Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN : TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK
A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik .................................................. 5
B. Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik . 6
a. Thorndike : koneksionisme ................................................................. 6
b. Watson : Conditioning ........................................................................ 6
c. Edwin Guthrie : Conditioning............................................................. 8
d. Skinner : Operant conditioning ........................................................... 8
e. Pavlov : Classic Conditioning ............................................................. 9
C. Aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran .................................. 10
Tujuan Pembelajaran Behaviorism .......................................................................... 12
D. Prinsip-prinsip teori Pembelajaran Behavioristik .................................................. 13
E. Kelebihan dan kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik ................... 14
a. Kelebihan ............................................................................................................. 14
b. Kekurangan ........................................................................................................... 15
F. Analisis Tentang Teori Behavioristik................................................................... 15
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................ 17
DAFTAR KEPUSTAKAAN .................................................................................. 18
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang
bersumber dari aliran-aliran psikologi. Salah satunya adalah teori belajar behavioristik,Teori
belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati,
diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang
menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal
yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa
reaksi titik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat
dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1. Mementingkan faktor lingkungan
2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4. Sifatnya mekanis
5. Mementingkan masa lalu
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru,
bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik
ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyaratan
tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai
metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat
penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :Kecepatan, spontanitas,
kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik,
menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa,
suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau puji.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik


Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu
aliran psikologi. Teori belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan
oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil daripengalaman.[1]
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan
yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah
lakunya.[2] Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti;
kerja bakti, ronda dll.
Menurut teori ini yang terpenting adalah :
1. Masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa
respons.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat perkalian,
alat peraga, pedoman kerja atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa,
sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang
diberikan guru tersebut.
Teori ini juga mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal
yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
2. Penguatan (reinforcement)
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Misalnya, ketika
peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan
semakin giat belajarnya, maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan
positif dalam belajar, begitu juga sebaliknya.
Prinsip-prinsip behaviorisme adalah :
1. Objek psikologi adalah tingkah laku
2. Semua bentuk tingkah laku dikemalikan kepada reflek
3. Mementingkan terbentuknya kebiasaan.[3]

B. Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik.


a. Thorndike : koneksionisme.
Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika.
Menurutnya, belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S) yang mungkin berupa
pikiran, perasaan atau gerakan dan Respon (R) yang juga berupa pikiran, perasaan atau
gerakan.
Stimulus adalah perubahan dari lingkungan exsternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah
laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai
hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang
tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan-kegagalan
(Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah Trial and Error learning atau
selecting and conecting learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh
karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar
koneksionisme atau asosiasi.
Edward L. Thorndike dalam teori connectionism dari Amerika Serikat, menyatakan
bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera dan inplus untuk bertindak
atau terjadinya hubungan antara stimulus dan respon disebut Bond, sehingga dikenal dengan
teori S – R Bond. Didalam belajar terdapat dua hukum, yaitu hukum primer dan hukum
sekunder.
Hukum primer terdiri dari :
1. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian
diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan
2. Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan sangat kuat bila sering dilakukan
diklat dan pengulangan
3. Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang
memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan
akan dilupakan
Hukum sekunder terdiri dari :
1. Law of Multiple Response, yaitu sesuatu yang dilakukan dengan variasi uji coba
dalam menghadapi situasi problematis, maka salah satunya akan berhasil juga.
2. Law of Assimilation, yaitu orang yang mudah menyesuaikan diri dengan situasi
baru, asal situasi itu ada unsur bersamaan
3. Law of Partial Activity, seseorang dapat beraksi secara selektif terhadap
kemungkinan yang ada di dalam situasi tertentu.[4]

b. Watson : Conditioning
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat di amati (observable) dan dapat di
ukur. Jadi meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang
selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu di
perhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik
semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Hanya dengan asumsi seperti itulah –
menurut watson - kita dapat meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.

c. Edwin Guthrie : Conditioning.


Azas belajar guthrie yang utama adalah hukum kontinguity. Yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan
mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan
hanya sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah
perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat sementara, oleh
karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya
bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman
yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

d. Skinner : Operant conditioning


Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai seorang
tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui prosesoperant
conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian
reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
Menagement kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara
lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan
tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat.Operant Conditioning adalah
suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan
perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut oleh para guru dan pendidik, namun
dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar Behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching
Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-fktor
penguat merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan oleh skinner.[5]
Menurut skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati –
unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi penguatan (
penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan
bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner tidak percaya pada asumsi yang dikemukakan guthrie bahwa hukuman memegang
peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut skinner :
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa
terhukum) bila hukuman berlangsung lama
3. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia terbebas dari hukuman
4. Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih
buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya dengan
apa yang disebut penguatan baik negatif maupun positif.[6]

e. Pavlov : Classic Conditioning


Dalam pemikiranya Pavlov berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan-
rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan.
Berangkat dari asumsi tersebut Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan
binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia.
Namun demikian, dengan segala kelebihanya secara hakiki, manusia berbeda dengan
binatang.
Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor
anjing. Sehingga keluar kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan,
maka akan keluar air liur anjing tersebut. Kemudian dalam percobaan berikutya
sebelum makanan diperlihatkan, diperlihatkanlah sinar merah terlebih dahulu, kemudian baru
makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan demikian di
lakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah
saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan merah rangsangan buatan. Ternyata
kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan
menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen
tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat di ketahui bahwa daging yang menjadi
stimulus alami dapat di gantikan oleh sinar merah sebagai stimulus yang dikondisikan
(conditioned stimulus).[7] Ketika sinar merah di nyalakan ternyata air liur anjing keluar
sebagai respon-nya. Pavlov berpendapat bahwa kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat dilatih
sebagaimana tersebut.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-
hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es creem
Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin suara itu asing, tetapi setelah
si penjual es creem sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi pavlov ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang
tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.

C. Aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran.


Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang
pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah pengetahuan disusun dengan rapi
sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis
dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.[8] Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement
dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik
yang dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam
merancang pembelajaran, langkah-langkah pembelajara tersebut antara lain :
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi
pengetahuan awal siswa
3. Menentukan materi pembelajaran
4. Memecah materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan,
sub pokok bahasan, topik dsb
5. Menyajikan materi pembelajaran
6. Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes atau
kuis, latihan atau tugas-tugas
7. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa
8. Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun
penguatan negatif), ataupun hukuman
9. Memberikan stimulus baru
10. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman
11. Evaluasi belajar[9]
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik
mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu
dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga
hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran
lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas
diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan,
sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
D. Tujuan Pembelajaran Behaviorism
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut pembelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau
tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
1. Berkomunikasi atau transfer prilaku adalah pengambaran pengetahuan dan
kecakapan peserta didik (tidak mempertimbangkan proses mental
2. Pengajaran adalah untuk memperoleh keinginan respon dari peserta didik yang
dimunculkan dari stimulus
3. Peserta didik harus mengenali bagaimana mendapatkan respon sebaik mungkin pada
kondisi respon diciptakan.[10]
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar
lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila pebelajar menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar
dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
pebelajar secara individual.

E. Prinsip-prinsip teori Pembelajaran Behavioristik


Dalam pembelajaran behaviorisme pembelajaran merupakan penguasan respons
(Acquisition of responses) dari lingkungan yang dikondisikan. Peserta didik haruslah melihat
situasi dan kondisi apa yang yang menjadi bahan pembelajaran.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran behavioristik Menekankan pada pengaruh
lingkungan terhadap perubahan perilaku.
1. Mengunakan prinsip penguatan, yaitu untuk menidentifikasi aspek paling diperlukan
dalam pembelajaran untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik dapat mencapai
peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
2. Menidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk menetapkan pencapaian tujuan
pembelajaran.
3. Lebih menekankan pada hasil belajar daripada proses pembelajaran.[11]
Dan Skinner juga memuat dalam bukunya tentang prinsip-prinsip behavioristik,
berikut ini prinsip yang dikemukakan oleh skinner dalam bukunya yang berjudul The
Behavior of Organism.
Beberapa prinsip Skinner:
1) Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika
benar diberi penguat.
2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3) Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4) Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu
diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
5) dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6) Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
7) Dalam pembelajaran digunakan shaping. [12]

F. Kelebihan dan kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik


Kelebihan, kekurangan dan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran
Sesuai dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap
sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru.
Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh
baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari
yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian
suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
a. Kelebihan
Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviouristik terdapat beberapa kelebihan
di antaranya :
1) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
2) Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang
menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti:
kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3) Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar
mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang
bersangkutan
4) Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka
meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi
permen atau pujian.[13]
b. Kekurangan
Teori Thorndike terlalu memandang manusia sebagai mekanisme dan otomatisme
disamakan hewan.
1. Memandang belajar merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon
2. Mengabaikan pengertian belajar sebagai unsure pokok
3. Proses belajar berlangsung secara teoritis
Selain teorinya, beberapa kekurangan perlu dicermati guru dalam menentukan
teknik pembelajaran yang mengacu ke teori ini, antara lain:
a) Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang
sudah siap
b) Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini
c) c) Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan
bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung
satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid
d) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan
apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
e) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru
dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
f) Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan guru.

F. Analisis Tentang Teori Behavioristik


Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar adalah sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku. Reinforcement dan punishment sebagai stimulus untuk merangsang pembelajar
dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil
yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Bagian-bagian tersebut disusun secara
hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Diantarateori tersebut, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching
Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang
dikemukakan Skiner.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak
menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang
mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi
pembelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada
beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa
si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
3. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah
dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat
mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk
daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat
negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada,
sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi
semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan.
Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.
Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan)
dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.
BAB III
PENUTUP

Behavioristik merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari
sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
suatu belajar.
Menurut teori ini, peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Refleks yang bisa meberikan
respons kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar
dalam berperilaku. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut
pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik.
a. Pavlov : Classic Conditioning
b. Skinner : Operant conditioning
c. Edwin Gut hrie : Conditioning
d. Watson : Conditioning
e. Thorndike : koneksionisme.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta : PT. Asdi Mahasatya, 2004


B. Uno, Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta : PT Bumi Aksara,
2006
Bambang warsita, Teknologi pembelajaran, Rineka cipta, 2008.
Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005
Kamalfachri, “Teori Behavioristik”, dalam Website file:///H:/Teori behavioristik dan
Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm, data diakses pada tanggal 2 Juni 2011.
Gage, N.L., & Berliner, D. Educational Psychology, 1979.
Hall S. Calvin & Lindzey, Gardner, Psikology kebribadian 3, Teori-Teori sifat dan
behavioristik(diterjemahkan dari bukuTheories of personality, New york, Santa barbara
Toronto, 1978) , yogyakarta: Kanisius, 1993.
Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Pranada Media Group, 2009
Skinner, The Behavior of Organism, 1989.
Slavin, Belajar dan Pembelajaran, 2000.
Sukardjo, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2009
Yamin, Martinis, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Gaung Persada Press, 2011

[1] Gage, N.L., & Berliner, D. Educational Psychology. 1979. Hal. 13


[2] Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, Hal. 20
[3] Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Pranada Media Group, 2009, Hal. 6
[4] Ibid. Hal. 7
[5] Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005. Hal. 24
[6] Ibid. Hal. 25
[7] Hall S. Calvin & Lindzey, Gardner, Psikology kebribadian 3, Teori-Teori sifat dan
behavioristik(diterjemahkan dari bukuTheories of personality, New york, Santa barbara Toronto,
1978) ,yogyakarta: Kanisius 1993, Hal. 202
[8] Slavin, Belajar dan Pembelajaran. 2000. Hal. 143
[9] Riyanto, Yatim, Paradigma..., Jakarta : Pranada Media Group, 2009, Hal. 30
[10] Yamin, Martinis, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Gaung Persada Press, 201. Hal. 18
[11] Bambang warsita, Teknologi pembelajaran, Rineka cipta, Thn. 2008. Hal. 88
[12] Skinner, The Behavior of Organism. 1989. Hal. 65
[13] Kamalfachri, “Teori Behavioristik”, dalam Website file:///H:/Teori behavioristik dan
Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm, data diakses pada tanggal 2 Juni 2011.

Anda mungkin juga menyukai