir
- Gaya tekan yang terjadi diteruskan kesegala arah dengan sudut 450 terhadap garis
vertical, sehingga lapisan paing atas (bagian atas) akan menerima tekanan yang
paling besar sedangkan lapisan bagian bawah menerima tekanan relative kecil .
tekanan ini semakin kebawah semakin kecil karena penyebaran gaya semakin luas,
dalam hal ini tekanan dari atas relative sama dengan daya dukung tanah dasar.
- Pada system ini, meskipun konstruksi perkerasabdibuat berlapis (surface base dan
sub base), penyebaran gaya dinggab rata 450 dan muatan dari atas diteruskan sama
rata ketanah dasar.

Gambar 2.21. penyebaran gaya


D) Faktor beban berulang terhadap ketebalan perkerasan

𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛)
ℎ = 20√
𝐶𝐵𝑅

Dimana : h = ketebalan konstruksi perkerasan jalan (cm)


P0 = tonase kelas jalan (standar tekanan gandar tunggal) (ton)
N = jumlah beban berulang
CBR = California Bearing Ratio (%)

Klasifikasi Lalulintas n (LER)


Lalulintas sangat padat > 1000
Lalu lintas padat 100 - 1000
Lalulintas sedang 10 - 100
Lalulintas jarang 1 - 10
Tabel 2.30. klasifikasi lalulintas berdasarkan beban berulang (n)
*) LER (Lalulintas Ekuivalen Rata-Rata) = yaitu LHR yang telah diekuivalenkan terhadap
P0 (Tonase kelas jalan tekanan tunggal)
*) LHR (Lalulintas Harian Rata-Rata) = sebelum di ekuivalenkan terhadap P0 (Tonase
kelas jalan tekanan tunggal)

Saedi Saputar Siagian – 14101160 28


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

Gambar 2.22. Konstruksi umum perkerasan


Ketebalan masing-masing lapisan :

𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛)
𝐷1 = ℎ𝑏 = 20√
𝐶𝐵𝑅𝑏𝑎𝑠𝑒

𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛)
ℎ𝑏 + 𝐷2 = ℎ𝑠𝑏 = 20√
𝐶𝐵𝑅𝑠𝑢𝑏 𝑏𝑎𝑠𝑒

𝐷2 = ℎ𝑠𝑏 − ℎ𝑏

𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛)
ℎ𝑏 + 𝐷2 + 𝐷3 = ℎ𝑡 = 20√
𝐶𝐵𝑅𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟

𝐷3 = ℎ𝑡 − ℎ𝑏 − 𝐷2
Secara umum; CBR tanah dasar 6% maka: sub base/sirtu ; CBR = 30-60%
Base/batu pecah ; CBR = 80-100%

E. Faktor Regional

Salah satu faktor untuk menentukan ketebalan perkerasan yaitu faktor regional atau
lingkungan . jika faktor regional ingin diperhitungkan, maka n perlu diganti dengan n0 yang
dinyatakan dalam persamaan berikut :

n0= δ . η . ηr

yang mana: δ : keadaan drainase setempat


η : curah hujan
ηr : lalulintas ekuivalen rencana
n0 : lalulintas ekuivalen yang diperhitungkan
Jika air tertahan dalam konstruksi perkerasan atau ditanah dasar, hal ini dipengaruhi
oleh:
a) Keadaan drainase, baik alam maupun buatan
b) Volume curah hujan didaerah tersebut

Saedi Saputar Siagian – 14101160 29


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

c) Karakteristik dari tanah, jika plastisitas indeks atau PI nya kecil, hal ini
menunjukkan bahwa tanah mudah melepaskan air, contohnya pasir. Sebaliknya
lempung sulit melepaskan air dari ruang porinya sehingga PInya besar.
PI dalam hal ini dimaksudkan ke pengaruh akibat curah hujan η.
Faktor-faktor tersebut selain untuk menentukan ketebalan perkerasan, juga sebagai
faktor koreksi terhadap umur rencana (U).
Maka :

n0= U . δ . η . ηr

yang mana: U : umur rencana


δ : keadaan drainase setempat
η : curah hujan
ηr : lalulintas ekuivalen rencana
n0 : lalulintas ekuivalen yang diperhitungkan

Sehingga rumus umum untuk tebal konstruksi perkerasan yaitu:

𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑈 𝛿 𝜂 𝜂𝑟 )
ℎ𝑒𝑘 = 20√
𝐶𝐵𝑅

Atau rumus umum untuk tebal konstruksi perkerasan :

𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛0 )
ℎ𝑒𝑘 = 20√
𝐶𝐵𝑅

Rumus tebal konstruksi perkerasan untuk P0 = 8 tons yaitu:

𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑈 𝛿 𝜂 𝜂𝑟 )
ℎ𝑒𝑘 = 56,6√
𝐶𝐵𝑅

Rumus tebal konstruksi perkerasan untuk umur 20 tahun dan P0 = 8 tons, atau U = 20th
dan P0 = 8 tons, yaitu:

(1,9 + 0,7 log 𝑈 𝛿 𝜂 𝜂𝑟 )


ℎ𝑒𝑘 = 56,6√
𝐶𝐵𝑅

Rumus tebal konstruksi perkerasan untuk umur 15 tahun dan P0 = 8 tons, atau U = 15th
dan P0 = 8 tons, yaitu:

(1,82 + 0,7 log 𝑈 𝛿 𝜂 𝜂𝑟 )


ℎ𝑒𝑘 = 56,6√
𝐶𝐵𝑅

Rumus tebal konstruksi perkerasan untuk umur 10 tahun dan P0 = 8 tons, atau U = 10th
dan P0 = 8 tons, yaitu:

Saedi Saputar Siagian – 14101160 30


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

(1,7 + 0,7 log 𝑈 𝛿 𝜂 𝜂𝑟 )


ℎ𝑒𝑘 = 56,6√
𝐶𝐵𝑅

Rumus tebal konstruksi perkerasan untuk umur 5 tahun dan P0 = 8 tons, atau U = 5th dan
P0 = 8 tons, yaitu:

(1,49 + 0,7 log 𝑈 𝛿 𝜂 𝜂𝑟 )


ℎ𝑒𝑘 = 56,6√
𝐶𝐵𝑅

Faktor drainase δ berkisar dari 1 – 5, yang ditunjukkan oleh Tabel 2.36;


KONDISI DRAINASE AIR TANAH JENIS TANAH δ
Sangat baik Dalam Berbutir kasar 1,0 – 1,5
Baik Dalam Berbutir halus 1,5 – 2,5
Sedang Dangkal Berbutir kasar 2,5 – 3,5
Jelek Dangkal Berbutir halus 3,5 – 5,0

Tabel 2.31 : Faktor Drainase δ

Faktor curah hujan η ditunjukkan oleh tabel 2.37 :


JENIS
TANAH PI < 10 10 ≤ PI < 20 20 ≤ PI < 30
CURAH HUJAN
Kecil 1,25 – 1,75 2,00 – 2,50 2,50 – 3,00
Sedang 1,75 – 2,50 2,50 – 4,00 3,00 – 4,00
Tinggi 2,50 – 4,00 4,00 – 7,00 4,00 – 12,50

Perlu kita ketahui istilah serta notasi yang digunakan :


e : nilai ekuivalen lalu lintas
U : umur yang direncanakan
LHR : lalulintas harian rata-rata, sebelum diekuivalenkan terhadap P0
LER : lalulintas ekuivalen rata-rata, yaitu LHR yang telah diekuivalenkan terhadap P0
LEP : lalulintas ekuivalen akhir yaitu LE pada akhir umur rencana
LEA : lalulintas ekuivalen akhir yaitu LE pada akhir umur rencana
LEH : lalulinta sekuivalen yang diperhitungkan, yaitu LER yang telah dikoreksi dengan
faktor umur U atau faktor regional.

1. Menghitung LHR (Lalulintas Harian Rata-rata)

Saedi Saputar Siagian – 14101160 31


PERANCANGAN BANGUNAN SIPIL KEAIRAN
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl. Gedung Arca No. 52 Medan – 20217 Telp. (061) 7363771

memakai rumus = LHR (1 + i)n


Dimana : LHR : lalulintas harian rata-rata
i : pertumbuhan lalulintas (%)
n : umur rencana

2. Menghitung LEP (Lintas Ekivalen Permukaan)


LEP = LHR x C x E
Dimana : LHR : lalulintas harian rata-rata
C : koefisien distribusi kendaraan
E : angka ekivalen
3. Menghitung LEA (Lintas Ekivalen Akhir)
LHRn (1 + i)n x C x E
Dimana : LHR : lalulintas harian rata-rata
i : pertumbuhan lalulintas (%)
n : umur rencana

C : koefisien distribusi kendaraan


E : angka ekivalen
4. Menghitung LET (Lintas Ekivalen Tengah)
LETn = ½ (LEP + LEAn)
5. Menghitung LER (Lintas Ekivalen Rencana)
LER = LET x FP
𝑈𝑅
𝐿𝐸𝑅𝑛 = 𝐿𝐸𝑇 × 10

Dimana : LET = Lintan Ekivalen Tengah


LEP = Lintas Ekivalen Permulaan
LEA = Lintas Ekivalen Akhir
FP = Faktor Penyesuaian = UR/10
UR = Umur Rencana

Saedi Saputar Siagian – 14101160 32

Anda mungkin juga menyukai