Anda di halaman 1dari 15

Surat Al Maidah Ayat 51 : Jangan Memilih Pemimpin Non-Muslim

Benarkah Islam melarang memilih pemimpin non-muslim? Apa benar surat Al-Maidah ayat 51 melarang
demikian?

Allah Ta’ala berfirman,

‫ض َو َم ْن‬ ْ ‫الن َص َارى َأ ْول َي َاء َب ْع ُض ُه ْم َأ ْول َي ُاء َب‬


‫ع‬
َّ َ َ ُ َ ْ ُ َّ َ َ ُ َ َ َّ َ ُّ َ َ
ٍ ِ َّ َ َ ْ ِ ْ َ َ َ َّ ‫آم ُنوا َل ْ ت ُت ِخ َذ َّواُ الي ْ ُهود َّو‬
َّ َ
‫يا أيها ال ِذين‬
َ ‫َيت َوله ْم منك ْم فإنه منه ْم إن اَّلل َل يهدي الق ْوم الظالم‬
‫ي‬ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya
bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Apa itu Awliya’ atau Wali?

Ada berbagai macam pengertian dari wali atau awliya’. Di antara pengertiannya, wali adalah pemimpin. Istilah
wali lainnya adalah untuk wali yatim, wali dari orang yang terbunuh, wali wanita. Wali yang dimaksud di sini
adalah yang bertanggung jawab pada urusan-urusan mereka tadi. Semacam pemimpin negeri juga adalah yang
mengepalai mengurus kaumnya dan mengatur dalam hal memerintah dan melarang. Lihat Al-Mawsu’ah Al-
Fiqhiyyah, 45: 135.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menyebutkan bahwa wali (disebut pula: al-wilayah) dalam bahasa
Arab punya makna berbagai macam. Lantas apa yang dimaksud wali atau awliya yang tidak boleh diambil dari
seorang Yahudi dan Nashrani?

Yang dimaksud adalah saling tolong menolong, yaitu yang dimaksud adalah menolong mereka, baik
menolongnya di sini adalah untuk mengalahkan kaum muslimin, atau menolongnya untuk mengalahkan sesama
kafir. Tetap tidak boleh bagi kita membela mereka untuk mengalahkan sesama kafir. Selama pertolongan kita
pada mereka tidak bermasalahat untuk Islam, maka tidak boleh. Namun jika punya maslahat bagi kaum
muslimin, misal orang kafir yang saling bermusuhan ada yang sering menyakiti kaum muslimin, maka kita
menolong yang tidak sering menyengsarakan kaum muslimin, seperti itu tidak mengapa karena ada maslahat.
(Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Surat Al-Maidah, 2: 9)

Penjelasan Ibnu Katsir

Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini, “Allah Ta’ala melarang hamba-Nya yang beriman untuk loyal kepada orang
Yahudi dan Nasrani. Mereka itu musuh Islam dan sekutu-sekutunya. Moga kebinasaan dari Allah untuk mereka.
Lalu Allah mengabarkan bahwa mereka itu adalah auliya terhadap sesamanya. Kemudian Allah mengancam dan
memperingatkan bagi orang mukmin yang melanggar larangan ini, “Barang siapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3: 417).

Pecat Dia …
Makna lain dari awliya’ atau wali adalah pemimpin atau yang diberi tanggung jawab dalam urusan penting
seperti dalam kisah Umar berikut.

Ibnu Katsir menukil sebuah riwayat dari Umar bin Khathab. Umar bin Khathab pernah memerintahkan Abu
Musa Al Asy’ari bahwa pencatatan pengeluaran dan pemasukan pemerintahan dilakukan oleh satu orang. Abu
Musa memiliki seorang juru tulis yang beragama Nasrani. Abu Musa pun mengangkatnya untuk mengerjakan
tugas tersebut. Umar bin Khathab pun kagum dengan hasil pekerjaannya.

Umar berkata, “Hasil kerja orang ini bagus.”

Umar melanjutkan, “Bisakah orang ini didatangkan dari Syam untuk membacakan laporan-laporan di depan
kami di masjid?”

Abu Musa menjawab, “Ia tidak bisa masuk masjid.”

Umar bertanya, “Kenapa? Apa karena ia junub?”

Abu Musa menjawab, “Bukan. Ia tidak bisa karena ia seorang Nashrani.”

Umar pun menegurku dengan keras dan memukul pahaku dan berkata, “Pecat dia.”

Umar lalu membacakan ayat (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin
bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang lalim.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad dan matan darinya. Abu Ishaq Al-
Huwaini menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3: 417-418)

Jelas sekali bahwa ayat ini larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin atau orang yang memegang
posisi-posisi strategis yang bersangkutan dengan kepentingan kaum muslimi

Sumber : https://rumaysho.com/14628-surat-al-maidah-ayat-51-jangan-memilih-pemimpin-non-muslim.html
Isi Surat Al Maidah Ayat 51 Tafsir Dan Artinya
Surat Al Al Maidah ayat 51 – Al maidah adalah surat ke-5 dalam Alqur’an. Dalam
bahasa Arab ditulis ‫ المآئدة‬berarti “Hidangan atau Jamuan”. Surat ini terdiri dari 120
ayat dan termasuk Surat Madaniyah karena diturunkan di Madinah setelah Haji
Wada’ walaupun di dalamnya ada ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah.

Surat ini dinamakan “Al-Madidah’ memiliki arti ‘Hidangan atau jamuan” karena di
dalamnya mengisahkan tentang para pengikut nabi Isa Alaihis Salam yang meminta
agar nabi Isa berdo’a kepada Allah SWT agar menurunkan makanan dari langit
seperti disebutkan dalam ayat 112

Permintaan itu sangat mengejutkan nabi karena dianggap terlalu berlebihan,


kemudian nabi Isa berkata “Bertaqwalah kepada Allah, jika kalian memang benar-
benar beriman,” jawab Isa. Sebagaian ulama mengatakan, bahwa permintaan
mereka karena mereka sangat membutuhkan hidangan atau makanan karena
kondisi mereka yang miskin.

Pendapat lain menyebutkan bahwa kaum hawariyyun tu meminta didatangkan


hidangkan bermula ketika nabi Isa mendapat perintah Allah SWT agar pengikutnya
berpuasa selama 30 hari. Kemudian nabi Isa memerintahkan para muridnya
berpuasa. Setelah berpuasa selama 30 hari, pada hari terakhir mereka meminta
imbalan atau hadiah berupa makanan yang diturunkan dari langit untuk mereka
berbuka puasa

Mendengar permintaan itu nabi Isa, bingung karena selama ini sudah banyak
mukjizat yang diberikan padanya namun para pengikutnya tetap tidak percaya.
Sehingga nabi Isa merasa ragu untuk memenuhi permintaan besar kaum
hawariyyun itu. Karena khawatir para pengikutnya sama dengan umat-uamat
terdahulu yang meminta sesuatu yang besar kepada Allah tapi tetap saja mereka
ingkar dan kafir kepada Allah SWT, lalu Isa menyuruh mereka bertaqwa kepada
Allah SWT.

Namun orang-orang itu terus mendesak dan membujuk nabi Isa untuk berdo’a
kepada Allah SWT dengan alasan agar hati mereka merasa tentram dan iman
mereka menjadi lebih kuat. Karena terus didesak akhirnya nabi Isa menuruti
keinginan mereka dan menuju tempat peribadatannya untuk memohon agar
permintaan kaumnya dikabulkan.

“Ya Rabb kami, turunkanlah kepada kami sebuah hidangan dari langit, yang hari
turunnya akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama
kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau.
Beri rezekilah kami, dan Engkaulah sang Maha Pemberi rezeki,” pinta Al Masih.

Setelah selesai berdo’a kemudian turunlah Al maidah (makanan) itu dari langit
sehingga semua kaum itu memakannya. Ajaibnya makanan itu tidak habis-habis
meskipun ribuan orang menyantapnya. Bahkan mereka yang sakit setelah memakan
hidangan itu langsung sembuh, mereka yang cacat menjadi normal dan banyak
kebaikan yang diperoleh kaum hawariyyun setelah memakan hidangan tersebut.
Kisah tersebut menjadi akhirnya diabadikan menjadi nama Surat Al Maidah.

Belakangan, surat Al Maidah tengah menjadi perbincangan semua kalangan ummat


di Indonesia, setelah Gubernur DKI mengutip isi surat al maidah ayat 51 dalam
sebuah pertemuan di pulau Seribu Jakarta. Pengutipan ayat itu diduga salah dalam
menafsirkannya sehingga mengundang koreksi dari berbagai kalangan ummat
terutama kaum muslimin di seluruh tanah air.

Bahkan akibat dari semua itu sampai menimbulkan aksi protes besar-besaran dari
kalangan muslim pada 4 November 2016. Dalam aksi demonstrasi yang diikuti
sekitar 100 ribua-an orang itu menuntut Sang Gubernur Basuki Cahaya Purnama
‘Ahok’ mempertanggung jawabkan apa yang diucapkan terkait surat al maidah ayat
51 tersebut.

Berikut ini adalah surat al maidah ayat 51 dan artinya surat al maidah :

Dalam ayat itu disebutkan tentang seorang muslim yang dilarang memilih seorang
Auliya dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Pengertian kata Auliya dalam ayat
tersebut sebagian ulama berbeda pendapat, ada yang mengartikan sebagai
pemimpin ada juga yang mengartikan ‘teman dekat/sekutu’ dan meninggalkan
ummat islam.

Dalam Al-qur’an juga ada ayat senada dengan ayat 51 surat al-maidah yaitu di
dalam Surat An -Nisa ayat 144: Allah SWT berfirman :
Sebenarnya ada banyak sekali ayat-ayat dalam Al-qur’an yang berkaitan dengan
larangan bagi kaum mu’minin menjadikan orang bukan kalangan mu’min sebagai
auliya. Seperti : (Alqur’an Surat Al Imran: ayat 28, Al Maidah: ayat 51, Al Maidah:
ayat 57, At Taubah: ayat 23, Al Mumtahanah: ayat 1, An Nisa: ayat 89, An Nisa: ayat
139, An Nisa: ayat 144, Al Maidah: ayat 81dan lain-lain )

Namun ada sebagian dari kalangan mu’minin berbeda pendapat terkait ayat-ayat
tersebut terutama pengertian Auliya. Kata ‘Auliya’ merupakan jamak dari kata‘Wali’
yang dekat seperti kata waliyullah yang berarti yang dekat dengan Allah.
Makna auliya (‫ )أَ ْو ِل َيا َء‬bisa berarti ‘Orang kepercayaan atau khusus dan dekat’ seperti
kata wali dalam pernikahan (orang yang dekat, sayang dan melindungi pada anak
gadisnya) Wali murid berarti orang tua, orang yang dekat dan menyayangi anaknya.

Sebab-Sebab Turunya Ayat 51 Surat Al maidah (Asbabun Nuzul)

Sebab-sebab yang melatar belakangi turunnya ayat 51 tersebut, kalangan ulama


berbeda pendapat, misalnya, menurut Al-Baghawi dalam Kitabnya Ma’alimul Tanzil fi
Tafsiril Qur’an, bahwa turunnya ayat tersebut bertepatan dengan pertengkaraan dua
orang bernama ‘Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul’. Kedua orang
itu berdebat berdebat tentang siapa yang pantas dijadikan pelindung bagi mereka.
Sampai akhirnya pertengkaran itu didengar oleh Rasulullah SAW.

Dalam perdebatan itu Ubadah mengatakan bahwa dirinya memiliki banyak


Auliya/sekutu/pelindung dari golongan Yahudi, menurutnya mereka memiliki jumlah
yang banyak dan memiliki pengaruh besar. Namun Ubadah lebih memilih mengikuti
Allah SAW dan Rasul-Nya, kemudian dia mengatakan bahwa tiada pelindung selain
Allah dan Rasul Nya.

Sedangkan Abdullah bin Ubay memiliki pendapat lain, ia lebih memilih Yahudi
sebagai tempat berlindung karena ia takut akan tertimpa musibah. Maka untuk
menghindari musibah itu, menurutnya ia lebih memilih bergabung dengan mereka
(Yahudi). Mendengar perkataan itu Rasulullah SAW berkata “Wahai Abul Hubab,
keinginanmu tetap dalam perlindungan (kekuasaan) Yahudi adalah pilihanmu, tidak
baginya’. Ia menjawab, ‘Baik, saya menerimanya’. Dari petengkaran kedua orang itu
lalu turun ayat tersebut.

Menurut Al-suddi menyebutkan bahwa ayat 51 surat Al maidah diturunkan ketika


terjadinya serangan yang kuat pada perang uhud. Selesai peperangan dua orang
lelaki yang merasa takut mendapat siksaan. Lalu salah seorang muslim berkata,
bahwa dirinya akan bergabung dengan Yahudi dan berlindung padanya, karena
takut orang-orang itu menyiksa dirinya. Sedangkan salah seorang lainnya berkata,
bahwa dirinya akan bergabung dengan Nasrani dari Syam dan menjadikan mereka
pelindung. Dari perdebatn kedua orangitu kemudian turun ayat 51 surat Al-maidah.

Dari dua riwayat tersebut dapat dilihat bahwa turunnya ayat 51 Surat Al-maidah
berbarengan dengan terjadinya konflik antara muslim dan non muslim (konflik
agama). Pada kondisi seperti itu keberpihakan pada kelompok musuh dianggap
sebagai penghianatan dan akan merusak keutuhan dan persatuan islam. kemudian
turun ayat 51 dalam surat almaidah sebagai larangan agar kaum muslimin tidak
bersekutu dengan kelompok lawan sebagai ‘Awliya’ dan tempat berlindung.

Tafsir Surat Al-maidah Ayat 51

Kalangan ulama berbeda pendapat terkait hukum seorang muslim memilih pemimpin
non muslim. Sebagian ulama mengatakan ‘boleh’ ada juga yang mengatakan ‘tidak
boleh’. Ulama yang membolehkan atau tidak membolehkan merujuk pada ayat
dalam Alqur’an yaitu surat Al Maidah ayat 51 yang di dalamnya terdapat kata
‘Awliya’. Yang mengartikan berbeda pada kata ‘Awliya’. Ada yang yang mengartikan
pemimpin

Sebagian ulama menyebut kata ‘awliya’ yang berasal dari kata ‘wali’ berarti dekat
atau teman dekat. Karena saking dekatnya sampai tidak ada lagi rahasia antara
mereka yang ada dalam kelompok tersebut. Ayat ini juga turun ketika terjadi konflik
(perang) sehingga jika berteman dekat dengan kelompok itu (kaum musyrikin) di
khawatirkan akan membuka rahasia semua hal yang dapat menghancurkan dan
membahayakan umat Islam.

Jika merujuk pendapat diatas berarti mengangkat pemimpin dari kalangan non-
muslim diperbolehkan dalam konteks negara Indonesia. Karena pemimpin atau
pejabat di Indonesia bersifat pelaksana dari UUD 1945 dan UU turunannya sehingga
tidak bisa membuat kebijakan yang bertentangan dengan peraturan dan perundang
undangan yang berlaku. Selain itu pemimpin di Indonesia juga tidak memiliki kuasa
penuh karena akan selalu dipatau oleh rakyat dan harus tetap ada di jalur konstitusi
yang sudah disepakati wakil rakyat (DPR)

Hal senada juga disampaikan pakar tafsir Al-Qur’an Prof. Quraish Shihab terkait
pengertian kata ‘Auliya’ dalam surat Al Maidah ayat 51 bahwa kata tersebut bentu
plural dari kata ‘wali’ yang berarti yang dekat atau teman dekat. Silahkan.

Mungkin pertanyaannya, bagi kita sebagai orang awam, mana pendapat yang harus
diikuti dari kedua pendapat tersebut? Apa yang membolehkan apa yang melarang?
Karena dari kedua pendapat itu sama-sama memiliki alasan dan dalil yang
menguatkan. Dalam Al-qur’an kita diperintahkan oleh Allah agar bertanya pada
orang yang memiliki pengetahuan jika kita tidak mengetahui. Jadi pelihan yang tepat
Insyallah tergantung pada keyakinan masing-masing dengan mempertimbangkan
baik dan buruknya dari piliha yang kita ambil. Wallahu A’lam.
LARANGAN BAGI ORANG ISLAM UNTUK MEMILIH WALI /
PEMIMPIN DARI KALANGAN NON MUSLIM, DENGAN
MENINGGALKAN ORANG ISLAM

Assalaamu Alaikum Warakhmatullaahi Wabarakaatuh.

Dari jaman Rasulullah, hidup berdampingan/berbaur dengan kaum non muslim sudah biasa terjadi. Pada
jaman moderen sekarang ini pun hidup berdampingan dengan non muslim, merupakan suatu hal yang tidak
bisa dihindari . Dan itu bukanlah suatu masalah, karena islam mengakui kebebasan setiap manusia untuk
memilih agamanya dan mengajarkan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama, namun dengan konsekuensi
bahwa kelak di akherat setiap manusia akan mempertanggung jawabkan pilihannya tersebut di hadapan
ALLAH pencipta alam semesta ini.

Nah... dalam keseharian tentunya seorang mukmin harus punya standar , bagaimana bersikap terhadap non
muslim.

Di dalam Alqur’an dengan tegas, ALLAH SWT melarang kaum mukmin untuk menjadikan orang kafir sebagai
wali, pemimpin ataupun orang kepercayaan, yang dikarenakan dikhawatirkan mereka akan berkhianat dan
membuat kerusakan dengan berbuat dosa di muka bumi. Larangan tersebut tercantum dalam surah ALI
IMRAN :

Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-
orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap
diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu). (QS ALI IMRAN : 28)
Jadi dalam hal ini apabila masih ada orang islam sebagai pilihan, maka orang islam itulah yang
lebih baik dipilih sebagai wali / pemimpin ataupun orang kepercayaan. Tentu kita akan bertanya
mengapa demikian ? , jawabnya adalah : bahwa dalam pandangan ALLAH seorang mukmin
lebih bisa dipercaya dalam mengemban amanah , karena orang MUKMIN lah yang oleh ALLAH
diharapkan menjadi umat pilihan, yaitu umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang makruf (baik) dan mencegah dari yang munkar (kejahatan), sebagaimana termaktub dalam
surah ALI IMRAN ayat 104 sebagai berikut :

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. (QS ALI IMRAN : 104)

Dan ayat – ayat lain dalam AL QUR’AN yang mempunyai kandungan yang sama dengan QS
ALI IMRAN : 28 di atas antara lain adalah sebagai berikut :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim. (QS AL MAA-IDAH : 51)

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain.
Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu,
niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS AL ANFAAL :
73)
Penerapan perintah ALLAH pada ayat-ayat di atas dalam kehidupan se hari-hari adalah :

- Apabila kita adalah orang yang memegang kewenangan untuk menentukan/memilih


seseorang untuk menduduki jabatan tertentu, yang berpengaruh bagi kemaslahatan umum,
maka pilihlah orang islam yang taat sebagai pilihan kita, agar amanah bisa terjaga.

- Dalam memilih seorang pemimpin, entah itu kepala desa, camat, Bupati, Gubernur ataupun
presiden, maka bila memungkinkan pilihlah dari kalangan mukmin yang taat, agar amanah bisa
terjaga.

Dan jika hal ini tidak kita laksanakan sesuai perintah ALLAH, maka sebagaimana dinyatakan
dalam QS AL ANFAAL ayat 73, maka akan terjadi kekacauan di muka bumi yang dikarenakan
dikhianatinya sebuah amanah, dan tentu saja kita ikut bertanggung jawab terhadap dosa dan
kekacauan yang ditimbulkan, karena pada dasarnya, apabila ada kemungkaran sedang
berlangsung, maka wajib bagi setiap muslim untuk mencegahnya sesuai dengan kemampuan.
Bila mampu dengan tindakan, maka cegahlah dengan tindakan, bila tidak mampu, maka dengan
ucapan atau nasehat, bila inipun tidak mampu, maka tolaklah dengan hati, dan itulah selemah-
lemah iman.

Akhirnya...., marilah kita bersama-sama senantiasa berusaha untuk melaksanakan segala


perintah ALLAH. Kita harus yakin bahwa ALLAH lebih mengetahui mana yang baik dan mana
yang buruk bagi manusia. Akal manusia yang sempitlah yang kadang-kadang membuat suatu
perintah ALLAH terasa tidak cocok buat manusia, karena cara pandang kita yang individual.
Sedangkan ALLAH memandang segala sesuatu dengan cakupan yang lebih luas dan detail.

Nah...... semoga ALLAH senantiasa melimpahkan rakhmatNYA bagi semua mukmin, dan
memberikan kekuatan untuk lebih meningkatkan iman, aaamiiiin .

Wassalaamu Alaikum Warakhmatullaahi Wabarakaatuh.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

224 komentar:

1.

herizal alwi29 April 2013 20.11

Seorang ulama Al-Azhar Kairo, Syaikh Ahmad Musthofa Al Maraghi dalam Kitab Tafsirnya,
menafsirkan Surat Ali Imran : 118, bahwa orang-orang Islam dilarang mengambil orang-orang
Non-Muslim, seperti orang-orang Yahudi dan orang-orang Munafik sebagai pemimpin atau
teman setia, bila mereka memiliki sifat-sifat seperti yang ditentukan dalam ayat tersebut, yaitu:
Mereka tidak segan-segan merusakkan dan mencelakakan urusan orang-orang Islam
Mereka menginginkan urusan agama dan urusan dunia orang-orang Islam dalam kesulitan
yang besar
Mereka menampakkan kebencian kepada orang-orang Islam melalui mulut mereka yang
terang-terangan
Sifat-sifat tersebut adalah persyaratan yang menyebabkan dilarangnya mengambil pemimpin
dan teman setia yang bukan dari orang-orang Islam.
Bila ternyata sikap mereka berubah, seperti orang-orang Yahudi yang pada permulaan Islam
terkenal sebagai golongan yang paling memusuhi orang-orang Islam, kemudian mereka
mengubah sikap dengan mendukung Islam dalam penaklukan Andalusia. Juga seperti orang-
orang Kristen Koptik yang membantu orang-orang Islam dalam menaklukkan Mesir dengan
mengusir orang-orang Romawi yang menduduki lembah Sungai Nil itu. Dalam keadaan seperti
itu tidak dilarang mengambil mereka sebagai pemimpin atau teman setia.

Pendapat Syaikh Yusuf Qaradhawi tak jauh beda dengan Syaikh Al Maraghi. Dalam buku Min
Fiqh al-Dawlah fi al-Islam, doktor alumni Universitas Al-Azhar itu mengatakan, orang-orang
Islam dilarang mengangkat orang-orang Non-Muslim sebagai teman, orang kepercayaan,
penolong, pelindung, pengurus dan pemimpin, bukan semata-mata karena beda agama. Akan
tetapi, karena mereka membenci agama Islam dan memerangi orang-orang Islam, atau dalam
bahasa Al-Quran disebut memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Syaikh Qaradhawi mendasarkan
pendapatnya pada Surat Al-Mumtahanah : 1, yang terjemahnya sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu
sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita
Muhammad) karena rasa kasih sayang. Padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang
disampaikan kepadamu. Mereka mengusir Rasul dan kamu sendiri karena kamu beriman
kepada Allah, Tuhanmu…”
Syaikh Qaradhawi yang juga Ketua Persatuan Ulama Muslim Internasional, membagi orang
Kafir atau Non-Muslim menjadi dua golongan. Pertama, yaitu golongan yang berdamai dengan
orang-orang Islam, tidak memerangi dan mengusir mereka dari negeri mereka. Terhadap
golongan ini, umat Islam harus berbuat baik dan berbuat adil. Di antaranya memberikan hak-
hak politik sebagai warga Negara, yang sama dengan warga Negara lainnya, sehingga mereka
tidak merasa terasingkan sebagai sesama anak Ibu Pertiwi.
Sedangkan golongan kedua, adalah golongan yang memusuhi dan memerangi umat Islam,
seperti orang-orang Non-Muslim Mekah pada masa permulaan Islam yang sering menindas,
menyiksa dan mencelakakan umat Islam. Terhadap golongan ini, umat Islam diharamkan
mengangkat mereka sebagai pemimpin atau teman setia.
Pendapat Syaikh Qaradhawi ini didasarkan pada Surat Al-Mumtahanah : 8, yang terjemahnya
sebagai berikut:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tidak memerangimu karena agama, dan tidak pula mengusir kamu dari kampong halamanmu.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adi

Dalil: Alkitab Galatia 6:10

Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi
terutama kepada kawan-kawan kita seiman.

 Gubernur Sumatera Utara Rudolf M.Pardede telah mengajak masyarakat memilih Cagub yang seiman
(Kristen). Rudolf mengutip Alkitab Galatia 6:10, agar umat Kristen memilih pemimpin yang seagama
Ketika Tuhan memilih pemimpin, Tuhan sedang berbicara tentang kualitas, bukan
jabatan.

Kel.18:21”Di samping itu kaucarikan dari seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap
dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada
pengejaran suap; tempatkanlah mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin.

akarta - Basuki Tjahaja Purnama langsung membacakan eksepsi atau nota keberatan setelah
jaksa membacakan surat dakwaan. Dalam eksepsi itu, Ahok membacakan kutipan dari
bukunya sendiri.

"Izinkan saya membacakan salah satu subjudul buku saya yang berjudul 'Berlindung di Balik
Ayat Suci'," ujar Ahok di ruang pengadilan eks PN Jakpus, Selasa (13/12/2016).

Ahok berharap, dengan dia membaca kutipan di buku itu, semua pihak memahami secara
utuh mengenai dugaan penistaan agama yang didakwakan kepadanya. Melalui buku yang
diterbitkan pada tahun 2008 itu, dia berharap niat dan isinya bisa dibaca dengan jelas.

"Selama karier politik saya, saya mendaftarkan diri jadi anggota partai, menjadi ketua
cabang, melakukan verifikasi, sampai mengikuti pemilu, kampanye pemilihan bupati bahkan
sampai gubernur, ada ayat yang saya begitu kenal digunakan untuk memecah belah rakyat
dengan tujuan memuluskan jalan menuju kekuasaan, yaitu oleh oknum yang kerusakan roh
kolonialisme," ujar Ahok membacakan bukunya.

Ahok mengatakan, ayat tersebut sengaja disebarkan oleh elit politik tertentu yang tidak bisa
bersaing dalam urusan kampanye. Termasuk di dalamnya visi dan misi program.

"Ayat ini sengaja disebarkan oleh oknum-oknum elit karena tidak bisa bersaing dengan visi-
misi program dan integritas pribadinya.
Mereka berusaha berlindung di balik ayat-ayat suci itu agar rakyat dengan konsep 'seiman'
memilihnya. Dari oknum elit yang berlindung di balik ayat suci agama Islam, mereka
menggunakan Surat Al-Maidah 51. Isinya, melarang rakyat menjadikan kaum Nasrani dan
Yahudi sebagai pemimpin mereka, dengan tambahan, jangan pernah memilih kafir menjadi
pemimpin. Intinya, mereka mengajak agar memilih pemimpin dari kaum yang seiman," ujar
Ahok.

"Padahal, setelah saya tanyakan kepada teman-teman, ternyata ayat ini diturunkan pada saat
adanya orang-orang muslim yang ingin membunuh Nabi Besar Muhammad, dengan cara
membuat koalisi dengan kelompok Nasrani dan Yahudi di tempat itu. Jadi, jelas, bukan
dalam rangka memilih kepala pemerintahan, karena di NKRI kepala pemerintahan bukanlah
kepala agama/imam kepala," sambung Ahok.

Ahok tidak hanya membahas mengenai penggunaan Surat Al-Maidah 51. Masih dengan
kutipan dari bukunya, Ahok juga membahas mengenai ayat di Alkitab yang membahas
mengenai perlindungan di balik ayat suci.

"Bagaimana dengan oknum elit yang berlindung, di balik ayat suci agama Kristen? Mereka
menggunakan ayat di Surat Galatia 6:10. Isinya, selama kita masih ada kesempatan, marilah
kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
Saya tidak tahu apa yang digunakan oknum elit di Bali yang beragama Hindu atau yang
beragama Buddha. Tetapi saya berkeyakinan, intinya, pasti, jangan memilih yang beragama
lain atau suku lain atau golongan lain, apalagi yang rasnya lain. Intinya, pilihlah yang
seiman/sesama kita (suku, agama, ras, dan antargolongan)," kata Ahok.

"Mungkin, ada yang lebih kasar lagi, pilihlah yang sesama kita manusia, yang lain bukan,
karena dianggap kafir, atau najis, atau binatang! Karena kondisi banyaknya oknum elit yang
pengecut, dan tidak bisa menang dalam pesta demokrasi, dan akhirnya mengandalkan
hitungan suara berdasarkan se-SARA tadi. Maka betapa banyaknya sumber daya manusia dan
ekonomi yang kita sia-siakan. Seorang putra terbaik bersuku Padang dan Batak Islam, tidak
mungkin menjadi pemimpin di Sulawesi, apalagi di Papua. Hal yang sama, seorang Papua
tidak mungkin menjadi pemimpin di Aceh atau Padang," tambahnya.

Ahok mengatakan kondisi di atas itulah yang memicu bangsa Indonesia tidak mendapatkan
pemimpin yang terbaik dari yang terbaik. Bahkan, menurut Ahok, yang terjadi adalah
sebaliknya.

"Melainkan kita mendapatkan yang buruk dari yang terburuk karena rakyat pemilih memang
diarahkan, diajari, dihasut, untuk memilih yang se-SARA saja. Singkatnya, hanya memilih
yang seiman (kasarnya yang sesama manusia)," ujar Ahok.

"Demikian kutipan dari buku yang saya tulis tersebut," sambung Ahok menutup kutipan dari
bukunya sendiri.

Setelah itu, Ahok membacakan bagian lain dari nota keberatannya.


ELAMA MASIH ADA KESEMPATAN
Galatia 6:10
Oleh: Adi Putra Wijayantara, S.Th
Pendahuluan:

1. Kesempatan, opportunity, the chance, dalam


bahasa Yunani disebut Kronos.
2. “Selama masih ada kesempatan” berbicara tentang sisa usia manusia dan
juga orang Kristen.
3. Kapan kita memiliki kesempatan? Ya sekarang dan sampai kita
menhembuskan nafas terakhir. Lalu apa kontribusi kita selama ada
kesempatan yang tersisa ini?
Tesis: Penting bagi orang kristen untuk mengetahui kehidupannya selama
ada kesempatan.
Kalimat Pertanyaan: Apa saja yang perlu orang kristen ketahui selama
masih ada kesempatan ini?
Kalimat Peralihan: yang perlu orang kristen ketahui adalah:
Diskusi:
I. Berbuat Baik
A. Pengertian berbuat baik: “Berbuat sesuai dengan etika dan hukum Kristus”.
“Berbuat baik” menurut dunia jauh berbeda dengan “berbuat baik”
menurut Allah. Berbuat baik menurut Allah selalu berbicara kebenaran.
Bicara dan tindakan sejalan.
B. Perbuatan baik adalah hasil dari buah yg baik. Buah yg baik bersumber
dari tanah yg baik (hati yg baik) tidak ada kepura-puraan (Matius 13:23).
C. Aplikasi:
1. Apakah perbuatan baik yang selama ini kita perbuat?
2. Pernahkah kita ingin berbuat baik, namun terkendala dg berbagai hal?
3. Pernahkah hati nurani kita untuk berbuat baik terhalang oleh karena
egoisnya kita?
4. APAKAH kita berbuat baik seperti orang munafik? Dihati dan perbuatan tdk
selaras? Ilustrasi BIBIR dan SINGA
II. Kepada semua orang, teristimewa kepada saudara seiman.
A. “Semua orang” berarti tanpa pengecualian. Apa pun sukunya, apa pun
warna kulitnya, apa pun bahasa atau logatnya, apa pun karakternya,
bagaimana pun bentuk fisiknya, apa pun jenis kelaminnya, berapapun
usianya, sekali pun dia sempurna atau tidak sempurna fisiknya, apapun
pendidikannya, status sosialnya, apa pun jabatannya, pekerjaannya, jahat
atau baik, kriminal atau bukan kriminal, cacat atau tidak cacat, miskin
atau kaya, dll.
B. “saudara seiman” adalah spesial, terutama. Saudara kandung = lahir dari
satu rahim ibu yg sama. Seiman= iman kepada Kristus (Roma 10:17). Iman
yang percaya bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, iman yang percaya
bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah yg mati untuk menebus dosa
manusia, iman akan pengharapan surga. Bertobat dan menerima diri
dibaptis.
C. Mengapa saudara seiman lebih spesial? Mereka adalah tim kita. Tim untuk
apa? Menaklukan orang-orang dunia. Memperkenalkan Kristus kepada
mereka.
D. Bagaimana bentuk kebaikan kita kepada saudara seiman?
1. Memperhatikan kekurangan mereka. Jasmani dan rohani.
2. Jasmani= bukan berarti bahwa kita mengajarkan mereka malas, bukan
menekankan sosial gospel (menguatkan iman mereka dg beras), bukan
berarti bahwa mengajarkan mereka tidak mau bertanggung jawab namun
disini lebih menekankan sisi kemanusiaan kita sebagai orang kristen akan
penting dan berharganya mereka. Tuhan tidak mengajarkan kita menjadi
naif, menutup mata di saat ada saudara seiman yg benar-benar ditolong.
3. Rohani= kuatkan mereka melalui pengajaran, pendekatan rohani.
Kesimpulan:
1. Kapan kita memiliki kesempatan? Sekarang. Mari perbuatlah kebaikan itu.
Jangan ditunda apalagi mengabaikannya. Sebab Yakobus berkata, “Jadi jika
seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa”
(Yak. 4:17).
2. Usia manusia??
3. Kisah raja dan sekantong emas kehidupan. Kisah ini membuat kita
berpikir. Sudahkah kita membuat jalan lebih lancar bagi orang lain?
Sudahkah kita membantu menyingkirkan puing-puing yang menghalangi
jalan orang lain? Atau apakah kita berpura-pura tidak melihat puing itu?
Atau, yang lebih buruk, apakah kita hanya mengeluh tentang semua "puing"
yang kita temukan di jalan dan tidak berbuat apa-apa untuk mengatasi?
Apakah kita melewatkan kantung emas itu karena kita tidak menyingkirkan
"puing" untuk orang lain ? Pernahkah kita ingin mengetahui berapa banyak
kantung emas yang kita lewatkan karena tidak cukup peduli menyisihkan
waktu untuk memindahkan atau menyingkirkan puing-puing di sepanjang
jalan demi kenyamanan orang lain dan kemudahan orang lain ?

Anda mungkin juga menyukai