TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipoglikemia
lebih rendah dari 45 mg/dl– 50 mg/dl. Hipoglikemia juga diartikan sebagai keadaan
di mana kadar gula darah di bawah 60 mg/dl disertai adanya gelaja klinis pada
penderita. Pasien diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami gejala hipoglikemia
pada kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal,
sedangkan pada pasien diabetes dengan pengendalian gula darah yang ketat (sering
mengalami hipoglikemia) dapat mentoleransi kadar gula darah yang rendah tanpa
kadar glukosa plasma yang rendah, dan perbaikan kondisi setelah perbaikan kadar
gula darah.1
Ringan Dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari – hari yang
Simtomatik nyata
Sedang Dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari – hari
3
Simtomatik yang nyata
Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri karena
adanya gangguan kognitif :
1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak membutuhkan terapi
Berat parenteral
2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskuler atau
intravena)
3. Disertai kejang atau koma .
4
Hipoglikemi pada pasien diabetes merupakan hasil kelebihan baik secara
absolute maupun relative insulin. Hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah
secara tidak normal adalah komplikasi yang dapat terjadi pada semua pengobatan
DM. Hal ini dapat terjadi bila intake glukosa tidak seimbang dengan pengobatan.
Pasien dapat menjadi agitasi, keringatan, dan banyak gejala aktifitas simpatis.
Penurunan hingga hilang kesadaran terjadi pada kasus serius yang selanjutnya dapat
menjadi koma, kejang, atau terjadi kerusakan otak hingga kematian. Hal ini dapat
terjadi pada pasien DM karena berbagai faktor: kelebihan insulin, waktu pemberian
yg salah, waktu olah raga yang berlebihan, makanan yang tidak cukup. Pada banyak
kasus hipoglikemia diterapi dengan minum air gula atau makan. Pada kasus yang
berat dapat diberikan injeksi glukagon dan infus glukosa khususnya pada penderita
yang tidak sadar. Pengobatan hipoglikemia umumnya adalah pemberian glukosa 50%
intra vena (setiap cc glukosa 5% menaikan kadar glukosa kira-kira 2 mg/dL).11
Gejala dan tanda dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi sistem
saraf otonom dan neuroglikopenia. Pada pasien dengan usia lajut dan pasien yang
sehingga pasien yang mengalami hipoglikemia tidak menyadari kalau kadar gula
Tabel 2.3. Gejala dan tanda yang muncul pada keadaan hipoglikemia
5
59,4 mg/dL berkeringat ataxia, paresthesia
terhadap hipoglikemia adalah penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pasien diabetes melitus tipe 1 yang menerima terapi substitusi insulin tidak memiliki
penurunan sekresi
insulin fisiologis (sekresi insulin berkurang saat kadar gula darah rendah) karena
insulin yag beredar dalam tubuh merupakan insulin penggantui yang berasal dari luar
apabila sekresi glukagon tidak cukup untuk meningkatkan kadar gula darah. Sekresi
epinefrin adrenomedullar meningkatkan kadar gula darah dengan cara stimulasi hepar
dan ginjal untuk memproduksi glukosa, membatasi penyerapan glukosa oleh jaringan
yang sensitif terhadap insulin, perpindahan substrat glukoneogenik (laktat dan asam
6
Sekresi insulin dan glukagon dikendalikan oleh perubahan kadar gula darah
simpatoadrenal) dikendalikan secara langsung oleh sistem sara pusat. Bila pertahanan
fisiologis ini gagal mencegah terjadinya hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang
pertahanan ini berkurang pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan pada advanced
7
1. Usia
Menurut Lefebvre, gejala (symptom) hipoglikemia muncul lebih berat dan terjadi
pada kadar gula darah yang lebih tinggi pada orang tua dibanding dengan usia yang
lebih muda. Sedangkan menurut Studenski dalam buku ajar Harrison’s Princle of
diabetes usia lanjut lebih sulit diidentifikas karena simptom autonomik dan
neurogenik terjadi pada kadar gula darah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
penderita diabetes pada usia yang lebih muda. sedangkan reaksi metabolik dan efek
cedera neurologisnya sama saja antara pasien diabetes muda dan usia lanjut. 2,,4,7
blocker. Penderita diabetes usia lanjut memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami hipoglikemia daripada penderita diabetes usia lanjut yang sehat dan
Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi.
berolahraga.
8
Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin dan
terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses insulin saja belum
terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa pada penderita diabetes melitus tipe
kadar HbA1c yang rendah, target kadar gula darah yang rendah, atau
keduanya.
akan mentoleransi kadar gula darah yang rendah dan mengalami gejala
hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih rendah daripada orang
normal.
9
Sulfonylurea
Sulfonylurea bekerja dengan memacu pelepasan insulin dari sel beta pankreas
dengan cara berikatan dengan reseptor sulfonylurea pada sel beta pankreas yang
dapat menurunkan kadar serum glukagon yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
Obat golongan sulfonylurea yang saat ini cukup banyak digunakan merupakan
yang sangat rendah. Dosis awal pemberian Glibenclamide yaitu 2,5 mg per hari dan
dapat ditingkatkan hinga mencapai 5-10 mg dosis tunggal per hari dan diberikan pada
pagi hari. Pemberian dosis lebih dari 20 mg per hari tidak direkomendasikan.
yang lain adalah dapat menyebabkan flushing apabila berinteraksi dengan alkohol.
Glimepiride digunakan dengan dosis sekali sehari, sebagai terapi tunggal ataupun
darah pada dosis yang paling rendah bila dibandingkan dengan sulfonylurea yang
lain. Dosis tunggal 1 mg tiap hari dapat menunjukkan kerja yang efektif dan dapat
digunakan dosis hingga 8 mg per hari. Glimepiride memiliki waktu paruh selama 5
10
jam sehingga dapat diberikan dalam dosis tunggal sekali sehari. Glimepiride
Meglitinide
(binding sites) yang sama dengan yang dimiliki oleh golongan sulfonylurea. Obat
onset kerja sangat cepat, dengan konsentrasi puncak dan efek puncak kurang dari satu
jam setelah obat ditelan, sedangkan durasi kerja repaglinide selama 5–8 jam.
plasma selama 1 jam. Sifat kerja yang cepat ini membuat Repaglinide diindikasikan
diminum tepat sebelum makan, dengan dosis 0.25–4 mg (maksimum 16 mg per hari)
.5
makan setelah mengkonsumsi obat, atau makan dengan jumlah karbohidrat yang
tidak adekuat. Repaglinide perlu mendapat perhatian khusus pada pasien dengan
gangguan hepar dan ginjal. Repaglinide dapat digunakan sebagai terapi tungal
pada pasien diabetes yang alergi dengan sulfonylurea karena repaglinide tidak
Terapi Salisilat
11
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi insulin yang
Pemberian aspirin dalam dosis 1,8g – 4,5g per hari dapat menurunkan
kebutuhan suntikan insulin pada pasien diabetes dan pemberian 6g aspirin per hari
selama 10 hari menurunkan rata-rata gula darah puasa dari 371mg/dl menjadi
128mg/dl.2,5
Terapi Insulin
darah turun melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi penurunan kadar insulin
dengan cepat, terutama kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang
bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi. Pada awalnya, terapi insulin hanya
ditujukan bagi pasien diabetes melitus tipe 1 (DMT1). Namun demikian, pada
kenyataannya, insulin lebih banyak digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi
DMT2 jauh lebih banyak dibandingkan DMT1. Pasien DMT2 yang memiliki kontrol
glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu
12
dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat
Insulin kerja sangat cepat memiliki onset kerja dan puncak kerja yang
Insulin kerja sangat cepat dapat digunakan sesaat sebelum pasien makan. Durasi
kerja insulin kerja sangat cepat tidak lebih dari 4 – 5 jam, dengan demikian memiliki
risiko hipoglikemia pasca makan (late postmeal hypoglycemia) yang lebih kecil.
Yang termasuk insulin kerja sangat cepat antara lain insulin lispro, insulin aspart, dan
insulin glulisine.2,5
Insulin reguler adalah insulin kerja singkat yang larut dalam bentuk kristal
zinc. Efek kerja insulin kerja singkat muncul dalam 30 menit, mencapai puncak kerja
dalam 2-3 jam setelah injeksi subkutan, dan memiliki durasi kerja 5-8 jam. Dalam
konsentrasi yang tinggi, molekul insulin ini mengalamai aggregasi di sekitar ion zinc
insulin reguler membutuhkan waktu untuk dapat bekerja aktif. Setelah injeksi
subkutan. molekul hexamer insulin akan mengalami pengenceran (dilusi) oleh cairan
interstitial jaringan dan terpecah menjadi molekul dimer dan monomer. Insulin kerja
singkat baru dapat bekerja optimal dalam bentuk monomer tersebut. Apabila insulin
13
disuntikan pada saat pasien makan, maka akan terjadi kenaikan kadar gula darah
setelah makan (early post-prandial hyperglycemia) karena insulin belum bekerja, dan
karena kerja insulin yang terlambat. Insulin kerja singkat harus disuntikkan 30 – 45
menit sebelum makan untuk mencapai penurunan kadar gula yang tepat. Insulin kerja
singkat bermanfaat dalam terapi intravena pada pasien ketoasidosis diabetes dan pada
protamine dalam jumlah yang tepat. Setelah penyuntikan subkutan, enzim proteolitik
seluruh tubuh. NPH memiliki onset kerja 2 – 5 jam dan masa kerja 4 – 12 jam. NPH
biasanya dicampur dengan rapid acting insulin (lispro, aspart, atau glulisin) dan
diberikan 2-4 kali sehari sebagai pengganti insulin endogen (replacement therapy).
Dosis NPH mempengaruhi profil kerja, misal dosis kecil memiliki puncak kerja yang
lebih rendah dan lebih cepat dan masa kerja yang singkat, dan terjadi sebaliknya pada
penambahan dosis yang lebih besar. Kerja NPH sangat sulit diprediksi dan memliki
Insulin glargine adalah insulin kerja panjang yang tidak memliki puncak masa
kerja (peakless). Insulin glargine didesain untuk mencapai terpi insulin yang nyaman
14
dan stabil. Molekul Insulin glargine larut dalam suasana yang asam (pH pelarut = 4,0)
tubuh yang netral. Monomer insulin secara perlahan-lahan dilepaskan dari kumpulan
profil insulin plasma yang rendah, stabil, dan kontinyu. Insulin glargine memiliki
onset kerja yang lambat (1 – 1,5 jam) dan mencapai kerja maksimum dalam 4-6 jam.
Kerja maksimum ini bertahan selama 11 – 24 jam. Glargine diberikan dalam suntikan
sekali sehari, atau dapat dibagi dalam 2 dosis untuk pasien dengan resistensi insulin
insulin jenis lain karena dapat menurunkan efikasinya karena glargine harus
dilarutkan dalam suasana asam. Pencampuran dengan insulin lain dalam spuit yang
sama juga harus dihindari dan harus disuntikkan dengan spuit yang berbeda. Pola
absorbsi insulin glargine tidak terikat dengan letak penyuntikan. Insulin detemir
adalah insulin kerja panjang yang dikembangkan paling baru dan memiliki efek
hipoglikemik yang lebih rendah daripada NPH insulin. Insulin detemir memiliki
onset kerja yang bergantung pada dosis (dose dependent) selama 1 – 2 jam dan durasi
kerja 24 jam. Insulin detemir diberikan dua kali sehari untuk mencapai kadar insulin
yang tepat.2,5
Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan penanganan diabetes.
pada jaringan hepar dan perifer, meningkatkan pemakaian glukosa, dan kesehatan
15
sistem kardiovaskuler. Namun pada penderita diabetes dengan pengendalian gula
darah yang intensif, olahraga dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia bila
tanpa disertai penyesuaian dosis terapi insulin, dan atau suplementasi karbohidrat.
Hipoglikemia dapat terjadi saat berolah raga, sesaat setelah berolahraga, ataupun
dipengaruhi oleh kegagalan sistem otonom pada penderita diabetes. Pada saat olah
raga terjadi penurunan insulin secara fisiologis, sedangkan pada penderita diabetes
yang tergantung pada terapi insulin eksogen, penurunan insulin fisiologis ini tidak
terjadi karena insulin yang beredar di dalam tubuh adalah insulin eksogen dan tidak
dapat dikendalikan oleh pankreas. Berbeda dengan penurunan sekresi insulin yang
tidak terjadi pada penderita diabetes, pada saat berolah raga sekresi glukagon dari sel
– sel alfa pankreas tetap terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2.
glukoneogenesis karena kadar insulin yang relatif tinggi beredar dalam darah.2,7
karena terlambat makan atau menjalani puasa dengan tidak mengurangi dosis obat –
16
obatan antidiabetes, dapat terjadi hipoglikemia karena berkurangnya asupan glukosa
6. Gangguan Ginjal
glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya asupan kalori. Pada
gangguan fungsi ginjal dapat terjadi penurunan kebutuhan insulin karena perubahan
pada metabolisme dan ekskresi insulin (insulin clearance). Insulin eksogen secara
normal dimetabolisme oleh ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal, waktu paruh insulin
17
Mekanisme kompensasi ini pada pasien diabetes mengalami gangguan baik pada DM
tonus simpatis. Evidens invitro menunjukkan obat inhalasi menekan sekresi insulin.
Sudah diketahui dalam beberapa tahunbahwa opioid dapat menekan sekresi kelenjar
kortisol.
resiko terjadinya ketoasidosis. Regional anestesi dan blok saraf perifer mengurangi
resiko ini, akan tetapi tidak ada data yang menyimpulkan jenis anestesi tersebut
Hiponatremia
Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar Sodium atau natrium dalam serum
lebih rendah dari 135 mEq/L. Meskipun sebagian besar pasien dengan hiponatremia
memiliki kadar sodium pada level 125-135 mEq/L dan asimptomatik, hiponatremia
yang berat dapat menyebabkan pergerakan cairan akibat perubahan tekanan osmotic
dari plasma ke dalam sel-sel otak, yang akan menyebabkan mual, muntah, sakit
18
hiponatremia berat dan disertai gejala yang khas, biasanya memiliki kadar sodium
darah yang kurang dari 120 mEq/L. Penyebab dari hiponatremia yang berat adalah
termasuk intoksikasi air (keracunan air) dan sindrom sekresi Anti Diuretik Hormon
air dapat bersifat tidak disengaja, sebagai contoh pada pelari maraton yang meminum
air secara berlebihan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, namun tidak disertai
penggantian elektrolit (sodium danklorida) yang turut hilang melalui keringat. Contoh
akan menyebabkan hidrasi berlebihan. Selain itu, intoksikasi air dapat juga ditemukan
paling baik diterapi dengan cara menaikkan secara perlahan kadar sodium darah
pasien. Dan sebagian besar para ahli sepakat bahwa usaha penaikan kadar sodium
darah tersebut tidak boleh melebihi 10-12 mEq/L per harinya. Peningkatan kadar
sodium darah yang terlalu cepat justru akan menyebabkan komplikasi yang lebih
memperburuk keadaan (meski jarang terjadi) berupa myelinasi pons. Pasien yang
(locked-in syndrome) dan bahkan kematian. Pasien dengan kadar sodium darah
diantara 100 hingga 110 mEq/L dan disertai gejala-gejala hiponatremia yang berat,
haruslah segera diterapi untuk mencegah kerusakan saraf yang permanen. Dengan
keseimbangan elektrolit antara otak dan tubuh sehingga keadaan pasien dapat
terstabilkan. Sampai saat ini belum ada studi besar yang terkontrol baik yang khusus
19
mempelajari berbagaima cara terapi untuk hiponatremia simptomatik. Rekomendasi
saat ini berdasaratas berbagai kasus, hasil konsensus panel dan pendapat para ahli.
komaataukelainanneurologisfokallainnyadanjugabagimerekamemilikikadar sodium
darah kurang dari 120 mEq/L (beberapa ahli berpendapat kurang dari 110 mEq/L)
saline hipertonik 3% dalam jangka waktu kurang dar isatu jam dan juga ditambahkan
furosemide dosiskecil (20 mg) secara intravena untuk menjamin diuresis air dan
menghambat sekresi ADH akibat rangsangan cairan hipertonik tadi. Terapi seperti ini
akan meningkatkan kadar sodium darah pada level 1-2 mEq/L dalam satu jam. Infus
kedua dapat diberikan pada jam berikutnya bila pasien masih menunjukkan gejala-
gejala neurologis. Kejang dapat juga diterapi secara agresif dengan benzodiazepine.
Meskipun peningkatan 3-6 mEq/L akan dapat menstabilkan pasien dengan cepat,
peningkatan total kadar sodium dalam 24 jam pertama perawatan, tidak boleh
secara seksama tiap 2 jam sekali dalam ruang perawatan ICU. Bila kadar sodium
serum meningkat terlalu cepat, pemberian infus D5W sementara dapat menolong.11
2.2 Pneumonia
20
mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. Pada
sakit.3
yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit , sedangkan pneumonia nosokomial
adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit,
baik di ruang rawat umum ataupun di ICU tetapi tidak sedang menggunakan
acquired pneumonia/VAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau
lebih setelah intubasi tracheal. Pneumonia yang didapat di pusat perawatan kesehatan
rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal
antibiotik intravena, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses
2.2.2 Etiologi
21
a. Bakteri
patogen ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak
20-60%, sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.
kuman ini menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke
paru-paru. Kuman ini memiliki daya taman paling kuat, apabila suatu organ telah
terinfeksi kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan
yang besar dalam pemilihan antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap
beberapa antibiotik.
merupakan flora normal usus. Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif
yang di rawat di rumah sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktuyang lama dan
adalah :
22
Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau
berkapsul. Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru
tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu yaitu
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp. , chlamedia sp. , Legionella
sp.
b. Virus
c. Fungi
dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang
2.2.3 Patofisiologi
23
Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang ada di
orofaring, kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber patogen
yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor risiko pada inang dan terapi
yaitu pemberian antibiotik, penyakit penyerta yang berat, dan tindakan invansif pada
saluran nafas. Faktor resiko kritis adalah ventilasi mekanik >48jam, lama perawatan
di ICU.
kolonisasi di paru dan menyebabkan infeksi. Proses infeksi dimana patogen tersebut
masuk ke saluran nafas bagian bawah setelah dapat melewati mekanisme pertahanan
inang berupa daya tahan mekanik ( epitel,cilia, dan mukosa), pertahanan humoral
(antibodi dan komplemen) dan seluler (leukosit, makrofag, limfosit dan sitokinin).
alveoli) sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk. Hal ini
pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan dipenuhi sel radang dan cairan ,
dimana sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk membunuh patogen, akan tetapi
dengan adanya dahak dan fungsi paru menurun akan mengakibatkan kesulitan
Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif
atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit
24
dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan
fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas14,
takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak
a. Community-Acquired Pneumonia
and Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant). Ketiga bakteri tersebut
dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya menular karena masuk melalui
inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke segmen paru atau lobus paru-paru. Pada
pemeriksaan fisik sputum yang purulen merupakan karakteristik penyebab dari tipikal
bakteri, jarang terjadi mengenai lobus atau segmen paru. Tetapi apabila terjadi
berupa efusi pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H. Influenza , emphyema terjadi
Angka kesakitan dan kematian infeksi CAP tertinggi pada lanjut usia dan
pasien dengan imunokompromis. Resiko kematian akan meningkat pada CAP apabila
25
ditemukan faktor komorbid berupa peningkatan respiratory rate, hipotensi, demam,
b. Hospital-Acquired Pneumonia
pneumonia ) didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul setelah lebih dari 48 jam
Aureus, S.pneumonia. Penyakit ini secara signifikan akan mempengaruhi biaya rawat
selama 4 hari perawatan di rumah sakit) dan late onset (biasanya muncul setelah lebih
dari 5 hari perawatan di rumah sakit). Pada early onset pneumonia nosokomial
memili prognosis baik dibandingkan late onset pneumonia nosokomial; hal ini
secara klinis, serta dibantu dengan kultur bakteri; termasuk kultur semikuantitatif dari
c. Ventilator-Acquired pneumonia
terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea. Ventilator adalah alat
26
yang dimasukan melalui mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan leher.
Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-
paru.3
b. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru
e. Sepsis
h. Abses paru
i. Efusi pleura
27