Anda di halaman 1dari 26

PERMASALAHAN COOLING WATER SYSTEM

Kerak dan Biofouling

Tugas Sistem Utilitas Pabrik


Pembimbing: Prof. Dr.Ir Tri Widjaja. M,Eng
Disusun Oleh:
Slamet Wahyudi (2310100077)
Heni Silvana (2311100032)
Rasdiana Rahma Nur (2311100079)
Irma Ratnasari (2311100108)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
Tahun Pelajaran 2012/2013
KATA PENGANTAR

Dalam alat-alat industri sering ditemukan adanya berbagai permasalahan


yang harus segera dikendalikan dengan bermacam cara. Salah satu permsalahan
yang ada dalam Cooling Water System adalah kerak, korosi dan adanya biofouling.
Dalam makalah ini akan kami bahas permasalahan kerak dan biofouling dalam
cooling water sistem beserta cara mengatasinya.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih banyak kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini yaitu:
1. Allah SWT yang memberikan kesehatan serta kesempatan untuk membuat karya
tulis ini.
2. Orangtua yang sangat membantu pemberian motivasi serta nasehat yang
bermanfaat dalam proses penulisan yang cukup banyak menyita waktu.
3. Bapak Tri Widjaja yang selalu memberikan arahan dan membimbing kami.
4. Teman-teman lain yang telah memberi motivasi bagi penulisan makalah ini.
Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala
kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini
dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di
masa mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi
kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Surabaya, 21 Desember 2012

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................
Kata Pengantar...............................................................................................
Daftar Isi........................................................................................................
BAB I KERAK
I.1 Kerak pada Cooling Water Sistem.............................................................
I.2 Mekanisme Pembentukan Kerak...............................................................
I.3 Macam-macam Kerak. ..............................................................................
I.4 Dapak Kerak.............................................................................................
I.5 Pencegahan Kerak.....................................................................................
BAB II BIOFOULING
II.1Biofouling.................................................................................................
II.2 Jenis Mikroorganisme dan Karakteristik..................................................
II.3 Faktor yang Mempengaruhi.....................................................................
II.4 Mekanisme Pembentukan Biofouling......................................................
II.5 Efek Biofouling.......................................................................................
II.6 Pencegahan Biofouling............................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
BAB I
KERAK

I.1 Kerak pada Cooling Water System


Kerak didefinisikan sebagai penumpukan dari
senyawa - senyawa anorganik yang terendapkan dan
membentuk timbunan kristal pada permukaan suatu
substansi (kemmer, 1979). Pada permukaan heat
exchanger, kerak ini akan menurunkan effisiensi
perpindahan panas serta sebagai penghalang aliran pada
cooling tower dan filter.
Pembentukan kerak sering terjadi pada pipa-pipa yang ada pada heat
exchanger. Pipa ini merupakan tempat untuk mengalirnya air yang selanjutnya
digunakan untuk proses pendinginan. Dengan dilaluinya air yang banyak
mengandung ion-ion yang bisa menyebabkan terbentuknya kerak akan
mempercepat terbentuknya kerak pada pipa ini.

I.2 Mekanisme Pembentukan Kerak

Kerak terbentuk karena tercapainya keadaan larutan lewat jenuh. Dalam


keadaan larutan lewat jenuh beberapa molekul akan bergabung membentuk inti
kristal. Inti kristal ini akan terlarut kembali jika ukurannya lebih kecil dari ukuran
partikel kritis sementara itu kristal-kristal akan berkembang bila ukurannya lebih
besar dari partikel kritis. Apabila ukuran inti kristal menjadi lebih besar dari inti
kritis, maka akan mulailah pertumbuhan kristal, dari kristal kecil membentuk kristal
dengan ukuran yang lebih besar (penebalan lapisan kerak). Kristal-kristal yang
terbentuk mempunyai muatan ion lebih rendah dan cenderung untuk menggumpal
sehingga terbentuklah kerak

Proses pembentukan kerak terjadi bergantung dengan lamanya waktu dan


derajat kejenuhannya:

Keterangan:
A-B : pembentukan dan pelarutan inti krista; terjadi secara berulang ulang
B : pertumbuhan kristal terjadi karena ukuran inti kristal melebihi ukuran
partikel kritis
BC : pertumbuhan dan koagulasi kristal berlangsung. Derajat kejenuhan
menurun dari b ke c. Laju pertumbuhan kristal menurun sebanding dengan
penurunan derajat kejenuhan
Dari grafik diatas jelas terlihat bahwa pembentukan kerak terjadi seiring
dengan menurunnya derajat kejenuhan. Diawali dengan terbentuknya partikel-
partikel kecil yang menempel pada permukaan dan dilanjutkan dengan
pembentukan inti yang lebih besar lagi hingga akhirnya terbentuk kerak.

I.3 Macam-Macam Senyawa Kerak


1. Kalsium Karbonat/ caco3
Kerak jenis kalsium karbonat sangat sering ditemukan dalam pipa-pipa pada
cooling water sistem. Hal ini terjadi karena kerak jenis ini terbentuk karena
kombinasi ion kalsium dan ion-ion karbonat atau bikarbonat yang terdapat di dalam
air formasi. Persamaan reaksi:
Ca (hco3)2 —> caco3 + h2o + co2
Kerak ini terjadi karena adanya ion kalsium yang dibawa leh air dn ber
reaksi dengan ion bikarbonat membentuk kalsium bikarbonat. Kalsium bikarbonat
ini akan mengurai membentuk kerak kalsium karbonat, air, dan karbondioksida
dalam air. Ion Bikarbonat dan ion kalsium banyak terkandung dalam air. Ion Ca 2+
terbentuk dari garam CaCl2 dan ion HCO3 – terbentuk dari H20 dan CO2. Kalsium
karbonat jika dilarutkan dalam air secara kimiawi akan menjadi netral dan dikenal
dengan kesadahan non-alkali. Bahan tersebut membentuk kerak yang keras pada
permukaan boiler. Bahan kimia sadah non-alkali terlepas dari larutannya karena
penurunan daya larut dengan meningkatnya suhu, dengan pemekatan karena
penguapan yang berlangsung dalam boiler, atau dengan perubahan bahan kimia
menjadi senyawa yang kurang larut.
Perhitungan kelarutan pada kalsium karbonat yaitu:

Penguraian ion pada ion bikarbonat:

Dari perhitungan diatas dijelaskan bahwa dengan bertambahnya pH dalam


air pendingin maka kelarutan akan semakin berkurang sehingga pembentukan kerak
akan semakin tinggi.
Keterangan:
A= Air Industri tidak jenuh
B= Air Industri Jenuh
Titik A meggambarkan kualitas dari air industri. Jika air tiak jenih dengan
kalsium karbonat makan tidak akan terjadi kerak. Titik B memperlihatkan kualitas
dari air industri yang mempunyai kosentrasi 5 x dari air industri. Air ini merupakan
air dengan keadaan jenuh sehingga pada titik B akan terbentuk kerak kalsium
karbonat. Titik C merupakan pH jenuh dari air industri (pHs). Selisih antara pH asli
(pHa) air dengan pH jenuh disebut dengan index jenuh (SI)
Jika:
SI = pHa – pHs > 0
Maka kalsium karbonat dalam keadaan lewat jenuh
SI = pHa – pHs < 0
Maka kalsium karbonat dalam keadaan tidak jenuh

Faktor yang menyebabkan terbentuknya kerak Kalsium Karbonat


1. Temperatur
Semakin tinggi temperatur maka kecenderungan pembentukan kerak akan
meningkat. Kelarutan CaCO3 berbeda dari kebanyakan zat-zat lain, dimana
kelarutannya akan semakin menurun seiring dengan naiknya temperatur.
Perubahan temperatur menyebabkan perubahan mobilitas ion-ion dalam larutan
dimana semakin tinggi temperaturnya, maka semakin tinggi pula mobilitas
ionion tersebut, sehingga kemungkinan terjadinya interaksi antara ion Ca 2+ dan
HCO3 – akan semakin besar pula.

Semakin tinggi temperatur air maka kearutan akan semakin kecil sehingga
pembentukan kerak kalsium karbonat akan semakin tinggi.
2. Perubahan tekanan
Banyaknya CO2 yang terlarut dalam air tergantung pada tekanan parsialnya,
yaitu apabila tekanan parsial tinggi gas CO2 yang terlarut juga akan semakin
meningkat. Dengan semakin larutnya CO2 maka kelarutan CaCO3 akan
meningkat sehingga kerak yang terbentuk akan semakin berkurang.
3. pH
Semakin tinggi pH maka pembentukan kerak akan semakin meningkat. pH
alkalinity merupakan keadaan dimana pH> 7. Pada pH ini kerak kalsium
karbonat belum sepenuhnya terbentuk, namun pembentukan kristal akan
semakin terbentuk jika pH mencapai > 8,3.

2. Calcium and zink phosphate

Keterangan:
Ksp : Hasil kali kelarutan Kalsium Fosfat
K1,K2,K3 : konstanta disosiasi pertama, kedua, dan ketiga
[] : molaritas fosfat
Persamaan diatas merupakan perhitungan kelarutan pada kalsium fosfat.
Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi pH maka kelarutan
akan semakin berkurang sehingga pembentukan kerak akan meningkat. Reaksi yang
terjadi:

CaCl2 + à Kalsium fosfat

Polifosfat terhidrolisis menjadi orthophosphates pada suhu tinggi.


Orthophosphate bergabung dengan ion kalsium untuk membentuk kalsium fosfat.
Jadi mekanisme pembentukan kerak ini adalah bergabungnya orthhophosfat dengan
ion kalsium yang berada dalam air industri. Tingkat hidrolisis polifosfat dalam air
pendingin dapat mencapai 40-90%. Sehingga semakin tinggi suhu maka
pembentukan kerak ini akan semakin meningkat.

3. Silica dan magnesium silica


Silika dapat berinteraksi dengan garam kalsium dan magnesium, membentuk
silikat kalsium dan magnesium dengan daya konduktivitas panas yang rendah.
Silika dapat meningkatkan endapan pada sirip turbin, setelah terbawa dalam bentuk
tetesan air dalam steam, atau dalam bentuk yang mudah menguap dalam steam pada
tekanan tinggi.
Grafik hubungan antara solubility of silicic acid, ph dan water temperature.
Dari grafik diatas dapat diketahui pengaruh pH dan Temperatur pada
kenaikan kelarutan Silika. Semakin tinggi pH maka kelarutan pada silika akan
semakin meningkat sehingga kerak yang terbentuk akan semakin sedikit. Semakin
tinggi suhu juga mempengaruhi kelarutan. Semakin tinggi temperatur maka
kelarutan akan semakin berkurang

Grafik pengaruh ph pada kerak magnesium silicate

Kerak dari magnesium silicates terkadang berada pada heat exchangers yang
memiliki temperatur yang sangat tinggi.
Magnesium silicates memiliki 4 tipe :
Forsterite [mg₂sio₄]
Chrysotile [mg₃si₂o₅ (oh) ₄]
Talc [mg₃si₄o₁₀ (oh) ₂] -> paling banyak pada cooling water
system
Sepiolite [mg₂si₃o₇.₅oh.3h₂o]
Dari grafik diataas dapat dilihat kenaikan jumlah pembentukan kerak
magnesium silika pada range pH 8,7- 9,5. Sehingga semakin tinggi pH maka
jumlah magnesium silika yang terbentuk akan semakin tinggi.
Grafik pengaruh jumlah kerak dengan suhu
Titik
bulat hitam merupakan endapan silika yang dapat dilihat pada grafik bahwa pada
suhu 20 derajat C jumlah endapan yang terbentuk lebih tinggi dibandingkan dengan
suhu 40 derajat C. Dari sini dapat kita ketahui bahwa seiring dengan menurunnya
suhu maka kerak silika yang terbentuk akan semakin tinggi. kerak silika ini sangat
sulit dihilangkan karena sifatnya yang melekat kuat pada permukaan. Selajutnya
titik bulat putih merupakan endapan magnesium silika. Semakin meningkatnya
suhu maka jumlah kerak yang terbentuk akan semakin meningkat pula.

4. Calcium sulfates (caso4)


Reaksi yang terjadi :
Cacl₂(aq) + na₂so₄(aq) —> caso₄(s) + 2nacl(aq)
Kerak caso₄ merupakan salah satu jenis kerak non alkali. Kerak ini dikenal
dengan tiga bentuk yaitu :
• anhidrat (caso ₄), stabil pada temperatur 98°c
• hemihidrat (caso₄.1/2h₂o) stabil antara 98-170 °c
• dihidrat (caso ₄.2h₂o)
Kelarutan caso₄ bertambah dengan naiknya temperatur sampai 37°c, kemudian
cenderung menurun pada temperatur di atas 37°c.

Grafik hubungan pengaruh temperatur pada kelarutan CaCO3 dan CaSO4


Kelarutan CaSO4 10 kali lebih besar dari pada CaCO3

Pada grafik tersebut menunjukkan bahwa Kelarutan bertambah sampai 35 °


C, namun berkurang saat mencapai 40 ° C keatas. Pada suhu diatas 40° kondisi air
semakin tidak jenuh.
I.4 Dampak Kerak
 Peningkatan capital cost
Energi tambahan sehubungan dengan peningkatan energi pompa dan efisiensi
termodinamika yang rendah pada kondensasi dan siklus refrigerasi. Dengan
adanya kerak akan membuat saluran pada pipa semakin sempit sehingga perlu
penambahan energi pompa untuk mempercepat aliran air yang melalui pipa.
 Mengurangi Efisiensi transfer panas
Pembentukan kerak pada dinding pipa sangat mempengaruhi efisiensi transfer
panas, karena semakin teba kerak yang terbentuk nilai transfer panasnya akan
semakin kecil.
 Downtime cost
Downtime adalah kerugian waktu produksi yang diakibatkan oleh peralatan
tidak dapat dioperasikan dengan semestinya dikarenakan oleh pembentukan
kerak. Keberadaan kerak pada pipa akan membuat proses pendinginan semakin
lama sehingga waktu produksi juga terhambat.
 Pengurangan Output
Pengurangan output atau keluaran (rate) dikarenakan pengurangan cross
sectional area.

I.5 Pencegahan Kerak


Kerak dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu dengan menggunakan
senyawa kimia/ inhibitor, dengan mengatur pH air yang masuk, make up water, dan
softening. Beberapa cara tersebut disesuaikan dengan jenis senyawa kerak yang
terbentuk pada cooling water system.
1. Inhibitor
Inhibitor Contoh
Bahan bahan organik alami lignin dan tannin sebagai inhibitor kerak
CaCO3 dan Zink Hidroksida
Phosphonat Amino triimetil phosponat
Polymer Acrilic Acid homopolimer
a. Chelating yaitu pembentukan senyawa kompleks dari ion logam dengan
menggunkan molekul organik. Jenis inhibitor yang digunakan:

b. Sequestration yaitu Pembentukan senyawa kompleks dari suatu logam.


Contoh:
1. Nitrilotriacetid acid / NTA
2. Etilene diamine tetraacetic / EDTA
Mekanisme kerja inhibitor yaitu:

Tidak terbentuk kerak


Reaksi yang terjadi pada penambahan EDTA

Inhibitor ditambahkan ke dalam aliran air dengan cara menginjeksikan,


selanjutnya ihibitor akan bergabung dengan kation penyebab korosi sehingga akan
membentuk senyawa kompleks. Senyawa kompleks ini berupa endapan kerak yang
turun dan dibuang melalui blowdown.
Gambar berikut memperlihatkan kondisi permukaan cooling sistem setelah
ditambahkan inhibitor.
2. Mengendalikan kerak dengan pH
Dalam keadaan asam lemah ( kira – kira pH 6,5). Umumnya kelarutan kerak
akan bertambah jika pH semakin berkurang
Cara : injeksi asam kedalam air
3. Make Up Water
Make up water merupakan proses pergantian air pada cooling sistem dengan
penambahan Ca(OH)2 dan Na2CO3 sehingga terjadi pembentukan endapan
yang turun kebawah. Endapan ini selanjutnya akan dibuang melalui blowdown.
Proses yang berlangsung:
4. Softening
Mekanisme pada proses ini yaitu:
 Resin mengandung kation B+ akan dipertukarkan dengan kation A+ dalam
larutan. Kation A+ dan B+ akan terdifusi karena perbedaan konsentrasi
antara resin dan larutan.

Reaksi pertukaran ion :


A+ + R-B+ à R-A+ + B+
Pertukaran ion akan berlangsung sampai kesetimbangan dicapai

BAB II
BIOFOUING

II.1 Biofouling
Secara umum biofouling adalah akumulasi dan penumpukan dari mikro-
organisme, tanaman dan binatang pada fase dewasa yang melekat sementara
maupun tetap pada permukaan substrat (material yang ditempeli biofouling.
Biofouling dibagi menjadi dua yaitu,
1. Slime
Slime adalah fouling dimana jumlah
mikroorganisme lebih banyak dari bahan-bahan
anorganik. Slime menempel pada permukaan
tabung heat exchanger, dll yang daya lekatnya
berasal dari mikroorganisme. Slime dapat
melekat bahkan dalam kondisi air yang
mengalir.
2. Sludge
Fouling yang mengandung komponen anorganik lebih banyak daripada
mikroorganisme. Sludge biasanya terakumulasi di tempat yang memiliki arus
kecil atau air yang tidak mengalir

Tabel di atas menjelaskan tempat-tempat dimana permasalahan slime


dan sludge sering terjadi. Slime adhesion sering timbul pada heat exchanger
khususnya partition plate, outer surface of tube, baffle plate, dan tube. Slime
adhesion juga timbul pada cooling tower khususnya distribution deck dan
tower packing, selain itu slime adhesion juga timbul pada cooling tower
basin khususnya di dindingnya. Sludge accumulation timbul pada heat
exchanger khususnya partition plate, outer surface of tube, baffle plate, dll.
Sludge accumulation juga terjadi pada cooling tower khususnya di
distribution deck, serta di cooling tower basin khususnya di bagian bawah.
Penyebab
• Mikroorganisme
• Bahan kimia yang terkandung dalam biofouling
II.2 Jenis mikorganisme dan karakteristik

Mikroorganisme Karakteristik
Mempunyai klorofil dalam sel, melakukan
Alga hijau-biru
fotosintesis dengan cahaya matahari
Alga Alga hijau-biru Hidup di tempat terang. Contoh: cooling tower

Diatom

Berbentuk potongan dimana bakteri menyebar


Zooglea sp
Biasanya ditemui di cooling water system

Membentuk koloni seperti kapas di dalam sistem


Sphaerotilus sp
yang tercemar bahan organik
Mengoksidasi ferro dalam air untuk menyerap ferri
Iron bacteria
di sekitar tubuhnya
Bakteri Sering dijumpai di air yang mengandung sulfur
Sulfur bacteria
Mengoksidasi hidrogen sulfida, thiosulfat dan sulfur
dalam air
Ada 2 jenis yaitu, mengoksidasi amonia menjadi
Bakteri
asam nitrit, mengoksidasi asam nitrat menjadi asam
nitrifikasi
nitrit
Bakteri Bakteri anaerob, mereduksi sulfat menjadi hidrogen
pereduksi sulfat sulfida

Phycomycetes Tidak punya dissepiment


Jamur
Mycomycetes Punya dissepiment

Bahan kimia yang terkandung dalam biofouling


Sumber energi dan nutrient untuk pertumbuhan bakteri dalam cooling water
system

II.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan biofouling


• Nutrient
• Suhu air
• Ph
• Oksigen terlarut (dissolved oxygen)
• Cahaya matahari
• Jumlah bakteri
• Turbidity
• Volume slime
• Derajat melekatnya slime (slime adhesion degree)
• Laju aliran air (water flow rate)
1. Nutrient
Mikroorganisme membutuhkan sumber energi dan nutrient untuk
pertumbuhannya. 3 cara nutrient masuk ke dalam cooling water system:
1. Make up water à nutrein sebagai makanan mikroorganisme banyak terdapat
pada air. Pada saat proses make up water air yang disalurkan pada CWS
adalah air baru yang masih terdapat kandungan senyawa-senyawa yang bisa
digunakan sebagai bahan makanan mikroorganisme.
2. Udara à Kontak secara terus menerus antara mikroorganisme yang tumbuh
dengan udara akan mempercepat pertumbuhan mikroorganisme
3. Heat exchanger

2. Suhu air

Dari grafik di atas, suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri adalah sekitar 35-
45oC.

3. Ph
Ph optimum untuk pertumbuhan bakteri yaitu ph netral sampai basa lemah .
Ph optimum untuk pertumbuhan jamur yaitu ph asam lemah . Ph optimum untuk
mikroorganisme tumbuh yaitu 6-9. Sedangkan ph cooling water system dijaga 6,5-9
untuk mencegah korosi dan kerak. Oleh karena itu dalam sistem cooling tower
harus bisa dipilih mana yang akan dihindari.
4. Oksigen terlarut (dissolved oxygen)
Bakteri aerob dan jamur mendapatkan energi untuk pertumbuhannya dengan
mengoksidasi bahan organik menggunakan oksigen terlarut. Sedangkan open
recirculating water system menyediakan kondisi optimum bagi mereka karena
oksigen terlarut tersedia cukup dari cooling tower
5. Cahaya matahari
Kebanyakan mikroorganisme tidak membutuhkan cahaya matahari. Namun
salah satu alga melakukan fotosintesis dengan cahaya matahari, oleh karena itu alga
banyak tumbuh di tempat terang seperti cooling tower dan water basin.
Jumlah bakteri

6. Turbidity
Turbidity adalah derajat kekeruhan suatu cairan. Jika turbidity besar maka
akumulasi sludge akan lebih besar pula. Turbidity sebaiknya dijaga di bawah 20
derajat. Semakin keruh cairan maka semakin banyak senyawa-senyawa dan sludge
yang terdapat pada cairan tersebut.
7. Volume slime
Volume slime adalah volume (ml) dari sampel dengan menyaring 1 m 3
cooling water dengan plankton net. Jika volume slime lebih besar dari 10 ml/ m 3
munculnya masalah slime akan lebih besar . Besarnya volume slime dalam sistem
disebabkan cooling water yang terkontaminasi bahan organik
8. Derajat melekatnya slime (slime adhesion degree)
Cara mengetahui derajat melekatnya slime adalah kaca direndam dalam
cooling water dalam waktu yang ditentukan. Slime yang melekat dikeringkan dan
mikroorganisme yang melekat tsb dicat merah. Kemudian absorbansi dari kaca
diukur. Derajat melekatnya slime adalah fungsi dari absorbansi .

9. Laju aliran air (water flow rate)


Jika laju aliran air besar maka pertumbuhan biofouling akan semakin lambat,
hal ini disebabkan pertumbuhan biofouling terganggu oleh desakan dari aliran air
ini.

II.4 Mekanisme Pembentukan Biofouling


Proses skematik pembentukan biofouling dalam open recirculating cooling
water system
Proses pembentukan biofouling dimulai dari make up water, udara dan
kebocoran proses. Di dalam make up water, udara dan kebocoran proses ini
terkandung dissolved nutrients dan suspended solid. Dissolved nutrients apabila
terdapat cahaya matahari dapat mempercepat pertumbuhan algae yang selanjutnya
akan menyebabkan penempelan algae. Sedangkan apabila terdapat dissolved
oxygen akan mendukung pertumbuhan bakteri dan jamur. Suspended solid
menyebabkan biofouling dan tumbuhnya bakteri anaerob. Proses ini terjadi di
cooling water system.

Mekanisme melekatnya slime


Mekanisme melekatnya slime dimulai dari
 melekatnya mikroorganisme pada suatu permukaan zat padat.
 mikroorganisme tersebut menghasilkan zat lengket di sekitar tubuhnya.
 Partikel-partikel padat menempel di sekitar tubuh organism tersebut akibat
zat lengket yang di sekitar tubuhnya
 Proses ini terus berlanjut sehingga akumulasi slime akibat menempelnhya
organisme di permukaan padat semakin banyak.
Mekanisme akumulasi sludge
Secara umum mekanisme yang terjadi yaitu:
 suspended solid di cooling water membentuk flok dengan mikroorganisme
yang menghasilkan bahan organik lengket dari proses metabolismenya.
 flok dengan kecepatan sedimentasi yang tinggi membentuk sludge di tempat
dimana laju aliran airnya rendah
 Flok dengan sg lebih tinggi dan diameter yang lebih tinggi pula akan lebih
cepat tersedimentasi. Flok mudah tersedimentasi di tempat yang mempunyai
laju aliran air kecil

II.5 Efek Biofouling pada Cooling Water Sistem


Efek yang ditimbulkan adanya biofouling pada cooling water sistem ada
ddua yaitu:
1. Menurunkan efisiensi heat exchanger
Slume dan sludge yang menempel pada permukaan heat exchanger akan
menghambat pertukaran panas yang terjadi karena terhalang dengan biofouling
itu sendiri.
2. Meningkatnya pressure drop dan penurunan sirkulasi cooling water dalam
sistem
Jika penurunan sirkulasi cooling water terhambat maka diperlukan energi listrik
yang besarsehingga mengakibatkan meningkatnya konsumsi listrik untuk pompa
II.6 Pengendalian Biofouling
Biofouling dapat dikendalikan melalui 3 cara, antara lain:
1. Pencegahan kontaminasi nutrisi dan padatan tersuspensi pada cooling water
sistem
Salah satu cara adalah melakukan pretreatment terhadap make up water sebelum
memasuki cooling water seperti proses filtrasi, koagulasi, dan sedimentasi
dengan tujuan mengurangi kadar nutrisi yang ada di dalam make up water dan
mengurangi tingkat padatan tersuspensi juga.
2. Aplikasi kontrol biofouling
 Dalam aplikasi kontrol biofouling ada 5 cara yang ditempuh yaitu sterilisasi,
penyisihan lendir yang menempel, dispersi padatan tersuspensi, penurunan
pertumbuhan mikroorganisme dan pencegaan adhesi slime.
 Sterilisasi adalah cara yang dilakukan untuk menurunkan potensi
adhesi.mikroorganisme dalam cooling water sistem dengan cara membunuh
mikroorganisme. Bahan-bahan kimia yang dipakai untuk sterilisasi seperti
senyawa klorin, brom, dan organik nitrogen, belerang, dan sebagainya.
• Penghapusan lendir yang menempel dengan cara menggunakan senyawa
klorin, bromin dan peroksida dengan konsentrasi tinggi. Bahan kimia itu
menurunkan gaya adesi dari mikroor- ganisme tersebut dengan cara
mendenaturasi lendir tersebut.
Denaturasi lendir ada dua cara:
a. Dihancurkan secara langsung
b. Diisolasi agar tidak berkembang
 Penggunaan kombinasi dari dispersan polimer dan biocides dapat mencegah
bioflocculation SS dan dispersi SS. SS yang sudah didispersi dikeluarkan
dari sistem air menggunakan sistem blow-down water. Hasil : Lumpurnya
hilang.
 Side stream filtration. Penyaringan pada bagian sirkulasi air pendingin
bertujuan untuk menurunkan SS (termasuk bioflocs), konsentrasi di air
pendingin dan mengurangi akumulasi lumpur. SS dikeluarkan dari sistem
dengan blowdown air, untuk mencegah masalah biofouling. Dengan
demikian, penghapusan SS dari cooling water dengan filtrasi aliran sisi yang
efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Kurita. 1985. “Water Industries Ltd”. Jepang: Kurita Hand Book Water Treatment
Sudjono. 2008. “Pengaruh Kualitas Air Terhadap Pembentuka Kerak Pada Unit
Proses”. Tangerang: Pusat Peneltian Metalurgi
Timothy Keister. 2001. “Cooling Water Management Basic Principle and
Technology”. Pennsyvania: American Institut of Chemmist
Zainus Salimin, Gunandjar. 2006. “Penggunaan EDTA sebagai Pencegah
Timbulnya Kerak”. Batan: Pusat Teknologi Limbah Radioaktif
S.G Choudhary. 1998. “Emerging MicrobialControl Issues in Cooling water
System”. India: Tata Chemicals Ltd
Muhammad Drajat. 2007. “Macam-Macam Jenis Scale”. Jakarta : Universitas
Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai

  • Kerak Dan Biofouling (KELP VII)
    Kerak Dan Biofouling (KELP VII)
    Dokumen69 halaman
    Kerak Dan Biofouling (KELP VII)
    Argatha Febriansyah
    Belum ada peringkat
  • Ring Kasan
    Ring Kasan
    Dokumen3 halaman
    Ring Kasan
    Argatha Febriansyah
    Belum ada peringkat
  • H2SO4
    H2SO4
    Dokumen12 halaman
    H2SO4
    Argatha Febriansyah
    Belum ada peringkat
  • APPENDIKS
    APPENDIKS
    Dokumen5 halaman
    APPENDIKS
    Argatha Febriansyah
    Belum ada peringkat
  • Spektroskopi Serapan Atom
    Spektroskopi Serapan Atom
    Dokumen8 halaman
    Spektroskopi Serapan Atom
    Argatha Febriansyah
    Belum ada peringkat
  • H2SO4
    H2SO4
    Dokumen12 halaman
    H2SO4
    Argatha Febriansyah
    Belum ada peringkat
  • Himmelblau
    Himmelblau
    Dokumen1 halaman
    Himmelblau
    Argatha Febriansyah
    Belum ada peringkat