BAB II
LANDASAN TEORI
Pada perencanaan geometrik jalan, ketentuan- ketentuan dasar ini tercantum pada
daftar standar perencanaan geometrik jalan merupakan syarat batas, sehingga
penggunaannya harus dibatasi sedemikian agar dapat menghasilkan jalan yang cukup
memuaskan.
Dimana:
Rmin : Jari jari tikungan minimum (m)
VR : Kecepatan rencana (km/jam)
emax : Superelevasi Maksimum (%)
F : Koef. Gesek untuk perkerasan aspalt (0.14 – 0.14)
1. Full Circle
Bentuk tikungan full circle disebut juga bentuk busur lingkaran sederhana. Bentuk
ini dipergunkan hanya pada lengkungan yang mempunyai radius yang besar dan besaran
sudut tangen yang kecil. Diindonesia penggunaan bentuk full circle mempunyai batasan
batasan tertentu seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel. Jari- jari Lengkung Minimum dan kecepatan rencana
Rumus rumus untuk full circle menentukan T,L dan E adalah sebagai berikut:
1 T
tg
2 R
Sehingga diperoleh :
1
T R.tg
2
1
E = T .tg
4
R
E= R
cos 1
2
L= 2 . . R
360
L 0,01745. . R
Syarat Pemakaian :
a. Tidak semua kurva tikunga boleh berbentuk Full Circle, hal ini bergantung pada
besarnya rencana serta radius (jari jari) circle tersebut.
b. Batasan yang disesuaikan /diperkenankan/diperbolehkan menggunakan Full Circle
c. Untuk radius circle (R) dibawah nilai pada tabel tersebut, bentuk tikungan harus
menjadi spiral – circlr – spiral (s-c-s)
Rumus:
Ts ( R P) tg 1 K
2
( R P)
Es R
1
cos
2
2s
C
Lc x 2 r
360
Ls 2
Yc
6 Rc
L3
Y
6 Rc Ls
Ls 3
Xc Ls
40 Rc 2
( L5 )
X L
40 Rc 2 Ls 2
P Yc Rc (1 cos s )
K Xc Rc sin
L Lc 2.Ls
Catatan :
Untuk jalan antar kota, kemiringan tikungan maksimumnya (Rural Highway) :10 %
Untuk jalan kota, kemiringan maksimumnya (Urban Hightway) : 8 %
Apabila Lc < 20 m, maka bentuk tikungannya adalah spiral-spiral (S-S)
3. Spiral – Spiral ( S – S )
Bentuk tikungan spiral spiral disebut juga lengkung horizontal berbentuk spiral
adalah lengkungan busur lingkaran (circle) sehingga titik SC berimpit dengan titik
CS. Panjang besar lingkaran LC = 0,dan θs = ½ ∆ yang dipilih harus sesuai sehingga
Ls yang di butuhkan lebih besar dari Ls yang dihasilkan dari landari relatif minimum
yang disyaratkan.
Gambar. Spiral-Spiral
Sumber : buku teknik sipil,Ir. Sunggono KH
Perhitungan Data Kurva:
C 0
2 .s
Lc 0
L 2 Ls
s .
Ls
28,648
2 R
Ls
360 0
P Ls . P *
K Ls . K *
Ts ( R P) tg 1 / 2 K
( R P)
Es R
Cos 1 / 2
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saatmengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut
dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (JPH) dan Jarak
Pandang Mendahului (JPM).
Jarak pandang henti adalah jarak tertentu pada bagian dihadapan pengemudi, yang
diperlukan agar pengemudi dapat menghentikan kendaraan secara aman, dalam
menghindari rintangan/halangan pada kecepatan maximum.
Gambar. Jarak pandang henti < Panjang tikungan (Jph < Lt)
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota, Ditjen Bina Marga 1997
2.6.Persyaratan Alinemen
2.6.1. Allinemen Vertikal
1. Umum
Alinemen vertical adalah proyeksi dari sumbu jalan pada suatu bidang vertikal
yang melalui sumbu jalan tersebut. Alinemen vertikal terdiri atas bagian landau
vertical dan bagian lengkung vertical (Sukimin,1994). Ditinjau dari titik awal
perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai positif (tanjakan), atau
landai negatif (turunan) atau landai nol (datar).
2. Landai Maksimum
Landai maksimum adalah landai vertikal maksimum dimana truk dengan muatan
penuh masih mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari
setengah kecepatan awal tanpa penurunan gigi rendah (Sony Sulakno, 2001)
Kelandaian
3 3 4 5 8 9 10 10
Maksimum (%)
3. Panjang Kritis
Panjang kritis adalah panjang landau maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatan sedemikian rupa sehingga kecepatan
tidak lebih dari kecepatan rencana (Sonu Sulaksono, 2001). Lama perjalanan
tersebut tidak boleh lebih dari satu menit. Berikut dilampirkan tabel panjang kritis:
4. Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan
kelandaian dengan tujuan mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan
menyediakan jarak pandang henti. Lengkung vertikal terdiri atas lengkung vertikal
cembung dan lengkung vertikal cekung (Sony Sulaksono,2001).
Panjang lengkung vertikal (LV) ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cembung.
AS 2
L
405
jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung.
405
L 2S
A
Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus:
L A .Y
S2
L
405
Dimana :
L = Panjang lengkungan vertikal (m)
A = Perbedaan grade (m)
Jh = Jarak pandang henti (m)
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm dan tinggi
mata 120 cm.
Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan penampilan.
Y ditentukan sesuai tabel berikut:
Tabel Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan
Kecepatan Rencana Faktor penampilan
(km/jam) kenyamanan,Y
< 40 1.5
40 - 60 3
> 60 8
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU
Dimana :
G = Masa Kendaraan
R = Jari–jari Tikungan (m)
Penurunan Rumusan:
F Fm ( N L N R )
F Fm (G )
GV 2
Untuk mencapai suatu keseimbangan, maka besarnya gaya sentrifunggal
gR
harus sama dengan besarnnya gaya gesek F.
GV 2
Fm (G )
g .R
V2
Fm
gR
Dengan melakukan penyederhanaan satuan (unit) yang digunakan msaks
persamaan tersebut menjadi :
V2
Fm
127 R
Penurunan rumus :
Y1 G sin
GV 2
Y2 ( ) / cos
gR
Jika melihat detail A, dengan menetapkan satu dan sebelah e, dan dengan
menganggap bahwa sudut adalah sangat kecil, maka akan diperoleh :
sin tan e
Cos 1
Vektor gaya Y1 dan Y2 yang bekerja berlawanan arah untuk mencapai
keseimbangan gaya maka besarnya Y1 yaitu gaya vector gaya akibat massa
kendaraan G, yang bekerja kearah tikungan, mempunyai potensi menahan gaya
sentrifunggal dan besar harus sama dengan Y2 yaitu gaya yang berpotensi
mendukung kendaraan kearah luar tikungan akibat gaya sentrifunggal. Dengan
demikian gaya tersebut dapat dijawab sebagai berikut :
Y1 Y2
GV 2
G sin ( ) /cos
gR
GV 2
G tan
gR
V2
tan
gR
V2
e
gR
Dengan penyederhanaan unit – unit;
V2
e
127 R
3. Gaya sentrifunggal diimbangi dengan gaya gesek dan kemiringan lemintang
jalan.
Penurunan rumus:
Gv 2
( ) cos G sin F
gR
F adalah, besar gaya yang mengimbangi gaya atau beban kendaraan (G).
Gaya F tersebut mengulangi gaya G, bekerja pada roda kendaraan yang besarnya
terbagi menjadi NR dan NL. Karena sudut relatif kecil, maka cos dianggap sama
dengan 1 dan sin dianggap sama dengan e, sehingga persamaan diatas menjadi:
GV 2
G . e ( N R N L ) Fm
gR
Karena NL + NR besarnya sama dengan G, maka menyeimbangai besaran G persamaan
menjadi seperti berikut:
V2
e fm
127 R
Dimana:
e = kemiringan superelevasi (8% dalam kota, 10% luar kota)
Fm = koefisien gesek melintang antara roda kendaraan dengan permukaan perkerasan
R = jari jari minimum (m)
V = Kecepatan rencana (km/jam)
Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penopang
(capping), tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan bahan strip (wick drain) atau
penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan landasan pendukung struktur
perkerasan lentur dan perkerasan kaku dan sebagai akses untuk lalu lintas konstruksi pada
kondisi musim hujan.
Tiga faktor yang paling berpengaruh pada desain perkerasan adalah analisis lalu
lintas, evaluasi tanah dasar dan penilaian efek kelembaban.Analisis lalu lintas. Pada
perkerasan berbutir dengan lapisan permukaan aspal tipis (≤ 100 mm), kesalahan dalam
evaluasi tanah dasar dapat menyebabkan perbedaan daya dukung lalu lintas sampai 10 kali
lipat (contoh : perkiraan CBR 6% namun kenyataan hanya 4%). Masalah tersebut tidak
akan memberikan perbedaan yang begitu besar pada perkerasan dengan lapisan aspal yang
tebal (≥ 100 mm), tetapi perbedaan tersebut masih tetap signifikan. Artinya penetapan nilai
kekuatan tanah dasar yang akurat dan solusi desain pondasi jalan yang tepat merupakan
persyaratan utama untuk mendapatkan kinerja perkerasan yang baik. Persiapan tanah dasar
yang baik sangatlah penting terutama pada daerah tanah dasar lunak.
Berdasarkan kriteria tersebut, CBR untuk timbunan biasa dan tanah dasar dari tanah
asli di Indonesia umumnya 4% atau berkisar antara 2,5% - 7%. Desainer sering berasumsi
bahwa dengan material setempat dapat dicapai CBR untuk lapisan tanah dasar sebesar 6%,
yang seringkali hal ini tidak tercapai. Karena itu perlu dilakukan pengambilan sampel dan
pengujian yang memadai.
Perkerasan membutuhkan tanah dasar yang :
- Memiliki setidaknya CBR rendaman minimum desain
- Dibentuk dengan baik
- Terpadatkan dengan benar
- Tidak sensitif terhadap hujan
- Mampu mendukung lalu lintas konstruksi.
Musim hujan yang cukup panjang serta curah hujan yang tinggi membuat pekerjaan
pemadatan tanah dasar relatif lebih sulit.Oleh sebab itu, BaganDesain 1 dan BaganDesain2
memberikan solusi konservatif yang sesuai, Untuk semua kasus kecuali yang
membutuhkan lapis penopang, maka tingkat pemadatan yang disyaratkan harus dapat
dicapai baik untuk tanah dasar atau pada timbunan. Pemadatan tanah dasar sering kali
diabaikan di Indonesia.Kontraktor dan Supervisi harus memberikan perhatian lebih pada
masalah ini.
Bagan Desain1: Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar
(tidak dapat digunakan untuk tanah alluvial jenuh atau tanah gambut)
Catatan dalam kasus 2,3,4 atau 6 nilai digunakan untuk desain perlu disesuaikan dengan faktor penyesuaian
Bagan Desain 2: Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum3
Besarnya modulus bahan berbutir lepas tergantung dari tegangan yang bekerja.
Dengan alasan tersebut modulus yang tercantum di dalam tabel berikut menurun apabila
ketebalan dan kekakuan lapisan aspal diatasnya membesar.
Tabel. Karakteristik modulus bahan berbutir lepas yang digunakan untuk pengembangan
bagan desain dan untuk analisis mekanistik
Bagan Desain 3: Desain Perkerasan Lentur opsi biaya minimum termasuk CTB)1
Alternate Bagan Desain 3A: Desain Perkerasan Lentur – Aspal dengan Lapis Pondasi Berbutir
𝛾. 𝑃 𝛾. (2. 𝑃0 ) 𝛾. 𝑃0
ℎ= √ = √ ′ = √
2𝜋. 𝜎𝑡 2𝜋. (2. 𝜎𝑡 ) 2𝜋. 𝜎𝑡′
HK.HOOK : σt’ = Σ E
Dimana : Σ = konstanta rey (yeuffrey) = 0.008
E = modulus elastisitas bahan/tanah berkisar antara 50-200CBR,
rekomendasi Darmon 100%CBR
Untuk tanah E=100 CBR serta Σ = 0,008
Jadi σt = 0,8 CBR
Artinya: kuat geser tanah 4/5 CBR tanah tersebut.
𝛾. 𝑃0 𝛾. 𝑃0 𝛾. 𝑃0
ℎ= √ = √ =√
2𝜋. 𝜎′𝑡 2𝜋. 0,8𝐶𝐵𝑅 1,6𝜋. 𝐶𝐵𝑅
1000. 𝛾. 𝑃0 𝛾. 𝑃0
ℎ=√ = 14√
1,6𝜋. 𝐶𝐵𝑅 𝐶𝐵𝑅
𝛴𝐸 𝛴𝐸
𝜎𝑡 = = 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎; 𝛴𝐸 = 0,8 𝐶𝐵𝑅
1 + 0,7 𝑙𝑜𝑔𝑛 𝛾
- Menentukan ketebalan konstruksi jalan
𝑝 (1 + 0,7 log 𝑛)
ℎ= √
1,6𝜋. 𝐶𝐵𝑅
Beban Berulang
Klasifikasi Lalulintas
(n)
Lalulintas sangat padat > 1000
Lalu lintas padat 100 - 1000
Lalulintas sedang 10 - 100
Lalulintas jarang 1 − 10
Catatan : karena n dari jenis kendaraan dalam satuan waktu tidak sama ; maka perlu
setiap jenis kendaraan di ekivalen kan terhadap kelas jalan P0 yang ditetapkan.
- Berat kendaraan yang melewati suatu ruas jalan, berat gandarnya bervariasi:
- Kondisi permukaan jalan (service ablelity) ρ ;mempengaruhi kecepatan dari laju
kendaraan.
Catatan :* permukaan jalan sangat baik dan rata serta aspalan baru service ablelitynya
bernilai 5 sesuai umumnya; nilai ini mungkin lama makin berkurang.
*jalan raya lalulintas cepat (jalan utama) :ρ = 2,5
*jalan raya lalulintas sedang (jalan biasa); ρ = 2
𝑃 𝑋 𝑃 𝑋
𝑒= ( ) 𝑠𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎𝑛 𝑛=( )
𝑃0 𝑃0
ρ = service ablelity
𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛)
ℎ = 20√
𝐶𝐵𝑅
𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛)
𝐷1 = ℎ𝑏 = 20√
𝐶𝐵𝑅𝑏𝑎𝑠𝑒
𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛)
ℎ𝑏 + 𝐷2 = ℎ𝑠𝑏 = 20√
𝐶𝐵𝑅𝑠𝑢𝑏 𝑏𝑎𝑠𝑒
𝐷2 = ℎ𝑠𝑏 − ℎ𝑏
𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛)
ℎ𝑏 + 𝐷2 + 𝐷3 = ℎ𝑡 = 20√
𝐶𝐵𝑅𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟
𝐷3 = ℎ𝑡 − ℎ𝑏 − 𝐷2
Secara umum; CBR tanah dasar 6% maka: sub base/sirtu ; CBR = 30-60%
Base/batu pecah ; CBR = 80-100%
E. Faktor Regional
Salah satu faktor untuk menentukan ketebalan perkerasan yaitu faktor regional atau
lingkungan . jika faktor regional ingin diperhitungkan, maka n perlu diganti dengan n0 yang
dinyatakan dalam persamaan berikut :
n0= δ . η . ηr
c) Karakteristik dari tanah, jika plastisitas indeks atau PI nya kecil, hal ini
menunjukkan bahwa tanah mudah melepaskan air, contohnya pasir. Sebaliknya
lempung sulit melepaskan air dari ruang porinya sehingga PInya besar.
PI dalam hal ini dimaksudkan ke pengaruh akibat curah hujan η.
Faktor-faktor tersebut selain untuk menentukan ketebalan perkerasan, juga sebagai
faktor koreksi terhadap umur rencana (U).
Maka :
n0= U . δ . η . ηr
𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑈 𝛿 𝜂 𝜂𝑟 )
ℎ𝑒𝑘 = 20√
𝐶𝐵𝑅
𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑛0 )
ℎ𝑒𝑘 = 20√
𝐶𝐵𝑅
𝑃0 (1 + 0,7 log 𝑈 𝛿 𝜂 𝜂𝑟 )
ℎ𝑒𝑘 = 56,6√
𝐶𝐵𝑅
Rumus tebal konstruksi perkerasan untuk umur 20 tahun dan P0 = 8 tons, atau U = 20th
dan P0 = 8 tons, yaitu:
Rumus tebal konstruksi perkerasan untuk umur 15 tahun dan P0 = 8 tons, atau U = 15th
dan P0 = 8 tons, yaitu:
Rumus tebal konstruksi perkerasan untuk umur 10 tahun dan P0 = 8 tons, atau U = 10th
dan P0 = 8 tons, yaitu:
Rumus tebal konstruksi perkerasan untuk umur 5 tahun dan P0 = 8 tons, atau U = 5th dan
P0 = 8 tons, yaitu: