PENDAHULUAN
2.1. Udang
Udang merupakan jenis hewan air payau, badan beruas berjumlah 13 (5
ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang
disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar
terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar,
terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang merupakan
salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi.
Daerah penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan
(Jeneponto, Tamanroya,Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa
Timur (Banyuwangi, Situbondo,Tuban, Bangkalan dan Sumenep), Aceh, Nusa
Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain. Limbah udang yang berupa
kulit, kepala dan ekor mengandung senyawa kimia berupa kitin, kitosan, protein,
kalsium karbamat, lemak, air, abu dan lain-lain. Senyawa ini dapat diolah dan
dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam-logam berat yang dihasilkan oleh
limbah industri. Hal ini disebabkan karena senyawa kitin dan kitosan mempunyai
sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi, reaktifikasi kimia yang tinggi
menghasilkan sifat polielektrilit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar
ion dan berfungsi sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air limbah.
Dalam industri pembekuan udang ada dua jenis limbah. Pertama adalah
limbah padat yang berupa kepala udang. Limbah cair jika didiamkan akan
menimbulkan bau tidak sedap dan akan mencemari sungai atau areal persawahan
yang ada di dekatnya. Begitu juga limbah padat yang sarat akan bakteri jika
didiamkan merupakan sumber kontaminan yang mengganggu lingkungan. Limbah
yang berbentuk cair sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi sehingga penanganan
yang terbaik adalah menggunakan waste water treatment. Secara umum,
cangkang kulit udang mengandung beberapa senyawa contohnya protein sebanyak
34,9%, mineral CaCO3 sebanyak 27,6%, chitin sebanyak 18,1%, dan komponen
lain seperti zat terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19, 4%.
Saat ini, budi daya udang dengan tambak telah berkembang dengan
pesat, karena udang merupakan komoditi ekspor yang dapat dihandalkan dalam
meningkatkan ekspor non-migas dan merupakan salah satu jenis biota laut yang
bernilai ekonomis tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam
bentuk udang beku yang telah dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya. Limbah
yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan
pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30-75% dari berat udang tersebut.
Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang
cukup tinggi limbah kulit udang mengandung konstituen utama yang terdiri dari
protein, kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu, dan komposisi-komposisi lain.
2.6.2. Polisakarida
Suatu polisakarida adalah suatu senyawa dalam monomolekul-
monomolekul yang mengandung banyak satuan monosakarida yang dipersatukan
dengan ikatan glukosakarida. Hidrolisis lengkap akan mengubah susunan dari
polisakarida tersebut menjadi monosakarida. Terdapat variasi dalam komponen
dan sifat-sifat struktural dari polisakarida. Perbedaan sifat pada monosakarida
mempengaruhi sifat polisakarida karena terikat mempengaruhi polisakarida itu
secara umum. Bagian terbesar molekul karbohidrat dalam alam terdiri dari bentuk
polisakarida berbobot molekul tinggi, yang digunakan baik untuk keperluan
structural maupun untuk penimbunan energi kimia. Polisakarida memenuhi tiga
maksud dalam sistem kehidupan, sebagai bahan bangunan, bahan makanan, dan
sebagai zat spesifik. Polisakarida terdapat pada selulosa yang memberikan
kekuatan pada pohon kayu dan juga dahan kayu. Chitin terdapat pada kerangka
luar serangga, udang, kepiting, kerang dan binatang lain-lain.
2.6.3. Kitin
Kitin berasal dari bahasa yunani chitin, yang berarti kulit kuku. Yang
merupakan komponen utama dari eksoskeleton invertebrata, crustacea, insekta,
dimana komponen ini berfungsi sebagai komponen penyokong dan pelindung.
Adanya kitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini
kitin direaksikan dengan I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian jika
ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna dari
coklat hingga menjadi violet menunjukkan reaksi positif adanya kitin. Kitin
merupakan salah satu tiga besar dari polisakarida yang paling banyak di temukan
selain selulosa dan starch ( zat tepung). Kitin sendiri menduduki peringkat kedua
setelah selulosa sebagai komponen organik paling banyak yang terdapat di alam.
Selulosa dan starch merupakan zat penting bagi tumbuhan untuk membentuk
makanannya (zat karbohidrat) dan pembentukan dinding sel. Kitin banyak
ditemukan secara alamiah pada kulit jenis crustacea, antara lain kepiting, udang,
lobster. Kitin juga banyak di temukan di dalam rangka luar marine zoo-plankton
termasuk jenis coral dan jellyfish. Jenis serangga yaitu pada kupu-kupu, kumbang
mempunyai zat chitin terutama pada bagian lapisan kutikula luar.
Kitin atau Chitin merupakan polisakarida structural yang patut
mendapatkan perhatian karena berlimpah ruah di alam. Chitin sama dengan
selulosa, Chitin merupakan polisakarida hewan berkaki banyak. Diperkirakan 109
ton Chitin dibiosintesis tiap tahun. Chitin tidak larut dalam air, asam encer, alkali
encer/pekat dan juga pelarut organic lainnya, tetapi larut dalam larutan pekat asam
sulfat, asam klorida, asam fosfat. Selain itu tahan terhadap hidrolisa menjadi
komponen sakaridanya. Chitin pada umumnya sangat tahan terhadap hidrolisa,
walau enzim kitinase dapat melakukannya dengan mudah.
Chitin membentuk zat dasar yang tahan lama dari kulit spora lumut dan
eksokerangka dari serangga, udang, dan kerang-kerangan. Chitin adalah
polisakarida linier yang mengandung N-Asetil D-Glukosamina terikat β pada
hidrolisa, Chitin menghasilkan 2-Amino 2-Deoksin D-Glukosa. Dalam alam
Chitin terikat pada protein dan lemak. Chitin dapat dibentuk menjadi sustu bubuk
(powder) apabila sudah dipisahkan dari zat yang tercampur dengannya. Akan
tetapi tidak dapat larut dalam air. Reaksinya dalam asam-asam mineral dan alkali
akan menghasilkan suatu zat yang menyerupai selulosa. Pelarutan Chitin
tergantung dari konsentrasi asam mineral dan besarnya temperatur.
Di negara Jepang, Chitin sudah lama dikomersialkan dengan cara
memintalnya menjadi benang yang berfungsi sebagai penutup luka sehabis
operasi, karena didukung oleh sifatnya yang non alergi dan juga menunjukkan
aktifitas penyembuhan luka. Salah satu turunan Chitin yang luas pemakaiannya
adalah chitosan. Senyawa ini mudah didapat dari kitin dengan menambahkan
NaOH dan pemanasan sekitar 100o C dalam waktu tertentu.
2.6. Kitosan
Kitosan adalah serat makanan yang banyak terdapat pada tempurung
udang dan juga kepiting, terutama terdiri dari kitin yang sangat bermanfaat bagi
tubuh manusia, antara lain adalah dapat menurunkan kolesterol, memperkuat
fungsi liver, dan juga mencegah terjadinya penyakit jantung. Kitosan merupakan
sebutan dari kitin dan kitosan. Dimana kitin sendiri merupakan zat tempurung
yang tidak larut, sedangkan kitosan merupakan zat tempurung yang larut.