Anda di halaman 1dari 49

UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

#walkingtojannah

BUKU PANDUAN
KETERAMPILAN KLINIK 4

BLOK 2.5 GANGGUAN KARDIOVASKULER

1. THORAKS 2 : Pemeriksaan Jantung Lengkap, JVP, EKG


2. RJP 2: TERAPI OKSIGEN
3. PERMINTAAN & INTERPRETASI X-RAY TORAKS
(JANTUNG)

Tahun Ajaran 2017/2018


Edisi Kedua

PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

1
TIM PENYUSUN

PENYUSUN:

1. Thoraks 2: Pemeriksaan Jantung Lengkap, JVP dan Pemeriksaan EKG


dr. Saptino Miro, Sp.PD

2. Permintaan dan Interpretasi X-Ray Toraks (Jantung)


dr. Tuti Handayani, Sp.Rad

3. RJP 2: Terapi Oksigen


dr. Beni Indra, Sp.An

JENIS KETERAMPILAN:

1. Thoraks 2: Pemeriksaan Jantung Lengkap, JVP dan Pemeriksaan EKG

2. Permintaan dan Interpretasi X-Ray Toraks (Jantung)

3. RJP 2: Terapi Oksigen

KONTRIBUTOR:

TIM PENYUSUN KURIKULUM KETERAMPILAN KLINIK


FK-UNAND

TIM EDITOR:

dr. Laila Isrona, M.Sc


dr. Eka Nofita, M.Biomed

2
HALAMAN PENGESAHAN

Buku Panduan Keterampilan Klinik 4


Blok 2.5 Gangguan Kardiovaskuler

Mengetahui, Koordinator KK4,


Kaprodi Pendok,

Dr. dr. Aisyah Ellyanti, SpKN, M.Kes dr. Eka Nofita, M.Biomed
NIP. 19690307 199601 2 001 NIP. 198111012008122002

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa kami ucapkan karena telah
selesai menyusun PENUNTUN KETRAMPILAN KLINIK blok 2.5. Kegiatan ketrampilan
klinik pada blok ini terdiri atas:
1. Pemeriksaan jantung lengkap, JVP dan EKG (6 kali pertemuan)
2. Permintaan dan pembacaan rontgen jantung (2 kali pertemuan)
3. RJP 2: Terapi Oksugen (2 kali pertemuan)
Semua materi di atas merupakan kompetensi yang harus diberikan kepada
mahasiswa sehingga secara umum mereka mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
cukup dan memadai untuk menjadi seorang dokter.
Penuntun keterampilan klinik ini disusun untuk memudahkan mahasiswa dan
instruktur dalam melakukan kegiatan keterampilan klinik pada blok ini. Namun diharapkan
juga mereka dapat menggali lebih banyak pengetahuan dan keterampilan melalui referensi
yang direkomendasikan. Semoga penuntun ini akan memberikan manfaat bagi mahasiswa
dan instruktur keterampilan klinik yang terlibat.
Kritik dan saran untuk perbaikan penuntun ini sangat kami harapkan. Akhirnya
kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan pengadaan penuntun ini, kami
ucapkan terima kasih.

Padang, Maret 2018


Tim Penyusun

4
DAFTAR ISI

Tim Penyusun . .................................................................................................... ii


Halaman Pengesahan ......................................................................................... iv
Kata Pengantar . ................................................................................................... v
Daftar Isi . ........................................................................................................... vi
Jadwal Kegiatan Per Minggu ............................................................................ vii
Pemeriksaan Thoraks III ..................................................................................... 1
Pemeriksaan Hidung dan Pemasangan Tampon ................................................. ?
Edukasi Berhenti Merokok ............................................................................... 28
Seri Ketrampilan Sputum II .............................................................................. 33
Pemeriksaan Radiografi Thoraks ...................................................................... 38

5
JADWAL KEGIATAN KK PADA BLOK 2.5
SEMESTER 4 TA. 2017/2018

JUMLAH RUANGAN
No. KEGIATAN* PERTEMUAN
(Latihan dan ujian)

1. Toraks 2: Pemeriksaan Jantung Lengkap + 6x


JVP + Pemeriksaan EKG

2. Permintaan & Interpretasi X-Ray Toraks 2x


(Jantung)

3. 2x
RJP 2: Terapi Oksigen

 Rincian jadwal per minggu sesuai dengan daftar dari Bagian Akademik

Nilai akhir ketrampilan klinik: Nilai = PF1+2PF2+R+L+K


6
Keterangan:
PF1 = Keterampilan pemeriksaan fisik THT
PF2 = Keterampilan pemeriksaan fisik Toraks 3
R = Keterampilan pembacaan rontgen toraks
K = keterampilan komunikasi
L = Keterampilan laboratorium

Total pertemuan untuk ketrampilan klinik di blok 2.5 gangguan kardiovaskuler ada 10
kali pertemuan. 2 kali pertemuan dalam setiap minggu.
Ketentuan :
1 Mahasiswa yang akan mengikuti ujian tulis/ketrampilan klinik/praktikum harus mengikuti
persyaratan berikut :
i. Minimal kehadiran dalam kegiatan diskusi tutorial 90%
ii. Minimal kehadiran dalam kegiatan diskusi pleno 90%
iii. Minimal kehadiran dalam kegiatan ketrampilan klinik 100%
iv. Minimal kehadiran dalam kegiatan praktikum 100%

2 Penilaian akhir Ketrampilan Klinik = 30% penilaian instruktur + 70% OSCE

6
I. THORAKS 2: PEMERIKSAAN JANTUNG LENGKAP, JVP
DAN PEMERIKSAAN EKG

A. PEMERIKSAAN JANTUNG LENGKAP & JVP

1. PENGANTAR
Pemeriksaan fisik merupakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh data mengenai
tubuh dan keadaan fisik pasien dalam membantu menegakkan diagnosis dan menentukan
kondisinya. Prosedur pemeriksaan terdiri atas: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Data-data
klinis yang diperoleh digunakan untuk membantu diagnosis serta kondisi pasien, dan selanjutnya
untuk menentukan pengobatan yang tepat berkenaan dengan diagnosis
Pemeriksaan fisik umum mencangkup pemeriksaan beberapa aspek fisik pasien, yaitu :
1. Keadaan Umum Pasien
Pemeriksaan keadaan umum pasien dimaksudkan untuk mendapatkan kesan umum pasien
tersebut. Dalam pemeriksaan ini perlu diperhatikan kelainan dan usia pasien, tampak sakit
atau tidak, kesadaran dan keadaan emosi, dalam keadaan comfort atau distress, serta sikap
dan tingkah laku pasien.

2. Tanda-tanda Vital
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan ini adalah pernafasan, nadi, tekanan darah, dan
suhu tubuh.

3. Postur Tubuh
Pengamatan postur badan menyangkut pemeriksaan berat badan, tinggi badan, dan bentuk
badan serta keseluruhannya. Juga perlu diperhatikan tekstur kulit yaitu menyangkut turgor
dan tonus serta warna kulit. Pemeriksaan fisik umumnya dilakukan sesudah pengambilan
anamnesis. Pada pemeriksaan ini berturut-turut diperhatikan kepala, leher, torso badan dan
ekstremitas kiri dan kanan.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler dan pemeriksaan
JVP.

B. Tujuan Instruksional Khusus


a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi letak garis anatomi pada permukaan dinding dada.

7
b. Mahasiswa mampu mengenal dan menilai keadaan normal dan abnormal yang terdapat di
leher dinding dada dan ekstremitas superior inferior pada sistem kardiovaskuler.
c. Mahasiswa mampu mengenal dan menilai pulsasi normal dan abnormal pada tempat
tertentu di dinding dada.
d. Mahasiswa mampu melakukan dan menilai secara palpasi keadaan normal dan abnormal
yang terdapat di vena jugularis eksterna dan dinding dada.
e. Mahasiswa mampu melakukan dan menilai batas – batas jantung absolut dan relatif.
f. Mahasiswa mampu melakukan dan menilai bunyi jantung, bunyi tambahan, bising yang
terdapat pada proyeksi katup aorta, katup pulmonal, katup mitral dan katup trikuspidal di
dinding dada.
g. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan JVP
o Mengidentifikasi letak Vena Jugularis Eksterna
o Mengidentifikasi Angulus Sterni Ludovici
o Mengidentifikasi batas pengisian tertinggi
o Menginterpretasikan hasil JVP

3. WAKTU DAN LOKASI


Ruang skills lab dan 4 x pertemuan perminggu

4. PRASYARAT
a. Mengetahui anatomi sistem kardiovaskuler ( anatomi)
b. Mengetahui fisiologi sistem kardiovaskuler (fisiologi )
c. Mengetahui hemodinamik sirkulasi jantung ( fisika )
d. Mengetahui patofisiologi sistem kardiovaskuler (penyakit dalam, kardiologi, anak).

5. TEORI DASAR

BENTUK BADAN
Perlu diperhatikan bentuk badan serta tanda-tanda khas yang terdapat pada seorang pasien,
antara lain astenik, hipostenik, atau hiperstenik, berat badan normal, kurus atau gemuk, tanda-tanda
bekas trauma dan adanya deformitas di dada, kelainan kongenital pada bentuk badan, dan lain-lain.
Misalnya kelainan bentuk badan yang merupakan sindrom kelainan jantung yang khas pada
sindrom Turner ditemukan koarktasio aorta dan stenosis pulmonal kongenital, pada sindrom Down

8
ditemukan atrial spetal defect (ASD) atau ventricular septal defect (VSD) dengan insufisiensi katup
atrioventrikular, pada sindrom Hurler ditemukan kerusakan katup mitral dan aorta, pada sindrom
Dresden China ditemukan stenosis katup aorta, pada sindrom Rubella ditemukan patent ductus
arteriosus (PDA), stenosis pulmonal dan koarktasio arteri pulmonal, pada Elfin appearance
ditemukan stenosis aorta supravalvular.

Tekstur Jaringan dan Warna Kulit


Perlu diperhatikan turgor dan tonus jaringan, ada tidaknya sianosis, anemia, sianosis sentral
yang umumnya terjadi pada kelainan jantung kongenital, sianosis perifer, dan ikterus.

Inspeksi
Perhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan
asimetris (voussure cardiaque), yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertrofi dan
dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.
Garis anatomis pada permukaan badan yang penting pada permukaan dada, ialah (Gambar
1) :
- Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)
- Garis tengah klavikular ( mid clavicular line/MCL)
- Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)
- Garis para sternal kiri dan kanan (para sternal line/PSL)
Garis-garis tersebut ini perlu untuk menentukan lokasi kelainan yang ditemukan pada
permukaan badan.

Gambar 1. Letak Garis Anatomi Pada Permukaan Badan

9
Vena Jugular Eksterna

Gambar 2. Tekanan Vena Jugular (Ketinggian tekanan dari angulus streni)

Perhatikan apakah ada bendungan pada vena jugularis. Pembendungan menunjukan adanya
hipertensi vena, sehingga perlu diukur besarnya tekanan vena jugularis (Gambar 2. dan Gambar 3.).

Gambar 3. Pengukuran Tekanan Vena Jugular (Jugular Venous Pressure/JVP)


Bendungan vena bilateral, umumnya ditemukan pada gagal jantung kanan dan timbulnya
bersamaan dengan pembengkakan hati, edema perifer, dan asites. Refluks hepato jugular,
ditemukan pada gagal jantung kanan. Pengisisan vena jugularis paradoksal pada waktu inspirasi
dapat terjadi misalnya pada pernafasan Kussmaul akibat efusi perikardial dan perikarditis
konstriktif.

Arteri Karotis
Denyut arteri karotis diraba pada pangkal leher didaerah lateral anterior, denyut ini
mencerminkan kegiatan ventrikel kiri. Gambaran nadi yang terjadi menyerupai gelombang nadi
yang terjadi pada arteri radialis. Pulpasi karotis yang berlebihan dapat timbul karena tekanan nadi
yang besar, misalnya pada insufisiensi aorta ditandai dengan naik dan turunnya denyut berlangsung
cepat.

10
Dada
Kelainan bentuk dada seringkali berkaitan dengan anatomi dan faal jantung. Di samping itu
juga mempengaruhi faal pernafasan yang kemudian secara tidak langsung mempengaruhi faal
sirkulasi darah yang akan menjadi beban kerja jantung. Kelainan bentuk dada tidak selalu disertai
atau mengakibatkan gangguan faal jantung. Kelainan bentuk dada dapat dibedakan antara kealinan
kongenital atau kelainan yang didapat selama pertumbuhan badan. Deformitas dada dapat juga
terjadi karena trauma yang menyebabkan gangguan ventilasi pernafasan berupa beban sirkulasi
terutama bagi ventrikel kanan.

Inspeksi Kelainan Bentuk Dada

Gambar 4. Inspeksi Kelainan Bentuk Dada

Perhatikan apakah terdapat pektus ekskavatum (Funnel Chest) berupa depresi sternum, atau
Barrel Chest yang mempunyai diameter antero-posterior besar dan biasanya terdapat pada
emfisema kronik, atau pektus karinatum (pigeon breast) (Gambar 4). Sternum bagian atas yang
sangat menonjol, terdapat pada juvenile ricketsia. Prekordium yang menonjol (vossure cardiaque)
terdapat karena pembesaran jantung pada sejak usia muda. Kifoskoliosis seringkali diikuti oleh
fungsi paru yeng terganggu dan lambat laun dapat menyebabkan kor pulmonal kronik.
Benjolan dinding dada di sekitar sela iga ketiga kiri dapat terjadi akibat aneurisma dari
pembuluh darah besar. Pada Straight Back Syndrome (flat chest) tampak menghilangkan kifosis
normal dan sering terdapat bersama dengan adanya prolaps katup mitral dan pulsasi pada dinding
dada.
Pada keadaan normal hanya ditemukan pulsasi apeks di apeks kordis dan dapat diraba pada
jarak ± 8 cm dari garis midsternal pada ruang sela iga IV kiri dan dapat direkam dengan apeks
kardiografi.

11
Pulsasi abnormal dapat berupa pulsasi diatas ruang iga ke 3, dan ini merupakan pulsasi
abnormal pembuluh darah besar. Pulsasi abnormal yang terada melebar sampai dibawah iga ke 3,
berasal dari ventrikel kanan atau ventrikel kiri yang membesar.

EKSTREMITAS

Lengan –Tangan
Pada pemeriksaan jari, ujung jari dan kuku, diperhatikan apakah ada deformitas jari dan
persendian jari, sianosis dan clubbing finger.
Splinter haemorhage dan osler node, mungkin dapat dijumpai pada endokarditis bakterial
subakut. Bandingkan denyut nadi arteri radialis kiri dan kanan.

Tungkai-Kaki
Perhatikan apakah ada edema tungkai, edema pretibial, edema pergelangan kaki (ankle
edema), edema kardiak seringkali disertai nokturia.
Lakukan perabaan denyut nadi arteri femoralis, arteri politea, dan arteri dorsalis pedis.
Bandingkan nadi kiri dan kanan, serta bandingkan suhu kaki kiri dan kanan. Cari tanda-tanda
fenomen trombo-emboli pada tungkai, diperhatikan juga vena tungkai bawah apakah ada varises
dan tromboflebitis.

Palpasi Jantung
Pada palpasi jantung telapak tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan perabaan di
atas iktus kordis (apical impulse). Perhatikan Gambar 5.
Lokasi point of maximal impulse, normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari
medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan
gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedangkan pada bentuk
dada yang pendek lebar, letak iktus kordis agal ke lateral. Pada keadaan normal lebar iktus kordis
yang teraba adalah 1 –2 cm. Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi
sysolic lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba akan lebih
melebar.

12
Gambar 5. Left Lateral Decubitus Position

Gambar 6. Cara Melakukan Palpasi Fremitus dan Lokasi Palpasi

Pulsasi Ventrikel Kiri


Pulsasi apeks dapat direkam dengan apikokardiograf. Pulsasi apeks yang melebar teraba
seperti menggelombang (apical heaving). Apical heaving tanpa perubahan tempat ke lateral, terjadi
misalnya pada beban sistolik vertikel kiri yang meningkat akibat stenosis aorta. Apical heaving
yang disertai peranjakan tempat ke lateral bawah, terjadi misalnya pada beban diastolik vertikel kiri
yang meningkat akibat insufisiensi katup aorta. Pembesaran ventrikel kiri dapat menyebabkan iktus
kordis beranjak ke lateral bawah. Pulsasi apeks kembar (double apical impulse) terdapat pada
aneurisma apikal atau pada kardiomiopati hipertrofi obstruktif.

Pulpasi Ventrikel Kanan


Area di bawah iga ke III/IV medial dari impuls apikal dekat garis sternal kiri, normal tidak
ada pulsasi. Bila ada pulsasi pada area ini, kemungkinan disebabkan oleh kelebihan beban sistolik
kanan, misalnya pada stenosis pulmonal atau hipertensi pulmonal. Pulsasi yang kuat di sekitar
daerah epigastrium di bawah prosesussifoideus menunjukkan kemungkinan adanya hipertrofi dan
dilatasi ventrikel kanan. Pulsasi abnormal di atas iga ke ke III kanan menunjukkan kemungkinan
adanya aneurisma aorta asendens. Pulsasi sistolik pada interkostal II sebelah kiri pada batas
sternum menunjukkan adanya dilatasi arteri pulmonal.

Getar Jantung (Cardiac Thrill)


Getar jantung adalah terabanya getaran yang diakibatkan oleh desir aliran darah. Bising
jantung adalah desiran yang terdengar karena aliran darah. Getar jantung di daerah prekordial
adalah getaran atau vibrasi yang teraba di daerah prekordial. Getar sistolik (systolic Thrill), timbul

13
pada fase sistolik dan teraba bertepatan dengan terabanya impuls apikal. Getar diastolik (diastolic
Thrill), timbulpada fase diastolik dan teraba sesudah impuls apikal.
Getar sistolik yang panjang pada area mitral yang melebar ke lateral menunjukkan
insufisiensi katup mitral. Getar sistolik yang pendek dengan lokasi si daerah mitral dan bersambung
ke daerah aorta menunjukkan adanya stenosis katup aorta. Getar diastolik yang pendek di daerah
apeks menunjukkan adanya stenosis mitral. Getar sistolik yang panjang pada area trikuspid
menunjukkan adanya insufisiensi trikuspid. Getar sistolik pada area aorta pada lokasi di daerah
cekungan suprasternal dan daerah karotis menunjukkan adanya stenosis katup aorta, sedangkan
getar diastolik di daerah tersebut menunjukkan adanya insufisiensi aorta yang berat, biasanya getar
tersebut ini lebih keras teraba pada waktu ekspirasi. Getar sistolik pada area pulmonal menandakan
adanya stenosis katup pulmonal.
Perkusi Jantung

Gambar 7. Lokasi Perkusi dan Auskultasi Jantung

Gambar 8. Daerah Pekak Jantung dan Redup Jantung pada Efusi Perikardial yang lanjut

14
Gambar 9. Daerah Katup Jantung dan Pekak Jantung pada Perkusi Jantung Normal
dan Gambaran Pekak Hati Normal

Cara Perkusi (Perhatikan Gambar 7, 8 dan 9):


Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada
garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk
menentukan gambaran besarnya jantung.
Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar ke kiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel
kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantug merupakan batas pekak
jantung pada RSI - 3 pada garis para sternal kiri.
Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol ke arah lateral.
Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan ke kiri atas. Pada
perikarditis pekak jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak
jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung
dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.

Auskultasi Jantung

Gambar 10. Proyeksi Katup di dinding dada.

15
Gambar 11. Area Auskultasi Kegiatan Jantung

Gambar 12. The auscultatory areas from heart sound

16
Gambar 13. Cara melakukan pemeriksaan auskultasi jantung

Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan cara mendengar bunyi akibat vibrasi
(getaran suara) yang ditimbulkan karea kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian hemodinamik
darah dalam jantung.
Alat yang dipergunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan chest piece.
Macam-macam chest piece yaitu bowl type dengan membran, digunakan terutama untuk
mendengar bunyi dengan fekuensi nada yang tinggi :bel type, digunakan untuk mendengar bunyi-
bunyi dengan fekuensi yang lebih rendah. Perhatikan proyeksi katup jantung dan cara melakukan
pemeriksaan auskutasi dalam Gambar 10, 11, 12 dan 13.

Beberapa aspek bunyi, yang perlu diperhatikan :


1. Nada, berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran
2. Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan amplitudo gelombang suara
3. Kualitas bunyi, dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan bermacam-macam
jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen bunyi yang terdengar.
Selain bunyi jantung pada auskultasi, dapat juga terdengar bunyi akibat kejadian
hemodinamik darah yang dikenal sebagai desiran atau bising jantung (cardiac murmur).

17
Bunyi Jantung

Gambar 14. Komponen Bunyi Jantung

Bunyi jantung (BJ) dibedakan menjadi (Gambar 14.):


Bunyi jantung utama : BJI, BJ II, BJ III, BJ IV.
Bunyi jantung tambahan ini dapat berupa bunyi detik ejeksi (ejection click) yaitu bunyi yang
terdengar bila ejeksi ventrikel terjadi dengan kekuatan yang lebih besar misalnya pada beban
sistolik ventrikel kiri yang meninggi. Bunyi detak pembukaan katup (opening snap) terdengar bila
pembukaan katup mitral terjadi dengan kekuatan yang lebih besar dari normal dan terbukanya
sedikit melambat dari biasa, misalnya pada stenosis mitral.

18
Bunyi Jantung Utama

Bunyi jantung I ditimbulkan karena kontraksi yang mendadak terjadi pada awal sistolik
meregangnya daun daun-daun katub mitral dan trikuspid yang mendadak akibat tekanan dalam
vertikel yang meningkat dengan cepat, meregangnya dengan tiba-tiba chordae tendinea yang
memfiksasi daun-daun katub yang telah menutup dengan sempurna, dan getaran kolom darah
dalam outflow tract (jalur keluar) ventrikel kiri dan dinding pagkal aorta dengan sejumlah darah
yang ada di dalamnya. Bunyi jantung I terdiri dari komponen mitral dan trikuspidal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I, yaitu :
- Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel
Makin kuat dan cepat, makin keras bunyinya
- Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel. Makin dekat
terhadap posisi tertutup makin kecil kesempatan akselerasi darah yang keluar dari ventrikel,
dan makin pelan terdengarnya BJ I; dan sebaliknya makin lebar terbukanya katup
atrioventrikular sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena akselerasi darah dan gerakan
katup lebih cepat.
- Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus BJ lebih keras terdengar
dibandingkan pasien gemuk dengan BJ yang terdengar lebih lemah. Demikian juga pada
pasien emfisema pulmonum BJ terdengar lebih lemah.
BJ II ditimbulkan karena vibrasi akibat penutupan katup aorta (komponen aorta),
penutupan katup pulmonal (komponen pulmonal), perlambatan aliran yang mendadak dari darah
pada akhir ejeksi sistolik, dan benturan balik dari kolom darah pada pangkal aorta dan membentur
katip aorta yang baru tertutup rapat. Bunyi jantung II terdiri dari komponen aorta dan pulmonal.
Pada BJ II, komponen A2 lebih keras terdengar pada aortic area sekitar ruang interkostal II
kanan. Komponen P2 hanya dapat terdengar keras disebelah kanan sternum pada ruang interkostal ii
kanan. Komponen P2 hanya dapat terdengar keras di sekitar area pulmonal.
Kegiatan fisis akan memperkeras BJ II (A2 + P2), inspirasi cendrung memperkeras P2,
ekspirasi cendrung memperkeras A2. Makin tua usia makin keras komponen A2. Pada inspirasi, P2
terdengar sesudah A2 karena ejeksi ventrikel kanan berlangsung lebih lama dari pada ejeksi
ventrikel kiri pada inspirasi.
Pada keadaan fisiologis, pada inspirasi, kembalinya darah ke dalam ventrikel kanan
menjadi lebih lama. Keadaan ini disebut physiological splitting (bunyi terbelah yang terjadi secara
fisiologis). Pada ekspirasi, masa ejeksi ventrikel kanan sama dengan masa ejeksi ventrikel kiri
sehingga P2 terdengar bertepatan degan A2. pada hipertensi sistemik, bunyi A2 mengeras, sedang
pada hipertensi pulmonal, bunyi P2 mengeras.

19
BJ III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (rapid filling phase). Vibrasi yang
ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang mendadak pada pengisian ventrikel karena
relaksasi aktif ventrikel kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran pengisisan.
Bunyi jantung IV : dapat terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan yang
lebih besar, misalnya pada keadaaan tekanan akhir diastol ventrikel yang meninggi sehingga
memerlukan dorongan pengisisan yang lebih keras dengan bantuan kotraksi atrium yang lebih kuat.

Bunyi Jantung Tambahan


Bunyi detak ejeksi pada awal sistolik (early systolic click). Bunyi ejeksi, ialah bunyi
dengan nada tinggi yang terdengar karena detak. Hal ini disebabkan karena akselerasi aliran darah
yang mendadakpada awal ejeksi ventrikelkiri dan berbarengan dengan terbukanyakatub aorta
terjadi lebih lambat. Keadaan ini sering disebabkan karena stenosis aorta atau karena beban sistolik
ventrikel kiri yang berlebihan dimana katup aorta terbuka lebih lambat.
Bunyi detak ejeksi pada pertengahan atau akhir sistolik (mid-late systolic click) ialah bunyi
dengan nada tinggi pada fase pertengahan atau akhir sistolik yang disebabkan karena daun-daun
katup mitral dan chordae tendinae meregang lebih lambat dan lebih keras. Keadaan ini dapat terjadi
pada prolaps katup mitral karena gangguan fungsi muskulus papilaris atau chordae tendinae.
Detak pembukaan katup (opening snap) ialah bunyi yang terdengar sesudah BJ II pada
awakl fase diastolik karena terbukanya katup mitral yang terlambat dengan kekuatan yang lebih
besar disebabkan hambatan pada pembukaan katup mitral. Keadaan ini dapat terjadi pada stenosis
katup mitral.

20
 Bunyi Ektra Kardial
Gerakan perikard (pericardial friction rub) terdengar pada fase sistolik dan diastolik akibat
gesekan perikardium viseral dan parietal. Bunyi ini dapat ditemukan pada perikarditis.
 Bising (Desir) jantung (Cardiac Murmur)
Bising jantung ialah bunyi desiran yang terdengar memanjang, yang timbul akibat vibrasi
aliran darah turbulen yang abnormal.
Evaluasi desir jantung dilihat dari :
- Waktu terdengar : pada fase sistolik atau diastolik
- Intensitas bunyi : derajat I, II, III, IV, V, VI
- Nada (frekuensi getaran) : tinggi atau rendahnya nada bunyi
- Tipe (konfigurasi) : timbul karena penyempitan (ejection) atau karena aliran balik
(regurgitation)
- Kualitas (timbre) : musikal atau mendesir
- Lokasi dan penyebaran : daerah dimana bising terdengar paling keras dan mungkin
mnyebar ke arah tertentu.
- Lamanya terdengar : pendek atau panjang

Waktu Terdengarnya Bising Jantung (Bising Sistolik atau Bising Diastolik)


Terlebih dahulu tentukan fase siklus jantung pada saat terdengarnya bising (sistolik atau
diastolik) dengan BJ I dan BJ II atau dengan palpasi denyut karotis yang teraba pada awal sistolik.
Intensitas Bunyi Murmur
Intensitas bunyi murmur didasarkan pada tingkat kerasnya suara dibedakan :
- Derajat I : bunyi murmur sangat lemah hanya dapat terdengar dengan upaya dan perhatian
khusus
- Derajat II : bunyi bising lemah, akan tetapi mudah terdengar
- Derajat III: bunyi bising agak keras
- Derajat IV : bunyi bising cukup keras
- Derajat V : bunyi bising sangat keras
- Derajat VI : bunyi bising paling keras
Nada bunyi bising jantung dapat berupa bunyi bising dengan nada tinggi (high pitched)
atau bunyi bising dengan nada rendah (low pitched).

Tipe (Konfigurasi) Bising Jantung


Tipe bising jantung dibedakan :
- Bising tipe kresendo (crescendo murmur), mulai terdengar dari pelan kemudian mengeras.
- Bising tipe dekresendo (decrescendo murmur), bunyi dari kelas kemusian menjadi pelan
- Bising tipe kresendo-dekresendo (crescendo-decrescendo=diamond shapemurmur) yaitu bunyi
pelan lalu keras kemudian disusul pelan kembali disebut ejection type.

PEMERIKSAAN JVP

Cara Pemeriksaan:
Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis (Gambar 21-22):
21
- Pemeriksa berada di sebelah kanan si penderita.
- Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat dengan bantal, dan otot
strenomastoideus dalam keadaan relaks. Naikkan ujung tempat tidur setinggi 30 derajat,
atau sesuaikan sehingga pulsasi vena jugularis tampak paling jelas.
- Temukan titik teratas dimana pulsasi vena jugularis interna tampak, kemudian dengan
penggaris ukurlah jarak vertikal antara titik ini dengan angulus sternalis.
- Apabila anda tak dapat menemukan pulsasi vena jugularis interna, anda dapat mencari
pulsasi vena jugularis externa.
- Sudut ketinggian dimana penderita berbaring harus diperhitungkan karena ini mempengaruhi
hasil pemeriksaan.

Gambar 22. Pengukuran Tekanan Vena Jugular (Jugular Venous Pressure/JVP)

22
DAF TAR TILIK PENILAIAN KETRAMPILAN KLINIK 4
THORAKS 2 (PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG & JVP )
BLOK 2.5 GANGGUAN KARDIOVASKULER
SEMESTER IV TA.2017/2018

Nama Mahasiswa : ……………..


BP. : ……………
Kelompok :…………………
SKOR
No. ASPEK YANG DINILAI 0 1 2
1 Mengucapkan salam dan menjelaskan tujuan pemeriksaan
2 Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien dan pasien tidur telentang
dalam keadaan rileks dan dada terbuka.
3 Normal
4 Abnormal
- penonjolan asimetris - flat chest
- funnel chest - vossoure cardiaque
- juvenile ricketsia - pigeon breast
- barrel chest
5 Yugularis eksterna terisi / kosong, tinggi pengisian
6 Apex cordis
7 Pulsasi
8 Cardiac thrill
9 Mengukur JVP
10 Batas jantung
kiri :
kanan :
E. AUSKULTASI
Bunyi jantung , bunyi tambahan, bising pada:
11 proyeksi katup mitral
12 proyeksi katup aorta
13 proyeksi katup pulmonal
14 proyeksi katup trikuspidal
15 Pericardial friction rub
Jumlah
Ket:
0 = Tidak dilaksanakan
1 = Dilakukan dengan perlu perbaikan
2 = Dilakukan dengan sempurna

Nilai = Jumlah Total x 100 = ……….


30
Padang,.................................
Instruktur

( .........……………………)

23
B. PEMASANGAN EKG DAN INTERPRETASI HASIL
1. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum:
Mahasiswa mampu melakukan melakukan dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan
elektrokardiografi.
B.Tujuan pembelajaran Khusus:
1. Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien dan peralatan EKG.
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan EKG.
3. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan elektrokardiogram.

2. WAKTU DAN LOKASI


Ruang skills lab dan 4 x pertemuan perminggu

3. PRASYARAT
1. Mengetahui anatomi sistem kardiovaskuler ( anatomi)
2. Mengetahui fisiologi sistem kardiovaskuler (fisiologi )
3. Mengetahui hemodinamik sirkulasi jantung ( fisika )
4. Mengetahui patofisiologi sistem kardiovaskuler ( penyakit dalam, kardiologi, anak).

4. TEORI DASAR

ANATOMI DAN FUNGSIONAL SISTEM KONDUKSI JANTUNG


Sifat-Sifat Listrik Sel Jantung
→ Sel –sel otot jantung mempunyaisusunan ion yang berbeda antara ruang dalam sel
( ekstraseluler). Dari ion-ion ini, yang terpenting ialah ion Na+ dan ion K+. Kadar K+
intraselular sekitar 30 kali lebih tinggi dalam ruang ekstraselular daripada dalam ruang
intraselular.
→ Membran sel otot jantung ternyata lebih permeabel untuk ion K + daripada untuk ion Na+.
Dalam keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial membran bagian
dalam dan bagian luar tidak sama. Membran sel otot jantung saat istirahat berada pada
keadaan Polarisasi, dengan bagian luar berpotensial positif dibandingkan bagian dalam.
Selisih potensial ini disebut potensial membran, yang dalam keadaan istirahat berkisar
90 mV. Bila membran otot jantung dirangsang, sifat permeabel membran sehingga ion
Na+ masuk kedalam sel, yang menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mV
menjadi +20 mV ( potensial diukur intraseluler terhadap ekstraseluler). Perubahan
potensial membran karena stimulus ini disebut depolarisasi. Setelah proses
depolarisasi.Setelah proses depolarisasi selesai, maka potensial membran kembali
mencapai keadaan semula, yaitu proses Repolarisasi.

24
Potensial aksi
Bila kita mengukur potensial listrik yang terjadi dalam sel otot jantung dibandikan dengan
potensial diluar sel, pada saat stimulus , maka perubahan potensial yang terjadi sebagai fungsi dari
waktu, disebut potensial aksi. Masa repolarisasi cepat dimana potensial kembali secara tajam pada
tingkat awal yaitu fase 4. Kurva potensial aksi menunjukan karakteristik yang khas, yang dibagi
menjadi 4 fase yaitu (Gambar 15.):
 Fase 0 adalah :
Awal potensial aksi yang berupa garis vertikal keatas yang yang merupakan lonjakan
potensial sehingga mencapai +20 mV. Lonjakan potensial dalam daerah intraseluler ini
disebabkan karena masuknya ion Na+ dari luar kedalam sel.
 Fase 1 adalah :
Fase repolarisasi awal yang pendek, dimana potensial kembali dari + 20 mV mendekati 0
mV
 Fase 2 adalah :
Fase datar dimana potensial berkisar pada 0 mV. Dalam fase ini terjadi gerak masuk dari
ion Ca++ untuk mengimbangi gerak keluar dari ion K+.
 Fase 3 adalah :

Gambar 15. Aksipotensial

Sistem Konduksi Jantung.


Sistem konduksi jantung terdiri dari nodus Sini Atrial (SA), nodus Atrioventrikuler (AV), berkas
His dan serabut Purkinye (Gambar 16.).
Nodus SA.
Nodus SA terletak pada pertemuan antara vena kava superior dengan atrium kanan.
Sel-sel dalam nodus SA secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls dengan
frekuensi 60 – 100 x/menit
Nodus AV.

25
Terletak diatas sinus koronarius pada dinding posterior atrium kanan. Sel-sel dalam
nodus AV mengeluarkan impuls lebih rendah dari nodus SA yaitu 40 – 60 x/menit
Berkas His.
Nodus AV kemudian menjadi Berkas His yang menembus jaringan pemisah
miokardium atrium dan miokardium ventrikel, selanjutnya berjalan pada septum
ventrikel yang kemudian bercabang dua menjadi berkas kanan (Right Bundle Branch =
RBB) dan berkas kiri (Left Bundle Branch = LBB). RBB dan LBB kemudian menuju
endokardium ventrikel kanan dan kiri, berkas tersebut bercabang menjadi serabut-
serabut Purkinye.
Serabut Purkinye.
Serabut Purkinye mampu mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20 -40 x/menit.

Gambar 16. Sistem Konduksi Jantung

26
Perlengkapan EKG
EKG yang digunakan untuk latihan keterampilan adalah : Fx : 2111. Fukuda ME Japan . Ada
10 kabel dari EKG yang dihubungkan dengan pasien, yaitu:
Empat macam kabel menghubungkan antara alat EKG dengan keempat anggota gerak, yaitu :
- Warna merah untuk tangan kanan
- Warna kuning untuk tangan kiri
- Warna hitam untuk kaki kanan
- Warna hijau untuk kaki kiri
Enam buah elektrode untuk precordial, menghubungkan daerah prekordial dengan alat EKG, yaitu :
- Lead C1 warna putih / merah di V1
- Lead C2 warna putih / kuning di V2
- Lead C3 warna putih / hijau di V3
- Lead C 4 warna putih / coklat di V4
- Lead C 5 warna putih / hitam di V5
- Lead C 6 warna putih / ungu di V6

Elektrokardiogram (EKG)
EKG adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung . Kegiatan listrik
jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui elektroda-elektroda yang dipasang pada
permukaan tubuh. Kelainan tata listrik jantung akan menimbulkan kelainan gambar EKG. Sejak
Einthoven pada tahun 1903 berhasil mencatat potensial listrik yang terjadi pada waktu jantung
berkontraksi, pemeriksaan EKG menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting. Saat ini
pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan EKG dianggap kurang lengkap. Beberapa kelainan jantung
sering hanya diketahui berdasarkan EKG saja. Tetapi sebaliknya juga, jangan memberikan
penilaian yang berlebihan pada hasil pemeriksaan EKG dan mengabaikan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
1). Sandapan – sandapan pada EKG.
Untuk memperoleh rekaman EKG, pada tubuh dilekatkan elektroda-elektroda yang dapat
meneruskan potensial listrik dari tubuh ke sebuah alat pencatat potensial yang disebut
elektrokardiograf. Pada rekaman EKG yang konvensional dipakai 10 buah elektroda, yaitu 4
buah elektroda Extremitas dan 6 buah elektroda Prekordial. Elektroda-elektroda ekstremitas
masin-masing dilekatkan pada lengan kanan, lengan kiri, tungkai kanan dan tungkai kiri.
Elektroda tungkai kanan selalu dihubungkan dengan bumi utnuk menjamin pontensial nol yang
stabil (Gambar 17.).
Lokasi penetapan elektroda sangat penting diperhatikan , karena penetapan yang salah akan
menghasilkan pencatatan yang berbeda.
Elektroda-elektroda prekordial diberi nama V1-V6 dengan lokalisasi sebagai berikut
(Gambar 18.):

27
V1 : Garis Parasental kanan, pada interkostal IV
V2 : Garis pada Parasternal kiri, pada Interkostal IV,
V3 : Titik tengah antara V2 dan V4
V4 : Garis Klavikula-tengah, pada interkostal V,
V5 : Garis aksila depan, sama tinggi dengan V4,
V6 : Garis aksila tengah , sama tinggi dengan V4 dan V5
Kadang-kadang diperlukan elektroda-elektroda prekordial sebelah kanan, yang disebut V3R, V4R,
VSR dan V6R yang letaknya berseberangan dengan V3,V4,V5 dan V6.

Gambar 17. Elektroda ekstremitas

Gambar 18.Elektroda Prekordial

28
2) Sandapan-sandapan Ekstremitas
Dari elektroda-elektroda ekstremitas didapatkan tiga sandapan, dengan rekaman potensial
bipolar, yaitu :
- Sandapan I = Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri
(LA), Dimana tangan kanan bermuatan negatif ( - ) dan tangan kiri bermuatan positif ( + )
- Sandapan II = Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan Kaki kiri ( LF )
dimana tangan bermuatan negatif ( - ) dan kaki kiri bermuatan positif ( + ).
- Sandapan III = Merekanm beda potensial antara tagan kiri ( LA) dengan Kaki kiri (
LF ), dimana tangan kanan bermuatan negatif ( - ) dan tangan kiri bermuatan positif ( + ).

Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segita sama sisi, yang lazim disebut
segitiga EINTHOVEN.
Untuk mendapatkan sandapan unipolar, gabungan dari sandapan I,II,III disebut terminal
sentral dan anggap berpontensial nol. Bila potensial dari suatu elektroda dibandingakan dengan
terminal sentral , maka didapatkan potensial mutlak elektroda tersebut dan sandapan yang
diperoleh disebut sandapan unipolar.
Sandapan Unipolar Ekstrimitas yaitu :
 Sandapan aVR = Merekam potensial listrik pada tangan kanan ( RA), dimana tangan kanan
bermuatan positif ( +), tangan kiri dan kaki kiri membentuk elektroda Indiferen
( potensial nol ).
 Sandapan aVL = Merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana tangan kiri
bermuatan positif ( + ) ,tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda Indiferen (
potensial nol ).
 Sandapan aVF = Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki kiri bermuatan
positif ( + ) ,tangan kanan dan tangan kiri membentuk elektroda Indiferen ( potensial nol ).
Sandapan Unipolar Prekordial yaitu :
Merekam besar potensial listrik jantung dengan bantuan elektroda yang ditempatkan
dibeberapa tempat dinding dada. Elektroda Indiferen diperoleh dengan menggabungkan ketiga
elektroda ekstrimitas. Sesuai dengan nama elektrodanya, sandapan-sandapan prekordial disebut V1,
V2, V3, V4, V5 dan V6.
3). Kertas EKG.
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan vertical dengan
jarak 1 mm (sering disebut sebagai kotak kecil). Garis yang lebih tebal terdapat pada setiap 5 mm
(disebut kotak besar). Perhatikan Gambar 19.
- Garis horizontal menggambarkan waktu, dimana 1 mm = 0.04detik, sedangkan 5 mm =
0.20 detik.

29
- Garis vertical menggambarkan voltase, dimana 1 mm = 0,1 milliVolt, sedangkan setiap 10
mm = 1 milliVolt.
Pada praktek sehari-hari perekaman dibuat dengan kecepatan 25 mm/detik. Pada awal rekaman
kita harus membuat kalibrasi 1 milliVolt yaitu sebuah atau lebih yang menimbulkan defleksi 10
mm. Pada keadaan tertentu kalibrasi dapat diperbesar yang akan menimbulkan defleksi 20 mm atau
diperkecil yang akan menimbulkan defleksi 5 mm. Hal ini harus dicatat pada saat perekaman EKG
sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang salah bagi pembacanya.
Garis rekaman mendatar tanpa ada potensi listrik disebut garis iso-elektrik. Defleksi yang
arahnya keatas disebut defleksi positif, yang kebawah disebut defleksi negatif.

Gambar 19. REKAMAN EKG NORMAL

30
Interpretasi EKG

31
Gambar 20. Rekaman EKG dalam 1 siklus

Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel.
Proses listrik ini terdiri dari :
- Depolarisasi Atrium
- Repolarisasi Atrium
- Depolarisasi Ventrikel
- Repolarisasi Ventrikel
Sesuai dengan proses listrik jantung, setiap hantaran pada EKG normal memperlihatkan 3
proses listrik yaitu depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel.
Repolarisasi atrium umumnya tidak terlihat pada EKG, karena disamping intensitasnya kecil juga
repolarisasi atrium waktunya bersamaan dengan depolarisasi ventrikel yang mempunyai intensitas
yang jauh lebih besar.
EKG normal terdiri dari gelombang P, Q, R, S dan T serta kadang terlihat gelombang U
(Gambar 20.). Selain itu juga ada beberapa interval dan segmen EKG.

32
Gelombang P (Gambar 20 dan 21.)
Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium dari pemacu jantung fisiologi
nodus SA atau dari atrium. Gelombang P bisa positif, negatif, atau bifasik, atau bentuk lain yang
khas.
Gelombang P yang normal :
- Lebar kurang dari 0.12 detik
- Tinggi kurang dari 0.3 milliVolt
- Selalu positif di lead II
- Selalu negatif di aVR

Gambar 21. Variasi Gelombang P

Gelombang QRS (Gambar 20)


Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel, terdiri dari gelombang Q, gelombang R
dan gelombang S. Gelombang QRS yang normal :
 Lebar 0.06 – 0.12 detik
 Tinggi tergantung lead
Gelombang Q adalah defleksi negatif pertama pada gelombang QRS. Gelombang Q yang normal :
 Lebar kurang dari 0.04 detik
 Tinggi / dalamnya kurang dari 1/3 tinggi R

33
Gelombang R adalah defleksi positif pertama gelombang QRS. Geombang R umumnya
positif di lead II, V5 dan V6. Di lead aVR , V1 dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada sama
sekali.
Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah gelombang R. Di lead aVR dan V1 gelombang
S terlihat dalam dan di V2 ke V6 akan terlihat makin lama makin menghilang atau berkurang
dalamnya.

Gelombang T
(Gambar 20 dan 22)
Merupakan gambaran proses
repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang
T positif di lead I, II, V3 – V6 dan terbalik di
aVR.

Gelombang U.
Adalah gelombang yang timbul setelah
gelombang T dan sebelum gelombang P
berikutnya.. Penyebab timbulnya gelombang
U masih belum diketahui, namun diduga
akibat repolarisasi lembat sistem konduksi
interventrikel.

Gambar 22. Gelombang T, U dan QT


Interval PR.
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai
normal berkisar antara 0.12 – 0.20 detik. Ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi
atrium dan jalannya impuls melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi ventrikel.

34
Segmen ST (Gambar 23. dan 24.)
Segmen ST diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T. Segmen ini
normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekordial dapat bervariasi dari -0.05 sampai +2 mm.
Segmen ST yang naik disebut ST elevasi dan yang turun disebut ST depresi.

Gambar 23. Segmen ST Gambar 24. Diagnosis Differensial


Segment ST

SISTEMATIKA PEMERIKSAAN E.K.G:


A. 1. IRAMA
2. FREKWENSI JANTUNG
3. PR-INTERVAL
4. MORFOLOGI
a. GELOMBANG P
b. KOMPLEX QRS
c. ST SEGMENT
d. GELOMBANG T
e. QRS INTERVAL
f. VAT
g. QT RATIO
B. KESIMPULAN EKG

35
5. PROSEDUR KERJA

A. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi.
1. Mulai dengan melihat vena-vena servikal
a) Periksa tingkat distensi vena leher dan fluktuasi tekanan vena.
b) Atur posisi pasien pada tempat pemeriksaan dengan punggung lurus dan kepala
ditinggikan 30 derjat dari garis horizontal
c) Perhatikan puncak kolom darah berfluktuasi selama siklus jantung
2. Inspeksi Prekordium
a) Perhatikan kesimetrisan dada
b) Tentukan lokasi apeks jantung
Palpasi
1. Palpasi denyut karotis untuk menilai ejeksi ventrikel kiri
2. Pusatkan perhatian pada ciri tiap denyut nadi
3. Lakukan palpasi daerah prekordium, tentukan lokasi apeks
4. Letakkan bantalan dua atau tiga jari di atas tempat denyut apeks perhatikan ketukan dan
tarikan yang cepat
5. Periksa prekordium kanan untuk mencari dekstrokardia
6. Palpasi sendi klavikula dan suprasternal, tiapsela iga parasternal, apeks dan mid aksilla
Perkusi
1. Mulai pada tiap sela iga jauh ke lateral ke arah aksila, perkusi ke arah sternum
2. Tentukan batas jantung kiri , atas dan kanan
3. Tentukan pinggang jantung
Auskultasi
1. Letakkan jari tangan pada karotis, identifikasi dan dengarkan bunyi jantung pertama, kedua
an interval diantara bunyi jantung pertama dan kedua ( fase sistolik) dan bunyi jantung
kedua dan pertama (fase diastolik).
2. Auskultasi seluruh prekordium, empat daerah penting mencerminkan bunyi dari empat
katup.

36
B. PEREKAMAN EKG
1. Siapkan 1 set EKG pada tempat yang sudah ditentukan
2. Pemeriksa berada sebelah kanan pasien
3. Pasien tidur terlentang dalam keadaan rileks dan dada terbuka
4. Bersihkan tempat pemasangan elektroda dengan alkohol
5. Oleskan jelly pada tempat pemasangan elektroda
6. Kecepatan perekaman 25mm/detik dengan kalibrasi 1 cm = 1 mVol
7. Perekaman dimulai secara manual dari lead I, II, III, AVR, AVL, AVF dan V1 – V6.
8. Elektroda dilepas dari pasien dan dibersihkan.

REFERENSI yang disarankan:


1. Buku: ADAMS: Physical Diagnosis. Burnside-Mc.Glynn. 17th ed.
Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh Dr. Henny Lukmanto. Penerbit EGC. Cet. 4. tahun 1993.
2. Buku: EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter Umum. Penulis:
Dr. Syukri Karim (Bagian Kardiologi FKUI/RS.Jantung Harapan Kita) dan Dr. Peter
Kabo, (Bagian Farmakologi UNHAS RSU Wahidin Sudirohusodo).

37
DAF TAR TILIK PENILAIAN KETRAMPILAN KLINIK 4
PEMERIKSAAN EKG DAN INTERPRETASI HASIL
BLOK 2.5 GANGGUAN KARDIOVASKULER
SEMESTER IV TA.2016/2017

Nama Mahasiswa : ……………..


BP. : ……………
Kelompok :…………………
SKOR
No.
ASPEK YANG DINILAI 0 1 2
A
1. Mengucapkan salam, menyiapkan alat EKG ,berdiri sebelah kanan pasien
dan menjelaskan tujuan pemeriksaan.
2. Mempersiapkan pasien (posisi pasien: tidur terlentang dengan dada
terbuka, tempat pemasangan elektroda dibersihkan dengan alkohol dan
dioleskan jelly)
3. Pemasangan elektroda pada ekstremitas & dada
4. Memastikan Kecepatan perekaman dan kalibrasi alat
B. PEREKAMAN
5. Perekaman secara manual dari Lead I, II, III, AVR, AVL, AVF dan V1 –
V6
6. Selesai perekaman elektroda dilepas dari pasien dan dibersihkan
C.
7. Irama Jantung : - Sinus/Bukan Sinus
- Reguler/Irreguler
8. Hitung Frekwensi Jantung : - Normal
- > / < Normal
9. Aksis: a. Normal
b.LAD
c.RAD
10. Tentukan Gelombang P : - Normal
- LAH / RAH
11. Hitung PR Interval
12. Gelombang Q : - Normal
- Patologis
13. Hitung QRS Interval
14. Tentukan RVH/ LVH
15. Tentukan ST Segmen : - Isoelektrik
- Elevasi / Depresi
16. Tentukan Gelombang T : - Normal
- Inversi / Flat
17. Kesimpulan

TOTAL
Ket:
0= Tidak dilaksanakan
1= Dilakukan dengan perlu perbaikan
Nilai =
2 = Dilakukan dengan sempurna Jumlah Totalx 100 = ….
34

Padang,.................................
Instruktur

( …………………………)

38
II. PEMERIKSAAN RADIOGRAFI TORAKS (JANTUNG)

I. Pengantar
Pemeriksaan radiografi toraks dilakukan untuk menilai jantung, paru, mediastinum dan dinding
dada.Pemeriksaan radiografi toraks untuk menilai jantung sangat penting untuk penilaian awal dan
merupakan pelopor untuk pemeriksaan berikutnya. Pada tahap ini, akan diberikan keterampilan
mengenai radiografi toraks untuk menilai jantung.Proyeksi rutin pemeriksaan radiografi toraks
untuk jantung adalah proyeksi Postero-Anterior (PA) dan lateral.

II. Tujuan Pembelajaran


Mahasiswa mampu
1. Memasang radiografi toraks di lampu baca.
2. Mengetahui hal-hal yang mempengaruhi interpretasi jantung pada radiografi toraks
3. Menjelaskan batas-batas jantung pada radiografi toraks PA dan Lateral
4. Melakukan pengukuran jantung (Cardio-Thoracic Ratio)

III. Strategi Pembelajaran


1. Responsi
2. Demonstrasi oleh instruktur
3. Latihan mandiri

IV. Prasyarat
Ilmu dasar anatomi dan fisiologi jantung

V. Teori
Radiografi toraks di baca dengan menempatkan sisi kanan foto (marker R) di sisi kiri pemeriksa
atau sisi kiri foto (marker L) di sisi kanan pemeriksa.Pada radiografi toraks, jantung terlihat sebagai
bayangan opak (putih) di tengah dari bayangan lusen (hitam) paru-paru. Bagian atas jantung dan
arcus aorta berada di belakang manubrium sterni. Bagian bawah dari bayangan jantung sebagian
kecil tertutup oleh lengkungan (kubah) diafragma.

Bentuk jantung tergantung dari beberapa hal, yaitu:

1. Respirasi

Gerakan diafragma mempengaruhi bentuk jantung. Pada ekspirasi atau inspirasi yang tidak
adekuat, jantung akan terlihat lebar dan mendatar karena terdorong oleh diafragma serta
rongga toraks terlihat lebih sempit karena paru tak distensi optimal. Pada inspirasi yang
cukup (iga 6 anterior atau iga 10 posterior terlihat komplit) jantung akan memperlihatkan
ukuran yang hampir sama dengan keadaan sebenarnya sehingga layak untuk dinilai.Iga ssi
anterior terlihat berbentuk huruf V, dan iga posterior terlihat menyerupai huruf A.
39
Anterior Posterior

Gambar 1.Inspirasi cukup jika terlihat komplit iga 6 anterior atau iga 10 posterior.

A B

Gambar 2.Pengaruh inspirasi terhadap ukuran jantung.A.Inspirasi kurang, B. Inspirasi cukup.

2. Simetris/ asimetris

Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara prosesus spinosus
dan sisi medial os clavikula kanan - kiri. Posisi asimetris dapat mengakibatkan gambaran
jantunr mengalami rotasi sehingga penilaian terhadap jantung menjadi kurang valid.

40
Gambar 3. Jarak yang sama antara prosesus spinosus dengan sisi medial os clavikula
bilateral.

3. Posisi pemeriksaan

Jantung berada di sisi anterior rongga dada.Pada radiografi toraks dengan posisi berdiri,
dimana sinar berjalan dari belakang ke depan (PA), maka letak jantung dekat sekali dengan
film. Jika jarak dari fokus sinar ke film cukup jauh, maka bayangan jantung yang terjadi pada
film tidak banyak mengalami pembesaran/ magnifikasi. Pada umumnya jarak fokus-film
untuk radiografi jantung 1,8 – 2m.

Bayangan jantung yang terlihat pada radiografi toraks proyeksi PA mengalami magnifikasi ±
5% dari keadaan sebenarnya. Lain halnya bila radiografi dibuat dalam proyeksi antero-
posterior (AP), maka jantung letaknya akan menjadi jauh dari film sehingga bayangan
jantung akan mengalami magnifikasi bila dibandingkan dengan proyeksi PA.

Hal yang sama akan terjadi pada radiografi yang dibuat dengan posisi telentang (supine)
dengan sinar berjalan dari depan ke belakang (AP). Di sini bayangan jantung juga akan
terlihat lebih besar dibanding dengan proyeksi PA dan posisi berdiri.

Gambar 4. Posisi posteroanterior (PA) dan posisi anteroposterior (AP) supine

4. Bentuk tubuh

Pada orang yang kurus dan jangkung (astenikus) jantung berbentuk panjang dan ke
bawah.Ukuran vertikal jauh lebih besar daripada ukuran melintang.Diafragma letaknya
mendatar sehingga jantung seolah tergantung (cor pendulum).Sebaliknya pada orang yang
gemuk dan pendek (piknikus); letak jantung lebih mendatar dengan ukuran melintang yang
lebih besar disertai diafragma yang letaknya lebih tinggi.

Bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum/ pigeon chest, pectus carinatum, kelainan
pada kelengkungan vertebra seperti skoliosis, kifosis atau hiperlordosis dapat mempengaruhi
bentuk dan letak jantung.

41
5. Kelainan paru

Kelainan luas pada paru dapat mempengaruhi bentuk dan letak jantung. Fibrosis atau
atelektasis dapat menarik jantung,

Radioanatomi jantung
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)

- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan bayangan jantung disebut sinus
kardiofrenikus.
- Dimulai dari sinus kardiofrenikus kanan ke arah kranial, batas jantung di kanan bawah
dibentuk oleh atrium kanan. Atrium kanan terlihat melengkung ke atas kemudian
bersambung dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh vena cava superior.
- Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol di sebelah kiri
kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas jantung melengkung ke dalam
(konkaf) yang disebut pinggang jantung.
- Pada pinggang jantung ini, di bawah arkus aaorta, terdapat penonjolan dari arteria
pulmonalis. Pada anak-anak penonjolan ini kadang-kadang agak besar.
- Di bawah penonjolan a. Pulmonalis terdapat aurikel dari atrium kiri (left atrial appendage).
- Di bawah aurikel ini batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan
lengkungan konveks ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak lengkungan
dari ventrikel kiri itu disebut sebagai apex jantung.
- Pada pembesaran ventrikel kanan yang berat, maka ventrikel kanan mengambil bagian
dalam pembentukan batas jantung kanan bawah. Pada umumnya ventrikel kanan tidak
membentuk batas jantung.
- Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya para-vertebral kiri
dari arkus sampai diafragma.

Gambar 5. Radioanatomi foto toraks PA

42
2. Proyeksi Lateral kiri

- Di belakang sternum, batas depan jantung dibentuk oleh ventrikel kanan yang merupakan
lengkungan dari sudut diafragma depan ke arah kranial. Kebelakang, lengkungan ini
menjadi lengkungan aorta.
- Bagian belakang batas jantung dibentuk oleh atrium kiri. Atrium kiri ini menempati
sepertiga tengah dari seluruh batas jantung sisi belakang. Dibawah atrium kiri terdapat
ventrikel kiri yang merupakan batas belakang bawah jantung.
- Batas belakang jantung mulai dari atrium kiri sampai ventrikel kiri berada di depan
kolumna vertebralis. Ruangan di belakang ventrikel kiri disebut ruang belakang jantung
(retrocardiac space) yang radiolusen karena adanya paru-paru.
- Aorta desendens letaknya berhimpit dengan kolumna vertebralis.

Ventrikel
Atrium kiri kanan

Ventrikel kiri

Gambar 6. Radioanatomi foto toraks Lateral kiri

Cara pengukuran Cardio Thoracic Ratio (CTR)


- Ditarik garis M yang berjalan di tengah-tengah kolumna vertebralis torakalis.
- Garis A adalah jarak antara M dengan batas jantung sisi kanan yang terjatuh.
- Garis B adalah jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjatuh.
- Garis transversal C ditarik dari dinding toraks sisi kanan ke dinding toraks sisi kiri. Garis ini
melalui sinus kardiofrenikus kanan. Bila sinus-sinus kardiofrenikus ini tidak sama tingginya,
maka garis C ditarik melalui pertengahan antara kedua sinus itu. Ada pula yang menarik garis
C ini dari sinus kostofrenikus kanan ke sinus kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua cara ini tidak
begitu besar, sehingga dapat dipakai semuanya.

43
M

Gambar 7.Cara pengukuran CTR

Pada radiografi toraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, CTR kurang dari 50%.
Pada umumnya jantung mempunyai batas radio-anatomis sebagai berikut :
- Batas kanan jantung letaknya para-sternal, Bila kita memakai garis A, maka garis A ini
panjangnya tidak lebih dari 1/3 garis dari M ke dinding toraks kanan.
- Batas jantung sisi kiri terletak di garis pertengahan klavikula (mid-clavicular line).
- Batas dari arkus aorta, yaitu batas terats dari jantung, letaknya 1-2 cm di bawah tepi
manubrium sterni.

VI. Prosedur kerja

(Lihat daftar tilik)

44
DAF TAR TILIK PENILAIAN KETRAMPILAN KLINIK 4
PERMINTAAN RADIOGRAFI TORAKS (JANTUNG)
DAN INTERPRETASI HASIL
BLOK 2.5 GANGGUAN KARDIOVASKULER
SEMESTER IV TA.2016/2017

Nama Mahasiswa : ……………..


BP. : ……………
Kelompok :…………………
No Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1 Memasang radiografi toraks ke lampu baca
2 Menunjukkan iga anterior (bentuk V)
3. Menunjukkan iga posterior (bentuk A)
4. Menilai inspirasi cukup atau tidak (iga 6 anterior atau iga 10 posterior
terlihat komplit)
5. Menilai simetris/ tidak radiografi toraks (simetris jika terdapat jarak
yang sama antara prosesus spinosus dan sisi medial os clavikula kanan
– kiri)
6 Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di foto toraks PA
- Atrium kanan
- Arcus aorta
- Pinggang jantung
- Aurikel atrium kiri
- Ventrikel kiri
- Apeks jantung
7 Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di foto toraks
lateral
- Ventrikel kanan
- Atrium kiri
- Ventrikel kiri
8 Melakukan pengukuran jantung (Cardio-Thoracic Ratio)
TOTAL
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan dengan perlu perbaikan
2 = Dilakukan dengan sempurna

Nilai : Jumlah Total x 100 =


16
Padang,
Instruktur

NIP.

45
III. RJP 2: TERAPI OKSIGEN

1. TUJUAN PEMBELAJARAN:
Mahasiswa dapat melakukan pemberian terapi Oksigen dengan benar dan aman sesuai kebutuhan
pasien.
2. TINJAUAN TEORI
Terdapat 3 sistem untuk memberikan oksigen kepada pasien tanpa intubasi. Untuk konsentrasi
oksigen rendah, kanula hidung dapat memberikan oksigen antara 24% (IL/menit) sampai 36% (4 -
5L/menit). Konsentrasi oksigen sedang (40-60%) dicapai dengan pemberian lewat masker oksigen,
sedangkan konsentrasi hingga 100% hanya dapat dicapai dengan menggunakan stingkup muka
reservoir. Pada kegawatan napas trauma diberikan oksigen 6L/menit dengan sungkup muka. Pada
penderita kritis berikan 100% oksigen, meskipun secara umum terapi oksigen memberikan manfaat
yang bermakna pada bentuk hipoksik hipoksemia dan anemi hipoksemia. Efek samping yang
sering dikhawatirkan adalah keracunan oksigen, tetapi hal tersebut terjadi setelah 24-48 jam terapi
oksigen dengan fraksi inspirasi oksigen (Fi02)>60%. Oleh karena itu sedapat mungkin setelah
masa kritis, terapi oksigen diturunkan bertahap sampai Fi02<60% dengan target untuk
mendapatkan minimal saturasi oksigen (Sa02) 90%. Apabila tekanan oksigen arteri (pa02) tetap
rendah (kurang dari 60 mmHg) meskipun telah diberikan oksigen 50% berarti terdapat shunt yang
bermakna dari kolaps alveoli dan perlu dipertimbangkan pemberian inflasi paru dengan manuver
reekspansi paru atau intubasi endotrakhea dan ventilasi mekanik. Pada kasus PPOM maka Pa02
dipertahankan sekitar sedikit diatas 60 mmHg saja untuk menghindari hilangnya rangsang respirasi.
Terapi O2 merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan
pemberian terapi O2 adalah 1. Mengatasi keadaan hipoksemia 2. Menurunkan kerja pernafasan 3.
Menurunkan beban kerja otot Jantung (miokard) Indikasi pemberian terapi O2 adalah kerusakan 02
jaringan yang diikuti gangguan metabolisme dan sebagai bentuk Hipoksemia, secara umum pada:

tambahan)

Indikasi klinisnya:

jantung atau ami

46
Metode & peralatan min. yang harus diperhatikan pada therapi O2:

lasi kelebihan CO2

02

Perkiraan konsentrasi oksigen pada alat masker semi rigid


Kecepatan aliran 02 % Fi02 yang pasti

4 1/mnt 0,35
6 1/mnt 0,50
8 1/mnt 0,55
10 1/mnt 0,60
12 l/mnt 0,64
15 l/mnt 0,70
Tidak ada peralatan yang dapat memberi O2 100 %, walaupun O2 dengan kecepatan > dari Peak
Inspiratory flow rate (PIFR)

METODE PEMBERIAN OKSIGEN


I. Sistem Aliran Rendah
1. Kateter Nasal Oksigen : Aliran 1 - 6 liter/ menit menghasilkan oksigen dengan konsentrasi
24-44 % tergantung pola ventilasi pasien. Bahaya : Iritasi lambung, pengeringan mukosa
hidung, kemungkinan distensi lambung, epistaksis.
2. Kanula Nasal Oksigen : Aliran 1 - 6 liter / menit menghasilkan 02 dengan konsentrasi 24 -
44 % tergantung pada polaventilasi pasien. Bahaya : Iritasi hidung, pengeringan mukosa
hidung, nyeri sinus dan epitaksis
3. Sungkup muka sederhana Oksigen : Aliran 5-8 liter/ menit menghasilkan 0 2 dengan
konsentrasi 40 - 60 %. Bahaya : Aspirasi bila muntah, penumpukan C02 pada aliran 02
rendah, Empisema subcutan kedalam jaringan mata pada aliran 02 tinggi dan nekrose,
apabila sungkup muka dipasang terlalu ketat.
4. Sungkup muka" Rebreathing " dengan kantong 02 Oksigen : Aliran 8-12 l/menit
menghasilkan oksigen dnegan konsentrasi 60 - 80%. Bahaya : Terjadi aspirasi bila
47
muntah, empisema subkutan kedalam jaringan mata pada aliran 02 tinggi dan nekrose,
apabila sungkup muka dipasang terlalu ketat.
5. Sungkup muka" Non Rebreathing" dengan kantong 02 Oksigen : Aliran 8-12 l/menit
menghasilkan konsentrasi 02 90 %. Bahaya : Sama dengan sungkup muka "Rebreathing".
II. SistemAliran tinggi
1. Sungkup muka venturi (venturi mask) Oksigen : Aliran 4 -14 It / menit menghasilkan
konsentrasi 02 30 - 55 %. Bahaya : Terjadi aspirasi bila muntah dan nekrosis karena
pemasangan sungkup yang terialu ketat.
2. Sungkup muka Aerosol (Ambu Bag) Oksigen : Aliran lebih dan 10 V menit menghasilkan
konsentrasi 02 100 %. Bahaya : Penumpukan air pada aspirasi bila muntah serta nekrosis
karena pemasangan sungkup muka yang terialu ketat.

BAHAYA TERAPI OKSIGEN


Keracunan 02 -> pada pemberian jangka lama dan berlebihan dapat dihindari dengan pemantauan
AGD dan Oksimetri
1. Nekrose C02 ( pemberian dengan Fi02 tinggi) pada pasien dependent on Hypoxic drive
misal kronik bronchitis, depresi pemafasan berat dengan penurunan kesadaran . Jika terapi
oksigen diyakini merusak C02, terapi 02 diturunkan perlahan-lahan karena secara tiba-tiba
sangat berbahaya
2. Toxicitas paru, pada pemberian Fi02 tinggi ( mekanisme secara pasti tidak diketahui).
Terjadi penurunan secara progresif compliance paru karena perdarahan interstisiil dan
oedema intra alviolar
3. Retrolental fibroplasias. Pemberian dengan Fi02 tinggi pada bayi premature pada bayi BB
< 1200 gr. Kebutaan
4. Barotrauma ( Ruptur Alveoli dengan emfisema interstisiil dan mediastinum), jika 02
diberikan langsung pada jalan nafas dengan alat cylinder Pressure atau auflet dinding
langsung.

PEMANTAUAN TERAPI O2
1. Warna kulit pasien. Pucat/ Pink / merah membara.
2. Analisa Gas Darah (AGD)
3. Oksimetri
4. Keadaan umum

2
DAF TAR TILIK PENILAIAN KETRAMPILAN KLINIK 4
RJP 2: TERAPI OKSIGEN
BLOK 2.5 GANGGUAN KARDIOVASKULER
SEMESTER IV TA.2016/2017
Nama Mahasiswa : ……………..
BP. : ……………
Kelompok :…………………
No. SKOR
ASPEK PENILAIAN 0 1 2
1. Cucitangan
2. Memberitahu pasien
3. Isi glass humidifier dengan water for irigation setinggi batas yang
tertera
4. Menghubungkan flow meter dengan tabung oksigen/ sentral oksigen
5. Cek fungsi flow meter dan humidifeir dengan memutar pengatur
konsentrasi 02 dan Amati ada tidaknya gelembung udara dalam glass
flow eter
6. Menghubungkan catheter nasal/ kanul nasal dengan flowmeter
7. Alirkan oksigen ke Kateter Nasal dengan aliran antara 1 -6 liter/
menit. Canule Nasal dengan aliran antara 1 -6 liter/ menit
8. Alirkan oksigen ke sungkup muka partial rebreathing dengan aliran
udara 8-12 l/mnt.
9. Alirkan oksigen ke: Sungkup muka non rebreathing dengan aliran 8-
12 l/mnt
10. Cek aliran kateter nasa!/ kanul nasal dengan menggunakan punggung
tangan untuk mengetahui ada tidaknya aliran oksigen.
11. Olesi ujung kateter nasal/ kanul nasal dengan jeli sebeluin dipakai ke
pasien
12. Pasang alat Kateter nasal/ kanul nasal pada pasien.
13. Tanyakan pada pasien apakah oksigen telah mengalir sesuai yang
diinginkan
14. Cucitangan
15. Rapihkan peralatan kembali
16. Dokumentasikan pada status pasien
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan dengan perlu perbaikan
2 = Dilakukan dengan sempurna
Nilai : Jumlah Total x 100 = Padang,
16 Instruktur

NIP.

Anda mungkin juga menyukai