Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Udang merupakan komoditi ekspor yang menarik dan cukup menjanjikan
bagi masyarakat indonesia yang terkenal dengan negara kepulauan atau maritim.
Adapun faktor yang membuat banyaknya warga indonesia tertarik
membudidayakan udang ialah dikarenakan harga yang cukup mahal jika dijual,
banyak diminati konsumen dikarenakan protein yang tinggi, peluang pasar yang
cukup baik terutama diluar negeri seperti Jepang dan Amerika serikat.
Tetapi udang yang diekspor keluar negeri adalah udang yang telah
mengalami pemisahan kepala dan kulit sehingga hanya menyisahkan badannya
saja untuk dikirim karena orang asing lebih menyukai udang tanpa ada kepala
dan kulit, keadaan inilah yang membuat semakin bertumpuknya limbah kulit
udang jika dibiarkan lama kelamaan dan akan mencemari lingkungan karena
menyebabkan bau yang menyengat dan dapat menimbulkan penyakit.
Pada perkembangan lebih lanjut kepala dan kulit udang dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan kitin dan kitosan. Pemanfaatan kepala dan kulit
udang sebagai bahan baku kitin dan kitosan yang nantinya dapat digunakan
sebagai bahan dasar berbagai industri seperti industri kosmetik, makanan
kesehatan, pertanian, koagulasi untuk pengolahan limbah industri, kultur sel,
imobilisasi enzim, dan pembuatan membran dan bioplastik.
Namun udang yang diekspor keluar negeri adalah udang yang sudah
mengalami pemisahan kepala dan kulit padahal kepala dan kulit ini dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan chitosan yang mana chitosan ini
dapat dimanfaatkan dalam industri kosmetik, makanan sehat dan pertanian.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses pembuatan chitosan dari limbah kulit udang
2. Apa saja faktor yang dapat mengurangi kualitas dari produk chitosan
3. Apa saja manfaat chitosan agar menjadi produk yang lebih ekonomis
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pembuatan chitosan dari limbah kulit udang
2. mengetahui faktor yang dapat mengurangi kualitas dari produk chitosan
3. Mengetahui manfaat dari chitosan agar menjadi produk yang lebih
ekonomis
1.4. Manfaat
1. Dapat mengetahui pembuatan chitosan dari limbah kulit udang
2. Dapat mengetahui faktor yang dapat mengurangi kualitas dari produk
chitosan
3. Dapat mengetahui manfaat dari chitosan agar menjadi produk yang lebih
ekonomis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kulit Udang


Kulit udang terdiri atas empat lapisan, yaitu : epikutikula, eksokutikula,
endokutikula dan epidermis. Tebal tipisnya kutikula bervariasi, bergantung pada
lokasinya, di daerah kepala tebalnya 75 mikron dan daerah lunak di bagian
pangkal kaki hanya 5 mikron. Kutikula terdiri dari 38,7% zat anorganik yang
mengandung 98,5% kalsium. Pada waktu moulting chitin dan protein dari kulit
yang lama lebih dulu diserap dan bahan anorganiknya tidak diserap. Sebelum
moulting epikutikula dan eksokutikula terbentuk dan terpisah dengan kutikula yang
lama, kemudian segera setelah terjadi moulting kalsium perlahan-lahan tertimbun ke
dalam eksokutikula dan dalam waktu 5 jam penimbunan tersebut menjadi sempurna.
Pertukaran kalsium antara cairan tubuh dengan air laut berjalan melalui insang, kira-kira
90% Ca diserap dan 79% dikeluarkan dan ketika berenang insang akan terbuka.

2.2. Udang
Crustacea adalah hewan akuatik (air) yang terdapat di air laut dan air tawar.
Kata Crustacea berasal dari bahasa latin yaitu kata Crusta yang berarti cangkang yang

keras. Ilmu yang mempelajari tentang crustacea adalah karsinologi. Jumlah udang
diperairan seluruh dunia diperkirakan sebanyak 343 spesies yang potensial secara

komersil. 110 spesies termasuk didalam famili Penaidae. Udang digolongkan kedalam

Filum Arthropoda dan merupakan Filum terbesar dalam Kingdom Animalia.


Udang merupakan komoditi ekspor yang menarik minat banyak pihak
untuk mengolahnya. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan udang antara
lain harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik, terutama diluar
negeri. Udang di Indonesia diekspor dalam bentuk bekuan dan telah mengalami
proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan menimbulkan
dampak yang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang lama-kelamaan
jumlahnya akan semakin besar sehingga akan mengakibatkan pencemaran
lingkungan berupa bau yang tidak sedap dan merusak estetika lingkungan.
Perkembangan lanjut manfaatkannya untuk pembuatan chitin dan chitosan.
Dalam industri pembekuan udang ada dua jenis limbah. Pertama adalah
limbah padat yang berupa kepala udang. Limbah cair jika didiamkan akan
menimbulkan bau tidak sedap dan akan mencemari sungai atau areal persawahan
yang ada di dekatnya. Begitu juga limbah padat yang sarat akan bakteri jika
didiamkan merupakan sumber kontaminan yang mengganggu lingkungan.
Limbah yang berbentuk cair sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi sehingga
penanganan yang terbaik adalah menggunakan waste water treatment. Secara
umum, cangkang kulit udang mengandung protein sebanyak 34,9%, mineral
CaCO3 sebanyak 27,6%, chitin sebanyak 18,1%, dan komponen lain seperti zat
terlarut, lemak dan protein tercerna sebesar 19, 4%. Chitin merupakan
polisakarida yang bersifat non toxic (tidak beracun) dan biodegradable sehingga
dimanfaatkan di berbagai bidang baik industri kosmetik maupun industri lainnya.
Lebih lanjut chitin dapat mengalami proses deasetilasi menghasilkan
chitosan. Lain halnya dengan limbah padat, limbah cair masih bisa dimanfaatkan
menjadi produk lebih lanjut lagi dengan melalui sebuah proses pengolahan
sehingga setelah diolah dapat mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi,
misalnya chitin, tepung ikan untuk pakan ternak, dan perasa udang.
Limbah udang merupakan sumber yang kaya akan kitin, yaitu kurang
lebih 30% dari berat kering. Limbah padat crustacea (kulit, kepala, kaki)
merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh pabrik pengolahan
krustacea. Selama ini limbah tersebut dikeringkan dan dimanfaatkan sebagai
pakan ternak atau pupuk dengan nilai rendah. Mengolahnya menjadi chitosan
akan memberikan nilai tambah yang cukup tinggi dan menambah keuntungan.
Saat ini budi daya udang dengan tambak telah berkembang dengan pesat,
karena udang merupakan komoditi ekspor yang dapat dihandalkan dalam
meningkatkan ekspor non-migas dan merupakan salah satu jenis biota laut yang
bernilai ekonomis tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam
bentuk udang beku yang telah dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya. Limbah
yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan
pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30-75% dari berat udang tersebut,
padahal kulit udang dapat dimanfaatkan lagi contohnya pada indusri kosmetik.
Populasi udang galah di Indonesia bersifat sangat unik. Berdasarkan
distribusi geografisnya, dapat diprediksikan bahwa Indonesia menjadi centre of
origin dari udanggalah karena terdapat 19 spesies dari marga Macrobrachium
(udang galah) tersebut. Apabila ditinjau dari segi social ekonomi, eksistensi udang
galah saat ini merupakan salah satu komoditas unggulan yang dapat diandalkan
sebagai sumber penghasilan masyarakat di dunia. Udang galah mempunyai
pangsa pasar yang lumayan baik. Kecenderungan masyarakat yang menggemari
sea food sangat berperan dalam meningkatkan pangsa pasar udang galah,
sehingga limbahnya juga meningkat dan dapat dikembangkan manfaatnya.

2.2. Chitosan
Chitosan merupakan produk turunan dari "polymer chitin", yakni produk
samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang. Limbah
kepala udang mencapai 35 - 50 persen dari total berat udang. Kadar Chitin dalam
berat udang berkisar antara 60 - 70 persen, dan bila diproses menjadi Chitosan
menghasilkan yield 15 - 20 persen. Chitosan mempunyai bentuk mirip dengan
selulosa, tetapi yang membedakannya yaitu terletak pada gugus rantai C-2.
Chitosan ditemukan oleh para ilmuwan dari Departemen Teknologi Hasil
Perairan (THP) Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan - Institut Pertanian
Bogor (FPIK-IPB) secara intensif telah melakukan riset bahan aktif untuk aplikasi
produk-produk perairan yang berguna untuk menggantikan bahan-bahan kimia
seperti formalin, klorin, dan sianida. Salah satu produk tersebut adalah 'Chitosan'.

2.3. Sifat-sifat Chitosan


Karakteristik fisika-kimia Chitosan berwarna putih dan berbentuk kristal,
dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik
lainnya. Pelarut Chitosan yang baik adalah Asam Asetat. Chitosan sedikit mudah
larut dalam air dan mempunyai muatan positif yang kuat, yang dapat mengikat
muatan negatif dari senyawa lain, serta mudah mengalami degradasi secara
biologis. PA 332 dan PN 161, serta diperoleh bahwa penambahan 1% pada larutan
chitosan dan polimer akan berpengaruh pada lamanya pengawetan.
2.4. Sejarah Chitosan
Chitin mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 merupakan zat padat yang
tak berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer
dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam
mineral yang pekat. Chitin merupakan konstituen organik yang sangat penting
pada beberapa jenis hewan pada golongan seperti orthopoda, annelida, mollusca,
corlengterfa dan nematoda. Chitin biasanya berkonjugasi dengan protein.
Chitin merupakan polimer terbesar kedua di bumi. Kitin sebagai prekursor
kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh seorang ahli dari Prancis
bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari suatu jamur. Sedangkan kitin
dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Chitosan yang didapat
dari ekstrak kerak binatang berkulit keras seperti udang, kepiting dan serangga,
pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Prancis bernama Oijer pada tahun 1823.
Kitosan ditemukan oleh C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara
memasak kitin dengan suatu senyawa basa. Perkembangan penggunaan kitin dan
kitosan meningkat pada tahun 1940-an. Terlebih dengan semakin diperlukannya
bahan baku alami oleh berbagai industri sekitar tahun 1970-an. Penggunaan
kitosan untuk aplikasi khusus, seperti pada indusri farmasi, kosmetik, makanan
sehat dan juga kesehatan dimulai pada pertengahan 1980 – 1990.

1.4. Kelebihan dan Kekurangan Chitosan.


Berdasarkan sifat-sifat biologi dan kimianya, maka kitosan mempunyai sifat
fisik khas, yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan
serat yang sangat bermanfaat aplikasinya. Tidak seperti serat lam lain, chitosan
mempunyai sifat unik, karena memberikan daya pengikat lemak yang sangt tinggi.
Pada kondisi normal chitosan mampu menyerap 4-5 kali lemak dibandingkan
serat lain (Rismana,2001).
Menurut Prasetiyo (2006) dari segi ekonomi, pemanfaatan khitin dari
limbah cangkang udang untuk bahan utama dan bahan pendukung dalam berbagai
bidang dan industri sangat menguntungkan karena bahan bakunya berupa limbah
berasal dari sumber daya lokal (local content).
Kitosan merupakan polisakarida yang unik dan telah secara luas digunakan
dalam bermacam aplikasi biomedis disebabkan kemudah cocokannya dengan
unsur makhluk hidup, toksisitasnya rendah, mudah diuraikan, tidak bersifat
imunogenik, dan sifatnya non-karsinogenik (Irawan,2007). Kelebihan dan
kekurangan kitosan menurut Kusumawati (2006) bahwa karena sifatnya yang
dapat menarik lemak, chitosan banyak dibuat untuk tablet/pil penurun berat
badan. Chitosan dapat menyyerap lemak dalam tubuh dengan cukup baik.
Dalam kondisi optimal, chitosan dapat menyerap lemak sejumlah 4-5 kali
berat chitosan. Beberapa penelitian telah berhasil membuktikan bahwa chitosan
dapat menurunkan kolesterol tanpa menimbulkan efek samping. Hanya satu saja
yang harus diperhatikan, konsumsi chitosan harus tetap terkontrol, karena
chitosan juga dapat menyerap mineral kalsium dan vitamin yang ada di dalam
tubuh. Selain itu, orang yang biasanya mengalami alergi terhadap makanan laut
sebaiknya menghindari dari mengkonsumsi tablet/pil chitosan.
Namun, sebaik-baiknya produk buatan manusia, pasti masih ada
kekurangannya. Menurut ibu Dr. Endang Sri Heruwati yang juga seorang peneliti
dari FPIK-IPB, chitosan kurang efektif untuk mengawetkan ikan segar. Selain itu,
chitosan tidak memiliki fungsi mengenyalkan, seperti yang dimiliki oleh formalin.
Tapi tidak perlu berpikir untuk kembali pada formalin, karena masalah ini juga
ada jalan keluar yang lebih aman dan ekonomis.
Untuk mengawetkan ikan segar, sebaiknya digunakan buah picung. Dari
hasil penelitian, buah picung dapat mengawetkan ikan segar selama enam hari
tanpa mengurangi mutunya. Sedangkan untuk mengenyalkan, ada lagi produk
bernama karagenan yang terbuat dari rumput laut, yang banyak dibudidayakan di
Indonesia.
Maka, dapat disimpulkan bahwa chitosan merupakan bahan pengawet alami
penolong bagi kelangsungan industri kecil di Indonesia, sekaligus bermanfaat
untuk keamanan pangan Indonesia. Munculnya fenomena penggunaan pengawet
mayat ini seharusnya membuat kita sama-sama sadar, inilah dampak dari
kebobrokan ekonomi dan mental bangsa kita. Sekarang baru penggunaan formalin
yang terkuak, padahal masih banyak penggunaan bahan berbahaya lainnya dalam
makanan yang belum terungkap, seperti penggunaan pewarna, perasa, dan lain-
lain.

1.1. Manfaat Chitin Chitosan untuk Kesehatan


Chitosan adalah serat makanan yang tidak hanya terdapat pada tempurung
udang, tetapi juga pada hewan lain, seperti kepiting, terutama terdiri dari chitin
yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, diantaranya yaitu dapat menurunkan
kadar kolesterol yang terdapat pada tubuh, mencegah terjadinya arterosklerosis,
memperkuat fungsi liver, mencegah penyakit jantung, memperkuat pembuangan
unsur logam berat di dalam tubuh serta dapat mengeluarkannya dari tubuh.

1.1.1. Mekanisme Pencernaan


Chitosan sama seperti serat pada umumnya, dimana chitosan ini dapat
berfungsi sebagai penahan air, serta dapat bersifat mengembang, dapat bersifat
menyerap, dan sulit untuk dicerna. Oleh karena itu, chitosan dapat meningkatkan
pergerakan-pergerakan saluran usus, menyerap racun yang ada didalam usus, dan
juga menambah tinja, sehingga sangat memungkinkan dapat memperbaiki
sembelit, dan dapat berfungsi untuk menghilangkan berbagai racun dalam tubuh.

1.1.2. Menurunkan Lemak Darah dan Kolesterol


Chitosan dapat menyatu dengan zat asam empedu, dimana zat ini
membawa muatan listrik negatif, sehingga menghambat penyerapan kolesterol.
Setelah zat asam empedu yang disekresi liver membantu pencernaan zat lemak,
sebagian besar diserap ulang dan disekresi ulang ke dalam rongga usus. Setelah
chitosan dan zat asam empedu menyatu maka dapat menghalangi penyerapan zat
asam empedu, sehingga kolesterol dalam darah dengan jumlah besar setelah
masuk ke liver menjadi zat asam empedu untuk mengurangi kolesterol dalam
darah.

1.1.3. Mengatur Bakteri dalam Saluran Usus


Pada umumnya, chitosan dapat bermanfaat untuk mengurangi kadar pH
pada saluran usus, meningkatkan perkembangbiakan bakteri yang berguna bagi
tubuh, dan juga untuk menghambat perusakan yang dilakukan oleh bakteri jahat
terhadap protein makanan yang belum dicerna dan diserap oleh tubuh, sehingga
hal ini mampu mengurangi produksi zat racun yang disebabkan oleh keberadaan
amino dan fenol terhadap metil fenol, indole, dan lain sebagainya.

1.1.4. Mengurangi Tekanan Darah


Chitosan dapat mengurangi penyerapan ion klorin dalam tubuh,
mendorong mengembangnya pembuluh darah, sehingga dapat mengurangi
tekanan darah. Chitosan membawa muatan listrik positif dan senyawa Cl dalam
makanan sehingga mengurangi penyerapan garam dapur yang berdampak
mengurangi tekanan darah. Pada penderita tekanan darah tinggi, membatasi
pemasukan garam dapur dapat mengurangi 60% tekanan darah. Jika Cl dalam
tubuh meningkat, maka unsur menegangnya pembuluh darah meningkat,
pembuluh nadi kecil menyusut, sehingga semakin menambah peningkatan
tekanan darah. Oleh karena itu, dengan menghambat jumlah pemasukan Cl ini
dapat mengurangi tekanan darah tinggi.

1.1.5. Mengurangi Kadar Gula Darah


Chitosan dapat mengatur kadar pH dalam cairan tubuh, sehingga ketika
pH meningkat maka akan menambah sensitivitas insulin, dengan demikian
mampu mengurangi kadar gula. Tubuh akan memproduksi zat asam secara
berlebihan, kadar pH cairan tubuh cenderung rendah, sehingga sensitivitas insulin
menurun. Pada keadaan ini, Chitosan dapat mengurangi penyerapan Cl, ion positif
dalam cairan tubuh terutama yang terdiri dari Cl dan HCO3. Saat kadar Cl
berkurang, HCO3 meningkat relatif. Pemulihan pada cairan tubuh cenderung
bersifat basa, sehingga meningkatkan sensitivitas insulin, dan memperbaiki kadar
gula darah.

1.1.6. Melawan Sel Kanker dan Menghambat Tumor


Chitosan dapat memperkuat fungsi sel NK (sel pembasmi alami) dalam
membasmi sel kanker, glukosamin yang diproduksi oleh chitosan dapat
mengaktifkan sel NK dan sel LAK (berfungsi menyerang sel kanker). Chitosan
juga berfungsi memperkuat kekebalan tubuh dan mengaktifkan sel limpa, dapat
mempertinggi pH cairan tubuh, sehingga tercipta lingkungan basa, memperkuat
kekuatan sel limpa melawan sel tumor, meningkatkan fungsi dalam membasmi sel
kanker. Chitosan juga berfungsi menghambat sel tumor, mengaktifkan mekanisme
kekebalan tubuh, dan mendorong pankreas memproduksi sel T limpa.
Khasiat chitosan dalam mengendalikan kanker metastatis telah terbukti
dari berbagai cara yang diteliti oleh para ilmuwan kedokteran biologis dari
berbagai negara, dan telah memberikan hasil yang menggembirakan dalam uji
klinis yang bersangkutan. Chitosan juga mempunyai keistimewaan karena mampu
menempel dengan ion yang menempel pada permukaan sel kulit dalam pembuluh
darah, sehingga dapat menolak menempelnya sel tumor dengan sel kulit dalam
pembuluh darah dan berkhasiat mencegah serangan periferi jaringan kanker.

1.1.7. Memperkuat Liver


Chitosan juga dapat berperan sebagai penghambat penyerapan kolesterol
di dalam saluran usus, dapat juga mengurangi kepekatan kolesterol dalam plasma
darah, sehingga kolesterol tidak mengendap didalam liver, dengan demikian dapat
mengurangi kadar kolesterol yang tidak baik didalam liver. Chitosan juga
berfungsi untuk menyerap racun, hal ini dapat mengurangi beban yang akan
dialami liver ini.
Beragamnya manfaat chitosan masih ditambah dengan kemampuannya
memperkuat organ liver. Hal ini tak terlepas dari peran chitosan dalam menyerap
kolesterol yang ada pada saluran usus dan menjadikan kolesterol tidak akan
mengendap dalam liver. Chitosan bahkan sanggup membantu menyerap racun
sehingga mempermudah kerja liver. Penelitian membuktikan chitosan dapat
digunakan untuk mengendalikan penyerapan kolesterol yang berada pada saluran
usus kecil untuk menurunkan kepekatan kolesterol dalam plasma darah, sehingga
tidak mengendap di dalam liver, dan mencegah terjadinya liver berlemak. Pada
waktu bersamaan chitosan mengurangi penyerapan ion klorin, mendorong
mengembangnya pembuluh darah, dengan demikian mengurangi tekanan darah.

1.1.8. Mencegah Diabetes dan Menyerap Logam


Manfaat chitosan lainnya adalah dalam mencegah diabetes, dimana
chitosan berfungsi sebagai mengurangi penyerapan zat gula dalam makanan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Hal inilah yang membuat
chitosan berfungsi menjadi dapat mencegah timbulnya diabetes. Manfaat lainnya,
chitosan mengandung ion positif sehingga dapat menyerap logam berat dan
mengeluarkannya dari dalam tubuh, dan juga menjaga kesehatan dengan
menyeimbangkan penguraian listrik di dalam tubuh.

1.1. Sifat Fisik dan Kimia Kitosan


Sifat dan penampilan produk kitosan dipengaruhi oleh perbedaan
kondisi, seperti jenis pelarut, konsentrasi, waktu, dan suhu proses ekstraksi.
Kitosan berwarna putih kecoklatan. Kitosan dapat diperoleh dengan berbagai
macam bentuk morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur, bentuknya
kristalin atau semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf
berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni.
Chitin memiliki sifat biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya adalah
biorenewable, biodegradable, dan biofungsional. Kitosan mempunyai rantai yang
lebih pendek daripada kitin. Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viskositas
larutannya tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer.
Terdapat dua metode untuk memperoleh kitin, kitosan dan oligomernya dengan
berbagai derajat deasetilasi, polimerisasi, dan berat molekulnya yaitu dengan
kimia dan enzimatis.
Suatu molekul dapat dikatakan kitin bila mempunyai derajat deasetilasi
(DD) sampai 10% dan kandungan nitrogennya kurang dari 7%. Dan dikatakan
kitosan bila nitrogen yang terkandung pada molekulnya lebih besar dari 7% berat
dan derajat deasetilasi (DD) lebih dari 70%. Dua faktor utama yang menjadi ciri
dari kitosan adalah viskositas atau berat molekul dan derajat deasetilasi.
Oleh sebab itu, pengendalian kedua parameter tersebut dalam proses
pengolahannya akan menghasilkan kitosan yang bervariasi dalam penerapannya di
berbagai bidang. Derajat deasetilasi dan berat molekul berperan penting dalam
kelarutan kitosan, sedangkan derajat deasetilasi sendiri berkaitan dengan
kemampuan kitosan untuk membentuk interaksi isoelektrik dengan molekul lain.
Kitosan dapat berinteraksi dengan bahan-bahan yang bermuatan, seperti protein,
polisakarida, anionik, asam lemak, asam empedu dan fosfolipid. Kitosan yang
larut pada asam dan air yang mempunyai keunikan membentuk gel yang stabil
dan mempunyai muatan dwi kutub, yaitu muatan negatif pada gugus karboksilat
dan muatan positif pada gugus NH. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh adanya
tingkat ionisasinya, dan dalam bentuk terionisasi penuh, kelarutan kitosan di
dalam air akan meningkat karena adanya jumlah gugus yang bermuatan.
Pada pH asam, kitosan memiliki gugus amin bebas (-NH2) menjadi
bermuatan positif untuk membentuk gugus amin kationik (NH3). Sehingga, dapat
diketahui bahwa sifat larutan kitosan akan sangat tergantung pada dua kondisi di
atas. Kitosan yang dilarutkan dalam asam maka secara proporsional atom
hidrogen dari radikal amina primernya akan lepas sebagai pembawa muatan
negatif, maka akan terbentuklah polikationat, dan kitosan akan menggumpal.
Sebagai contoh, natrium alginat (molekul pembawa muatan negatif) dan larutan-
larutan bervalensi dua (sulfat, fosfat, atau polianion) dari ion mineral atau protein
dapat membentuk senyawa kompleks dengan kitosan.
Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat mekanisme penghambatan,
dimana kitosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang
merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner,
kitosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, terutama fosfatidil kolin,
sehingga dapat meningkatkan permeabilitas dari inner membrane (IM). Naiknya
permeabilitas IM akan mempermudah keluarnya cairan sel. Pada E. Coli
misalnya, 60 menit, komponen enzim β galaktosidase akan terlepas. Hal ini
menunjukkan bahwa sitoplasma dapat keluar sambil membawa metabolit lainnya,
atau dengan kata lain mengalami lisis, yang akan menghambat pembelahan sel
(regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian pada sel.

Anda mungkin juga menyukai