Anda di halaman 1dari 5

5. Perempuan usia 28 tahun, P0A3.

Abortus pertama 2016 saat hamil 2 bulan, keluar sendiri


secara spontan. Abprtus kedua Maret 2017, hamil 10 minggu, sebelumnya pernah du USG
dengan hasil pulsasi jantung janin baik, tetapi seminggu kemudian harus dikuret karena
mengalami keguguran yang belum bersih. Abortus ketiga Januari 2018, ketika hamil 8-10
minggu, juga dilakukan kuretase karena IUFD.

5A. Lakukan analisis kemungkinan penyebab terjadinya abortus pada kasus tersebut.
Pada kasus ini, keguguran terjadi pada usia kehamilan 8-10 minggu dan sebelumnya sudah
pernah didapatkan adanya aktivitas jantung janin. Kemungkinan pada pasien ini yang terjadi
adalah keguguran janin berulang.
Penyebab yang mungkin pada kasus ini antara lain:
 Kelainan imunologis (APS, Lupus)
 Kelainan hormon  hormon metabolik (tiroid, DM)
 trombofilia
 Kelainan anatomi uterus (miom, uterus bikornu, didelfis, dll)

5B. Apa upaya yang bisa dilakukan agar tidak terjadi keguguran pada kehamilan
selanjutnya?

Yang pertama harus dicari tahu terlebih dahulu apa yang menjadi penyebab terjadinya
keguguran berulang pada pasien ini dengan melakukan investigasi ke arah faktor-faktor yang
mungkin menjadi penyebab, kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan temuan
tersebut.

Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan kejadian keguguran berulang adalah reaksi
dari sistem imun maternal pada janin.
Reaksi sistem imun maternal terhadap janin yang dapat mengakibatkan terjadinya keguguran
berulang dapat diklasifikasikan sebagai : 1). Reaksi otoimun, apabila sistem imun maternal
menyerang jaringan dan organnya sendiri, atau 2) Reaksi aloimun, apabila sistem imun
maternal yang seharusnya melindungi janin (yang merupakan benda asing di dalam tubuh
ibu) selama kehamilan justru bertindak sebaliknya.

Sindrom antibodi antifosfolipid


Adalah suatu kumpulan gejala berupa thrombosis atau komplikasi dalam kehamilan yang
ditandai dengan hadirnya sekelompok antibodi yang bereaksi dengan fosfolipid bermuatan
negatif. Komplikasi obstetrik yang termasuk dalam kriteria ini adalah : Satu kali atau lebih
kejadian kematian janin yang tidak terjelaskan dengan morfologi yang normal pada usia
kehamilan lebih dari 10 minggu. Satu kali atau lebih kejadian persalinan preterm dengan
morfologi yang normal pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu akibat : (i). Preeklamsia
berat / eklamsia; (ii). Adanya tanda-tanda insufusiensi plasenta, seperti : a). Gambaran
kardiotokogram yang abnormal/non-reassuring; b). Adanya gelombang abnormal pada
pemeriksaan aliran darah ke janin dengan menggunakan doppler; c). Oligohidramnion; d).
Berat badan lahir rendah (< persentil 10). Tiga kali atau lebih kejadian keguguran secara
berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 10 minggu. Pemeriksaan laboratorium pada
sindrom antibodi antifosfolipid meliputi pemeriksaan sebagai berikut : Antibodi
antikardiolipin (IgG/IgM) yang berasal dari serum. Dianggap positif apabila, titernya mencapai
lebih dari kadar titer medium (> 40 MPL/GPL), atau > 3 kali nilai kontrol, dan persisten selama
12 minggu. Anti beta 2 gliko- protein I (IgG/IgM) yang berasal dari serum. Dianggap positif
apabila, titernya mencapai lebih dari 3 kali nilai kontrol, dan persisten selama 12 minggu.
AntikoagulanLupus (LA) yang berasal dari serum.

Trombofilia
adalah suatu kondisi di mana terdapat suatu kecenderungan aliran darah penderita untuk
mengalami trombosis yang diakibatkan oleh karena adanya kondisi prokoagulasi. Terdapat
beberapa kelainan pembekuan darah yang dapat diklasifikasikan dalam trombofilia, di
antaranya adalah : activated protein C resistance (APCR), protein S deficiency, protein C
deficiency, prothrombin mutation, antithrombin III (AT III) deficiency, dan
hyperhomocysteinemia. Mekanisme patofisiologinya adalah melalui mekanisme kondisi
hiperkoagulasi yang dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi aliran darah menuju
plasenta yang berakhir dengan kematian janin. Evaluasi fungsi hemostasis dapat dilakukan
dengan memeriksa indikator aktivitas koagulasi seperti; prothrombin time (PT), activated
partial thrombin time (aPTT), fibrinogen, D-dimer, dan agregasi trombosit.

Kondisi hiperkoagulasi
didefinisikan apabila terdapat aktivitas yang meningkat dari faktor-faktor pembekuan yang
ditandai dengan pemendekan nilai PT dan aPTT, serta peningkatan kadar fibrinogen dan D-
dimer, serta terdapat peningkatan aktivitas agregasi trombosit (hiperagregasi).

Kelainan hormonal
Pemeriksaan fungsi kelenjar tiroid terutama dapat dipertimbangkan apabila pasien memiliki
keluhan atau tinggal di lokasi yang dikenal memiliki kejadian yang cukup tinggi untuk kelainan
tiroid (endemik). Kondisi hipertiroid didefinisikan apabila terdapat peningkatan kadar FT4 dan
penurunan TSH. Sebaliknya kondisi hipotiroid ditandai dengan penurunan kadar FT4 dan
peningkatan kadar TSH.
studi terbaru menunjukkan bahwa kejadian resistensi insulin lebih banyak ditemukan pada
kasus keguguran berulang. Kondisi diabetes ditentukan berdasarkan pemeriksaan kadar gula
darah puasa dan 2 jam post-prandial. Sementara untuk melakukan penilaian resistensi insulin
dapat digunakan pemeriksaan rasio kadar gula darah puasa dan insulin puasa. Penelitian
sebelumnya menunjukkan rasio kadar gula darah puasa dan insulin puasa < 10.1 dianggap
sebagai resistensi insulin. 


Kelainan anatomi uterus


Pemeriksaan anatomi dilakukan untuk menyingkirkan adanya peran dari kelainan uterus yang
dapat memicu gangguan ruang dan sirkulasi yang dibutuhkan pada uterus untuk menerima
embrio. Instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian adalah USG trans-
vaginal (USG- TV), USG trans-vaginal dikombinasi dengan infus cairan saline (USG-SIS),
histerosalfingografi dan histeroskopi. USG-TV adalah merupakan instrumen diagnostik yang
cukup baik, namun kadangkala sulit untuk membedakan 

massa yang terletak di dalam cavum uteri. Untuk melihat massa yang berada di dalam cavum
uteri kadang dibutuhkan suatu medium distensi yang akan membuka cavum uteri. Tindakan
tersebut akan mempermudah untuk mendeteksi adanya suatu massa atau kelainan yang
berlokasi di cavum uteri. Cairan yang dapat digunakan untuk medium distensi adalah cairan
saline (NaCl 0.9%) steril. HSG juga dapat memberikan gambaran yang mirip dengan gambaran
USG-SIS, karena pemeriksaanya juga menggunakan prinsip yang sama. Namun ada pula nilai
tambah dari HSG yaitu dapat memberikan informasi mengenai kondisi tuba falopii. Observasi
langsung ke dalam cavum uteri saat ini dapat dilakukan dengan menggunakan histeroskopi.
Metode ini menggunakan suatu teropong dengan diameter kurang lebih 4 mm (office
hysteroscopy) atau 6mm dan dapat menggunakan medium distensi berupa cairan maupun
gas (CO2). Namun sayangnya metode diagnostik ini masih cukup mahal. Tindakan office
hysteroscopy saat ini amat populer dilakukan, karena tidak membutuhkan hari perawatan dan
tindakan pembiusan. Keuntungan lain dari tindakan histeroskopi adalah dapat langsung
melakukan tindakan koreksi apabila ditemukan suatu kelainan.

Kelainan fusi dan resorbsi uterus yang bersifat kongenital


Kejadian kelainan ini diperkirakan berkisar antara 1:200 hingga 1:600. Paling tidak
diperkirakan 1 dari 4 wanita yang memiliki kelainan kongenita uterus dapat mengalami
masalah reproduksi termasuk kejadian keguguran berulang. Bentuk kelainannya dapat
berupa uterus septus, uterus bikornus, atau uterus didelfis.

Kelainan ukuran dan sirkulasi pada uterus akibat adanya suatu massa dapat memicu
terjadinya keguguran
Ukuran dan sirkulasi uterus dapat berubah dengan kehadiran myoma uteri, polip
endometrium atau sindrom Asherman.

Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)


berarti tidak didapatkan suatu faktor risiko tunggal pada kedua belah pihak (suami-isteri) yang
bermakna dapat menimbulkan suatu kejadian keguguran berulang setelah dilakukan suatu
evaluasi yang menyeluruh. Mayoritas pasien keguguran berulang (60%) umumnya masuk
dalam kategori ini. Fenomena ini bukan berarti menyatakan bahwa penderita ini sama sekali
tidak memiliki suatu kelainan. Kejadian keguguran berulang saat ini dianggap suatu fenomena
yang memiliki dasar patologi yang lebih bersifat heterogen, dan bukan disebabkan oleh
karena faktor patologi tunggal. Salah satu teori menyatakan munculnya suatu penyakit pada
seseorang dapat disebabkan oleh karena faktor-faktor risiko yang dimiliki oleh penderita
tersebut telah melampaui batas toleransi. Faktor-faktor risiko tersebut secara individual tidak
akan cukup untuk menimbulkan suatu gejala.

PENGELOLAAN
a. Sindroma Antifosfolipid
- Pemberian aspirin 1x81 mg/hari segera setelah pasien positif hamil dan dihentikan
paling tidak 3 minggu sebelum persalinan.
- Pemberian Heparin setelah adanya detak jantung janin:
- Unfractioned Hepatin (UFH) 2x5000 iu/hari subkutan
sampai 1 hari sebelum persalinan
- Low Molecular Weight Heparin (LMWH) 1x40 mg/hari
subkutan sampai 5 hari sebelum persalinan dan diganti
dengan UFH sampai 1 hari sebelum persalinan
Target heparin adalah aPTT 1,5x kontrol.
Suplemen kalsium 2x600 mg /hari diberikan untuk mencegah osteopenia.

b. Gangguan tiroid dan diabetes


- Kolaborasi dengan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Untuk kasus resistensi insulin dapat diberikan metformin.
Metformin tergolong dalam obat biguanid oral yang terbukti dapat digunakan untuk
pengobatan kasus Diabetes Melitus (DM) tipe 2. Metformin dapat memperbaiki
resistensi insulin melalui mekanisme peningkatan ambilan glukosa oleh otot dan
lemak, serta meningkatan ikatan dengan reseptor insulin. Pemberian metformin dapat
memicu efek samping pada saluran cerna berupa timbulnya rasa mual. Oleh karena itu
amat penting untuk memulai pengobatan metformin dengan dosis rendah yang
kemudian dinaikkan hingga mencapai dosis pengobatan, yaitu 3 x 500 mg per hari atau
2 x 850 mg per hari.

c. Kelainan uterus
berupa gangguan fusi dan resorbsi dari duktus muller serta adanya massa abnormal
mengganggu kontur dari kavum uteri serta memicu terjadinya gangguan sirkulasi (myoma
uteri, polip endometrium) dapat diatasi dengan melakukan tindakan pembedahan untuk
melakukan koreksi serta pengangkatan massa tersebut.

d. Keguguran berulang idiopatik (penyebab tidak diketahui)


Pemberian obat kombinasi: Prednison 20 mg/hari dan Progestogen (didrogesteron) 20
mg/ hari hingga usia kehamilan 12 minggu, Aspirin 80 mg/hari hingga usia kehamilan 28
minggu, dan asam folat 5 mg tiap 2 hari sekali selama masa kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai