Anda di halaman 1dari 5

KEMAS

(Kawasan Ekonomi Masjid)


Merangkul Mustahik menjadi Muzakki
Oleh : Tsara Azizah

Mahasiswa Akuntansi, FPEB, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

PENDAHULUAN
KEMISKINAN, merupakan istilah dalam permasalahan ekonomi terbesar
di Indonesia. Faktor penyebabnya yaitu tidak meratanya pendistribusian ekonomi
dalam masyarakat. Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk miskin di
Indonesia mencapai 28,59 juta orang di bulan Maret 2015. “Yang kaya semakin
kaya, yang miskin semakin miskin”, seperti itulah potret negeri ini.

Selalu ada solusi dari setiap problematik, dan Islam menjawab


permasalahan ketidakmerataan ekonomi dengan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS).
Pada konsepnya, zakat adalah suatu sistem pengalihan kekayaan (pendapatan dan
pemilikan) dan mobilitas modal untuk pembangunan “kelompok lemah” dalam
suatu sistem yang jelas dan terarah.

Timbul pertanyaan, bagaimana pengelolaan cara distribusi dana zakat, infaq


dan shadaqah agar produktif? Adapun penyaluran zakat secara produktif yang
pernah terjadi di zaman Rasulullah, dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat
Imam Muslim dari Salim Bin Abdillah Bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah
telah memberikan kepadanya zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau
disedekahkan lagi.

. Belajar dari sejarah, pada zaman Rasulullaah SAW, tempat kegiatan


ekonomi baitul mal, dan menghimpun dana dari orang kaya untuk didistribusikan
kepada orang miskin dilakukan di masjid. Alasannya, karena masjid bukan hanya
pusat peribadatan, tetapi menjadi pusat kekuatan ekonomi.

Secara teori ZIS memang mengusung kemerataan, tapi aplikasinya belum


sepenuhnya tercapai. Oleh karena itu, tercetuslah ide membangun Kawasan
Ekonomi Masjid (KEMAS) sebagai solusi untuk pemerataan distribusi ZIS kepada
masyarakat yang lebih produktif. Maka, mampukah KEMAS memberi dampak
positif yaitu merubah mustahik menjadi muzaki, tak hanya pada pada kaum yang
tergolong miskin, melainkan 7 asnaf lainnya?

PEMBAHASAN

A. ZIS sebagai Pemerata Pendistribusian Ekonomi di Masyarakat.

Sedekah pada dasarnya mencakup 3 dimensi, yaitu zakat, infak wajib dan
infak sunnah. Mengutip yang dikatakan Rasulullah SAW “Sedekah itu bukti”.
Mengapa demikian? Karena sejak masa kepemimpinan Rasulullah SAW, ZIS
menjadi sumber pendapatan keuangan negara, agama Islam, dunia pendidikan,
infrastruktur dapat dikembangkan, dan bantuan untuk kepentingan kesejahteraan
sosial masyarakat yang kurang mampu seperti fakir miskin dapat terlaksana secara
merata.

Merata itu berati ADIL. Sedangkan tujuan utama zakat yaitu mencapai
keadilan sosial ekonomi. Oleh karena itu, pemerataan distribusi ekonomi
masyarakat selaras dengan tujuan utama dari zakat yaitu mencapai keadilan sosial
ekonomi.

Permasalahan kemiskinan dilatarbelakangi oleh kurangnya lapangan kerja,


sehingga masyarakat menjadi pengangguran yang termasuk kedalam mustahik
zakat, yaitu fakir dan miskin. Dimana orang yang tergolong fakir tidak memiliki
alat produksi dengan pendapatan per harinya sangat rendah dan sengsara, hanya
memiliki tenaga. Sedangkan miskin hanya memiliki alat produksi, tetapi
kekurangan modal dan klasifikasi lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam
Q.S At-Taubah ayat 60 yang artinya “Sesungguhnya zakat-zakat ini hanya untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, mu’allaf, budak, orang-
orang berhutang, jihad f sabillah (dijalan Allah) dan ibnu sabil.” Pantaslah, peran
ZIS sendiri sudah merupakan problem solving.
B. Konsep KEMAS (Kawasan Ekonomi Masjid) dan Membangun KEMAS
dalam Sistem Pendistribusian ZIS yang Produktif.

KEMAS ini diusung sebagai cara memeratakan dalam pendistribusian ZIS


di masyarakat yang berfokus kepada pemberian zakat produktif. Dalam kaitan
dengan penyaluran zakat yang bersifat produktif, ada pendapat menarik yang
dikemukakan oleh Syekh Yusuf Qaradhawi, bahwa pemerintah Islam
diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang
zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir
miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Pada
saat ini peranan pemerintah dalam pengelolaan zakat digantikan oleh Badan Amil
Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Rancangan KEMAS mengikuti tata kota menurut Islam, yang menempatkan


kegiatan ekonomi di sekitar masjid. Badan Amil Zakat ditempatkan di samping
masjid atau di area masjid. Seperti perkembangan ekonomi yang pesat disekitar
masjid Daarut Tauhid yang beralamat di Jl. Gegerkalong girang, Jawa Barat.
Sistemnya, uang yang terkumpul selain untuk zakat konsumtif didayagunakan
sebagai modal pembangunan usaha di sekitar masjid. Seperti pembelian lahan,
pemberian modal usaha dan pelatihan keterampilan. Modal kerja tersebut bukan
bersifat pinjaman, tetapi amanah yang membuat para mustahik jika telah menjadi
muzakki untuk berusaha membuat mustahik lain berubah statusnya seperti mereka.
Akad yang dilakukan yaitu tabarru (tolong-menolong), bukan untuk tujuan
komersial.

Sedikit demi sedikit, merubah pemahaman ekonomi Islam yang tidak hanya
menginginkan kesuksesan sendiri, dan acuh terhadap permasalahan ummat. Karena
berdosa hukumnya jika kita mampu atau berkecukupan tapi kikir, dan tamak dalam
mencari harta kekayaan duniawi tanpa memperhatikan kesukaran umat Islam yang
lain. Tindak lanjutnya, para mustahik tersebut diwajibkan untuk membayar zakat
dari industri atau perdagangannya sebesar 2,5%, sebagai pendidikan untuk taat atas
kewajiban umat Islam.

Zakat hasil perdagangan yang dikeluarkan mengikuti analogi yang kadar,


waktu dan nisabnya seperti zakat emas, yang dibayarkan setelah sempurna haul satu
tahun sekali. Nisab emas sendiri yaitu 85 gram. Selain itu, dibiasakan untuk
memberikan infak yang tak ditentukan jumlahnya secara rutin.

Penyebaran kegiatan ekonomi baik dalam bangunan tetap maupun yang


tidak menetap seperti berkeliling sedikit demi sedikit akan meluas membentuk
kawasan ekonomi yang berpusat pada Badan Amil Zakat yang bertempat di masjid
atau area sekitar masjid. Mengapa? Ini akan mempermudah dalam fungsi
manajemen controlling atau pengawasannya. Alasannya, karena terjangkau oleh
pihak Badan Amil Zakat. Badan Amil Zakat harus membuat catatan tracking dari
setiap mustahik yang menjalankan usaha.

“Saling merangkul”, sistem yang bertahap, diawali dengan subyek


berkategori miskin, ke kategori fakir. Diawali dengan survey untuk menyeleksi
mustahik yang layak untuk menjalankan usaha, lebih baik lagi jika latar
belakangnya pernah melakukan usaha tetapi gulung tikar atau kekurangan modal.
Mustahik yang terpilih diberikan pendidikan dan pelatihan menjadi ekonom yang
rabbani oleh pihak Badan Amil Zakat. Badan Amil Zakat dapat menjadikan
mahasiswa/mahasiswi yang telah diberikan bantuan beasiswa untuk menjadi tutor.

Didukung dengan kesuksesan dari program Beraksi Bersama Cuanki yang


dilansir dalam BAZNews edisi 01, pemberdayaan di sekitar masjid dikenal efektif,
seperti program pembinaan dan kerjasama dengan pedagang cuanki yang biasa
berjualan di komplek masjid PUSDAI Jl. Diponegoro 63, Bandung. Pedagang yang
tergabung diberikan panci, rombong pikulan (yang termasuk pemberian dari ZIS
dalam bentuk barang produktif, namun pedagang akan diwajibkan infaq sebulan
Rp. 50.000,-. Dari uang yang terkumpul dikembalikan lagi sebagai dana bantuan
pada mereka. Maka, program KEMAS juga berpeluang untuk meningkatkan
perekonomian kawasan, baik kawasan ekonomi masjid di desa maupun di kota di
Indonesia.

Bentuk Usaha yang dapat dilakukan bervariatif, melalui pelatihan


entrepreneurship, sehingga produk yang biasa pun dikemas atau disajikan lebih
kreatif dan inovatif. Apalagi jika masjid tersebut menjadi pusat pendidikan, maka
dari ragam usaha ATK hingga kuliner unik cocok untuk dikembangkan.
Tantangan terbesar yang dihadapi yaitu membangun kerjasama yang baik
antara pihak Badan Amil Zakat dengan mustahik. Oleh karena itu, dibutuhkan
komitmen yang kuat dan controlling yang terus-menerus. Namun disamping
tantangan, pasti ada kelebihan dari KEMAS sendiri, yaitu selain memeratakan
distribusi ZIS untuk masyarakat dengan pemberian yang lebih lama manfaatnya
daripada berbentuk bantuan langsung berupa bahan pokok, juga menanamkan sifat
ekonom rabbani lewat pelatihan yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat. Bukankah
“Boros sedekah pangkal kaya?”

PENUTUP

Kawasan Ekonomi Masjid (KEMAS) dengan tujuan Merangkul Mustahik


menjadi Muzakki diharapkan dapat menjadi solusi yang dapat berjalan di seluruh
wilayah Indonesia, tak terpaut desa atau kota. Karena kawasan ini menjadikan
masjid sebagai center perkembangan ekonomi bagi mustahik, dan memberikan
kesempatan untuk merubah taraf hidup ke lebih baik, dengan merangkul kesuksesan
bersama. Dengan KEMAS, diharapkan mindset kita berubah, menjadi “Boros
sedekah pangkal kaya.” Karena sedekah itu bukti, bukan rugi.

DAFTAR PUSTAKA

MT, Dyayadi. (2008). Tata Kota Menurut Islam. Jakarta Timur : Khalifa

Muhammad, Sahri. (1982). Pengembangan ZAKAT dan INFAK dalam


Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Malang : Yayasan Pusat Studi
Avicena

Arif, Syarifudin. (2013). Redistribusi Hak Orang Miskin Melalui Zakat Produktif.
Jurnal Ekonomi Islam, 3 (1), hlm. 54.

Oky. (2016). Beraksi Bersama Cuanki. BAZNews, 01 Febuari, hlm. 1.

http://bps.go.id/ diakses tanggal 11/05/2016 pukul 20.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai