Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Fraktur Mandibula


1. Fraktur mandibular adalah putusnya kontinuitas struktur tulang pada region mandibular.
Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma oleh
wajah ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia yang berfungsi sebagai tempat
menempelnya gigi geligi. Faktor etiologi terjadinya fraktur mandibula bervariasi, penyebab
paling umum ialah kecelakaan kendaraan bermotor. Beberapa penyebab lainnya berupa
perkelahian, kecelakaan saat bekerja dan kecelakaan saat berolahraga. (Fonseca RJ. Oral
and Maxillofacial Trauma. 4th ed. Elsevier Saunders. 2013)

2.2 Etiologi Fraktur Mandibula

Faktor etiologi utama bervariasi berdasarkan lokasi geografis. Pada beberapa


investigasi seperti Jordan, Singapore, Nigeria, New Zealand, Denmark, Yunani, dan Japan
dilaporkan kecelakaan akibat kendaraan bermotor paling sering di jumpai. Peneliti di Negara-
negara seperti Yordania, Singapura, Nigeria, Selandia Baru, Denmark, Yunani, dan Jepang
melaporkan kecelakaan kendaraan bermotor menjadi penyebab paling umum.

2. Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kecelakaan
rumah tangga, mabuk dan perkelahian. Menurut survey di District of Columbia Hospital,
dari 540 kasus fraktur, 69% kasus terjadi akibat kekerasan fisik (perkelahian), 27% akibat
kecelakaan lalu lintas, 12% akibat kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat olahraga
dan 4% karena sebab patologi.( Fonseca RJ. Oral and Maxillofacial Trauma. 4th ed. Elsevier
Saunders. 2013)

2.3 Klasifikasi Fraktur Mandibula


Terdapat sistem klasifikasi fraktur mandibula, Namun, belum terdapat suatu sistem
klasifikasi tunggal universal yang digunakan sebagai standart pengklasifikasian fraktur
mandibular :

2.3.1 Menurut penyebab terjadinya fraktur :


 Direct Fracture: fraktur yang terjadi pada titik hantaman
 Indirect Fracture: fraktur yang terjadi pada jarak tertentu dari titik hantaman, terjadi
seperti pada penderita yang jatuh dengan tangan menumpu dan lengan atas-bawah
lurus, berakibat fraktur kaput radii atau klavikula. Gaya tersebut dihantarkan
melalui tulang-tulang anggota gerak atas dapat berupa gaya berputar,
pembengkokan (bending) atau kombinasi pembengkokan dengan kompresi seperti
fraktur butterfly maupun kombinasi gaya berputar, pembengkokan dan kompresi
seperti fraktur oblik dengan garis fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat
tarikan otot seperti fraktur patella karena kontraksi quadrisep yang mendadak
 Pathologic Fracture: fraktur pada daerah yang lemah karena penyakit yang sudah
ada

2.3.2 menurut hubungan dengan jaringan ikat sekitarnya :

 Simple/Closed Fracture: disebut juga fraktur tertutup oleh karena kulit di sekeliling
fraktur sehat dan tidak sobek.
 Compound/Open Fracture: kulit disekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang
berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi
infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak
steril seperti rongga mulut.
 Complicated Fracture: fraktur dengan kerusakan signifikan terhadap jaringan lunak
atau struktur sekitarnya

2.3.3 menurut bentuk fraktur :

 Comminuted Fracture: fraktur yang 1 daerah anatominya hancur berkeping-keping


 Greenstick Fracture: fraktur yang 1 sisinya hancur dan sisi lainnya tertekuk
 Dislocation Fracture: fraktur tulang dekat artikulasi bersama dengan dislokasi
atrikulasi tersebut
 Impacted Fracture: fraktur yang salah satu fragmennya terdorong ke fragmen lain
 Incomplete Fracture: fraktur yang garis frakturnya tidak meliputi seluruh tulang
 Multiple Fracture: 2 atau lebih garis fraktur pada tulang dan tidak berhubungan satu
sama lain
 Unstable Fracture: fraktur yang memiliki kemungkinan intrinsik untuk keluar dari
daerahnya setelah reduksi

2.3.4 Klasifikasi berdasarkan regio anatomi yang terlibat (Dingman & Natvig)

 Condylar process: regio superior dari sigmoid notch hingga batas posterior mandibular
 Coronoid: regio superior dari sigmoid notch hingga batas anterior mandibular
 Ramus: regio superior dari sudut mandibular dan inferior dari sudut yang dibentuk oleh
dua garis yang membentuk apeks pada sigmoid notch
 Angle: regio triangular dibatasi oleh batas anterior otot masseter dan garis oblik dari
regio M3 hingga perlekatan posterosuperior dari otot masseter
 Body: regio yang dibatasi oleh parasimfisis di anterior dan sudut mandibula di posterior
 Symphisis/ Parasymphysis: regio anterior dari mandibular yang dibatasi oleh distal gigi
caninus pada posterior. True symphysis fracture adalah fraktur linear yang berada pada
midline mandibular. Fraktur lainnya pada regio ini disebut fraktur parasimfisis
 Alveolar process: regio mandibular yang pada normalnya terdapat gigi geligi

Gambar 2. Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan regio anatomi

1. Angulasi fraktur dan tekanan dari otot yang menarik pada sisi proksimal dan distal
fraktur
 Favorable: garis fraktur dan otot penarik menahan pergerakan fraktur
(displacement minimal atau tidak terjadi sama sekali)
 Unfavorable: tarikan otot menyebabkan pergerakan segmen fraktur (terjadi
displacement)

Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan regio anatomi


2.4 Cara Mendiagnosis Fraktur Mandibula

2.4.1 Riwayat pasien

Untuk mendiagnosis fraktur mandibular sangat penting untuk mengetahui


riwayat pasien. Riwayat kesehatan pasien dapat menunjukkan penyakit tulang sistemik
yang ada, kelainan nutrisi dan metabolis dan penyakit endokrin dapat menyebabkan
atau berhubungan dengan fraktur mandibula. Dapat juga menujukkan masalah medis
dan psikologis yang akan mempengaruhi manajemen pasien.
Dalam mendiagnosis mengetahui tipe, arah, dan besar gaya traumatik sangat
membantu diagnosis fraktur, contoh pada korban kecelakaan motor yang bersifat
multiple, pada pasien yang terkena pukulan bersifat tunggal, simple dan non-displaced.
Objek yang menyebabkan fraktur dapat mempengaruhi tipe dan jumlah fraktur. Objek
yang tumpul menyebabkan beberapa area fraktur.

2.4.2 Pemeriksaan Fisik


- Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior,
diskrepensi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau
kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan
ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.
- Palpasi : nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi :
biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle dan
bila perlu dapat ditiadakan.
- Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya
terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
- Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
- Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur
yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah
ke kapiler.
-
Sebelum dilakukan pemeriksaan, wajah pasien harus dibersihkan secara lembut dengan
air atau saline hangat menggunakan kassa atau kapas untuk membersihkan darah yang
mengering dan kotoran. Rongga mulut juga harus diirigasi seluruhnya dan dibersihkan
menggunakan kapas. Setelah itu lihat dan periksa apakah terjadi kehilangan atau kerusakan
gigi dan jaringan pendukungnya. Pada saat melakukan pembersihan pada area wajah, area
kranial dan tulang leher juga harus dilakukan inspeksi dan jika terdapat tanda-tanda terjadi
cedera, lakukan palpasi

2.4.3 Pemeriksaan ekstraoral

a. Pembengkakan, eritema, laserasi, perdarahan, memar, ekimosis


mengindikasikan area terjadinya cedera atau menjadi tanda tidak langsung
terdapat fraktur mandibular
b. Adanya laserasi atau memar pada daerah dagu, mengindikasikan adanya fraktur
simsifis dengan atau tanpa fraktur kondil bilateral
c. Terlihat perubahan bentuk pada kontur tulang mandibula dan perubahan posisi
mandibula, pasien tidak dapat mengatupkan gigi anterior rahang atas dan rahang
bawah sehingga mulutnya terbuka (open bite) merupakan gambaran lain indikasi
fraktur mandibula.
d. ditemukan adanya blood-stained saliva yang menetes dari sudut mulut
dibeberapa kasus
e. Fraktur pada badan mandibula biasanya berhubungan dengan terjadinya cedera
pada saraf inferior alveolaris gigi, yang pada beberapa kasus menimbulkan
berkurang atau hilangnya rasa (paraesthesia) pada salah satu atau kedua sisi dari
bibir bawah

2.4.3 pemeriksaan intraoral


a. periksa apakah ada ekimosis atau gumpalan darah pada sulkus bukal atau lingual
b. Ekstravasasi pada submukosa mengindikasikan adanya underlying fracture, khususnya
pada daerah lingual.
c. Hematoma pada sublingual (Coleman’s sign) menandakan adanya fraktur pada regio
tersebut.
d. Tanda adanya cedera pada badan mandibula adalah jika fraktur menembus mukosa
lingual dasar mulut yang berada diatas periosteum mandibula akan menyebabkan
bocornya darah ke lingual submucosa
e. regio M3 dapat dijadikan indikator adanya fraktur di sekitarnya, jika terdapat liniear
hematoma kecil
f. Penting untuk memeriksa setiap gigi dan mencatat jika terjadi fraktur, avulsi, luksasi
atau subluksasi beserta kehilangan mahkota, bridge atau pengisian endo. Pada frakur
gigi harus dilihat apakah melibatkan dentin atau pulpa
g. Perubahan pada oklusi dapat menjadi tanda yang signifikan pada fraktur mandibular
h. Perubahan oklusi dapat terjadi karena terjadi fraktur pada gigi, prosessus alveolaris,
mandibula atau trauma pada TMJ
i. Daerah fraktur dapat diperiksa mobilitasnya dengan cara meletakkan jari dan ibu jari
pada setiap sisi dan menggunakan tekanan untuk memperoleh mobilitas yang tidak
seharusnya terjadi
j. Catat jika pada saat pergerakan mandibula secara maksimal terdapat rasa sakit, teraba
lunak atau adanya keterbatasan pergerakan

2.4.5 Pemeriksaan penunjang

Terdapat berbagai proyeksi radiograf lainnya untuk pemeriksaan fraktur mandibula


seperti lateral oblik, Caldwell posteroanterior, reverse Towne, mandibular occlusal, dan CT.
Untuk mendiagnosis fraktur mandibula, sebaiknya klinisi melihat mandibula dari dua bidang
yang berorientasi 90° terhadap satu sama lain. Gambaran yang ideal termasuk bidang axial dan
koronal namun tetap mempertimbangkan waktu, kondisi pasien, dan biaya. Jadi, riwayat
pasien, pemeriksaan klinis, dan mengetahui struktur mana yang terlihat paling baik dengan
metode radiografi tertentu menentukan proyeksi radiografis yang akan dilakukan.

3. Fonseca RJ. Oral and Maxillofacial Trauma. 4th ed. Elsevier Saunders. 2013.

Anda mungkin juga menyukai